Anda di halaman 1dari 15

Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Bangsa Portugis

Terjadinya kolonialisme bangsa Barat di Indonesia menyebabkan berbagai penderitaan pada


penduduk kita. Oleh karena itu tidak heran kalau di zaman tersebut terjadi banyak perlawanan
dari penduduk Indonesia. Penduduk kita bersatu untuk berusaha mengusir bangsa kolonial
tersebut. Nah, kali ini kami akan mengajak kamu mengenal berbagai perlawanan yang dilakukan
penduduk Indonesia ketika bangsa Portugis menguasai daerah kita. Simak penjelasan berikut ya
agar kamu paham dan tidak salah informasi tentang sejarahnya.

Perlawanan Rakyat: Serangan kesultanan Demak Terhadap Kedudukan Portugis di Malaka (1512-


1513)
Terjadinya penaklukan Portugis terhadap Malaka menyebabkan terjadinya gangguan dalam segi
perdagangan di Selat Malaka. Keinginan Portugis dalam memonopoli perdagangan dan juga
penolakan para pedagang Islam untuk berdagang dengan Portugis membuat perdagangan Demak
di Malaka menjadi terganggu. Kerajaan Demak sendiri merupakan salah satu kerjaan yang
dikenal dengan komoditas beras nya. Perselisihan antara Demak dan Portugis ini membuat
Adipati Unus salah satu penguasa Demak melakukan perlawanan terhadap Portugis. Perlawanan
yang berlangsung pada tahun 1512-1513 ini pada akhirnya tidak berhasil membuat Portugis
meninggal kan wilayah tersebut. Namun, meski begitu, Adipati Unus mendapatkan julukan
Pengeran Sabrang Lor sebab keberaniannya memimpin pasukan Demak Menyerang Portugis.

Penaklukan Sunda Kelapa Oleh Demak (1527)


Kerajaan Demak mencapai kejayaan di masa kepemimpinan Sultan Trenggono. Di masa tersebut
Sultan Trenggono berusaha untuk menguasai seluruh Jawa dengan cara melakukan ekspansi
wilayah ke Barat dan juga Timur pulau Jawa. Nah, adanya ekspedisi militer dari pasukan Demak
ini ternyata memberikan kekhawatiran kepada Pajajaran, yakninya kerajaan Hindu yang ada di
ujung Barat pulau Jawa. Oleh sebab itu, akhirnya Pajajaran meminta bantuan kepada Portugis
untuk bisa mempertahankan wilayah mereka dari ekspansi militer yang dilakukan Demak.
Pajajaran saat itu memberikan izin kepada Portugis untuk mendirikan benteng pertahanan di
sekitar wilayah Banten dan Sunda Kelapa. Namun pada tahun 1527 ternyata pasukan Demak
berhasil menaklukkan Portugis dan mengambil alih Pelabuhan Sunda Kelapa.

Perlawanan Rakyat: Perlawanan Rakyat Ternate (1570-1575)


Portugis awalnya memiliki hubungan yang baik dengan Ternate, namun semuanya berubah
ketika Portugis berusaha ikut campur dalam urusan internal kesultanan Ternate. Selain itu
adanya monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan Portugis juga membuat rakyat
Ternate semakin benci. Nah, hal tersebut kemudian menjadi latar belakang dari perlawanan yang
dilakukan rakyat ternate. Dibawah pimpinan Sultan Hairun, rakyat ternate berhasil mengalahkan
Portugis. Ketika itu Portugis pun mengajukan perdamaian dan disambut baik oleh Sultan Hairun.
Namun, perdamaian tersebut ternyata dilanggar lagi oleh Portugis pada tahun 1570, dimana
bangsa Portugis membunuh Sultan Hairun. Hal tersebut kemudian memicu kemarahan yang
sangat besar pada rakyat Ternate. Rakyat Ternate kemudian melakukan perlawanan terhadap
Portugis dibawah pimpinan Sultan Baabdullah. Perlawanan ini akhirnya menghasil kan
kemenangan pada rakyat Ternate di tahun 1575.

Serangan Kesultanan Aceh Terhadap Portugis di Malaka (1629)


Tahun 1629 di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda terjadi serangan kesultanan Aceh terhadap
Portugis di Malaka. Nah, sebelumnya, Aceh pernah berhasil mengalahkan Portugis di Bintan
pada tahun 1614. Lalu di tahun 1617 Aceh kembali berhasil merebut Pahang. Namun dalam
peperangan terbesar Aceh dan Portugis di Malaka, Aceh mengalami kekalahan. Kekalahan
tersebut terjadi pada tahun 1629. Lalu tahun 1636 Sultan Iskandar Muda wafat, sehingga Aceh
tidak lagi menyerah Portugis yang ada di Malaka saat itu.

Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap VOC


Terbentuknya VOC di Indonesia menyebabkan penderitaan bagi rakyat kita. Berbagai kebijakan
dan hak yang dimiliki Belanda dalam kongsi dagang ini bertujuan untuk membantu
perekonomian negara mereka, sehingga rakyat kita merasakan kerugian yang sangat besar.
Penderitaan ini yang memicu timbulnya berbagai perlawanan terhadap VOC. Nah, berikut
beberapa perlawanan terhadap VOC tersebut.

Serangan Mataram Islam Terhadap Kedudukan VOC di Batavia (1628-1629)


Tahun 1619 VOC mendirikan markas dagang di Batavia, hal ini menyebabkan sultan Agung
merasa khawatir, karena dia memiliki misi untuk menguasai seluruh pulau Jawa. Oleh karena itu,
tahun 1628-1629, kerajaan Mataram Islam berusaha menyerang kedudukan VOC di Batavia.
Namun, dalam misi ini Mataram Islam mengalami kegagalan dan VOC berhasil bertahan di
Batavia. Kegagalan yang dialami oleh kerajaan Mataram Islam akibat VOC yang
menghancurkan logistik makanan milik pasukan Mataram Islam. Setelah mengalami kegagalan
ini, Sultan Agung juga wafat, sehingga VOC semakin kuat untuk menanamkan pengaruhnya
dalam Kerajaan Mataram Islam.

Perlawanan Rakyat Makassar (1660-1667)


