Anda di halaman 1dari 5

1).

Perlawanan Sultan Agung

Latar belakang:

Latar belakang terjadinya perlawanan Mataram adalah

1. tindakan VOC yang memonopoli perdagangan

2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka

3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram

4. keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa dan
juga VOC menjadi penghalang Sultan Agung dalam mewujudkan cita-citanya yaitu mempersatukan
pulau Jawa dibawah kekuasaaan Mataram.

Jalannya perlawanan:

Sultan Agung mengadakan serangan ke Batavia sebanyak dua kali, yaitu tahun 1628 dan 1629.
Serangan pertama pada tahun 1628 terbagi dua gelombang. Gelombang pertama dipimpin oleh
Tumenggung Bahurekso dengan membangun kubu-kubu pertahanan di dekat rumah-rumah
penduduk di sekitar Batavia. Namun tindakan tersebut diketahui oleh VOC, sehingga VOC kemudian
menyerang dan membakar kampung-kampung yang terdapat pasukan Mataram dan banyak jatuh
korban di pihak Mataram, termasuk Tumenggung Bahurekso.

Gelombang kedua di pimpin oleh Adipati Uposonto, Suro Agul-Agul, dan Mandurejo. Stategi yang di
gunakan adalah membenung aliran sungai Ciliwung dengan harapan agar Batavia kekurangan air dan
terjangkit wabah penyakit menular. Secara umum, serangan Sultan Agung yang pertama ini
mengalami kegagalan.

Pada tahun 1629, Mataram melakukan serangan untuk kedua kalinya di bawah pimpinan Dipati
Puger dan Dipati Purabaya. Belajar dari serangan pertama yang gagal, maka di adakan persiapan
yang lebih matang sebelum melakukan serangan, didirikan lumbung-lumbung padi di daerah Cirebon
dengan tujuan memblokade bahan makanan ke Batavia. Lumbung-lumbung padi tersebut akhirnya
diketahui oleh VOC dan dibakar, akibatnya serangan Mataram kedua juga mengalami kegagalan.

Akhir perlawanan:

Keberhasilan Mataram dapat dibalas oleh VOC. VOC mengalahkan Mataram dengan menghancurkan
lumbung-lumbung padi di Cirebon dan Tegal dengan cara dibakar. Akibatnya, pasukan Mataram
yang menyerang VOC kesulitan pangan. Selain itu jarak antara Yogyakarta dengan Batavia, kalahnya
persenjataan, dan penyakit malaria menjadi alasan kekalahan Mataram dalam menghadapi VOC.
Kegagalan yang kedua kalinya ini tidak membuat Sultan Agung, malah membuat Sultan Agung
memunyai keinginan membuat penyerangan yang ketiga. Namun, hal tersebut tidak terwujud
karena tahun 1645 Sultan Agung meninggal dunia.
2). Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa

Latar belakang:

Karena pada saat itu VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan kesultanan
Banten.

Sultan ageng tirtayasa menolak dan melawan VOC karena sultan ageng tirtayasa menginginkan
Banten menjadi pelabuhan terbuka

Banten sebagai kesultanan mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa (1650 – 1682). Latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Banten terhadap Belanda
disebabkan karena VOC berusaha memonopoli perdagangan dan menghalang-halangi perdagangan
di Banten. Saat Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa perlawanan Banten terhadap VOC dimulai, ditandai
dengan ditolaknya segala aturan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh VOC, ia pun berusaha
mengusir VOC dari Batavia.

Usaha VOC menguasai wilayah Banten ternyata tidak pernah berhasil dilakukan, sehingga Belanda
terpaksa membuat Bandar di Batavia pada tahun 1619. Pembangunan pelabuhan dagang ini
mengakibatkan persaingan antara Banten dan Batavia (Belanda) sebagai bandar utama perdagangan
internasional di Asia semakin memanas.

Pada masa kejayaan, perkembangan Banten dengan segala usaha yang dilakukan oleh Sultan Ageng
Tirtayasa untuk memulihkan perdagangan ternyata tidak disenangi oleh VOC. Usaha VOC untuk
melemahkan peran Banten sebagai bandar perdagangan dilakukan dengan licik, yaitu melakukan
blokade kapal-kapal dagang dari Maluku yang akan menuju Banten.

Jalannya perlawanan:

Jalannya Perlawanan Banten terhadap VOC dimulai ketika melakukan perusakan terhadap kebun-
kepun milik VOC, salah satu sasarannya yakni tanaman tebu. Akibat serangan yang dilakukan
tersebut, VOC kemudian memperkuat pertahanan kota Batavia dengan mendirikan benteng, salah
satunya bernama Noordjwijk. Sultan Ageng Tirtayasa juga memperkuat pertahanan Banten dengan
membuat saluran irigasi yang membentang dari Sungai Pontang sampai Sungai Untung Jawa.

