Anda di halaman 1dari 4

DQ Sejarah Wajib XI IPS/IPA/US

SMAIT Darul Qur’an

Perlawanan Rakyat Aceh dan Ternate Terhadap Portugis


Aceh dan Ternate merupakan dua wilayah yang sempat melakukan perlawanan terhadap
bangsa Portugis. Portugis (Portugal) sebelumnya berhasil menguasai kedua wilayah tersebut
dan melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Oleh karena itu, rakyat Aceh dan Ternate melakukan perlawanan terhadap bangsa tersebut
karena bangsa Portugal dinilai merugikan dan berbahaya. Adapun beberapa tokoh yang
menjadi pemimpin rakyat Aceh dan Ternate melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis.
Berikut beberapa penjelasan mengenai pemimpin rakyat Aceh dan Ternate melakukan
perlawanan terhadap Portugis

A. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Bangsa Portugis


Portugis merupakan bangsa Eropa yang pertama kali mendatangi Kepulauan Nusantara dengan
mendaratkan kapalnya di Malaka pada tahun 1511 di bawah pimpinan Alfonso de
Albuquerque. Kedatangan Portugis akhirnya berujung pada penguasaan wilayah Malaka. Hal
tersebut berbuntut pada permusuhan antara Portugis dan Aceh.
Aceh merupakan salah satu kerajaan besar dan berjaya. Kedatangan Portugis mengusik hal
tersebut dan akhirnya Aceh melakukan beberapa perlawanan.
Beberapa faktor yang menyebabkan rakyat Aceh melakukan perlawanan terhadap bangsa
Portugis, di antaranya:

• Adanya monopoli perdagangan oleh Portugis.


• Pelarangan terhadap orang-orang Aceh untuk berdagang dan berlayar ke Laut Merah.
• Penangkapan kapal kapal Aceh oleh Portugis.

Sultan Iskandar Muda merupakan salah satu tokoh yang menjadi pemimpin rakyat Aceh
ketika melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis.

Pemimpin Rakyat Aceh Melakukan Perlawanan terhadap Bangsa Portugis


Aceh melakukan beberapa kali perlawanan terhadap bangsa Portugis. perlawanan tersebut
dipimpin langsung oleh tokoh-tokoh berikut ini:

1
1. Sultan Ali Mughayat Syah yang memimpin Aceh pada tahun 1514-1530 berhasil
mengusir Portugis dari wilayah Aceh.
2. Sultan Alaudin Riayat Syah al-Qahar (1538-1571) menentang kekuatan Porutgis
dengan bantuan Turki.
3. Sultan Alaudin Riayat Syah, pengganti dari Sultan Alaudin Riayat al-Qahar juga
menyerang bangsa Portugis di Malaka tahun 1673 dan 1575,
4. Sultan Iskandar Muda (1607-1638) pernah dua kali menyerang bangsa Portugis di
Malaka, yaitu pada tahun 1615 dan 1629.

B. Perlawanan Rakyat Ternate terhadap Bangsa Portugis


Pada tahun 1512, bangsa Portugis mengirimkan armadanya ke Maluku untuk
melakukan perdagangan cengkeh. Hal tersebut awalnya disambut baik oleh warga Ternate
dan Tidore (wilayah Maluku) sekitarnya. Namun, Ternate akhirnya melakukan beberapa
perlawanan yang didasari oleh beberapa faktor, yakni:

• Portugis melakukan monopoli perdagangan.


• Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan.
• Portugis membenci pemeluk agama Islam karena tidak sepaham dengan mereka.
• Portugis sewenang-wenang terhadap rakyat.
• Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis.
Kelima faktor tersebut akhirnya memantik konflik dan meregangkan hubungan antara bangsa
Portugis dan Ternate lalu berakhir pada perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Ternate.

Perbesar

Sultan Baabullah merupakan salah satu tokoh yang menjadi pemimpin rakyat Ternate ketika
melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis.

Pemimpin Rakyat Ternate Melakukan Perlawanan terhadap Bangsa Portugis


Sama halnya dengan perlawanan di Aceh, perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Ternate
tentunya memiliki pemimpinnya.
Adapun beberapa tokoh Ternate yang menjadi pemimpin dari perlawanan rakyat Ternate,
yaitu:

2
1. Sultan Tabanji (Dajalo) adalah pemimpin pasukan kerajaan Ternate yang mengawali
perlawanan terhadap bangsa Portugis. Namun, hal tersebut digagalkan oleh pemimpin
Portugis, Antonio Glavao.
2. Sultan Hairun merupakan pemimpin dari perlawanan terhadap bangsa Portugis
selanjutnya. Pada tanggal 27 Februari 1570 terjalin kesepakatan damai dengan Portugis.
Namun, Sultan Hairun kemudian ditangkap dan dihukum mati pada 1570.
3. Sultan Baabullah adalah pemimpin perjuangan rakyat Ternate selanjutnya. Di bawah
Baabullah, bangsa Portugis berhasil diusir dari Maluku pada tahun 1575.

