Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

KELOMPOK 2
DISUSUN OLEH :

Angelina Pritama
Asfana Riahan
Dian Olivia
Dea Amanda
Devina Talzu Nisa
PERANG MALUKU
 BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Latar Belakang Dari Perlawanan Rakyat Maluku yaitu perlawanan-perlawanan rakyat Indonesia
kepada para penjajah yakni Bangsa Belanda ini disebabkan karena semata-mata adanya VOC.
kongsi dagang Hindia-Timur ini dianggap sebagai upaya bangsa Belanda untuk memonopoli
kekayaan Indonesia dan membuat rakyat semakin sengsara. berikut ini adalah beberapa latar
belakang penyebab terjadinya Perlawanan Rakyat Maluku yang kala itu dipimpin oleh Kapitan
Pattimura.

1. Rakyat Maluku sejatinya memang telah menolak kehadiran Belanda di wilayah mereka,
sebab pengalaman mereka yang sebelumnya tertindas di bawah VOC.

2. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku melalui pemberlakuan kembali adanya


penyerahan wajib dan kerja wajib.

3. Benteng Duurstede dikuasai kembali oleh tentara Belanda.

4. Rakyat Maluku diwajibkan kerja paksa untuk kepentingan Belanda, mulai dari mengurus
perkebunan hingga membuat garam.

5. Adanya peraturan mengenai penyerahan wajib kepada rakyat Maluku, berupa kopi, dendeng,
dan ikan asin.
Sementara itu, menurut M. Sapija, latar belakang penyebab terjadinya perlawanan rakyat
Maluku ini dibagi menjadi empat bagian, yakni:

1. Penindasan dan pemerasan terhadap rakyat maluku yang dilakukan oleh para petinggi
Belanda, terutama pada masa Residen Van den Berg yang kala itu mendapat perlindungan dari
upaya monopoli VOC.

2. Ketidakpuasan rakyat Maluku terhadap peraturan-peraturan yang digagas oleh gubernur Van
Middelkoop. Peraturan tersebut antara lain adalah mewajibkan penduduk Maluku untuk
menyediakan perahu-perahu yang digunakan untuk keperluan pemerintahan Belanda. Padahal
peraturan tersebut telah dihapuskan sebelumnya pada masa kekuasaan Inggris.

3. Pemerintah Belanda tengah kekurangan uang sehingga memeras para rakyat Maluku.

B. Tujuan
Soal.

1. Sebutkan penyebab perlawanan rakyat Maluku !

2. Siapa saja pemimpin perlawanan di Maluku terhadap Belanda?

 BAB 2

ISI

KRONOLOGI PERANG MALUKU


membahas mengenai kronologi dari dua perlawanan yang sama-sama dilakukan oleh rakyat
Maluku yaitu Perlawanan yang pertama dipimpin oleh Sultan Hairun terhadap Portugis pada
1565. Kemudian perlawanan yang kedua dipimpin oleh Kapitan Pattimura terhadap Belanda
pada 1817. Berikut perlawanan yang terjadi di peperangan Maluku.

A) Perlawanan Sultan Hairun Terhadap Portugis

Pada tahun 1511, Portugis melakukan perjalanan menuju Indonesia bagian timur untuk
mencari rempah-rempah dan berhasil merebut wilayah Malaka. Kemudian, mereka mulai
mengalihkan perhatiannya ke wilayah Maluku, sebab kala itu daerah Maluku dikenal sebagai
penghasil rempah-rempah terbesar di Nusantara. Akhirnya pada tahun 1512, Alfonso de
Albuquerque mengirimkan sebuah ekspedisi ke daerah Maluku dan sekitarnya, antara lain di
Kepulauan Aru, Ambon, dan Banda. Lalu, ekspedisi kedua diarahkan menuju ke Ternate dan
Tidore, yang kala itu bangsa Portugis diterima oleh masyarakat secara ramah. Ekspedisi
dilanjutkan kembali pada tahun 1518 di Maluku, yang kala itu bangsa Portugis berhasil
melakukan hubungan kerjasama dagang dengan kerajaan-kerajaan di Maluku.

Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Maluku bersamaan dengan bangsa Spanyol
hingga muncullah persaingan. Bangsa Spanyol diterima dengan baik oleh Sultan Al Mansur dari
Kerajaan Tidore. Tetapi pada saat itu, kehadiran bangsa Spanyol di Tidore justru diprotes oleh
bangsa Portugis karena dianggap telah melanggar Perjanjian Tordesillas (1494). Maka dari itu,
dua bangsa Eropa tersebut melakukan peperangan. Bangsa Portugis dibantu oleh Kerajaan
Ternate, sementara bangsa Spanyol dibantu oleh Kerajaan Tidore dan untuk menyelesaikan
perselisihan antar bangsa itu, dibentuklah Perjanjian Saragosa.

