Anda di halaman 1dari 16

PERLAWANAN

SULTAN AGUNG
TERHADAP VOC

Oleh : Clearesta Luella & Desca Fitricia


Sultan Agung Hanyokrokusumo bernama asli
Raden Mas Jatmika (Jatmika berarti sopan
dan rendah hati) dan ia juga dikenal dengan
nama Raden Mas Rangsang yang berarti
bergairah.
Sultan Agung merupakan putra dari pasangan
Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah
Banowati putri dari Prabu Wijaya. Sultan Agung
lahir di Mataran (Yogayakarta tepatnya Kota Gede)
pada 14 November 1593.
Ia merupakan sultan ke-3 yang memerintah
Kesultanan Mataram.
Sultan Agung merupakan penguasa yang berusaha
mengembangkan agama Islam di pulau Jawa. Di
bawah kempemimpinannya, Mataram berkembang
cukup pesat dan menjadi kerajaan besar di
Nusantara.
Latar Belakang Pendidikan :
Latar belakang pendidikan yang diterima beliau
adalah pengetahuan agama yang didapat dari
beberapa wali.

Wali yang sangat berperan dan berpengaruh


terhadap Sultan Agung adalah Sunan Kalijaga

Sunan Kalijaga dijadikan guru dan dianggap sebagai


penasehat atau pembimbung Sultan Agung di bidang
Agama. Dari Sunan Kalijaga, beliau mendapatkan
ajaran tentang agama.
Sultan Agung memiliki
dua orang permaisuri,
yaitu:

Kanjeng Ratu Mas Tinumpuk, putri dari Suktan


Cirebon. Melahirkan keturunan Raden Mas
Syahwawrat atau disebut Pangeran Alit. Kanjeng
Ratu Mas Tinumpuk mendapatkan gelar
Kanjeng Ratu Kulon sebagai permaisuri yang
dituakan dan memiliki kedudukan lebih tinggi
dibandingkan permaisuri yang lain.

Kanjeng Ratu Batang, putri Pangeran Upasanta


dari Batang. Melahirkan Raden Mas Sayidin alias
Amangkurat I. Mendapatkan gelar Kanjeng Ratu
Wetan sebagai permaisuri muda.
Ketika berusia 20 tahun, Sultan Agung dinobatkan
sebagai Raja Mataram yang kekuasaannya meliputi
wilayah yang luas, dari Cirebon sampai Pasuruan.

Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang


berhasil membawa kerajaan Mataram Islam
mencapai puncak kejayaan pada 1627, tepatnya
setelah empat belas tahun Sultan Agung memimpin
kerajaan Mataram Islam.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir seperi Surabaya
dan Madura berhasil ditaklukan. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645
wilayah kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur
dan sebagian Jawa Barat.

Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa


Kerajaan Mataram Islam kepada peradaban kebudayaan pada tingkat
yeng lebih tinggi. Sultan Agung memiliki berbagai keahlian baik dalam
bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan
peradaban kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC

Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) mulai memperlihatkan


ancaman di tanah Jawa dengan menduduki beberapa wilayah seperti
Batavia pada awal abad ke-17.

Belanda menuntut hak monopoli perdagangan, sementara Sultan


Agung mau berdagang dengan bangsa manapun membuat keduanya
bentrok.

Pada 1618, pertentangan Mataram-VOC mulai terlihat.


Pendudukan Belanda di ujung barat Jawa, sepanjang Banten, dan
pemukiman Belanda di Batavia merupakan wilayah di luar kendali
Sultan Agung. Dalam upayanya mempersatukan Jawa, Sultan Agung
menyatakan Banten yang secara historis sebagai daerah bawahan
Demak dan Cirebon. Namun, semenjak kedatangan Belanda, mereka
berdaulat atas Banten. Klaim itu mendesak Sultan Agung untuk
melancarkan penaklukan militer sebagai upaya untuk mengambil alih
Banten dari pengaruh Belanda. Namun, jika Sultan Agung
menempatkan baris pasukannya ke Banten, kota pelabuhan Batavia
akan berdiri sebagai lawan potensial terlalu dekat dengan kedekatan
wilayah Banten. Sultan Agung menganggap keberadaan Belanda di
Batavia sebagai ancaman terhadap hegemoni Mataram, sehingga
mengharuskan alasan lebih lanjut untuk menempatkan pasukan
Mataram di Batavia.
Sultan Agung menyatakan perang ke Batavia setelah VOC
menolak tawaran damai dari Mataram pada April 1628.