Posisi Makassar ini sangat strategis loh sobat edcent, karena disini merupakan posisi
penghubung perdagangan antara Barat dan Timur. Nah, karena hal tersebutlah, VOC pun
berusaha untuk bisa memonopoli perdagangan di Makassar. Namun, keinginan VOC ini
mendapat penolakan dari Sultan Hasanuddin. Hal ini terjadi karena Kesultanan Makassar
menerapkan prinsip perdagangan bebas dengan mengizinkan setiap kapal dari berbagai wilayah
untuk berdagang di Makassar. Perbedaan keinginan tersebut tentu menyebabkan konflik sobat
edcent. Akhirnya VOC dan Kesultanan Makassar pun terlibat peperangan. Dalam perang ini
VOC mendapat bantuan loh dari Arung Palaka, yang merupakan seorang Bangsawan dari Bone.
Akibat perang ini kesultanan Makassar terpaksa menandatangani perjanjian Bongaya. Perjanjian
ini menyebabkan berbagai kerugian terhadap kesultanan Makassar. Berikut beberapa isi dari
perjanjian Bongaya tersebut.
1. VOC mendapatkan hak monopoli perdagangan di Makassar
2. VOC diizinkan mendirikan benteng di Makassar
3. Makassar membayar kerugian perang
4. Makassar melepaskan Bone
5. Arung Palakka diangkat sebagai raja Bone
Perlawanan Rakyat: Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa (1683-1684)
Sobat edcent tau gak siapa Sultan Ageng Tirtayasa ini? Dia adalah salah satu penguasa
kesultanan Banten yang memerintah pada tahun 1651-1683. Dalam masa pemerintahannya,
kesultanan Banten berkembang sangat pesat dan mencapai masa kejayaan dengan menjadi salah
satu kerajaan besar yang menguasai perdagangan rempah-rempah di Selat Sunda. Namun, dalam
masa itu juga, Sultan Ageng Tirtayasa mengalami konflik dengan putranya yakni Pangeran Haji.
Konflik inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh VOC sobat edcent. Di sini VOC berperan
membantu Pangeran Haji dengan memberikan bantuan militer. Dalam perang keluarga tersebut,
Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kekalahan dan dia akhirnya harus menyerahkan kekuasaan
kepada putranya Pangeran Haji. Dengan keberhasilan Pangeran Haji tersebut, VOC pun
mendapat hal untuk monopoli perdagangan di Pelabuhan Banten.

Perlawanan Rakyat: Perlawanan Sultan Nuku dari Tidore


Perlawanan lain dari rakyat Indonesia terhadap VOC adalah perlawanan Sultan Nuku. Sultan
Nuku sendiri merupakan seorang pemimpin dari kesultanan Tidore yang dikatakan berhasil
mengusir VOC keluar dari Tidore. Nah, sebelum dia  menjadi Sultan, sebenarnya dia juga sudah
pernah melakukan serangan terhadap VOC loh sobat edcent. Tahun 1783, Sultan Nuku ini
pernah menyerang COV yang berkedudukan di Halmahera. Akibat serangan tersebut VOC
mengalami kerugian besar.

Setelah itu di tahun 1791 VOC pun berusaha untuk menangkap Sultan Nuku, namun mereka
gagal. Di tahun 1797, pasukan Sultan Nuku dengan kekuatan 79 kapal serta sebuah kapal Inggris
melakukan penyerangan terhadap VOC di Tidore. Di masa tersebutlah dia berhasil mengalahkan
VOC dan berhasil merebut Tidore. Perang ini kemudian berlanjut ketika VOC mencoba
membalas kekalahannya di tahun 1799, namun lagi-lagi VOC mengalami kegagalan. Di tahun itu
akhirnya VOC pun juga dibubarkan loh sobat edcent, karena mereka mengalami kebangkrutan.

Perlawanan Rakyat Terhadap Belanda


Perlawanan rakyat terhadap Belanda, beberapa contoh yang dilakukan masyarakat Indonesia
melakukan usaha perlawanan di daerah Indonesia.
1. Perang Saparua di Ambon
Merupakan perlawanan rakyat Ambon dipimpin Thomas Matulesi (Pattimura). Dalam
pemberontakan tersebut, seorang pahlawan wanita bernama Christina Martha Tiahahu
melakukan perlawanan dengan berani. Perlawanan Pattimura dapat dikalahkan setelah bantuan
pasukan Belanda dari Jakarta datang. Pattimura bersama tiga pengikutnya ditangkap dan
dihukum gantung.
2. Perang Paderi di Sumatra Barat
Perlawanan rakyat terhadap Belanda, merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga dan
biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Belanda. Bersatunya Kaum Paderi (ulama) dan kaum
adat melawan Belanda, menyebabkan Belanda kesulitan memadamkannya. Bantuan dari Aceh
juga datang untuk mendukung pejuang Paderi. Belanda benar-benar menghadapi musuh yang
tangguh.

Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel. Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi
dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan dua benteng pertahanannya. Dengan siasat
tersebut akhirnya Belanda menang ditandai jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di
Bonjol tahun 1837. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Priangan,
kemudian ke Ambon, dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.

3. Perang Diponegoro 1825-1830


Perang Diponegoro merupakan salah satu perang besar yang dihadapi Belanda. Latar belakang
perlawanan Pangeran Diponegoro diawali dari campur tangan Belanda dalam urusan politik
Kerajaan Yogyakarta. Beberapa tindakan Belanda yang dianggap melecehkan harga diri dan
nilai-nilai budaya masyarakat menjadi penyebab lain kebencian rakyat kepada Belanda. Belanda
membangun jalan baru pada bulan Mei 1825. Mereka memasang patok-patok pada tanah leluhur
Diponegoro. Terjadi perselisihan saat pengikut Diponegoro Patih Danureja IV mencabuti patok-
patok tersebut. Belanda segera mengutus serdadu untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Perang tidak dapat dihindarkan, pada tanggal 20 Juli Tegalrejo sebagai basis pengikut
Diponegoro direbut dan dibakar Belanda.
Pada bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia mengadakan perundingan dengan Belanda di
Magelang, Jawa Tengah. Perundingan tersebut hanya sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata
Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian ke Makasar hingga wafat tahun
1855. Setelah berakhirnya Perang Jawa (Diponegoro), tidak lagi muncul perlawanan yang lebih
berat di Jawa.

Renungkan!
Perang Diponegoro adalah perlawanan besar. Sebanyak 8.000 serdadu Belanda, dan 7.000
tentara sewaan Belanda mati. Lebih dari 200.000 penduduk Jawa Tengah dan Yogyakarta
meninggal. Sehingga penduduk Yogyakarta hanya tinggal setengahnya. Betapa gigihnya bangsa
kalian untuk menegakan keadilan dan mempertahankan harga diri! Pengorbanan dan kegigihan
yang perlu kamu teladani.

4. Perang Aceh
Semangat jihad (perang membela agama Islam) merupakan spirit perlawanan rakyat Aceh.
Jendral Kohler terbunuh saat pertempuran di depan masjid Baiturrahman Banda Aceh. Kohler
meninggal dekat dengan pohon yang sekarang diberi nama Pohon Kohler. Siasat konsentrasi
stelsel dengan sistem bertahan dalam benteng besar oleh Belanda tidak berhasil. Belanda
semakin terdesak, korban semakin besar, dan keuangan terus terkuras.

Belanda sama sekali tidak mampu menghadapi secara fisik perlawanan rakyat Aceh. Menyadari
hal tersebut, Belanda mengutus Dr. Snouck Hurgroje yang memakai nama samaran Abdul Gafar
seorang ahli bahasa, sejarah ,dan sosial Islam untuk mencari kelemahan rakyat Aceh. Setelah
lama belajar di Arab, Snouck Hugronje memberikan saran-saran kepada Belanda mengenai cara
mengalahkan orang Aceh. Menurut Hurgronje, Aceh tidak mungkin dilawan dengan kekerasan,
sebab karakter orang Aceh tidak akan pernah menyerah, jiwa jihad orang Aceh sangat tinggi.