Pembuatan saluran irigasi ini bertujuan untuk memudahkan transportasi perang dan kepentingan
irigasi pertanian. Gangguan dan serangan terhadap VOC terus dilakukan, salah satu caranya dengan
mengobarkan semangat anti VOC. Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra
mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji.

Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, dan Sultan Ageng
Tirtayasa bertanggung jawab urusan luar negeri dibantu puteranya yang lain, yakni Pangeran Arya
Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W.
Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak
dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya. Karena hasutan VOC ini
Sultan Haji mencurigai ayah dan saudaranya.

Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai sultan, sangat
mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang
Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten.
Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam
persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten
tetapi dengan empat syarat.

1). Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.

2). Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia,
India, dan Cina.

3). Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji.

4). Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali.

Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil
merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten
yang berkedudukan di istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru
berpusat di Tirtayasa.

Akhir perlawanan:

Sultan Ageng Tirtayasa berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung
VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan.
Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara VOC di
bawah pimpinan Francois Tack.

Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan
Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus
memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor.

Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan
ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692. Namun harus diingat bahwa semangat
juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam. Ia telah mengajarkan untuk
selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini
terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus
berlangsung.
Misalnya pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus.
Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan itu. Dengan
susah payah akhirnya perlawanan yang dipimpin Ki Tapa dan Ratu Bagus ini dapat dipadamkan.

3). Perlawanan Sultan Hasanuddin

Latar belakang:

1). VOC menganggap Makassar sebagai pelabuhan gelap

2). VOC mengadakan blokade terhadap Makassar

3). Sultan Hasanuddin menolak monopoli perdagangan oleh VOC

Jalannya perlawanan:

Pada tahun 1633 dari laut terjadi peperangan 3 kali di mana VOC berusaha masuk memblokade
Makasar untuk menghentikan arus keluar masuk perdagangan di Makasar, namun usaha VOC ini
belum berhasil. Pada tahun 1654 pertempuran keduapun dimulai, serangan ini juga pu belum
berhasil. Dan pada bulan Desember 1666 pertempuran ketiga merupakan pertempuran besar
dengan kekuatan VOC 21 kapal yang dilengkapi meriam dan mengangkut 600 tentara yang dipimpin
oleh Cornelis Speelman yang tiba dan menyerang Kepulauwan Makasar.

Dalam perang ini VOC melakukan politik devide et impera yaitu mengadu domda antara ultan
Hasanuddin dengan Aru Palaka (Raja Bone).

Akhir perlawanan:

Di akhir cerita, Sultan Hasanuddin tidak berhasil mematahkan ambisi Belanda untuk menguasai
Makassar. Sultan Hasanuddin terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada
tahun 1667.

4). Perlawanan Pangeran Nuku

Latar belakang:

Faktor yang menjadi latar belakang dari perlawanan Sultan Nuku dari VOC adalah penangkapan
Sultan Jamaluddin, Raja Tidore oleh VOC yang kemudian diasingkan ke Batavia. Peristiwa ini
menyebabkan kemarahan rakyat Tidore sehingga muncullah perlawanan terhadap VOC dibawah
pimpinan Sultan Nuku yang merupakan putra Sultan Jamaluddin.

Jalannya perlawanan:
Pada tahun 1779 Sultan Jamaluddin raja Tidore ditangkap oleh VOC, kemudian diasingkan ke
Batavia. Peristiwa itu menyebabkan kemarahan rakyat Tidore. Maka berkobarlah perlawanan
terhadap VOC di bawah pimpinan Sultan Nuku, putra Sultan Jamaluddin.

Untuk menghadapi Belanda, Sultan Nuku meniru siasat yang sering digunakan oleh Belanda, yaitu
siasat divide et impera. Sultan Nuku pun menjalankan siasat mengadu domba. Siapakah yang diadu
dombakan Sultan Nuku? Inggris dan Belanda.

Sultan Nuku menghasut orang-orang Inggris agar mengusir orang-orang Belanda. Setelah berhasil
Sultan Nuku segera menggempur orang-orang Inggris. Ternyata politik adu domba Belanda ibarat
senjata makan tuan.

Dengan demikian, untuk sementara Sultan Nuku berhasil mengusir VOC dari wilayahnya.

Akhir perlawanan:

Setelah berhasil Sultan Nuku segera menggempur orang-orang Inggris. Setelah itu, untuk sementara
Sultan Nuku berhasil mengusir VOC dari wilayahnya.

Anda mungkin juga menyukai