Anda di halaman 1dari 13

STRATEGI PERLAWANAN BANGSA INDONESIA SEBELUM ABAD KE 18

ACEH VS PORTUGIS DAN VOC

Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636)

Penyerangan Aceh terhadap Portugis di Malaka pertama kali dilakukan pada masa pemerintahan
Sultan Alaudin Riayat Syah.

Untuk itu, Sultan Alaudin Riayat Syah mengirim utusan ke Konstantinopel (Turki) untuk
meminta bantuan militer dan permintaan khusus mengenai pengiriman meriam-meriam,
pembuatan senj*ta api, dan penembak-penembak.

Selain itu, Aceh juga meminta bantuan dari Kalikut dan Jepara. Dengan semua bantuan dari
Turki maupun kerajaan-kerajaan lainnya, Aceh mengadakan penyerangan terhadap Portugis di
Malaka pada tahun 1568.

Namun penyerangan tersebut mengalami kegagalan. Meskipun demikian, Sultan Alaudin telah
menunjukkan ketangguhan sebagai kekuatan militer yang disegani dan diperhitungkan di
kawasan Selat Malaka.

Penyerangan terhadap Portugis dilakukan kembali pada masa Sultan Iskandar Muda
memerintah. Pada tahun 1629, Aceh menggempur Portugis di Malaka dengan sejumlah kapal
yang memuat 19.000 prajurit. Pertempuran sengit tak terelakkan yang kemudian berakhir dengan
kekalahan di pihak Aceh.

Gambar: Sultan Iskandar Muda


MALUKU ANGKAT SENJATA

Sultan Baabullah (1570 – 1583)

Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis adalah Sultan Hairun yang bersifat sangat
anti-Portugis. Beliau dengan tegas menentang usaha Portugis untuk melakukan monopoli
perdagangan di Ternate.

Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang
dan membakar benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi perlawanan tersebut.

Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak mampu menghadapi perlawanan. Oleh
karena itu, pada tahun 1570 dengan licik Portugis menawarkan tipu perdamaian.

Sehari setelah sumpah ditandatangani, de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk


menghadiri pesta perdamaian di benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan kemudian
dibunuh oleh kaki tangan Portugis.

Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku dan terutama Sultan Baabullah,
anak Sultan Hairun. Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur Portugis.

Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk mengepung benteng Portugis di


Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu bertahan di dalam benteng yang akhirnya
menyerah pada tahun 1575 karena kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor
Timur.

SULTAN AGUNG VS J.P COEN

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613 – 1645)

Raja Mataram yang terkenal adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo. Beliau di samping cakap
sebagai raja juga fasih dalam hal seni budaya, ekonomi, sosial, dan perpolitikan.

Beliau berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa seperti Gresik (1613), Tuban
(1616), Madura (1624), dan Surabaya (1625).

Setelah berhasil mempersatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, Sultan Agung mengalihkan


perhatiannya pada VOC (Kompeni) di Batavia.

VOC di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen berusaha mendirikan benteng untuk memperkuat
monopolinya di Jawa.

Niat VOC (kompeni) tersebut membuat marah Sultan Agung sehingga mengakibatkan Mataram
sering bersitegang dengan VOC (kompeni).
Sultan Agung menyadari bahwa kompeni Belanda tidak dapat dipercaya. Oleh karena itu pada
tanggal 22 Agustus 1628 Sultan Agung memerintahkan penyerangan pasukan Mataram ke
Batavia.

Pasukan Mataram dipimpin oleh Tumenggung Baurekso dan Dipati Ukur. Kemudian tahun
1629, Mataram kembali menyerang VOC di Batavia di bawah pimpinan Suro Agul-Agul, Kyai
Adipati Mandurareja, dan Dipati Upasanta.

Meskipun tidak berhasil mengusir VOC dari Batavia, Sultan Agung sudah menunjukkan
semangat anti penjajahan asing khususnya kompeni Belanda.