Taktik yang paling mujarab adalah dengan mengadu domba antara golongan Uleebalang
(bangsawan) dengan ulama. Belanda menjanjikan kedudukan pada Uleebalang yang bersedia
damai. Taktik ini berhasil, banyak Uleebalang yang tertarik pada tawaran Belanda. Belanda
memberikan tawaran kedudukan kepada para Uleebalang apabila kaum ulama dapat dikalahkan.
Sejak tahun 1898 kedudukan Aceh semakin terdesak. Belanda mengumumkan perang Aceh
selesai tahun 1904. Namun demikian perlawanan sporadis rakyat Aceh masih berlangsung
hingga tahun 1930-an.
5. Perlawanan Sisingamangaraja di Sumatra Utara
Perlawanan rakyat terhadap Belanda di Sumatra Utara dilakukan Sisingamangaraja XII,
perlawanan di Sumatra Utara berlangsung selama 24 tahun. Pertempuran diawali dari Bahal Batu
sebagai pusat pertahanan Belanda tahun 1877.

Untuk menghadapi Perang Batak (sebutan perang di Sumatra Utara), Belanda menarik pasukan
dari Aceh. Pasukan Sisingamangaraja dapat dikalahkan setelah Kapten Christoffel berhasil
mengepung benteng terakhir Sisingamangaraja di Pakpak. Kedua putra beliau Patuan Nagari dan
Patuan Anggi ikut gugur, sehingga seluruh Tapanuli dapat dikuasai Belanda.

6. Perang Banjar
Perang Banjar berawal ketika Belanda campur tangan dalam urusan pergantian raja di Kerajaan
Banjarmasin. Belanda memberi dukungan kepada Pangeran Tamjid Ullah yang tidak disukai
rakyat.

Pemberontakan dilakukan oleh Prabu Anom dan Pangeran Hidayat. Pada tahun 1859, Pangeran
Antasari memimpin perlawanan setelah Prabu Anom tertangkap Belanda, dengan bantuan
pasukan dari Belanda, pasukan Pangeran Antasari dapat didesak. Tahun 1862 Pangeran Hidayat
menyerah dan berakhirlah perlawanan Banjar di pulau Kalilmantan. Perlawanan benar-benar
dapat dipadamkan pada tahun 1866.

7. Perang Jagaraga di Bali


Perang Jagaraga berawal ketika Belanda dan kerajaan di Bali bersengketa tentang hak tawan
karang. Hak tawan karang berisi bahwa setiap kapal yang kandas di perairan Bali merupakan hak
penguasa di daerah tersebut. Pemerintah Belanda memprotes Raja Buleleng yang menyita dua
kapal milik Belanda. Raja Buleleng tidak menerima tuntutan Belanda untuk mengembalikan
kedua kapalnya, persengketaan ini menyebabkan Belanda melakukan serangan terhadap kerajaan
Buleleng tahun 1846. Belanda berhasil menguasai kerajaan Buleleng, sementara Raja Buleleng
menyingkir ke Jagaraga dibantu oleh Kerajaan Karangasem.

Setelah berhasil merebut Benteng Jagaraga, Belanda melanjutkan ekspedisi militer tahun 1849.
Dua kerajaan Bali, Gianyar dan Klungkung menjadi sasaran Belanda. Tahun 1906, seluruh
kerajaan di Bali jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis-habisan sampai
mati, yang dikenal dengan Perang Puputan.

Kamu telah melakukan kajian beberapa perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Para
pahlawan telah menunjukkan kegigihan melawan Belanda. Namun, sampai akhir abad XIX,
Belanda belum berhasil diusir dari Indonesia. Apakah kamu menemukan hubungan lokasi
Indonesia dengan kesulitan mengusir penjajah? Pada bagian sebelumnya kamu telah mempelajari
keunggulan lokasi Indonesia yang terdiri atas iklim, geostrategis, dan kondisi tanah. Ketiga hal
tersebut berdampak langsung pada kegiatan ekonomi, transportasi, dan komunikasi. Kondisi
Indonesia yang berpulau-pulau menyulitkan transportasi dan komunikasi masyarakat pada masa
lalu. Akibatnya rakyat Indonesia melakukan perlawanan di daerahnya sendiri. Hal ini
dimanfaatkan Belanda untuk melakukan strategi memecah belah bangsa Indonesia.

Belanda juga menggunakan strategi mengasingkan para pemimpin perlawanan. Sebagai contoh
Pangeran Diponegoro diasingkan di Sulawesi, Cut Nya Dien diasingkan di Jawa Barat, Tuanku
Iman Bonjol juga diasingkan ke Ambon. Strategi tersebut merupakan upaya Belanda memutus
komunikasi pemimpin dengan rakyat. Terbatasnya komunikasi dan transportasi pada masa lalu,
menyebabkan terputusnya hubungan pemimpin dengan pengikut. Para pemimpin tentu kesulitan
untuk memimpin perlawanan dengan suratmenyurat bukan?

Wawasan
Secara umum, kegagalan perjuangan rakyat Indonesia di berbagai daerah dalam mengusir
penjajah adalah:
1. Bersifat – Bersifat lokal/kedaerahan Perlawanan di berbagai daerah di Indonesia melibatkan
para pemimpin pada masyarakat setempat. Seandainya para pemimpin tersebut bersatu, tidak
berjuang sendiri-sendiri, tentu perjuangan mengusir penjajah lebih mudah. Karena itu, kamu
harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, agar tidak dapat dipecah belah.
2. Lebih mengandalkan kekuatan senjata Masyarakat di berbagai daerah melakukan perlawanan
dengan mengandalkan senjata. Sementara senjata lawan lebih modern, sehingga musuh mudah
mengalahkan rakyat Indonesia.
3. Tergantung pada pimpinan Perjuangan rakyat di berbagai daerah sangat tergantung pada
pemimpin. Apabila pemimpin tertangkap atau terbunuh, rakyat kurang mampu
mengkoordinasikan perlawanan. Musuh mengetahui kelemahan tersebut, sehingga mereka
berusaha menangkap pemimpin kemudian membunuh atau mengasingkan.
4. Belum terorganisir secara nasional dan modern Seandainya rakyat Indonesia pada masa
tersebut memiliki organisasi modern, tentu tidak kesulitan melanjutkan kepemimpinan.

PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP


PELAKSANAAN KERJA RODI DI TAPANULI 1930-
1939
Kerja rodi memiliki arti kerja tanpa upah, tanpa istirahat, kerja rodi ini timbul karena kekuasaan
Belanda yang merampas semua hak atas rakyat Tapanuli serta banyaknya ancaman-ancaman
yang dilakukan Belanda untuk memaksa rakyat Tapanuli mengerjakan kerja rodi. Kerja rodi di
Tapanuli ini diperlukan baik untuk memperbesar surplus dengan perluasan infrastruktur-
pemukiman dan pengolahan tanah serta pmbangunan jaringan, lalu lintas dan irigasi-dan untuk
membiayai anggaran aparatur pemerintah yang diperlukan untuk meneruskan dan menggalakan
eksploitasi kolonial, bahwasanya tenaga kerja demikian ini dibayar murah bahkan tidak dibayar,
berakibat bahwa jasa rakyat dapat digunakan dengan besar-besaran dan semau-maunya sehingga
didalam laporan tetap mendapat tempat, kalaupun diberi, sedikit saja. demi membangun sebuah
benteng dan jalan raya, tanpa membantah apa yang telah diperintahkan oleh tentara Belanda, dan
menuruti apa yang diperintahkannya. Daendels terkenal dengan kekejamannya dan telah
mengadakan rodi dan memaksa rakyat menanam kopi yaitu hasil satu-satunya yang amat laris di
Eropah, karena paksaan ini menyebabkan rakyat tak sempat lagi menanam yang perlu baginya,
hingga sampai mati kelaparan. Untuk memperoleh data yang dibutuhkan maka peneliti
menggunakan metode library Research. Dimana penulis memperoleh sumber berdasarkan dari
buku-buku yang relevan berhubungan dengan judul yang diatas serta diperoleh dari koran-koran
yang saling berhubungan dengan perlawanan rakyat atas pelaksanaan kerja rodi di tapanuli 1930-
1939.Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dimana rakyat Tapanuli sangat merasakan
nasib yang begitu malang, dimana mereka diperlakukan seperti layaknya binatang, mereka
dipaksa kerja dengan berjam-jam tanpa adanya diberi upah sesen pun dari penguasa. Banyak
yang kehilangan nyawa diakibatkan kejamnya masa pemerintahan Daendels. Selain mereka
dipaksa kerja, hak atas milik mereka juga diambil dengan semena-mena oleh penjajah. Melihat
apa yang dirasakan masyarakat Tapanuli, seorang aktivis tergerak hatinya yaitu Tuan Manullang,
begitu banyak cara yang dilakukan Manullang untuk melepaskan masyarakat dari pelaksanaan
kerja rodi tersebut walaupun harus mengorbankan dirinya termasuk ditahan dalam sel akibat
membeberkan kepada media sosial tentang bagaimana kejamnya sistem pemerintahan saat itu
selain nama tuan Manullang masih banyak lagi nama yang mendukung perlawanan pelaksanaan
kerja Rodi.
Dukungan dan perlawanan terhadap tanam paksa zaman penjajahan

Merdeka.com - Belanda adalah salah satu negara yang pernah menjajah kita. Nggak tanggung-
tanggung, selama 350 tahun, mereka menduduki tanah air kita ini. Selama itu, banyak hal yang
sudah dilakukan Belanda. Salah satunya adalah tanam paksa. Dalam tanam paksa, banyak aturan
yang harus diikuti oleh rakyat. Tentu saja, rakyat terus menderita. Lalu, muncul banyak pendapat
tentang dampak positif dan negatif tanam paksa. Apa saja itu? Yuk kita lihat penjelasannya.
Pelaksanaan sistem tanam paksa sudah berhasil memperbaiki kondisi perekonomian Belanda.
Keuntungan yang didapatkan Belanda dari tanam paksa ini bisa membuat Belanda berkembang
menjadi salah satu negara industri. Setelah itu, muncul banyak perdebatan tentang dampak
positif dan negatif dari tanam paksa. Perdebatan ini timbul diantara masyarakat Belanda. Pada
akhirnya, tetap ada yang setuju dan tidak setuju pelaksanaan tanam paksa ini. Orang-orang yang
setuju pelaksanaan tanam paksa adalah kelompok konservatif dan para pegawai pemerintah.
Mereka setuju dengan alasan bahwa tanam paksa sudah memberikan banyak keuntungan untuk
pemerintah.

Sebuah lembaga pemilik saham yang bernama NHM atau Nederlansche Handel Matschappij
juga mendukung agar tanam paksa ini terus dilakukan. Lembaga ini mendukung pelaksanaan
tanam paksa karena mendapat hak monopoli untuk mengangkut hasil tanam paksa dari Hindia
Belanda ke Eropa. Meskipun demikian, masih ada juga pihak yang tidak menyetujui pelaksanaan
tanam paksa. Pihak yang melarang pelaksanaan tanam paksa adalah kelompok masyarakat yang
merasa kasihan pada penderitaan rakyat pribumi.

Perlawanan Indonesia Terhadap Jajahan Inggris

Kebijakan Raffles juga menimbulkan reaksi raja-raja pribumi. Di Yogyakarta timbul perlawanan
Sultan Hamengkubuwono III (Sultan Sepuh), tetapi berkat politik adu domba Inggris, akhirnya Sultan
Hamengkubuwono III dapat dikalahkan dan diasingkan ke Pulau Pinang, kemudian ke Ambon. Demikian pula
perlawanan di Banten, Surakarta dan Palembang juga dapat dipatahkan oleh Inggris

Perlawanan Rakyat Jawa Terhadap Penjajahan Bangsa Inggris


Pada saat Inggris berkuasa menggantikan Belanda di Jawa, yang mengisi kekeuasaan di pusat adalah
Raffles, sedangkan di keresidenan Yogyakarta adalah John Crawfurd.

Rasa kekesalan yang dilampiaskan Sultan diterima oleh Crawfurd. Pada kunjungan pertama yang
dilakukan Raffles ke Jawa Tengah pada Desember 1811 yang disana ia menandatangani perjanjian-perjanjian
dengan para penguasa. Memperoleh kesepakatan bahwa ia akan membatalkan perampasan-perampasan
wilayah yang dilakukan oleh Daendels. Sikap Raffles banyak menyesuaikan dengan keadaan dan diaanggap
lemah oleh Sultan. Sementara itu terjadi surar-menyurat secara rahasia oleh Sunan dan Sultan untuk
melaksanakan penyerangan terhadap pemerintah Inggris. Namun kabar tersebut terdengar oleh Raffles dan
dengan segera ia mempersiapkan pasukannya. Dan pada bulan April 1812 ekspedisi terhadap Sultan dilakukan.
Sultan yang menghadapi pasukan Inggris tidak mendapat bala bantuan dari Surakarta. Seperti yang tertulis
dalam surat rahasia bahwa suarakarta akan membantu Yogyakarta apabila bersedia melakukan perlawanan
terhadap Inggris. Hal tersebut akhirnya diketahui oleh Raffles dan kraton Yogyakarta harus membayhar ganti
rugi yang dialami oleh Inggris dan jumlahnya lebih besar dari apa yang ditanggung oleh Kraton Surakarta.

Tanggal 11 Agustus 1812 diadakan perjanjian atas rampasan daerah mancanegara dan daerah takluk
Kedu. Dan ulah yang dibuat Raffles lainnya adalah pemecahan kesetiaan terhadap Kraton Yogyakarta yaitu
dengan mengangkat Natakusuma sebagai Paku Alam yang bertanggungjawab kepada pemerintah Eropa.
Kesusahan yang terjadi di Yogyakarta masih berlangsung sanpai Sultan HB III. Sultan yang baru ini belum
bisa mengembalikan keadaan kraton sepenuhnya karena secara tiba-tiba ia wafat. Dan kedudukan selanjutnya
digantikan oleh anaknya yang masih muda. Karena anaknya belum belum mampu untuk memegang kekuasaan
maka kekuasaan dipegang oleh Paku Alam. Namun kondisi tersebut disalahgunakan olehnya dengan cara
memperkaya diri. Kemudian setelah diketahui kondisi yang demikian maka kekuasaan dipegang Ratu Ibu dan
Patih Danurejo IV.

