Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI SULTAN BAABULLAH

Sultan Baabullah atau Babullah, juga dikenali sebagai Baab atau Babu dalam sumber
Eropa, merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di maluku
utara yang memerintah antara tahun 1570 dan 1583. Ia dianggap sebagai Sultan
teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir
penjajah Portugis dari Ternate dan membawa kesultanan tersebut kepada puncak
kejayaannya di akhir abad ke-16. Sultan Baabullah juga dikenali dengan gelar
"Penguasa 72 Pulau", berdasarkan wilayah kekuasaannya di Indonesia timur, yang
mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi.
Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya bahkan mampu menjangkau Solor
(Lamaholot), Bima (Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat. Peran
Maluku dalam jaringan niaga Asia meningkat secara signifikan karena perdagangan
bebas hasil rempah dan hutan Maluku pada masa pemerintahannya.

Sultan Baabullah lahir pada 10 Februari 1528. Ia merupakan putra tertua dari Sultan
Khairun Jamil (memerintah 1535–1570, lahir pada sekitar tahun 1522 menurut
catatan Portugis) dan Boki Tanjung. Kaicili (pangeran) Baab merupakan putra tertua,
atau setidaknya salah satu yang tertua, dari Sultan Khairun dan permaisurinya Boki
Tanjung, putri Sultan Alauddin I dari Bacan. Menurut satu catatan hikayat yang
disusun jauh di kemudian hari oleh penulis Ternate Naidah, Baab juga merupakan
anak angkat dari Sultan Bacan.

Pemerintahan Ternate menjadi pusat utama perdagangan cengkeh yang memiliki


ketergantungan erat pada Portugis sejak mendirikan benteng di sana pada 1522.
Awalnya, Ternate menganggap bahwa Portugis memegang kuasa atas bandar
persinggahan di Melaka, serta memiliki senjata yang lebih unggul. Namun, setelah
beberapa waktu, perilaku para serdadu Portugis tidak disukai oleh masyarakat.
Konflik antara Ternate dan Portugis pun pecah pada 1560-an. Saat itu kaum Muslim
di Ambon meminta bantuan dari sultan untuk mencegah orang-orang Eropa yang
mencoba mengkristenkan daerah tersebut. Pada 1563, Sultan Khairun mengirim
sebuah armada untuk mengepung Desa Kristen Nusaniwi. Namun, usaha
pengepungan ini gagal setelah tiga kapal Portugis datang. Setelah 1564, orang-orang
Portugis terpaksa meninggalkan Ambon. Tetapi, pada 1569 mereka kembali lagi
menetap di sana.

Pada 1575, sebagian besar tanah Portugis di Maluku telah diambil alih oleh Ternate.
Hanya tersisa Sao Joao Baptista yang masih dalam pengepungan. Oleh sebab itu,
Portugis pun menyerah dan pergi meninggalkan Ternate. Sultan Baabullah memegang
janjinya dan tidak ada satu pun dari mereka yang dilukai. Ia menyatakan bahwa orang

Portugis masih diperbolehkan berkunjung sebagai pedagang, serta harga cengkeh


untuk mereka tidak akan berubah.

Sejak saat itu, peperangan masih terus berlanjut. Sampai akhrinya, pada 25 Februari
1570, Kapten Diogo Lopes de Mesquita mengajak Sultan Khairun datang ke
kediamannya untuk sebuah jamuan. Ia hendak mengajak sultan mendiskusikan
sesuatu hal yang serius. Khairun pun menyanggup permintaan tersebut dan datang
seorang diri. Martim Afonso Pimentel, keponakan dari sang kapten, diperintahkan
untuk berjaga di sisi dalam gerbang. Saat Khairun hendak keluar, Pimentel langsung
menikamnya menggunakan belati. Khairun pun gugur. Setelah Khairun gugur, Sultan
Baabullah pun ditunjuk sebagai penggantinya. Tak lama setelah penobatannya, Sultan
Baabullah menyumpahkan permusuhan yang tidak lagi dapat didamaikan oleh orang-
orang Portugis.

Guna menguatkan posisinya, Baabullah menikahi saudari Sultan Gapi Baguna dari
Tidore. Pengusiran Portugis Sebagai bentuk balasan atas kematian Khairun,
Baabullah meminta agar Lopes dibawa ke hadapannya untuk diadili. Benteng-
benteng Portugis di Ternate, yaitu Tolucco, Santa Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam
waktu yang singkat, menyisakan Sao Joao Baptista (kediaman Lopes) sebagai
pertahanan terakhir.

Di bawah komando Baabullah, pasukan Ternate telah mengepung Sao Joao Baptista
dan memutuskan hubungan benteng tersebut dengan dunia luar. Selesai pengepungan,
pasukannya pun menyerang wilayah-wilayah yang menjadi pusat misi Yesuit, ordo
gereja katolik, di Halmahera, pada 1571.

Pada 1571, sebuah armada Ternate dengan enam kora-kora besar di bawah pimpinan
Kapita Kalasinka menyerbu Ambon. Tentara Portugis yang dikomandoi Sancho de
Vasconcellos berusaha susah payah untuk mempertahankan benteng-benteng mereka.
Pasukannya pun kehilangan kekuasaan di laut atas perdagangan cengkeh.

Kejayaan Ternate Selepas kepergian Portugis, Sultan Baabullah mengambil alih Sao
Joao Baptista. Ia memanfaatkan tempat tersebut sebagai benteng sekaligus istana
kediamannya. Di bawah kepemimpinan Baabullah, Kesultanan Ternate menggapai
masa jayanya. Kombinasi dari pengaruh sosiopolitik agama Islam, imbas dari
keberadaan Portugism serta harga cengkeh yang semakin melonjak, memperkuat dan
memperluas kekuatan Ternate atas jalur perdagangan rempah.

Sultan Baabullah mangkat pada bulan Juli tahun 1583. Terdapat versi yang berbeda-
beda mengenai penyebab dan tempat kematiannya. Menurut sebuah riwayat
meragukan yang muncul jauh di kemudian hari (catatan François Valentijn, 1724), ia
diperangkap oleh Portugis dalam kapal mereka dan dibawa ke Goa, tetapi meninggal
di perjalanan. Riwayat-riwayat lainnya menyatakan bahwa ia dibunuh ketika berada

di kediamannya, entah melalui racun atau sihir. Sampai saat ini, masih belum
diketahui dengan pasti penyebab kematian dari Sultan Baabullah sendiri.

Anda mungkin juga menyukai