BANTEN, PERLAWANAN
Minggu, 01 Januari 2017 00:00 WIB

Dilakukan sejak tahun 1619 oleh Kerajaan Banten saat VOC berusaha hendak merebut bandar
pelabuhan Merak, yang membuat orang Banten sangat marah dan menaruh dendam terhadap
VOC. Apalagi VOC telah dengan sewenang-wenang merebut Jayakarta yang menjadi wilayah
kekuasaan Kerajaan Banten dan berusaha memblokade pelabuhan dengan Kerajaan Banten.
Untuk menghadapi bahaya dan ancaman Kerajaan Mataram, VOC berusaha mendekati Kerajaan
Banten. Tetapi Banten sudah terlanjur menaruh dendam terhadap Belanda. Pada Desember 1627
orang-orang Banten merencanakan pembunuhan terhadap J.P. Coen. Tetapi rencana itu bocor
dan telah diketahui musuh. Kemudian mereka mengamuk dan membunuh beberapa orang
Belanda.

Tahun 1633, ketika VOC bertindak sewenang-wenang terhadap orang-orang Banten yang
berlayar dan berdagang di Kepulauan Maluku, maka pecah lagi peperangan antara Banten dan
VOC. Orang-orang Banten adalah penganut Islam fanatik, sedang orang-orang Belanda adalah
penganut Kristen. Orang-orang Banten yang fanatik menganggap orang-orang Belanda adalah
kelompok kafir yang akan merusak kehidupan agama mereka. Hubungan antara Kerajaan Banten
dan VOC lebih gawat lagi ketika kerajaan itu diperintah oleh Sultan Abdulfatah. Abdulfatah
yang dikenal gelarnya Sultan Ageng Tirtayasa (1650-1682). Hal ini dibuktikan dengan
peperangan-peperangan yang dilakukannya melawan VOC atau Kompeni Belanda, baik di darat
maupun di laut. Di daerah-daerah perbatasan antara Batavia dan Kerajaan Banten seperti di
daerah Angke, Pesing dan Tangerang sering terjadi pertempuran-pertempuran yang membawa
korban kedua belah pihak.

Untuk melawan Banten, VOC membentuk pasukan-pasukan bayaran yang terdiri dari pelbagai
suku bangsa seperti: Suku Bugis, Suku Bali, Suku Banda dan lain-lainnya. Selain itu VOC juga
terdiri dari pelbagai suku bangsa Indonesia yang bermukim dan bertempat tinggal di Jakarta,
termasuk orangorang Cina, orang-orang Jepang serta keturunan orang-orang Portugis yang sudah
menjadi kawula atau pegawai-pegawai VOC. Orang-orang Belanda sendiri yang tidak seberapa
jumlahnya, karenanya selalu berada di garis belakang, namun dengan persenjataan lengkap
bahkan mempergunakan senjata meriam.

VOC juga mendirikan dan memperkuat perbentengan-perbentengan mereka di perbatasan


Kerajaan Banten, seperti di daerah Angke, Pesing dan lain-lainnya, Tahun 1658, dipimpin Raden
Senopati Ingalaga dan Haji Wangsaraja menyerang Batavia di daerah Angke dan Tangerang.
Kedatangan tentara Banten itu sudah diketahui VOC melalui mata-mata dan kaki tangan mereka.
VOC menyiapkan pasukan-pasukannya dan segera menyongsong tentara Banten itu. Dan
terjadilah pertempuran seru. Dengan kapal-kapalnya dan persenjataan meriam-meriamnya yang
besar VOC mengurung serta menutup pelabuhan Banten, yang berakibat terhentinya
perdagangan Kerajaan Banten. Dengan cara yang demikian VOC banyak menimbulkan kerugian
lawan, karena hidup kerajaan itu sebagian besar bergantung kepada perdagangan. Belanda yang
licik berusaha memecah belah dan mengadu domba orang-orang Banten, yang berhasil mengadu
domba Sultan Ageng Tirtayasa dan puteranya, Sultan Haji. Akhimya ayah dan anak itu
bermusuhan dan berperang. Sultan Ageng Tirtayasa melawan VOC, sedang Sultan Haji berpihak
pada VOC.

