• Mudah di pecah-belah
1. Perlawanan terhadap Portugis
Monopoli perdagangan, interversi terhadap urusan internal Kesultanan Ternate, serta penyebaran
agama Kristen membuat Rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Hairun melakukan Perlawanan
terhadap Portugis.
Pada mulanya hubungan Makasar dan VOC berjalan dengan baik. Akan tetapi , kebijakan monopoli VOC
membuat hubungan itu menjadi retak. VOC ingin memonopoli perdagangan Malaka Batavia-Maluku.
Tahun 1666, VOC melancarkan serangan hebat ke Makassar. Makassar diserang dari berbagai penjuru, baik dari darat
maupun dari laut. Kota Makassar diblokir oleh pasukan VOC di bawah pimpinan Cornelis Speeluran, kemudian
menembakinya dari laut. Menghadapi serangan tersebut, Sultan Hasanuddin melakukan perlawanan yang gigih.
Segenap kekuatan Makassar ia kerahkan. Namun, karena kekuatan VOC dibantu oleh Aru Palaka jauh lebih besar,
akhirnya pasukan Sultan Hasanuddin dipaksa menyerah. Sultan Hasanuddin menandatangani perjanjian dengan VOC
tahun 1667 di Bongaya. Perjanjian itu dinamakan Perjanjian Bongaya.
Akibat isi perjanjian tersebut, rakyat Makassar pada tahun 1669 kembali mengangkat senjata yang dipimpin oleh
Kareang Galesung untuk mengusir kekuasaan dan melenyapkan VOC dari Makassar. Namun karena tidak seimbangnya
persenjataan, akhirnya perlawanan rakyat Makassar yang kedua ini pun gagal.
B. Perlawanan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda
Perlawanan rakyat Maluku menandai perlawanan pertama rakyat Indonesia setelah pemerintah
kolonial Belanda berkuasa lagi secara penuh di Indonesia (masa kekuasaan kedua Belanda).
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 ini mendapat tantangan keras dari rakyat
Maluku. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonmi, dan sosial yang buruk selama 2 abad di
bawah VOC. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan
bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri
pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon.
2. Perlawanan Pangeran Dipenogoro (1825-1830)
Belanda sudah lama mennduduki Palembang. Kedudukan Palembang sangat penting bagi Belanda.
* Posisi Palembang yang strategis
* Belanda berkepentingan menguasai timah di Bangka dan Belitung, 2 wilayah yang berada di
bawah kedaulatan Kesultanan Palembang.
Perlawanan rakyat palembang terhadap penjajahan Belanda (VOC) terjadi pada tahun 1819-1825, diawali dengan
sikap tegas penolakan Sultan Badruddin atas kedatangan Belanda yang ingin kembali menguasai Palembang setelah
Inggris meninggalkan Indonesia.
Sultan Badruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian diturunkan secara paksa oleh pemerintah
Inggris ketika masih berkuasa di Indonesia, yaitu digantikan oleh Sultan Najamuddin.
Setelah merebut kembali kekuasaan kesultanan dari Najamuddin, tahun 1819 Sultan Badruddin
selalu menghalangi setiap kapal Belanda yang memasuki sungai Musi. Insiden ini banyak menelan
korban terutama dari pihak Belanda. Pihak Belanda tidak tinggal diam dan menyerbu Palembang
hingga meletuslah perang Palembang.
Pada tahun 1821, Belanda dapat menguasai ibu kota Palembang dan menangkap Sultan
Badruddin. Setelah Sultan Badruddin tertangkap, selanjutnya ia diasingkan ke Ternate.
Perlawanan rakyat Palembang masih sering terjadi pada tahun 1825, tetapi status Kerajaan
Palembang telah dibubarkan oleh Belanda.