Kondisi yang terjadi di kraton mendapat banyak kritikan salah satunya adalah Diponegoro seorang
pangeran dari selir Sultan HB III. Ia jarang sekali terlihat di kraton namun ia hidup di desa Tegalrejo bersama
pamannya. Dan ia hanya datang ke kraton hanya pada saatgerebeg saja. Pada permasalahan-permasalahan
yang terjadi di kraton Diponegoro selalu turut serta dan ia pun tidak suka cara yang dilakukan oleh patih
Danurejo. Apa yang dilakukannya selalu berlawanan dengan apa yang seharusnya terjadi dalam pemerintahan
Kraton. Sehingga banyak yang tidak suka dengan cara kerja yang dilakukannya.

Hingga pada suatu ketika pada saat Crawfurd telah digantikan Smitsser dan Danurejo masih
memegang kekuasaan suasana politik dalam kraton semakin tidak menentu. Banyak sekali para pejabat yang
diberhentikan olehnya. Sehingga banyak sekali yang tidak suka dengan sikap Danurejo.

Sejak diberhentikannya bupati Banyumas Diponegoro jadi sering tidak kelihatan dalam kraton , ia
kembali ke desanya untuk mengumpulkan massa guna melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda
dan Danurejo. Konsep perang sabil pun menjadi landasan perlawanan, sebab ia adalah seorang tokoh yang
memebimbing keagamaaan Sultan dalam kraton. Para pengikut dan pendukung Diponegoro pun semakin
banyak sehingga terjadilah perang yang berkecamuk di Yogyakarta.

Pemberontakan sepoy Tahun 1815 terjadi pada saat akhir kekuasaan Inggris di Pulau Jawa.
Pemerontakan itu dipicu oleh adanya persekongkolan yang terjadi diantara pasukan Sepoy dan Pakubuwono
IV. Pasukan sepoy adalah pasukan yang dibawa oleh Inggris dari india ketika Belanda dikalahkan oleh
perancis untuk membersihkan tanah jawa dari orang-orang Belanda. Tugas dari pasukan sepoy hanyalah
sebagai pasukan sukarela saja yang ditempatkan di keresidenan jawa.

Persekongkolan ini dimulai ketika Belanda terlepas dari perancis yang telah terdengar oleh pasukan
Sepoy. Pasukan sepoy yang mengetahui hal tersebut khawatir bahwa apabila suatu sat Inggris akan
meninggalkan Jawa maka mereka tidak ikut dibawa ke India. Pikiran tersebut selalu membayangi mereka,
hingga mereka menukan cara untuk bisa mengadakan perlawanan terhadap Inggris. Ide seperti itu kemudian
dikembangkan dan agar mereka mendapat dukungan dari kraton para pangeran salah satu dari mereka yaitu
pemimpinnya, Dhaugkul Syihk, mencoba untuk mendekati Pakubuwono VI. Dengan mendekati pakubuwono
VI akhirnya mereka mendapatkan dukungan dari kraton para pangeran, namun tidak untuk Yogyakarta.
Mereka tidak mendapat dukungan dari Sultan meski Dhaugkul Sikh mendekatinya.

Pendekatan yang dilakukan oleh Dhaugkul Sikh kepada adalah dengan cara menyamakan kesamaan
budaya yang ada di jawa dan yang ada di india, bukan hanya itu ia juga menyenangkan hati Sunan dengan cara
menghadirkan kesenian dari India. Setelah meluluhkan hati Sunan ia pun melancarkan aksinya dengan
membujuk bekerjasama untuk melawan Inggris. Dan Sunan menerima karena ia berkeinginan untuk
meningkatkan hegemominya di jawa yang telah terkalhkan oleh Yogyakarta. Hal lain adalah agar anaknya
dapat menjadi Sultan di Yogyakarta dan pangeran dari Mangkubumi dapat menjadi pengusa Surakarta.

Setelah diketahui oleh Raffles bahwa terjadi persekongkolan yang terjadi antara pasukan sepoy dan
Pakubuwono VI maka Raffles mengirim pasukan untuk menyelidikinya dan mengancam kepada pasukan
Sepoy bahwa siapa yang melakukan persekongkolan akan ditembak mati. Dan ketika Pakubuwono berjanji
pada Mangkubumi akan melindunginya apabila akan ditangkap oleh pasukan Inggris maka Pakubuwono tidak
melindunginya dan malah membiarkan Mangkubumi ditangkap dan diasingkan.

Perlawanan Rakyat Palembang Terhadap Penjajahan Bangsa Inggris

Raffles merasa bahwa karena Palembang adalah bekas daerah kekuasaan Belanda maka secara
otomatis Palembang adalah wilayah kekuasaan Inggris juga ketika Belanda menyerah kepada Inggris. Karena
itu Raffles mengirim 3 orang utusan dipimpin oleh Richard Philips ke Palembang untuk mengambil alih kantor
sekaligus benteng Belanda di Palembang dan meminta hak kuasa sultan atas tambang timah di Pulau Bangka.

Sultan Mahmud Baharuddin menolak permintaan itu dengan merujuk pada surat Raffles sebelumnya
bahwa kalau Belanda berhasil diusir, Palembang akan menjadi kesultanan yang merdeka. Tentu saja Raffles
kaget luar biasa setelah mengetahui bahwa dengan cerdas Sultan Mahmud Badaruddin menjadikan isi suratnya
dahulu sebagai legitimasi untuk melepaskan diri dari kekuasaan Inggris.

Raffles akhirnya memilih mengkhianati janjinya tersebut. Dia mengirim ekspedisi perang di tahun
1812 yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Robert Gillespie. Sebulan kemudian sampailah ekspedisi tersebut di
Sungai Musi. Sultan Badaruddin juga sudah bersiap-siap menghadapi gempuran tersebut. Dibangunnya
pertahanan di setiap lokasi yang strategis. Disiapkannya pula rakit yang dilengkapi meriam juga perahu
bersenjata api. Pasukan Sultan Badaruddin juga membuat rakit-rakit yang memuat minyak yang mudah
terbakar. Rencananya rakit api ini akan diarahkan untuk ditabrakkan ke kapal Inggris. 242 meriam juga
disiapkan di benteng Palembang untuk menghadapi pertempuran ini.

Kesultanan Palembang akhirnya jatuh ke tangan Inggris hanya dalam hitungan seminggu. Karena
pertahanan di Pulau Borang sudah jebol tanpa perlawanan yang berarti. Ternyata adik sultan yang bernama
Pangeran Adipati Ahmad Najamuddin telah menjadi komandan yang pengecut bagi pasukannya di pulau yang
strategis ini. Mengetahui itu, Sultan Badaruddin segera meninggalkan kraton Palembang dengan membawa
seluruh tanda kebesaran kesultanan lalu mempersiapkan perlawanan gerilya terhadap Inggris.