Perlawanan Demak terhadap Portugis

Manekin Pangeran Fatahillah di Museum Bahari, Jakarta, Senin (29/04). Manekin tokoh pelayaran yang akan
ditampilkan dalam kisah 'Senja Di Sunda Kelapa' saat ini masih dalam tahap penyelesaian.

Pada 1511, Portugis berhasil merebut Malaka dan ingin segera melebarkan kekuasaannya
sampai ke Maluku. Mengetahui hal ini, Kesultanan Demak tidak mau tinggal diam dan
melakukan penyerangan. Perlawanan terhadap Portugis dilakukan oleh Demak lebih dari satu
kali. Meski pada awalnya sempat menemui kegagalan, perjuangan Demak akhirnya membawa
hasil yang menggembirakan. Latar belakang perlawanan Demak terhadap Portugis Dengan
berkuasa di Malaka, Portugis otomatis menguasai jalur pelayaran dan perdagangan yang
penting di dunia.

Keberadaan Portugis itu tidak hanya menjadi penghalang Kesultanan Demak, tetapi juga
mematikan perdagangan kaum Muslim Indonesia. Terlebih lagi, Demak sendiri menjalankan
perdagangan beras dan bahan pangan lainnya dengan Malaka. Di samping itu, kedatangan
bangsa Portugis juga menyebarkan agama Katolik, yang dianggap menghalangi perkembangan
Islam di Nusantara. Karena sebab-sebab itulah, Kesultanan Demak mengirim armadanya ke
3
Malaka untuk menggempur kedudukan Portugis. Selain di Malaka, Kesultanan Demak juga
melakukan perlawanan terhadap Portugis yang hendak mendirikan loji di Sunda Kelapa.

Perlawanan Pati Unus terhadap Portugis


Pada masa kekuasaan Raden Patah, perlawanan rakyat Demak terhadap Portugis dipimpin oleh
Pati Unus. Serangan yang dilakukan pada 1513 itu dilengkapi dengan kekuatan 100 kapal dan
5.000 pasukan dari Jawa, serta tambahan tentara dari Palembang, hingga jumlahnya menjadi
12.000 pasukan. Akan tetapi, kekuatan yang sangat besar tersebut dapat dipatahkan oleh
Portugis, sehingga Pati Unus terpaksa kembali ke Jawa dengan kekalahan.

Setelah Raden Patah wafat pada 1518, takhta Kesultanan Demak jatuh ke tangan Pati Unus,
yang kembali mempersiapkan armada untuk menggempur kedudukan Portugis di Malaka.
Maka pada 1521, ia kembali melakukan perlawanan ke Malaka. Namun, Portugis ternyata
menyambut pasukan Demak dengan pertahanan yang lebih baik. Lagi-lagi, Kesultanan Demak
mengalami kekalahan. Bahkan Pati Unus gugur di medan perang. Seteleh itu, Pati Unus disebut
masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara.

Perlawanan Fatahillah terhadap Portugis


Setelah berhasil menangkis serangan Demak, Portugis memenuhi undangan dari penguasa
Pajajaran yang ingin melakukan kerjasama. Kerajaan Pajajaran memilih bersekutu dengan
Portugis karena merasa terancam dengan kekuatan Islam di pesisir Pulau Jawa, yaitu Banten,
Cirebon, dan Demak. Dalam perjanjian di antara dua pihak itu, disebutkan bahwa Portugis
diizinkan untuk membangun loji di Sunda Kelapa. Kesultanan Demak menganggap kerjasama
itu sebagai ancaman, dan segera melancarkan serangan di bawah pimpinan Fatahillah. Pada
1527, pasukan gabungan Demak, Cirebon, dan Banten diberangkatkan untuk membendung
pengaruh Portugis di Sunda Kelapa. Akhirnya, pada 22 Juni 1527, Sunda Kelapa berhasil
direbut oleh Fatahilllah, yang kemudian mengubah namanya menjadi Jayakarta.
Peristiwa itu menandai akhir perlawanan Demak terhadap Portugis.

Anda mungkin juga menyukai