4. Perang Padri (1803-1838)
Perang Padri adalah perang yang berlangsung di Sumatera Barat dan sekitarnya teutama kawasan
Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803-1838. Bermula dari konflik internal ,yaitu antara golongan adat
dan golongan utama, Hingga tahun 1833, perang ini dapat dikatakan sebagai perang saudara yang
melibatkan sesama Minang dan Mandailing. Dalam peperangan ini, Kaum Padri dipimpin
oleh Harimau Nan Salapan sedangkan Kaum Adat dipimpinan oleh Yang Dipertuan Pagaruyung waktu
itu Sultan Arifin Muningsyah. Kaum Adat yang mulai terdesak, meminta bantuan kepada Belanda pada
tahun 1821. Namun keterlibatan Belanda ini justru memperumit keadaan, sehingga sejak tahun 1833
Kaum Adat berbalik melawan Belanda dan bergabung bersama Kaum Padri, walaupun pada akhirnya
peperangan ini dapat dimenangkan Belanda.
Sebagai akibat dari Perang Padri, pengaruh Belanda juga menembus wilayah Tapanuli.
Kehadiran Belanda memicu apa yang disebut Perang Tapanuli (1870-1907).
Alasan utama meletusnya perang ini adalah Raja Sisingamaraja XII tidak senang daerah
kekuasaanya di perkecil oleh Belanda.
TANGGAL 6 FEBRUARI 1878, BELANDA MENGIRIMKAN PASUKANNYA UNTUK MEMBANTU KAUM MISIONARIS,
KEMUDIAN MENDIRIKAN BENTENG PERTAHANAN DI WILAYAH KEKUASAAN SISINGAMANGARAJA XII. SEBAGAI
RAJA NEGERI TOBA, SISINGAMANGARAJA XII TIDAK BISA MENERIMA HAL INI. IA PUN MENGUMUMKAN
MAKLUMAT PERANG PADA 16 FEBRUARI 1878.
PASUKAN BELANDA YANG BERJUMLAH RATUSAN ORANG MENYERANG BAKARA PADA 1 MEI 1878. DUA HARI
KEMUDIAN, PUSAT PEMERINTAHAN NEGERI TOBA ITU BISA DIDUDUKI BELANDA. BERUNTUNG,
SISINGAMANGARAJA XII BESERTA PARA PENGIKUTNYA BERHASIL MELOLOSKAN DIRI, DAN MENERAPKAN
STRATEGI GERILYA.
SETELAH MENAKLUKKAN BAKARA, BELANDA YANG MEMANG LEBIH UNGGUL JUMLAH PERSONEL DAN
PERSENJATAAN BERHASIL MENDUDUKI BEBERAPA WILAYAH NEGERI TOBA, TERMASUK BUTAR, LOBU SIREGAR,
NAGA SARIBU, HUTA GINJANG, DAN GURGUR.
SISINGAMANGARAJA XII PANTANG MENYERAH DAN TERUS MELAKUKAN PERLAWANAN. PADA 1883,
SISINGAMANGARAJA XII MENDAPAT BANTUAN PASUKAN DARI KESULTANAN ACEH DARUSSALAM KEMUDIAN
MENYERANG BEBERAPA POS BELANDA.
SETELAH BERTAHUN-TAHUN TERLIBAT PEPERANGAN DALAM UPAYA MENGUSIR BELANDA DARI TANAH TOBA,
SISINGAMANGARAJA XII WAFAT TANGGAL 17 JUNI 1907. IA GUGUR DALAM PERTEMPURAN MELAWAN BELANDA
DI KAKI BUKIT LAE SIBULBULEN, TEPATNYA DI DESA SI ONOM HUDON YANG SEKARANG TERLETAK DI PERBATASAN
KABUPATEN TAPANULI UTARA DAN KABUPATEN DAIRI.