Dalam Perjanjian Saragosa ini berisikan bahwa Spanyol harus pergi dari Nusantara, khususnya
wilayah Maluku dengan mendapatkan imbalan uang sebesar 350 ribu bukit emas. Atas adanya
perjanjian tersebut, pergilah armada Spanyol dari Maluku dan menuju ke Filipina. Berhubung
bangsa Spanyol sudah pergi, maka bangsa Portugis merasa telah berkuasa di Maluku dan
bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat Maluku. Hingga akhirnya, para penguasa Ternate
yang semula menjadi sekutu bangsa Portugis, merasa muak dan menentang balik bangsa
Portugis.
Akhirnya di bawah kepemimpinan Sultan Hairun Kerajaan Ternate, rakyat Maluku bangkit
untuk menentang Portugis. Namun, Gubernur Portugis, Diogo Lopez de Mesquita justru
menangkap dan menawan Sultan Hairun. Tindakan tersebut memicu kemarahan rakyat
Maluku. Rakyat Maluku segera menyerang dan membunuh para pasukan tentara Portugis. Hal
itu membuat Portugis merasa kewalahan dan timbullah siasat licik, yakni dengan menawarkan
perundingan kepada Sultan Hairun. Namun, ketika proses perundingan tersebut, Sultan Hairun
malah tewas dibunuh di dalam benteng tempat perundingan berlangsung.

Hal tersebut langsung menyebabkan pertempuran hebat yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.
Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi ditolak. Hingga
akhirnya, Sultan Baabullah melakukan serangan besar-besaran terhadap Portugis, dengan
memblokade benteng-benteng di Ternate. Mulai dari benteng Tolukko, Santo Lucio, dan Santo
pedro jatuh ke tangan Sultan Baabullah dalam waktu singkat, serta hanya menyisakan Benteng
Sao Paulo yang menjadi kediaman de Mesquita saja.

Atas perintah dari Sultan Baabullah, pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo tersebut
dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Bahkan suplai makanan juga dibatasi hanya
supaya penghuni benteng tetap dapat bertahan hidup. Sebenarnya, Sultan Baabullah bisa saja
menguasai benteng tersebut dengan cara kekerasan, tetapi Beliau merasa tidak tega sebab di
dalam benteng tersebut masih banyak rakyat Ternate yang kebetulan menikah dengan orang
Portugis dan tinggal di sana. Berhubung rakyat Ternate telah menekan bangsa Portugis, maka
mereka pun memecat Lopez de Mesquita dan kemudian menggantinya dengan Alvaro de
Ataide. Namun ternyata, penggantian gubernur tersebut tidaklah meluluhkan Sultan Baabullah
bersama pasukannya.

Kemudian pada tahun 1575, seluruh kekuasaan Portugis yang ada di Maluku telah jatuh dan
suku-suku kerajaan pribumi juga mendukung aksi perebutan kekuasaan tersebut. Hingga
akhirnya, hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun
lamanya, orang-orang Portugis hidup menderita di dalam benteng dan terputus dari dunia luar,
sebagai balasan atas pengkhianatan mereka terhadap Sultan Hairun. Tidak hanya itu saja,
Sultan Baabullah akhirnya memberikan ultimatum kepada bangsa Portugis yang masih tersisa
itu untuk segera meninggalkan wilayah Ternate dalam waktu 24 jam. Bagi mereka yang telah
beristrikan pribumi Ternate, tetap diperbolehkan untuk tetap tinggal tetapi dengan syarat harus
menjadi kawula kerajaan. Setelah itu, pemberontakan terjadi dimana-mana dengan menjadikan
bangsa Portugis sebagai sasaran. Akhirnya, sebelum tahun 1576, wilayah Ternate sudah
ditinggalkan oleh para bangsa Portugis.

B) Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda (VOC)

Pada tahun 1605, bangsa Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut
benteng Portugis yang ada di Ambon. Belanda melakukan kongsi dagang dan memonopoli
perdagangan rempah-rempah, terutama dengan menggunakan sistem Pelayaran Hongi yang
menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Maluku. Perlu diketahui bahwa sistem Pelayaran Hongi
atau Hongitochten ini adalah pelayaran yang dilakukan oleh pihak VOC menggunakan senjata
lengkap untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan rempah-rempah. Dalam sistem
tersebut, apabila nantinya ditemukan pelanggaran maka akan dikenai hukuman yang
dinamakan sebagai ekstirpasi.

Kemudian pada tahun 1635, muncullah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC yang
dipimpin oleh Kapitan Kakiali yang mendapatkan julukan sebagai Kapten Hitu. Perlawanan
tersebut segera meluas hingga ke berbagai daerah hingga membuat kedudukan VOC merasa
terancam. Atas hal itu, Gubernur Jenderal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke wilayah
Maluku (pada 1637 dan 1638) untuk menegakkan kekuasaan VOC. Bahkan, Van Diemen juga
menjanjikan hadiah besar bagi siapapun yang berhasil membunuh Kapitan Kakiali.