Pada bulan Pebruari 1682 pecah perang antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Tanggal
6 Maret 1682 VOC mengirimkan bantuan di bawah pimpinan Saint Martin. Sultan Ageng
Tirtayasa dipukul mundur dan bertahan di Tirtayasa. Januari 1683 Sultan Ageng Tirtayasa,
Pangeran Purbaya serta sejumlah pasukan Banten berada di Parijan, Tangerang. Mereka tetap
melanjutkan perjuangan melawan VOC. Kemudian Sultan Haji mengirim surat kepada ayahnya
agar datang ke Istana, yang curiga memenuhi undangan puteranya. Tanggal 14 Maret 1683
Sultan Ageng tiba di Istana dan diterima dengan baik, tetapi kemudian ditangkap dan dibawa ke
Batavia. Tahun 1695 Sultan Ageng Tirtayasa wafat. Setelah Sultan Ageng wafat, sisa-sisa tentara
Banten tetap mengadakan perlawanan.

Setelah Kesultanan Banten dihapus oleh Belanda, perjuangan melawan penjajah dilanjutkan oleh
rakyat Banten yang dipimpin oleh ulama dengan menggelorakan semangat perang sabil. Keadaan
ini berlangsung sampai Negara Republik Indonesia diproklamasikan kemerdekaannya. Hal ini
terlihat di berbagai pemberontakan yang dipimpin oleh kiai dan didukung oleh rakyat, antara lain
peristiwa "Geger Cilegon" pada tahun 1886 di bawah pimpinan KH Wasyid (w. 28 Juli 1888)
dan "Pemberontakan Petani Banten" pada tahun 1888.

PERLAWANAN GOWA

Perlawanan rakyat Goa terhadap VOC. Semenjak Indonesia berada dalam masa kolonial, ada
banyak sekali perlawanan rakyat untuk melawan para penjajah. Perlawanan rakyat melawan para
penjajah terjadi di mana-mana. Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang perlawanan
rakyat Goa terhadap VOC. Perlawanan rakyat Goa terhadap VOC perlu kita ketahui agar
semangat nasionalisme kita bertambah. Berikut ini penjelasan singkat tantang perlawanan rakyat
Goa terhadap VOC.

Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat
pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa. Somba
Opu senantiasa terbuka untuk siapa saja. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu.
Misalnya, orang Inggris, Denmark, Portugis, dan Belanda. Mereka diizinkan membangun loji di
kota itu. Goa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup
merdeka dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa
berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua bangsa”,
“Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah dibagikannya untuk semua manusia dan laut adalah
milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat berkembang.

Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional.
Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat persinggahan kapal-
kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Sebagai contoh kapal-kapal pengangkut
rempah-rempah dari Maluku yang berangkat ke Malaka sebelumnya akan singgah dulu di
Bandar Somba Opu. Begitu juga barang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga
melakukan bongkar muat di Somba Opu. Dengan melihat peran dan posisinya yang strategis,
VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Goa dan menguasai pelabuhan Somba Opu
serta menerapkan monopoli perdagangan. Untuk itu VOC harus dapat menundukkan Kerajaan
Goa.

Berbagai upaya untuk melemahkan posisi Goa terus dilakukan. Sebagai contoh, pada tahun
1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal karena perahu-
perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau,
yang ada. Kemudian kapal-kapal VOC merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun
kapal-kapal asing lainnya.