7. Perlawanan Kerajaan-kerajaan di Bali (1846-1849)
Perang dengan kerajaan Bali berlangsung dalam 3 tahap, yaitu 1846, 1848, dan 1849. Serangkaian
perang itu dipicu oleh kegigihan Raja-raja Bali mempertahankan apa yang di sebut Hak Tawan
Karang. Hak Tawan Karang adalah hak yang dimiliki Kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas
seluruh muatan beserta penumpang kapal-kapal asing yang karam di pearian Bali.
Pada tahun 1844, raja Bulelang merampas kapal Belanda yang secara kebetulan terdampar di
pantai Buleleng. Sehingga pada tahun 1846 Belanda menyerang Bali, karena kalah persenjataan
,pasukan yang dipimpi oleh Gusti Ketut Jelantik tidak mampu menahan serangan Belanda.
8. Perlawanan Kesultanan Banjar (1859-1905)
b. Faktor Eksternal
3. Perkembangan Pergerakan Nasional Indonesia
a. Periode Awal Perkembangan
* Budi Utomo (BU)
Budi Utomo adalah sebuah organisasi pemuda yang didirikan
oleh Dr.Soetomo dan para mahasiswa STOVIA yaitu Goenawan
Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei1908.
Digagaskan oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo. Organisasi ini bersifat
sosial, ekonomi, dan kebudayaan tetapi tidak bersifat politik.
Berdirinya Budi Utomo menjadi awal gerakan yang bertujuan
mencapai kemerdekaan Indonesia walaupun pada saat itu organisasi
ini awalnya hanya ditujukan bagi golongan berpendidikan Jawa. Saat
ini tanggal berdirinya Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai
Hari Kebangkitan Nasional.
* Sarekat Islam (SI)
Syarikat Islam (disingkat SI), atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang
Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan
organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia, pada awalnya Organisasi yang dibentuk oleh Haji
Samanhudi dan kawan-kawan ini adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang
politik Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai
komplar ekonomi rakyat pada masa itu. Pada kongres pertama SDI di Solo tahun 1906, namanya
ditukar menjadi Sarikat Islam. Pada tanggal 10 September 1912 berkat keadaan politik
dan sosial pada masa tersebut HOS Tjokroaminoto menghadap notaris B. ter Kuile di Solo untuk
membuat Sarikat Islam sebagai Badan Hukum dengan Anggaran Dasar SI yang baru, kemudian
mendapatkan pengakuan dan disahkan oleh Pemerintah Belanda pada tanggal 14 September
1912. Hos Tjokroaminoto mengubah yuridiksi SDI lebih luas yang dulunya hanya mencakupi
permasalahan ekonomi dan sosial. kearah politik dan Agama untuk menyumbangkan semangat
perjuangan islam dalam semangat juang rakyat terhadap kolonialisme dan imperialisme pada masa
tersebut. Selanjutnya karena perkembangan politik dan sosial SI bermetamorfosis menjadi organisasi
pergerakan yang telah beberapa kali berganti nama yaitu Central Sarekat Islam (disingkat CSI) tahun
1916, Partai Sarekat Islam (PSI) tahun 1920, Partai Sarekat Islam Hindia Timur (PSIHT) tahun 1923,
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) tahun 1929, Syarikat Islam (PSII) tahun 1973, dan pada Majlis
Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003,namanya diganti menjadi Syarikat Islam
(disingkat SI). Sejak kongres tersebut eksistensi dan pergerakan Syarikat Islam yang masih ada dan
tetap bertahan hingga sekarang disebut Syarikat Islam. Sejak Majlis Tahkim ke-40 di Bandung pada
tahun 2015 telah mengukuhkan Dr. Hamdan Zoelva, SH., MH. sebagai Ketua Umum Laznah
Tanfidziyah. Melalui keputusan tertinggi organisasi tersebut, Syarikat Islam kembali ke khittahnya
sebagai gerakan dakwah ekonomi.
* Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran
Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki
basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam
pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hogere
School Moehammadijah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Moehammadijah (sekarang
dikenal dengan Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta khusus laki-laki, yang bertempat di Jalan S
Parman no 68 Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Madrasah Mu'allimat Muhammadiyah
Yogyakarta khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta yang keduanya skarang menjadi Sekolah Kader
Muhammadiyah) yang bertempat di Yogyakarta dan dibawahi langsung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya
diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang
Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta,
yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui salat istikharah (Darban, 2000: 34).[2] Pada masa
kepemimpinan Kyai Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan
seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, sekitar daerah Pekalongan sekarang. Selain
Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul
Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatra Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang,
Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatra
Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatra, Sulawesi,
dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar ke seluruh Indonesia.
b. Periode Nasionalisme Politik
Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo (TK). Organisasi pemuda ini
didirikan oleh R. Satiman Wiryosanjoyo pada tanggal 7 Maret 1915 di gedung STOVIA Jakarta.
Trikoro Dharmo merupakan cikal bakal Jong Java. Trikoro Dharmo artinya “Tiga Tujuan Mulia”,
yaitu: sakti, budi, dan bakti. Visi itu kemudian dikemangkan dalam 3 tujuan sebagai berikut :
(1) mempererat tali hubungan, antara murid-murid bumi putera pada sekolah menengah dan
perguruan kejuruan.
(2) menambah pengetahuan umum bagi para anggotanya.
(3) membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa dan budaya.
Pada tahun 1918 lewat kongresnya yang pertama di Solo, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi
Jong Java. Hal ini dimaksudkan agar para pemuda di luar Pulau Jawa, tata sosialnya berdasarkan
budaya Jawa akan mau, memasuki Jong Java.
* Gerakan Perempuan
Kondisi perempuan Indonesia pada zaman pertengahan abad ke-19 masih jauh tertinggal di
bandingkan kaum lelakinya. Hal ini sedikit demi sedikit mengalami perubahan ketika seorang putri
bupati dari Jepara bernama R.A. Kartini, yang berkesempatan mengenyam pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah Belanda, menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam tulisan
tentang kondisi perempuan pada masa tersebut. Kemudian di beri judul Door Duirtenis Tot Lich–
Habis Gelap Terbitlah Terang. Kartini mencita-citakan sebuah masyarakat di mana ada kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki.
c. Periode Radikal
1. Pengerian
Periode Radikal adalah masa di mana organisasi-organisasi pergerakan menolak bekerja sama atau
bersikap nonkooperatif dengan pemerintah kolonial Belanda dan secara tegas menuntut
kemerdekaan. Organisasi yang bergerak secara noonkoperatif di antaranya adalah Penghimpunan
Indonesia (PI), PKI, dan PNI.
Visi :
- Indonesia ingin menentukan nasibnya sendiri
- Bangsa Indonesia mengandalkan kemampuan dan kekuatannya sendiri
- Bangsa Indonesia harus bersatu untuk melawan penjajah
PNI merupakan salah satu partai paling berpengaruh di Indonesia dengan nama awal Perserikatan
Nasional Indonesia yang dipinpim oleh Ir. Soekarno.
PNI mempunyai 3 (Tiga) asas, yaitu :
1.Self Help (Menolong diri sendiri)
2.Non Kooperasi (Tidak mengadakan kerjasama dengan Pemerintah Kolonial Belanda)
3.Marhaenisme (mengentaskan masaa dari kemiskinan dan kesengsaraan)
2. Kegiatan Eksternal, dalam bentuk mendapatkan rapat-rapat umum, menerbitkan surat kabar
seperti “Persatoean Indonesia” di Jakarta dan “Banteng Priangan” di Bandung.
d. Partai Indonesia (Partindo)
1. Pengertian
Periode Bertahan adalah periode dimana gerakan nasionalisme di Indonesia berupaya lebih moderat dan
menahan diri. Sikap moderat berarti kembali bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. Sikap ini
diambil agar organisasi pergerakan tidak dibubarkan Belanda dan para tokohnya tidak di tangkap ataupun
diasingkan.