Tanggal 26 April 1812 bendera Inggris sudah berkibar di atas benteng Palembang. 14 Mei 1812,
Najamuddin diangkat oleh Robert Gillespie atas nama Inggris sebagai sultan Palembang menggantikan
kakaknya. Tambang timah di Pulau Bangka dan Belitung pun akhirnya diserahkan oleh sultan boneka ini
kepada Inggris. Menyusul keberhasilan ekspedisi ini, Robert Gillespie ditarik pulang ke Batavia untuk
digantikan oleh kapten R. Mearers menjadi Residen Palembang. Pertengahan Agustus 1812, Mearers
memimpin pasukannya untuk menyerbu pertahanan gerilya Sultan Badaruddin di Buaya Langu, hulu Sungai
Musi. Dalam pertempuran tersebut, Mearers mengalami luka parah yang berujung pada kematiannya di sebuah
rumah sakit di Muntok.

Meares lalu digantikan oleh Mayor William Robinson. Tampaknya dia tidak cocok dengan Sultan
Najamuddin yang dinilai menjadi sultan yang lemah dan tidak dihargai oleh rakyat Palembang. Dia sebenarnya
juga tidak setuju dengan keputusan Raffles mengangkat sang sultan tersebut. Juga kebiasaan Raffles yang suka
mengumbar janji, juga pembiaran yang dilakukan Raffles pada peristiwa pembantaian pasukan Belanda.
Karena itu atas inisiatifnya sendiri Robinson mengirim seorang perwira didampingi penerjemah untuk
bernegosiasi dengan Sultan Badaruddin. Misi gagal.

Akhirnya Robinson datang sendiri menemui Sultan Badaruddin di Muara Rawas pada tanggal 19 Juni
1813. Misi berhasil. Sultan Badaruddin mau kembali ke Palembang untuk kembali menjadi sultan
menggantikan adiknya, Najamuddin. Sementara dia mengijinkan Inggris untuk meneruskan konsesi timahnya
di Pulau Bangka dan Belitung. Demikianlah akhirnya tanggal 13 Juli 1813, Sultan Badaruddin kembali
menghuni istananya (keraton besar) di Palembang. Sementara Najamuddin bertempat tinggal di keraton lama.

Raffles tersinggung berat dengan keputusan si Robinson dengan dalih tidak meminta pendapatnya
lebih dahulu. Akhirnya perjanjian Robinson dengan Sultan Badaruddin dibatalkan sepihak. Robinson dipecat
lalu ditangkap dengan alasan menerima suap dari Sultan badaruddin.

Pada tanggal 4 Agustus 1813, armada Inggris dipimpin Mayor W. Colebrooke tiba di Palembang
untuk menurunkan Sultan Badaruddin dari tahtanya kembali untuk digantikan oleh Sultan Najamuddin. Uang
yang dikatakan uang suap untuk Robinson, dikembalikan pihak Inggris ke Sultan Badaruddin lengkap dengan
bunganya. 21 Agustus 1813, Sultan Najamuddin kembali menduduki tahtanya di keraton besar. Pada 1814,
Napoleon kalah. Sesuai traktat London yang ditandatangani pada tanggal 13 Agustus 1814, Belanda kembali
berkuasa di Nusantara.

Perlawanan Rakyat Terhadap Pemerintah Hindia Belanda


Tahukah kamu salah satu masa dimana rakyat Indonesia cukup menderita adalah di masa
pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Masa tersebut menjadi salah satu mimpi buruk yang
hingga kini masih diingat oleh rakyat kita. Kamu mungkin pernah mendengar tentang tanam
paksa? Nah, ini terjadi di masa tersebut. Penderitaan yang dialami rakyat saat itu mengakibatkan
adanya berbagai perlawanan yang dilakukan demi mengalahkan pemerintahan Hindia Belanda.
Nah, kali ini kami akan menceritakan apa saja sih perlawanan tersebut, cek penjelasan berikut ya
sobat edcent!

Perlawanan Pattimura (1817)


Perlawanan pertama datang dari wilayah Maluku. Kapitan Pattimura atau yang dikenal juga
sebagai Thomas Matulessy melakukan perlawanan karena adanya perbedaan perlakuan yang
diterima oleh rakyat Maluku ketika diperintah oleh Inggris dan Belanda. Selain itu, adanya pajak
yang tinggi dari Belanda kepada rakyat Maluku, membuat rakyat marah, sehingga akhirnya
melakukan perlawanan dengan dipimpin oleh Pattimura dan juga beberapa tokoh lainnya seperti
Anthony Reebok dan Christina Martha Tiahahu. Dalam perlawanan ini Pattimura sempat
berhasil merebut benteng Duurstede di Saparua. Namun perlawanan ini mengalami kegagalan
karena pasukan pattimura kalah dalam hal persenjataan dan juga jumlah pasukan

Perlawanan Rakyat: Perang Paderi (1821-1837)


Awal mula perang Paderi adalah ketika adanya konflik antara dua kelompok dalam masyarakat
Minang, yakni antara kaum paderi dan kaum adat. Nah dalam perang yang terjadi antara 1821-
1825 ini kaum adat dibantu oleh Belanda untuk mengalahkan kaum paderi. Namun di tahun 1825
peperangan ini sempat berhenti karena adanya gencatan senjata. Keputusan ini diambil oleh
Belanda karena mereka harus mengatasi perlawanan Pangeran Diponegoro. Nah, di masa
tersebut ternyata kaum adat dan kaum paderi memutuskan untuk melakukan perdamaian. Setelah
Belanda berhasil mengatasi Perang Diponegoro mereka kembali melakukan serangan ofensif
terhadap kaum paderi. Tahun 1837 menjadi akhir dari Perang Paderi. Di bulan Agustus 1837,
pasukan Belanda tersebut berhasil merebut benteng Bonjol. Lalu di bulan Oktober 1837, Tuanku
Imam Bonjol terpaksa menyerah. Tuanku Imam Bonjol kemudian diasingkan ke Cianjur
kemudian Minahasa.

Perang Diponegoro (1825-1830)


Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda selama 5 tahun, yakni dari 1825-
1830. Perang ini katanya juga sebagai salah satu perang terbesar yang mengakibatkan anggaran
negeri Belanda habis. Beberapa latar belakang terjadinya perang Diponegoro adalah:

1. Berkurangnya pendapatan bangsawan Jawa akibat penghapusan sistem sewa tanah yang
dilakukan oleh van der Capellen
2. Pengaruh buruk Belanda di lingkungan keraton
3. Penerapan pajak yang menyengsarakan penduduk
4. Pemasangan patok-patok pembangunan jalan yang melewati tanah dan makam leluhur
Pangeran Diponegoro.
Dalam perang ini Pangeran Diponegoro mendapat dukungan dari sebagian bangsawan Jawa dan
kalangan ulama. Taktik gerilya adalah cara yang dilakukan oleh pangeran Diponegoro untuk
menghadapi pasukan Belanda dalam perang ini. Sedangkan Belanda dalam perang ini mencoba
melakukan perlawanan dengan taktik Benteng Stelsel yang efektif namun berbiaya besar. Tujuan
Taktik ini bertujuan untuk menghambat ruang gerak pasukan Pangeran Diponegoro.

Nah, perang Diponegoro ini akhirnya berakhir ketika Belanda menangkap Pangeran Diponegoro
dalam sebuah perundingan yang gagal di Magelang tahun 1830.  Setelah itu Pangeran
Diponegoro diasingkan ke Manado sebelum dipindahkan ke Makassar.