Raja Goa, Sultan Hasanuddin ingin menghentikan tidakan VOC yang anarkis dan provokatif itu.
Sultan Hasanuddin menentang ambisi VOC yang memaksakan monopoli di Goa. Seluruh
kekuatan dipersiapkan untuk menghadapi VOC. Beberapa benteng pertahanan mulai
dipersiapkan di sepanjang pantai. Beberapa sekutu Goa mulai dikoordinasikan. Semua
dipersiapkan untuk melawan kesewenangwenangan VOC. Sementara itu VOC juga
mempersiapkan diri untuk menundukkan Goa. Politik devide et impera mulai dilancarkan.
Misalnya VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru
Palaka.

ADANYA PERJANJIAN BONGAYA

VOC begitu bernafsu untuk segera dapat mengendalikan kekuasaan di Goa. Oleh karena itu,
pimpinan VOC, Gubernur Jenderal Maetsuyker memutuskan untuk menyerang Goa. Dikirimlah
pasukan ekspedisi yang berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Mereka
terdiri atas tentara VOC, orang-orang Ambon dan juga orang-orang Bugis di bawah Aru Palaka.
Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang Goa.

Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan
ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Kekuatan VOC ini
menyerang pasukan Goa dari berbagai penjuru. Beberapa serangan VOC berhasil ditahan
pasukan Hasanuddin. Tetapi dengan pasukan gabungan disertai peralatan senjata yang lebih
lengkap, VOC berhasil mendesak pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Goa di
Barombang dapat diduduki oleh pasukan Aru Palaka

Hal ini menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Goa. Hasanuddin kemudian dipaksa
untuk menandatangani Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Isi dari perjanjian
Bongaya antara lain sebagai berikut.
1. Goa harus mengakui hak monopoli VOC
2. Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
3. Goa harus membayar biaya perang

Sultan Hasanuddin tidak ingin melaksanakan isi perjanjian Bongaya, karena isi perjanjian
Bongaya bertentangan dengan hati nurani dan semboyan masyarakat Goa atau Makasar. Pada
tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan
kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC.
Dengan sangat terpaksa Sultan Hasanuddin harus melaksanakan isi Perjanjian Bongaya. Bahkan
benteng pertahanan rakyat Goa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu kemudian oleh
Spelman diberi nama Benteng Rotterdam.

Dengan mengetahui sejarah tentang perlawanan rakyat Goa terhadap VOC, semoga kita
bisa lebih memahami bagaimana perjuangan bangsa Indonesia ketika masih dalam masa
kolonial, terutama pada masa penjajahan. Perjanjian Bongaya dan isi dari perjanjian
Bongaya merupakan bentuk kecurangan VOC di Indonesia. Demikian artikel kami
tentang perlawanan rakyat Goa terhadap VOC. Semoga artikel kami tentang perlawanan
rakyat Goa terhadap VOC bermanfaat bagi para pembaca.

