Anda di halaman 1dari 5

Perlawanan bangsa Indonesia melawan kolonialisme dan imperialisme

Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Kolonialisme Belanda, Tindakan sewenang-wenang dan


penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan
kepedihan, bangsa Indonesia.

Menghadapi tindakan sewenang-wenang dan penindasan itu menjadikan rakyat Indonesia memberikan
perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.

Sebelum VOC berkuasa, Portugis telah menanamkan kekuasaan di kawasan Malaka dan Maluku. Pada
tahun 1511 Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerqee berhasil menguasai Malaka.

Dari Malaka Portugis kemudian meluaskan pengaruh dan perdagangannya ke berbagai wilayah di
Indonesia. Mula-mula Alfonso d’Albuquerqee mengirim pasukannya ke Aceh kemudian ke Maluku.

Perang melawan Portugis dan kongsi dagang VOC


Perlawanan rakyat Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam,
Belanda telah mendirikan kantor dagang di Batavia. Perselisihan keduanya tidak dapat dihindari hingga
VOC melancarkan serangan ke Jepara yang menimbulkan kerugian sangat besar bagi Mataram. Sultan
Agung kemudian menyiapkan penyerangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali. Pada 22 Agustus
1628, pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso tiba di Batavia. Serangan pertama ini
gagal dan tidak kurang dari seribu prajurit Mataram gugur dalam pertempuran. Mataram kemudian
menyiapkan serangan kedua dengan dipimpin Kiai Adipati Juminah, K.A. Puger, dan K.A. Purabaya.
Meski persiapannya telah matang, perlawanan rakyat Mataram terhadap VOC yang kedua ini kembali
menemui kegagalan. Kegagalan ini disebabkan oleh VOC yang membakar persediaan makanan para
tentara Mataram.

Sultan Agung Melawan VOC


Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan
tersebut disebabkan karena Sulan Agung menyadari bahwa kehadiran VOC di Batavia dapat
membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau Jawa.
Dampak kekalahan Sultan Agung bagi Mataram
karena dianggap sebagai penghalang untuk menguasai Banten.

Selain itu, Sultan Agung menganggap kedudukan VOC di Batavia sebagai ancaman karena kerap
menghalangi kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka. Saat hubungan Mataram dan VOC
semakin buruk, kontak-kontak senjata di antara keduanya pun tidak terhindarkan. Sultan Agung tercatat
dua kali mengirim pasukan Mataram ke Batavia untuk mengusir Belanda dari Jawa. Akan tetapi, dua
serangan yang masing-masing dilakukan pada 1628 dan 1629 selalu menemui kegagalan.

Serangan pertama Sultan Agung ke Batavia (1628)


Pada 1628, Sultan Agung mengirim pasukan untuk melakukan serangan pertama ke VOC di Batavia.
Serangan Sultan Agung ke Batavia yang pertama dipimpin oleh Tumenggung Baureksa, bupati Kendal.
Strategi serangan pasukan Sultan Agung di Batavia pada 1628 adalah dengan membendung Sungai
Ciliwung agar benteng VOC kekurangan air.

Meski strategi ini berhasil membuat pihak VOC terjangkit wabah kolera, tetapi dominasi Belanda belum
bisa dipatahkan. Pada akhirnya, pasukan Mataram memilih mundur dan kembali ke kerajaannya.
Mundurnya perlawanan Mataram terhadap Belanda di Batavia disebabkan oleh beberapa hal, yaitu
kalah persenjataan, stamina pasukan terkuras, dan kekurangan bahan makanan.

Serangan kedua Sultan Agung ke Batavia (1629)


Perang Mataram melawan VOC kembali terjadi setahun kemudian, yaitu pada 1629.Sultan Agung
kembali mengirim pasukan untuk menyerang VOC dengan strategi baru karena belajar dari kekalahan
sebelumnya. Strategi yang diterapkan di antaranya, memperkuat armada militer, meningkatkan jumlah
persenjataan, dan membangun lumbung makanan di Tegal dan Cirebon. Serangan kedua yang dipimpin
oleh Dipati Puger dan Dipati Purbaya ini berhasil membawa 80.000 pasukan Mataram sampai di Batavia.
Namun, serangan ini kembali menemui kegagalan.