Perlawanan Rakyat: Perang Banjar (1859-1905)


Perang Banjar merupakan salah satu perlawanan yang dilakukan oleh Pangeran Antasari
terhadap Belanda. Perang ini terjadi karena beberapa hal, yakninya:

1. Belanda ikut campur dalam pengangkatan sultan Banjar yang Baru. Kalangan internal
kesultanan menghendaki agar Pangeran Hidayatullah yang menjadi sultan baru, sementara
Belanda menghendaki agar Pangeran Tamjidillah yang diangkat menjadi sultan. 
2. Adanya eksploitasi Belanda terhadap rakyat Banjar
Perang Banjar ini dipimpin oleh Pangeran Antasari dan juga Pangeran Hidayatullah. Awalnya
serangan yang dilakukan Pangeran Antasari bisa menyulitkan Belanda. Namun akhirnya ketika
Pangeran Hidayatullah ditangkap dan Pangeran Antasari jatuh sakit, perlawanan rakyat Banjar
mengalami kemunduran. Namun perlawanan tersebut tetap diteruskan sampai dengan tahun
1905. Pada tahun 1860 Kesultanan Banjar ini akhirnya dihapuskan oleh Belanda.

Perlawanan Kerajaan Buleleng (1846-1848)


Adanya tuntutan Belanda untuk menghapuskan hak tawan karang yang menjadi salah satu
hukum adat Bali saat itu, menjadi pemicu terjadinya perlawanan Kerajaan Buleleng terhadap
Belanda. Hak tawan karang sendiri adalah hak adat masyarakat Bali untuk mengambil seluruh
harta kekayaan dari kapal-kapal yang karam di Kawasan perairan Bali. Adanya penolakan dari
Kerajaan Buleleng untuk menghapus hak tersebut mengakibatkan pecahnya perang antara
kerajaan tersebut dengan Belanda. Dibawah pimpinan I Gusti Ketut Jelantik Kerajaan Buleleng
melakukan perang Puputan Jagaraga yang artinya perlawanan hingga titik darah penghabisan.
Namun perang ini berakhir dengan kekalahan di pihak Kerajaan Buleleng.

Perlawanan Rakyat: Perang Aceh (1873-1904)


Tahukah kamu Bahwa perang Aceh adalah salah satu perang terlama yang menelan biaya sangat
banyak pada pihak Belanda. Perang ini terjadi akibat beberapa hal:

1. Upaya Belanda untuk menggenapkan seluruh wilayah Hindia Belanda di bawah satu
pemerintahan (Pax Neerlandica)
2. Adanya penandatanganan Traktat Sumatera (1871) antara Belanda dengan Inggris, dengan
Inggris tidak akan menghalangi upaya Belanda menaklukkan seluruh wilayah Sumatera
termasuk Aceh
3. Pembukaan Terusan Suez
4. Pembangunan konsul Italia dan Amerika Serikat di Aceh.
Perang ini dimulai semenjak tahun 1873, dan cukup menyulitkan Belanda karena berlangsung
lama akibat rakyat Aceh yang mengobarkan semangat perang sabil. Beberapa tokoh Aceh yang
berperan dalam perang ini adalah Teuku Umar, Teungku Chik di Tiro, Cut Nyak Dien, dan
Panglima Polim. Di tahun 1903 Kesultanan Aceh akhirnya menyerah dalam perang ini. Namun,
perlawanan secara sporadis tetap dilakukan oleh rakyat Aceh.

Politik Etis
Politik Etis atau Politik Balas Budi (bahasa Belanda: Ethische Politiek) adalah politik
pemikiran kolonial Hindia Belanda (sekarang Indonesia) selama empat dekade dari 1901 sampai
tahun 1942. Pada 17 September 1901, Ratu Belanda Wilhelmina mengumumkan bahwa Belanda
menerima tanggung jawab politik etis demi kesejahteraan rakyat kolonial mereka. Pengumuman
ini sangat kontras dengan doktrin resmi sebelumnya bahwa Indonesia adalah wingewest (wilayah
yang menghasilkan keuntungan). Ini juga menandai dimulainya
kebijakan pembangunan modern; sedangkan kekuatan kolonial lainnya berbicara tentang misi
peradaban, yang terutama melibatkan penyebaran budaya mereka kepada orang-orang terjajah.
Kebijakan tersebut menekankan pada perbaikan kondisi kehidupan material. Namun, kebijakan
ini menderita karena kekurangan dana yang parah, ekspektasi yang membengkak dan kurangnya
penerimaan dalam pembentukan kolonial Belanda, dan sebagian besar lenyap oleh
permulaan Depresi Besar pada tahun 1930.[1][2]
Politik Etis atau Politik Balas Budi (bahasa Belanda: Ethische Politiek) adalah suatu pemikiran
yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi
kesejahteraan bumiputera. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.
Munculnya kaum Etis yang dipelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief)
dan C.Th. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih
memperhatikan nasib para bumiputera yang terbelakang.
Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato
pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan
hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa bumiputera di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina
menuangkan panggilan moral tersebut ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam
program Trias Van deventer yang meliputi:

1. Irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk


keperluan pertanian.
2. Imigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi.
3. Edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan.
Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-
tulisan Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer
kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.
Kebijakan pertama dan kedua disalahgunakan oleh Pemerintah Belanda dengan membangun
irigasi untuk perkebunan-perkebunan Belanda dan emigrasi dilakukan dengan memindahkan
penduduk ke daerah perkebunan Belanda untuk dijadikan pekerja rodi. Hanya pendidikan yang
berarti bagi bangsa Indonesia.
Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan dalam
pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang
dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-
1925), seorang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905).
Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa
yang hampir merata di daerah-daerah.
Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang
Belanda dan orang-orang bumiputera. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap
bumiputera yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut,
mereka berusaha menyadarkan kaum bumiputera agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan
mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut
pendidikan ke arah swadaya.

Perumusan
Pada tahun 1899, pengacara liberal Belanda Conrad Theodor van Deventer menerbitkan sebuah
esai di jurnal Belanda De Gids yang menyatakan bahwa Pemerintah Kolonial memiliki tanggung
jawab moral untuk mengembalikan kekayaan yang telah diterima Belanda dari Hindia Timur
kepada penduduk pribumi.
Jurnalis Pieter Brooshooft (1845-1921),[3] menulis tentang kewajiban moral Belanda untuk
memberi lebih banyak kepada rakyat Hindia Belanda. Dengan dukungan kaum sosialis dan kelas
menengah Belanda yang peduli, ia berkampanye melawan apa yang ia lihat sebagai
ketidakadilan surplus kolonial. Dia menggambarkan masyarakat adat Hindia sebagai "kekanak-
kanakan" dan membutuhkan bantuan, bukan penindasan. Surat kabar adalah salah satu dari
sedikit media komunikasi Hindia Belanda dengan parlemen Belanda, dan sebagai editor De
Locomotief, surat kabar berbahasa Belanda terbesar di Hindia, ia menerbitkan tulisan Snouck
Hurgronje tentang pemahaman orang Indonesia. Brooshooft mengirim reporter ke seluruh
nusantara untuk melaporkan perkembangan lokal; mereka melaporkan tentang kemiskinan, gagal
panen, kelaparan dan epidemi pada tahun 1900. Pengacara dan politikus yang mendukung
kampanye Brooshooft bertemu dengan Ratu Wilhelmina dan berargumen bahwa Belanda
berhutang kepada rakyat Hindia Belanda sebuah 'hutang kehormatan'.[3]
Pada tahun 1901, Ratu, di bawah nasihat dari perdana menterinya dari Partai Kristen Anti-
Revolusi, Abraham Kuyper, secara resmi mendeklarasikan "Kebijakan Etis" yang baik yang
bertujuan membawa kemajuan dan kemakmuran bagi rakyat Hindia. Penaklukan Belanda atas
Hindia menyatukan mereka sebagai satu kesatuan kolonial pada awal abad ke-20, yang
merupakan dasar implementasi Kebijakan.[4]
Para pendukung Kebijakan berpendapat bahwa transfer keuangan tidak boleh dilakukan ke
Belanda sementara kondisi masyarakat pribumi nusantara buruk.

