Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

“PERLAWANAN RAKYAT MALUKU’’

Disusun oleh:
ABD RAHMAN HANUNA
ANDRIS TUNGGALIO
FEBRIANTO TAPATE
IPAT FEBRIAN NUNA
MOH ARAYHAN S. MOPI
PASKALIA AMBI
RASYA ADTYA HERMAWAN
FARIS MOOTALU
DAFTAR ISI
1.LATAR BELAKANG DARI PERLAWANAN RAKYAT
MALUKU……………………………………………………….
2.TUJUAN DARI PERLAWANAN RAKYAT MALUKU
TERHADAP BANGSA ASING ………………………………
3. KRONOLOGI PERLAWANAN RAKYAT
MALUKU…………………………
3.1 A. PERLAWANAN SULTAN HAIRUN TERHADAP
PORTUGIS ……………………………………………………..
3.2 B.PERLAWANAN PATTIMURA TERHADAP
BELANDA [VOC].......................................................................
4.AKIBAT PERLAWANAN RAKYAT MALUKU ................
Latar Belakang Dari Perlawanan
Rakyat Maluku
Sebenarnya, perlawanan-perlawanan rakyat Indonesia kepada para penjajah yakni Bangsa
Belanda ini disebabkan karena semata-mata adanya VOC. Yap, kongsi dagang Hindia-Timur ini
dianggap sebagai upaya bangsa Belanda untuk memonopoli kekayaan Indonesia dan membuat
rakyat semakin sengsara. Nah, berikut ini adalah beberapa latar belakang penyebab terjadinya
Perlawanan Rakyat Maluku yang kala itu dipimpin oleh Kapitan Pattimura.
1. Rakyat Maluku sejatinya memang telah menolak kehadiran Belanda di wilayah
mereka, sebab pengalaman mereka yang sebelumnya tertindas di bawah VOC.
1. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku melalui pemberlakuan kembali adanya
penyerahan wajib dan kerja wajib.
2. Benteng Duurstede dikuasai kembali oleh tentara Belanda.
3. Rakyat Maluku diwajibkan kerja paksa untuk kepentingan Belanda, mulai dari
mengurus perkebunan hingga membuat garam.
4. Adanya peraturan mengenai penyerahan wajib kepada rakyat Maluku, berupa kopi,
dendeng, dan ikan asin.
5. Kebanyakan guru dan pegawai pemerintah diberhentikan begitu saja dan sekolah
hanya dibuka di kota-kota besar.
6. Jumlah pendeta dikurangi, sehingga menyebabkan kegiatan ibadah menjadi
terhalang.
7. Pihak Belanda melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
8. Penolakan oleh Residen Van den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk membayar
harga perahu yang dipisah sesuai dengan harga sebenarnya.
9. Pihak Belanda semakin memperkuat posisinya di Maluku dengan mendirikan
benteng-benteng.
Sementara itu, menurut M. Sapija, latar belakang penyebab terjadinya perlawanan rakyat Maluku
ini dibagi menjadi empat bagian, yakni:
1. Penindasan dan pemerasan terhadap rakyat maluku yang dilakukan oleh para
petinggi Belanda, terutama pada masa Residen Van den Berg yang kala itu mendapat
perlindungan dari upaya monopoli VOC.
2. Ketidakpuasan rakyat Maluku terhadap peraturan-peraturan yang digagas oleh
gubernur Van Middelkoop. Peraturan tersebut antara lain adalah mewajibkan
penduduk Maluku untuk menyediakan perahu-perahu yang digunakan untuk
keperluan pemerintahan Belanda. Padahal peraturan tersebut telah dihapuskan
sebelumnya pada masa kekuasaan Inggris.
3. Pemerintah Belanda tengah kekurangan uang sehingga memeras para rakyat Maluku.
4. Sifat kritis dari rakyat maluku yang membandingkan peraturan-peraturan pada
pemerintahan yang dulu dengan pemerintahan yang sekaran

Tujuan Dari Perlawanan Rakyat


Maluku Terhadap Bangsa Asing
Tujuan utama dari Perlawanan Rakyat Maluku baik itu yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura
maupun Sultan Khairun, sama-sama memiliki tujuan berupa:
 Melepaskan rakyat Maluku dari tindakan kekejaman dan kesewenang-wenangan
Bangsa Eropa.
 Membebaskan rakyat Maluku dari monopoli perdagangan yang tentu saja sangat
merugikan.
 Memberantas penjajah seperti Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan.
 Mengembangkan pemerintahan yang berdaulat dari dominasi penjajah.