2. Latar Belakang
Sejak pemerintahan Dirk Fock, yang memerintah pada 1921-1926, organisasi pergerakan dikendalikan dengan
peraturan yang keras. Pada masa Gubernur Jendral B.C. de Jonge (1931-1936), peraturan bahkan dibuat lebih
keras lagi. Apalagi, pada masanya banyak organisasi yang mengambil sikap radikal terhadap Belanda. Hal ini
membuat kaum aktivis pergerakan tidak leluasa mewujudkan cita-cita politiknya, yaitu kemerdekaan Indonesia.
Melalui Vergader Verbond yang dikeluarkan pada tahun 1933, ruang gerak kaum aktivis pergerakan nasional
semakin sempit. Namun, peraturan itu tidak menyurutkan langkah para tokoh pergerakan. Bagi mereka, untuk
mencapai kemerdekaan tidak ada pilihan lain : menolak berkerja sama dengan Belanda termasuk di dalamnya
menolak menaati segala peraturannya. Atas pilihan sikap tersebut, mereka juga siap menerima resiko ditangkap
dan di buang di tempat yang jauh.
Dengan dibuangnya para tokoh utama, para tokoh pergerakan merasa bahwa pilihan sikap yang radikal kurang
menguntungkan Indonesia. Mereka mengambil sikap yang lebih taktis dan moderar namun tidak meninggalkan
visi dasr perjuangan mereka, yaitu mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
3. Perjuangan Melalui Volkraad
27 Januari 1930, M.H. Thamrin memprakasai berdirinya Fraksi Nasional dalam Volksraad. Ia
sendiri memimpin faksi tersebut, dan wakilnya Kusumo Utoyo. Tujuan utamanya adalah
meraih kemerdekaan Indonesia secepat-cepatnya
Volkraad mengalami titik balik pada tahun 1940. pada bulan Mei tahun itu , Jerman (Nazi)
menduduki Belanda. Sementara itu, Jepang mengancam menguasai Asia-Pasifik termasuk
Indonesia. Pendudukan Jepang di Indonesia ikut juga membubarkan semua organisasi politik
bentukan Belanda, termasuk Volkraad.
4. Organisasi-organisasi pergerakan pada periode bertahan
a. Taman Siswa
Taman siswa merupakan salah satu pergerakan dengan fokus dalam bidang pendidikan.
Didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara
menerapkan 3 konsep, yaitu :
1. Ing ngarsa sung tuodo, artinya para guru yang memiliki tanggung jawab memberikan
pendidikan, harus memberi contoh dengan sikap dan perilaku yang baik, sehingga dapat
menjadi teladan bagi siswanya.
2. Ing madyo mangun karsa, artinya guru harus dapat memberi motivasi yang baik bagi
siswanya, memberikan bimbingan terus-menerus agar siswa dapat berkembang sesuai
dengan bakat dan minatnya.
3. Tut wuri handayani, artinya guru wajib membingbing siswa untuk dapat menggali sendiri
pengetahuanya, menemukan makna dari pengetahuan yang di perolehnya, sehingga
pengetahuan itu dapat berguna bagi kehidupannya.
Atas jasa dan perjuangan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan ,
hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, yaitu 2 Mei, diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.
b. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Pada tahun 1931, dr.Sutomo, pimpinan Budi Utomo, mendirikan Persatuan Bangsa Indonsia
(PBI). Organisasi ini merupakan kelanjutan dari Indonesische Studie Club yang didirikannya
pada tahun 1924.
Dengan PBI, ia bermaksud menempuh jalan Kooperatif dalam sebuah wadah partai yang
lebih besar.
Pada tanggal 24-26 Desember 1935 diselenggarakanlah kongres yang menyatukan Budi
Utomo dengan PBI. Kongres yang diadakan di Surakarta ini dibuat dalam rangka menyatukan
partai-partai kecil untuk memperoleh kekuatan yang besar. Hasil fusi menghasilkan sebuah
partai baru yang kemudian dinamakan Partai Indonesia Raya (Parindra) dengan ketua terpilih
dr.sutomo. Kongres juga menetapkan Surabaya sebagai kantor pusat Parindra.