Tujuan
Para pendukung Kebijakan prihatin tentang kondisi sosial dan budaya yang menahan penduduk
pribumi. Mereka mencoba untuk meningkatkan kesadaran di antara penduduk asli tentang
perlunya membebaskan diri dari belenggu sistem feodal dan mengembangkan diri di sepanjang
garis Barat.
Pada tanggal 17 September 1901, dalam pidatonya dari tahta di hadapan Dewan Negara Belanda,
Ratu Wilhelmina yang baru dinobatkan secara resmi mengartikulasikan kebijakan baru - bahwa
pemerintah Belanda memiliki kewajiban moral kepada penduduk asli Hindia Belanda yang dapat
diringkas dalam 'Tiga Kebijakan' Irigasi, Transmigrasi, dan Edukasi.
Irigasi
Kebijakan tersebut mendorong upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat biasa melalui
program irigasi, pengenalan layanan perbankan untuk penduduk pribumi, dan subsidi untuk
industri dan kerajinan pribumi.
Migrasi
Kebijakan tersebut pertama kali memperkenalkan konsep transmigrasi dari Jawa yang padat
penduduk ke daerah yang kurang padat di Sumatra dan Kalimantan, dimulai dengan skema yang
disponsori pemerintah sejak tahun 1905 dan seterusnya. Namun, jumlah orang yang pindah
selama periode Politik Etis merupakan sebagian kecil dari peningkatan populasi di Jawa selama
periode yang sama.
Edukasi
Pembukaan pendidikan Barat bagi penduduk asli Indonesia baru dimulai pada awal abad ke-20;
pada tahun 1900. Hanya 1.500 yang bersekolah di Eropa dibandingkan dengan 13.000 orang
Eropa. Akan tetapi, pada tahun 1928, 75.000 orang Indonesia telah menyelesaikan pendidikan
dasar Barat dan hampir 6.500 sekolah menengah, meskipun ini masih merupakan sebagian kecil
dari populasi.[5]

Penilaian
Kebijakan tersebut merupakan upaya serius pertama untuk membuat program pembangunan
ekonomi di daerah tropis. Ini berbeda dari "misi memperadabkan" dari kekuatan kolonial lainnya
dalam menekankan kesejahteraan material daripada transfer budaya. Komponen pendidikan dari
Kebijakan ini terutama bersifat teknis karena tidak bertujuan untuk menciptakan pria dan wanita
Belanda berkulit coklat. Kebijakan tersebut kandas pada dua masalah. Pertama, anggaran yang
dialokasikan untuk program-program Kebijakan tidak pernah cukup untuk mencapai tujuannya,
akibatnya banyak pejabat kolonial menjadi kecewa dengan kemungkinan mencapai kemajuan
yang langgeng. Ketegangan finansial dari Depresi Hebat mengakhiri Kebijakan secara definitif.
Kedua, program pendidikan dari Kebijakan memberikan kontribusi yang signifikan
bagi Kebangkitan Nasional Indonesia, memberikan alat intelektual kepada orang Indonesia untuk
mengatur dan mengartikulasikan keberatan mereka terhadap pemerintahan kolonial. Akibatnya,
banyak kalangan kolonial yang memandang Kebijakan tersebut sebagai kesalahan yang
bertentangan dengan kepentingan Belanda.[1]
Penyimpangan
Pada dasarnya kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh van Deventer tersebut baik. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh para pegawai
Belanda. Berikut ini penyimpangan penyimpangan tersebut.

 Irigasi
Pengairan hanya ditujukan kepada tanah-tanah yang subur untuk perkebunan swasta Belanda.
Sedangkan milik rakyat tidak dialiri air dari irigasi.

 Edukasi
Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah. Pendidikan ditujukan untuk mendapatkan
tenaga administrasi yang cakap dan murah. Pendidikan yang dibuka untuk seluruh rakyat, hanya
diperuntukkan kepada anak-anak pegawai negeri dan orang-orang yang mampu. Terjadi
diskriminasi pendidikan yaitu pengajaran di sekolah kelas I untuk anak-anak pegawai negeri dan
orang-orang yang berharta, dan di sekolah kelas II kepada anak-anak pribumi dan pada
umumnya.

 Migrasi
Migrasi ke daerah luar Jawa hanya ditujukan ke daerah-daerah yang dikembangkan perkebunan-
perkebunan milik Belanda. Hal ini karena adanya permintaan yang besar akan tenaga kerja di
daerah-daerah perkebunan seperti perkebunan di Sumatra Utara, khususnya di Deli, Suriname,
dan lain-lain. Mereka dijadikan kuli kontrak. Migrasi ke Lampung mempunyai tujuan menetap.
Karena migrasi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja, maka tidak jarang
banyak yang melarikan diri. Untuk mencegah agar pekerja tidak melarikan diri, pemerintah
Belanda mengeluarkan Poenale Sanctie, yaitu peraturan yang menetapkan bahwa pekerja yang
melarikan diri akan dicari dan ditangkap polisi, kemudian dikembalikan kepada
mandor/pengawasnya.
Penyimpangan politik etis terjadi karena adanya kepentingan Belanda terhadap rakyat Indonesia.

Kritik
Pelaksanaan politik etis bukannya tidak mendapat kritik. Kalangan Indo, yang secara sosial
adalah warga kelas dua namun secara hukum termasuk orang Eropa merasa ditinggalkan. Di
kalangan mereka terdapat ketidakpuasan karena pembangunan lembaga-lembaga pendidikan
hanya ditujukan kepada kalangan pribumi (eksklusif). Akibatnya, orang-orang campuran tidak
dapat masuk ke tempat itu, sementara pilihan bagi mereka untuk jenjang pendidikan lebih tinggi
haruslah pergi ke Eropa, yang biayanya sangat mahal.
Ernest Douwes Dekker termasuk yang menentang ekses pelaksanaan politik ini karena
meneruskan pandangan pemerintah kolonial yang memandang hanya orang pribumilah yang
harus ditolong, padahal seharusnya politik etis ditujukan untuk semua penduduk asli Hindia
Belanda (Indiers), yang di dalamnya termasuk pula orang Eropa yang menetap (blijvers).

Anda mungkin juga menyukai