Pasukan Mataram tiba di Batavia pada 27 Agustus 1628 di


bawah komando Tumenggung bahureksa.

Pasukan kedua tiba pada bulan Oktober di bawah komando


Pangeran Mandurareja.

Dengan total 10.000 prajurit, perang terbesar terjadi di


benteng Holandia.

Namun karena kurang perbekalan, Mataram mundur.

Karena kekalahan itu, Sultan Agung menghukum mati


Tumenggung Bajureksa dan Mandurareja.
Mei 1629, Sultan Agung kembali menyerang Batavia yang dipimpin oleh Adipati
Ukur dan Adipati Juminah yang berangkat pada bulan Juni.
Kali ini prajurit dengan total 14.000 orang mempersiapkan lumbung-lumbung beras
di Karawang dan Cirebon.
Namun pihak Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan
memusnahkan semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang
perbekalan, ditambah wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka,
sehingga kekuatan pasukan Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai
Batavia
Serangan kedua Sultan Agung ini berhasil membendung dan mengotori sungai
Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia.
Gubernur jenderal Belanda yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah
tersebut.
Karena dua kali gagal menaklukkan Batavia, daerah-daerah bawahan Mataram
mulai berani melakukan pemberontakan.
Pemberontakan pertama dilakukan oleh ulata Tembayat yang berhasil diredam
pada 1630.
Sumedang dan Ukur juga melakukan pemberontakan pada 1631.
Pada 1640, Sultan Agung berhasil menaklukkan Blambangan
dengan mengirim utusan Pangeran Selarong.
Selama masa kekuasaannya, hampir seluruh Pulau Jawa berhasil
dikuasai Mataram.
Masa kekuasaan Kerajaan Mataram Islam berakhir pada 1755 M,
setelah ditandatangi Perjanjian Giyanti yang disepakati bersama
VOC. Dalam kesepakatan tersebut, Kesultanan Mataram dibagi
menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta
dan Nagari Kasunanan Surakarta.
Untuk melawan VOC, Mataram giat melatih satuan-satuan angkatan perangnya. Berikut taktik
Sultan Agung untuk merebut Batavia:

❑ Menjepit Batavia dari darat dan dari laut, serangan dilancarkan dalam waktu yang tepat dan
bersamaan.

❑ Angkatan laut Mataram menyamar sebagai pedagang bahan makanan dan membawa beras,
ternak, dan bahan lainnya untuk dijual ke VOC.

❑ Serangan mendadak oleh angkatan laut Mataram terhadap benteng pertahanan di tepi laut.
Sedangkan serangan dalam kota dilakukan oleh angkatan darat disebelah selatan.

❑ Dengan siasat tersebut, Belanda tidak bisa bergerak bila VOC lari ke arah timur dan akan
terbenam ke dalam rawa-rawa. Jika lari ke arah barat akan jatuh ke pangeran Jayakarta dan
Banten.

Dalam segi perdagangan, Sultan Agung juga melakukan siasat untuk melarang penjualan beras ke
Batavia mulai 1626. Sehingga perdagngan beras VOC akan macet dan todak tergantung lagi pada
beras dari Mataram.
Akhir
perjuangan
Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun
Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram
mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan
hidup trah Mataram. Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia
tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja
Mataram.

Meski tidak membawa keberhasilan untuk merebut batavia secara keseluruhan,


tekad dan semangat Sultan Agung melakukan perlawanan terhadap VOC menjadi
bukti perjuangan dan keteguhan dirinya.
Bahkan sampai akhir hayatnya, Sultan
Agung tetap tidak mau berdamai dengan
VOC meskipun diberikan tawaran yang
cukup menjanjikan. Sultan Agung wafat
di Mataram.

(persisnya di Bantul) pada 1645 dan


dimakamkan di astana Kasultanan
Agung. Atas jasa-jasanya sebagai
pejuang dan budayawan, Sultan Agung
ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional
Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No.
106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Anda mungkin juga menyukai