Selain PBI dari Budi Utomo, bergabung pula serikat Sumatera dan Serikat Celebes, dengan
tujuan terwujudnya Indonesia Raya.
c. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
GAPI merupakan gabungan dari berbagai partai politik yang ada di Indonesia. Organisasi ini
didirikan oleh Mohammad Husni Thamrin pada tanggal 21 Mei tahun 1939. Partai-partai yang
bergabung dengan GAPI di antaranya : Parindra, Gerindo, PSII, Persatuan Partai Katolik, Persatuan
Minahasa, Partai Pasundan, dan Partai Islam Indonesia (PII). Di dalam konfrensi pertama GAPI
tanggal 4 Juli 1939 telah dibicarakan aksi GAPI dengan semboyan "Indonesia berparlemen".
September 1939 GAPI mengeluarkan suatu pernyataan yang Isinya mengajak rakyat Indonesia
dan rakyat negeri Belanda untuk bekerjasama menghadapi bahaya fasisme dimana kerjasama
akan lebih berhasil apabila rakyat Indonesia diberikan hak-hak baru dalam urusan pemerintahan.
Yaitu suatu pemerintahan dengan parlemen yang dipilih dari dan oleh rakyat, dimana
pemerintahan tersebut bertanggungjawab kepada parlemen tersebut.
4. Kolonialisme & Pengaruhnya terhadap Kehidupan Politik, Sosial, dan Budaya
Masyarakat Indonesia Kini
Akan tetapi, penyebaran agama Katolik dengan pengaruh yang lebih besar terjadi
pada saat kedatangan Portugis di Nusantara. Komunitas Kristen yang di pengaruhi
Portugis tersebar di kepulauan Maluku dan di daerah tertentu di kepulauan Sunda
Kecil seperti Nusa Tenggara Timur.
b. Kesenian
Pengaruh Portugis dalam bidang kesenian tampak pada musik keroncong. Kita masih
bisa menemukan peninggalan di kampung Tugu, Jakarta Utara. Musik keroncong
berasal dari musik Portugis abad ke-16 yang di sebut fado. Musik ini tadinya populer
di lingkungan perkotaan Portugis. Awalnya fado merupakan sejenis nyanyian
bernuansa ratapan (mornas) yang di bawa para budak negro dari Cape Verde, Afrika
Barat ke Portugis sejak abad ke 15.
Di Jakarta, peninggalan budaya Portugis selain keroncong adalah Tanjdor dan Ondel-
ondel. Selain Jakarta, jejak-jejak peninggalan budaya Portugis dalam bidang kesenian
masih membekas di tempat-tempat Nusantara, seperti Maluku Utara, Maluku
Tengah, Ambon,Solor,dan Flores.
c. Bahasa
Dalam bidang bahasa, banyak kosakata bahasa Portugis di serap kedalam bahasa
Indonesia. Sebagai contoh, biola(viola), meja (mesa), mentega (menteiga), pesiar
(passear), pigura (figura), pita (fita), sepatu (sapato), serdadu (soldado), cerutu
(charuto), jendela (janela), algozo (algoz), bangku (bangco), bantal (avental), bendera
(bandeira), bolu (balo), boneka (boneca), dll.
d. Gaya Hidup
Penjajahan Belanda juga membawa gaya hidup yg mempengaruhi kehidupan sebagian rakyat
Indonesia.Karena itu, muncul istilah “Gaya hidup yang kebarat-baratan”.“Gaya hidup kebarat-
baratan” itu misalnya , tampak dalam kebiasaan minum-minuman keras, pesta, dansa
(menari khas Belanda/barat), gaya perkawinan, dan model berpakaian.