Penyebab utama kegagalan serangan Mataram terhadap VOC tahun 1629 adalah dibakarnya lumbung
padi pasukan Mataram oleh Belanda. Akibatnya, pasukan Mataram kekurangan bahan makanan dan
kelelahan, sehingga memilih untuk mundur.
Mataram pasca kekalahan dari VOC
Dengan kegagalan pasukan Mataram, VOC semakin ingin untuk terus memaksakan monopoli
dan memperluas pengaruhnya di daerah-daerah lain. Namun, VOC selalu khawatir dengan
kekuatan tentara Mataram yang semakin lama semakin kuat. Tentara VOC juga selalu berjaga-
jaga untuk mengawasi tingkah laku pasukan Mataram. Pasukan Sultan Agung tidak pernah
menyerah dan selalu berusaha untuk bisa menggagalkan rencana VOC untuk memperluas
kekuasaan dan monopoli perdagangannya.

Pergantian Sultan Agung

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645
digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.

Sultan Agung wafat

Sebagaimana dikisahkan dari buku "Babad Tanah Jawi" tulisan WL Olthof, saat itu
Sultan Agung memiliki dua orang putra yang tertua bernama Adipati Arya
Mataram, yang sudah menikah dengan putri Pangeran Pekik di Surabaya. Putra
kedua bernama Raden Mas Alit atau Pangeran Danu Paya.

Sebelum meninggal dunia, Sultan Agung berpesan untuk meneruskan takhta


Mataram ke tangan anak tertuanya, Pangeran Adipati Arya Mataram. Tak
berselang lama, Sultan Agung wafat. Suara tangisan menggema di dalam istana
Mataram. Bahkan tanda-tanda alam juga turut menjadi bukti dunia ikut berduka
cita, melepas kepergian Sultan Agung. Gunung Merapi yang merupakan tempat
penting bagi Mataram kala itu, menggelegar suaranya, bercampur dengan suara
ampuhan di angkasa. Jenazah Sultan Agung disucikan dan disalatkan, lalu
disemayamkan di Imogiri dengan sengkalan tahun 1578.

Mataram melakukan pemberontakan untuk merdeka


Trunojoyo adalah seorang bangsawan Madura yang pernah melakukan
pemberontakan terhadap pemerintahan Amangkurat I dan Amangkurat II dari
Mataram. Latar belakang pemberontakan karena Amangkurat I, memerintah
dengan keras dan menjalin hubungan dengan VOC sepeninggal Sultan Agung.

Hal ini menimbulkan kejutan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak
dengan tegas oleh Amangkurat I. Pertentangan yang luar biasa antara
Amangkurat I dan para ulama bahkan di langit pada penangkapan, sehingga
banyak ulama dan santri dari wilayah kekuasaan Mataram mati yang besar .

Ketidakpuasan kepemimpinan Amangkurat Saya juga merasakan putra mahkota


yang bergelar Pangeran Adipati Anom. Namun Adipati Anom tidak berani
memberontak secara terang-terangan.

Diam-diam ia meminta bantuan Raden Kajoran alias Panembahan Rama, yang


merupakan ulama dan termasuk kerabat istana Mataram. Raden Kajoran
kemudian memperkenalkan menantunya, yaitu Trunojoyo putra Raden Demang
Melayakusuma sebagai alat pemberontakan Adipati Anom.

Mendapat tugas, Trunojoyo segera melakukan aksinya, yang pertama dia lakukan
dengan penculikan kepada Cakraningrat II yang diasingkan ke Lodoyo Blitar.
Tahun 1674, Trunojoyo merebut kekuasaan Madura dan memproklamirkan
sebagai raja merdeka di Madura Barat.

Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, juga menjalin kerja sama dengan Karaeng
Galesong, pemimpin pelarian asal Makassar pendukung Sultan Hasanuddin yang
telah terbukti VOC.

Anda mungkin juga menyukai