Kronologi Perlawanan Rakyat Maluku


Perlu diketahui ya Grameds bahwa dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai kronologi
dari dua perlawanan yang sama-sama dilakukan oleh rakyat Maluku. Perlawanan yang pertama
dipimpin oleh Sultan Hairun terhadap Portugis pada 1565. Kemudian perlawanan yang kedua
dipimpin oleh Kapitan Pattimura terhadap Belanda pada 1817. Nah, berikut adalah uraiannya!

a) Perlawanan Sultan Hairun Terhadap


Portugis
Pada tahun 1511, Portugis melakukan perjalanan menuju Indonesia bagian timur untuk mencari
rempah-rempah dan berhasil merebut wilayah Malaka. Kemudian, mereka mulai mengalihkan
perhatiannya ke wilayah Maluku, sebab kala itu memang daerah Maluku dikenal sebagai
penghasil rempah-rempah terbesar di Nusantara. Akhirnya pada akhir tahun 1512, Alfonso de
Albuquerque mengirimkan sebuah ekspedisi ke daerah Maluku dan sekitarnya, antara lain di
Kepulauan Aru, Ambon, dan Banda. Lalu, ekspedisi kedua diarahkan menuju ke Ternate dan
Tidore, yang kala itu bangsa Portugis diterima oleh masyarakat secara ramah. Ekspedisi
dilanjutkan kembali pada tahun 1518 di Maluku, yang kala itu bangsa Portugis berhasil
melakukan hubungan kerjasama dagang dengan kerajaan-kerajaan di Maluku.
Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Maluku bersamaan dengan bangsa Spanyol hingga
muncullah persaingan. Bangsa Spanyol diterima dengan baik oleh Sultan Al Mansur dari
Kerajaan Tidore. Perlu diketahui ya Grameds bahwa saat itu, kehadiran bangsa Spanyol di
Tidore justru diprotes oleh bangsa Portugis karena dianggap telah melanggar Perjanjian
Tordesillas (1494). Maka dari itu, dua bangsa Eropa tersebut melakukan peperangan. Bangsa
Portugis dibantu oleh Kerajaan Ternate, sementara bangsa Spanyol dibantu oleh Kerajaan
Tidore. Nah, untuk menyelesaikan perselisihan antar bangsa itu, dibentuklah Perjanjian
Saragosa.
Dalam Perjanjian Saragosa ini berisikan bahwa Spanyol harus pergi dari Nusantara, khususnya
wilayah Maluku dengan mendapatkan imbalan uang sebesar 350 ribu bukit emas. Atas adanya
perjanjian tersebut, pergilah armada Spanyol dari Maluku dan menuju ke Filipina. Berhubung
bangsa Spanyol sudah pergi, maka bangsa Portugis merasa telah berkuasa di Maluku dan
bersikap sewenang-wenang terhadap rakyat Maluku. Hingga akhirnya, para penguasa Ternate
yang semula menjadi sekutu bangsa Portugis, merasa muak dan menentang balik bangsa
Portugis.
Akhirnya di bawah kepemimpinan Sultan Hairun dari Kerajaan Ternate, rakyat Maluku bangkit
untuk menentang Portugis. Namun, Gubernur Portugis, Diogo Lopez de Mesquita justru
menangkap dan menawan Sultan Hairun. Tindakan tersebut tentu saja memicu kemarahan rakyat
Maluku. Rakyat Maluku, terutama di daerah Ternate segera menyerang dan membunuh para
pasukan tentara Portugis. Hal itu membuat Portugis merasa kewalahan dan timbullah siasat licik,
yakni dengan menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Sayangnya, ketika proses
perundingan tersebut, Sultan Hairun malah tewas dibunuh di dalam benteng tempat perundingan
berlangsung.
Hal tersebut langsung menyebabkan pertempuran hebat yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.
Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi ditolak. Hingga
akhirnya, Sultan Baabullah melakukan serangan besar-besaran terhadap Portugis, dengan
memblokade benteng-benteng di Ternate. Mulai dari benteng Tolukko, Santo Lucio, dan Santo
pedro jatuh ke tangan Sultan Baabullah dalam waktu singkat, serta hanya menyisakan Benteng
Sao Paulo yang menjadi kediaman de Mesquita saja.
Atas perintah dari Sultan Baabullah, pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo tersebut
dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Bahkan suplai makanan juga dibatasi hanya
supaya penghuni benteng tetap dapat bertahan hidup. Sebenarnya, Sultan Baabullah bisa saja
menguasai benteng tersebut dengan cara kekerasan, tetapi Beliau merasa tidak tega sebab di
dalam benteng tersebut masih banyak rakyat Ternate yang kebetulan menikah dengan orang
Portugis dan tinggal di sana. Berhubung rakyat Ternate telah menekan bangsa Portugis, maka
mereka pun memecat Lopez de Mesquita dan kemudian menggantinya dengan Alvaro de Ataide.
Namun ternyata, penggantian gubernur tersebut tidaklah meluluhkan Sultan Baabullah bersama
pasukannya.
Kemudian pada tahun 1575, seluruh kekuasaan Portugis yang ada di Maluku telah jatuh dan
suku-suku kerajaan pribumi juga mendukung aksi perebutan kekuasaan tersebut. Hingga
akhirnya, hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun
lamanya, orang-orang Portugis hidup menderita di dalam benteng dan terputus dari dunia luar,
sebagai balasan atas pengkhianatan mereka terhadap Sultan Hairun. Tidak hanya itu saja, Sultan
Baabullah akhirnya memberikan ultimatum kepada bangsa Portugis yang masih tersisa itu untuk
segera meninggalkan wilayah Ternate dalam waktu 24 jam. Bagi mereka yang telah beristrikan
pribumi Ternate, tetap diperbolehkan untuk tetap tinggal tetapi dengan syarat harus menjadi
kawula kerajaan.
Setelah itu, pemberontakan terjadi dimana-mana dengan menjadikan bangsa Portugis sebagai
sasaran. Akhirnya, sebelum tahun 1576, wilayah Ternate sudah ditinggalkan oleh para bangsa
Portugis.