Setelah Kapitan Kakiali gugur, Belanda menumpas kembali perlawanan rakyat Maluku untuk
sementara waktu. Lalu, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku yang dulunya adalah orang-
orang Kapitan Kakiali di bawah kepemimpinan Telukabesi. Perlawanan tersebut dapat
dipadamkan pada tahun 1646. Kemudian pada tahun 1650, muncullah perlawanan di wilayah
Ambon yang kala itu dipimpin oleh Saidi yang menyebabkan perlawanan meluas hingga ke
Pulau Seram dan Saparua. Atas perlawanan tersebut, pihak Belanda merasa terdesak dan
meminta bantuan ke Batavia. Bala bantuan pihak Belanda datang pada Juli 1655 di bawah
kepemimpinan Vlaming van Oasthoom hingga terjadilah pertempuran sengit. Sayangnya,
pasukan rakyat Maluku terdesak dan Saidi ditangkap serta dihukum mati. Hingga saat itu,
pupuslah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC.

Sampai akhirnya pada abad ke-17, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku di bawah
kepemimpinan Sultan Jamaluddin, tetapi Beliau langsung ditangkap dan diasingkan ke daerah
Sri Lanka. Menjelang akhir abad ke-18, tepatnya pada tahun 1797, muncul perlawanan besar
rakyat Maluku di bawah kepemimpinan Sultan Nuku dari Kerajaan Tidore. Kala itu, Sultan Nuku
berhasil merebut kembali wilayah Tidore dari tangan VOC. Namun, setelah Sultan Nuku
meninggal dunia pada tahun 1805, VOC menguasai kembali wilayah Tidore. Setelah itu,
terjadilah perlawanan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura di
Saparua, sebuah kota kecil dekat Amon. Pada tahun 1817, Kapitan Pattimura melangsungkan
perlawanannya bersama pasukan dengan membakar perahu-perahu milik Belanda di Pelabuhan
Porto. Tidak sedikit pula para penduduk yang dari daerah Pulau Saparua juga turut serta dalam
perlawanan ini, baik mereka yang beragama Kristen maupun Islam telah bersatu untuk
melawan penjajah.

Protes rakyat ini dipimpin oleh Kapitan Pattimura yang kala itu diawali dengan menyerahkan
daftar keluhan-keluhan kepada pihak Belanda. Daftar tersebut telah ditandatangani oleh 21
penguasa orang kaya, patih, raja dari Pulau Saparua dan Nusa Laut. Saat itu, benteng Duurstede
berhasil dihancurkan oleh pasukan Maluku, hingga akhirnya Residen Van den Berg terbunuh
dalam peristiwa tersebut. Bahkan pasukan Belanda tambahan yang datang ke Ambon juga
berhasil dikalahkan.

Perlawanan ini kemudian menjalar ke wilayah Ambon, Pulau Seram, dan pulau lainnya. Untuk
memadamkan perlawanan tersebut, pihak Belanda mendatangkan kembali pasukan dari Jawa.
Bahkan Belanda juga memblokir akses masuk di Maluku hingga menyebabkan rakyat Maluku
kekurangan makanan. Untuk menyelamatkan rakyat dari kelaparan, akhirnya Kapitan Pattimura
menyerahkan diri untuk dihukum mati. Pada bulan Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan
secara besar-besaran untuk menangkap Kapitan Pattimura bersama rekan-rekannya. Akhirnya,
pada 16 November 1817, Kapitan Pattimura dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan tepatnya
di Benteng Nieuw Victoria. Meskipun Kapitan Pattimura telah meninggal dunia, tetapi
perlawanan rakyat Maluku ini tetap berjalan dengan di bawah kepemimpinan Christina Martha
Tiahahu, seorang pejuang wanita. Sayangnya, Beliau turut ditangkap dan diasingkan ke Pulau
Jawa dan meninggal di perjalanan. Akibat perlawanan ini, pemerintah Belanda menerapkan
kebijakannya secara ketat dan bahkan rakyat Saparua dihukum berat. Kala itu, monopoli
rempah-rempah diberlakukan kembali oleh pemerintah Belanda.

 BAB 3
PENUTUP
A. Jawaban Tujuan

1. Jawaban : Perlawanan rakyat Maluku tahun 1817, dipimpin oleh Thomas Matulesi
(Pattimura) yang disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :

→ Terjadinya kegelisahan, ketakutan dan kekecewaan rakyat Maluku terhadap Belanda yang
kembali berkuasa setelah Inggris.

→ Peredaran uang kertas yang membingungkan.

→ Didudukinya benteng Duurstede oleh Belanda.

2. Jawaban : Pasukan Maluku ini dipimpin oleh Thomas Mattulessy (Kapiten Pattimura) yang
dibantu tokoh pejuang seperti Said Perintah, Anthony Reebhok, Paulus Tiahahu dan anaknya,
Martha Christina Tiahahu

B. Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku ImamBonjol
berhasil ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai akhirnya benteng
terakhirKaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku Tambusai jatuh
pada 28Desember 1838.

Hancurnya benteng tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa


pengikutnya pindah kenegeri sembilan semenanjung malaya dan akhirnya peperangan
inidianggap selesai karena sudah tidak ada perlawanan yang berarti.

C. Saran

Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya
pejuangIndonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah
melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa
mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.

Anda mungkin juga menyukai