Pada awalnya orang-orang belanda ketika datang ke kepulauan indonesia pada mulanya tidak
begitu tertarik dengan kerajaan Gowa yang letaknya di kaki barat daerah sulawesi selatan.
Belanda pada mulanya dalam perjalanan ke Timur sesudah berangkat dari pelabuhan-pelabuhan
jawa mereka meneruskan perjalanan nya ke maluku. Belanda baru mengetahui pentingnya
pelabuhan Gowa setelah kejadian di dekat perairan malaka. Dimana pihak belanda merampas
kapal milik portugis yang ternyata memilki seorang awak kapal makassar. Dari orang makassar
ini lah belanda mengetahui bahwa pelabuhan Gowa merupakan pelabuhan transito bagi kapal-
kapal yang berlayar deri atau ke maluku. Selain itu setelah bertemu dengan kapal-kapal Gowa
yang memuat orang-orang portugis tidak di serang oleh belanda. Hal ini di lakukan guna mencari
kesan yang baik dengan raja Gowa. Pada saat itu belanda berkesimpulan bahwa pelabuhan Gowa
sangat strategis karena terletak antara malaka dan maluku.
Kemudian belanda mencoba menjajagi hubungan dengan terlebih dahulu mengirim sepucuk
surat yang dikirim dari banda kepada sultan Gowa. Isi dari surat itu adalah semata-mata tujuan
belanda hanya ingin berdagang saja. Akhirnya raja Gowa mengundang belanda berkunjung ke
pelabuhan Gowa, tetapi dengan tekanan bahwa belanda hanya boleh berdagang saja di Gowa.
Raja Gowa tidak ingin kerajaanya menjadi tempat adu senjata antara orang asing yang datang
berdagang disana.atas undangan raja gowa, pedagang belanda mulai datang ke pelabuhan gowa
untuk berdagang. Belanda pernah mengajak kerajaan gowa untuk menyerang Banda yang
merupakan pusat rempah-rempah, tetapi raja gowa menolak hal tersebut.
Anggota kompeni belanda sering melakukan kunjungan ke gowa. Mereka selalu membujuk raja
gowa agar tidak menjual berasnya pada portugis. Akan tetapi raja gowa tidak ingin
memmutuskan hubungan dagang dengan portugis karena di anggap menguntungkan. Bahkan raja
gowa mengeluh karena kapal-kapal kompeni mulai melakukan penyerangan  ke maluku.
Akhirnya keadaan gowa dan belanda pun makin memburuk karena kedua-duanya mempunyai
kepentingan yang sama dalam perdagangan. Karena itu suatu saat bentrokan antara ke duanya
tidak dapat terelakkan.
Beberapa penyebab timbulnya perselisihan belanda dengan kerajaan gowa di karenakan
kelicikan orang belanda yang hendak menagih hutang dari pembesar-pembesar Gowa. Pembesar
ini di undang ke kapal belanda untuk di jamu, akan tetapi mereka di lucuti oleh belanda. Hal ini
yang membuat kebencian masyarakat makassar tidak senang dengan belanda. Sebagai balas
dendam orang-orang makassar membunuh awak kapal belanda. Hal ini membuat Jon Pieteers
Coen menaruh dendam pada orang makassar.
Jalannya Perang
Kompeni menginginkan bagian terbesar dalam perdagangan rempah-rempah dimaluku, padahal
pada waktu itu perdagangan ini berada di tangan orang-orang makassar, maka dengan sendirinya
menimbulkan permusuhan. Belanda berencana melumpuhkan kerajaan Gowa. Pada tahun 1634
diadakan pemblokiran terhadap kerajaan Gowa. Dengan bantuan dari kapal yang datang dari
batavia, belanda memblokir sombaopu. Kapal ini di tugaskan agar tidak membuang waktu.
Tetapi langsung merusak, merongrong, merebut kapal portugis dan india yang berdagang di
sombaopu, tidak terkecuali juga kapal-kapal makassar. Selain itu desa-desa kerajaan Gowa juga
di musnahkan. Akan tetapi hal ini tidak tepat sasaran karena gowa telah mengetahui  berita
tentang VOC dari japara. Dan tiga minggu sebelumnya kapal portugis telah berangkat menuju
kakao. Pada tahun 1635 belanda melakukan lagi pemblokiran. Tetapi orang-orang makassar
menyeberang melalui darat, sehingga dapat terus melakukan perdagangan. Bahkan dari buton,
banyak terjadi penyerbuan dan pembunuhan terhadap orang belanda.
Dua kali perang diistirahatkan ( 1635-1655 dan 1660). Tetapi dalam masa ini sering timbul
permasalan yang membawa ke jurang permusuhan. Maetsuycker bahwa perang melawan
makassar akan menelan belanja yang sangat besar karena melengkapi persiapan perang yang
banyak. Dunia juga sadar bahwa pengarah-pengarah di amsterdam(Belanda) benci
membelanjakan uang untuk menawan. Tambahan pula dalam tahun 1651 kompeni belanda
sedang berperang dengan orang-orang portugis yang menghabiskan banyak biaya.
Pada tahun awal tahun 1654 terjadi perang, Gowa telah menyiapakan suatu armada perang
dengan kekuatan 5.000 orang bersenjata untuk berlayar ke maluku. Pertempuran ini bermula
karena belanda merampas suatu angkutan kayu cendana yang telah dijual rakyat makassar
kepada orang portugis. Dan akhirnya belanda dipaksa membayar ganti rugi, Dan membuat
pecahnya perang. Pertempuran terjadi di buton dan maluku, terutama di Ambon. Orang-orang
makassar mendapat bantuan dari Gowa maupun dari Majira, seorang pemimpin maluku. Bagi
belanda sendiri sangat kewalahan dengan perang ini karena dijalankan di beberapa tempat yang
saling berjauhan sehingga merepotkan.
Akhirnya pada tanggal 27 februari 1656 membuat perjanjian yang menguntungkan makassar.
Akan tetapi tahun 1660 VOC menyiapakan diri untuk berperang, armada yang terdiri dari 31
buah kapal dan 2.600 awak dikirim ke sulawesi. Perang dimulai ketika armada ini sampai di
depan sombaopu,dan menyebar ke kerajaan Gowa. Belanda berhasil merebut benteng
Penanukang.
Kondisi Sosial, Ekonomi Dan Politik Kerajaan Gowa Tallo
a.      Kondisi sosial budaya Kerajaan Gowa Tallo
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan
pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang
dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.  Walaupun masyarakat
Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi
dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral.
Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari
lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat
lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda budaya
yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal
yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi dan Lombo
merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
b.      Kondisi ekonomi Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Makasar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di
Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor :
1)      letak yang strategis,
2)      memiliki pelabuhan yang baik
3)      jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang menyebabkan banyak pedagang-
pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai pusat perdagangan Makasar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak
disinggahi oleh pedagang-pedagang asing seperti Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya
yang datang untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makasar diatur berdasarkan hukum niaga yang disebut dengan
ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE, sehingga dengan adanya hukum niaga
tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang
pesat.
Selain perdagangan, Makasar juga mengembangkan kegiatan pertanian karena Makasar juga
menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.
c.       Kondisi politik Kerajaan Gowa Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan
raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam
adalah Sultan Alaudin. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang
sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said
(1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan
Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat
menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan
Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan
Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya.
Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu
ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di
Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon
terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan
antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan.
Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk
memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan
padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan
Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone
(daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar
mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai
akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan
secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian
Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a.    VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b.    Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c.    Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di luar
Makasar.
d.   Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar,
Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Proses Kehancuran Kerajaan Gowa Tallo
Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama napasomba. Sama seperti
ayahnya, sultan ini menentang kehadiran belanda dengan tujuan menjamin eksistensi Kesultanan
Makasar. Namun, Mapasomba gigih pada tekadnya untuk mengusir Belanda dari Makassar.
Sikapnya yang keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan
secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba berhasil dihancurkan dan Mapasomba sendiri tidak
diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas kesultanan Makassar.
Peninggalan – Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
1.Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah benteng peninggalan
Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar,
Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I
manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna. Awalnya benteng ini berbahan
dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi
benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di
daerah Maros.
Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke
lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di
darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di
lautan. Nama asli benteng in i adalah Benteng Ujung Pandang.
2.      Masjid Katangka
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali
pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud  (1818), Kadi Ibrahim
(1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa
(1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan
Gowa ini.
3.      Kompleks Makam Raja Gowa Tallo.
Makam raja-raja. Tallo adalah sebuah kompleks makam kuno yang dipakai sejak abad XVII
sampai dengan abad XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota
Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada
sudut timur laut dalam wilayah benteng Tallo. Berdasarkan hasil penggalian (excavation) yang
dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976¬-1982) ditemukan gejala bah wa
komplek makam berstruktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi
bangunan, dan kadang-kadang ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Kompleks makam raja-raja Tallo ini sebagian ditempatkan di dalam bangunan kubah, jirat semu
dan sebagian tanpa bangunan pelindung: Jirat semu dibuat dan balok¬balok ham pasir.
Bangunan kubah yang berasal dari kuran waktu yang lebih kemudian dibuat dari batu bata.
Penempatan balok batu pasir itu semula tanpa mempergunakan perekat. Perekat digunakan
Proyek Pemugaran. Bentuk bangunan jirat dan kubah pada kompleks ini kurang lebih serupa
dengan bangunan jirat dan kubah dari kompleks makam Tamalate, Aru Pallaka, dan Katangka.
Pada kompleks ini bentuk makam dominan berciri abad XII Masehi.

PERLAWANAN PENGERAN MANGKUBUMI DAN MAS SAID

Perlawan terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan
yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Raden Mas Said adalah putera dari Raden
Mas Riya yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari
Adipati Blitar. 
Raden Mas Said kemudian diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan di istana) dan
diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Raden Mas Said kemudian mengajukan permohonan untuk
mendapatkan kenaikan pangkat, namun justru mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga
kepatihan, bahkan dikaitkaitkan dengan tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang
Cina yang sedang berlangsung.

Muncullah niat untuk melakukan perlawanan terhadap VOC. Ia diikuti R. Sutawijaya dan
Suradiwangsa pergi keluar kota untuk menyusun kekuatan. Oleh para pengikutnya Mas Said
diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Senopati
Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang sangat dikenal masyarakat yakni
Pangeran Sambernyawa.

Perlawanan Mas Said ternyata cukup kuat sehingga menjadi ancaman yang serius bagi eksistensi
Pakubuwana II sebagai raja di Mataram. Pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan
sayembara barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah
sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang).

Mendengar adanya sayembara Pangeran Mangkubumi adik dari Pakubuwana II ingin mencoba
sekaligus menakar seberapa jauh komitmen dan kejujuran Pakubuwana II. Pangeran
Mangkubumi berhasil memadamkan perlawanan Mas Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji,
karena bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana II tidak memberikan tanah Sukowati kepada
Pangeran Mangkubumi. 

Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung Patih Pringgalaya di satu
pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain. Tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana
itu Gubernur Jenderal Van Imhoff mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menuduh
Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari kekuasaan. 

Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana dan
mengadakan perlawanan terhadap VOC. Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya pertama kali
pergi ke Sukowati untuk menemui Mas Said. Kedua pihak bersepakat untuk bersatu melawan
VOC. Mangkubumi dan Mas Said sepakat untuk membagi wilayah perjuangan.
Raden Mas Said bergerak di bagian timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun,
Ponorogo dengan pusatnya Sukowati. Sedangkan Mangkubumi konsentrasi di bagian barat
Surakarta terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan Desa Pacetokan, dekat Pleret
(termasuk daerah Yogyakarta sekarang).

Pada tahun 1749 dalam suasana perang sedang berkecamuk di berbagai tempat, terpetik berita
kalau Pakubuwana II jatuh sakit. Dalam keadaan sakit ini Pakubuwana II terpaksa harus
menandatangani perjanjian dengan VOC pada tanggal 11 Desember 1749 antara Pakubuwana II
yang sedang sakit keras dengan Gubernur Baron van Hohendorff sebagai wakil VOC. Isi
perjanjian antara lain :

1. Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun


de jure kepada VOC. 
2. Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC
menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC. 
3. Putera mahkota akan segera dinobatkan. 

Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15


Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai
Susuhunan Pakubuwana III.

Pangeran Mangkubumi dan Mas Said sangat kecewa dengan adanya perjanjian tersebut,
sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC. Perlawanan
Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari
1755. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian barat (daerah
Yogyakarta) diberikan
kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan
Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana
III.
Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17
Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta
dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I

Anda mungkin juga menyukai