Akhirnya di bawah kepemimpinan Sultan Hairun dari Kerajaan Ternate, rakyat Maluku bangkit
untuk menentang Portugis. Namun, Gubernur Portugis, Diogo Lopez de Mesquita justru
menangkap dan menawan Sultan Hairun. Tindakan tersebut tentu saja memicu kemarahan rakyat
Maluku. Rakyat Maluku, terutama di daerah Ternate segera menyerang dan membunuh para
pasukan tentara Portugis. Hal itu membuat Portugis merasa kewalahan dan timbullah siasat licik,
yakni dengan menawarkan perundingan kepada Sultan Hairun. Sayangnya, ketika proses
perundingan tersebut, Sultan Hairun malah tewas dibunuh di dalam benteng tempat perundingan
berlangsung.
Hal tersebut langsung menyebabkan pertempuran hebat yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.
Sultan Baabullah menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi ditolak. Hingga
akhirnya, Sultan Baabullah melakukan serangan besar-besaran terhadap Portugis, dengan
memblokade benteng-benteng di Ternate. Mulai dari benteng Tolukko, Santo Lucio, dan Santo
pedro jatuh ke tangan Sultan Baabullah dalam waktu singkat, serta hanya menyisakan Benteng
Sao Paulo yang menjadi kediaman de Mesquita saja.

Atas perintah dari Sultan Baabullah, pasukan Ternate mengepung benteng Sao Paulo tersebut dan
memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Bahkan suplai makanan juga dibatasi hanya supaya
penghuni benteng tetap dapat bertahan hidup. Sebenarnya, Sultan Baabullah bisa saja menguasai benteng
tersebut dengan cara kekerasan, tetapi Beliau merasa tidak tega sebab di dalam benteng tersebut masih
banyak rakyat Ternate yang kebetulan menikah dengan orang Portugis dan tinggal di sana. Berhubung
rakyat Ternate telah menekan bangsa Portugis, maka mereka pun memecat Lopez de Mesquita dan
kemudian menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Namun ternyata, penggantian gubernur tersebut
tidaklah meluluhkan Sultan Baabullah bersama pasukannya.

Kemudian pada tahun 1575, seluruh kekuasaan Portugis yang ada di Maluku telah jatuh dan
suku-suku kerajaan pribumi juga mendukung aksi perebutan kekuasaan tersebut. Hingga
akhirnya, hanya tersisa benteng Sao Paulo yang masih dalam pengepungan. Selama lima tahun
lamanya, orang-orang Portugis hidup menderita di dalam benteng dan terputus dari dunia luar,
sebagai balasan atas pengkhianatan mereka terhadap Sultan Hairun. Tidak hanya itu saja, Sultan
Baabullah akhirnya memberikan ultimatum kepada bangsa Portugis yang masih tersisa itu untuk
segera meninggalkan wilayah Ternate dalam waktu 24 jam. Bagi mereka yang telah beristrikan
pribumi Ternate, tetap diperbolehkan untuk tetap tinggal tetapi dengan syarat harus menjadi
kawula kerajaan.
Setelah itu, pemberontakan terjadi dimana-mana dengan menjadikan bangsa Portugis sebagai
sasaran. Akhirnya, sebelum tahun 1576, wilayah Ternate sudah ditinggalkan oleh para bangsa
Portugis.

b) Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda


(VOC)
Pada tahun 1605, bangsa Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut
benteng Portugis yang ada di Ambon. Belanda melakukan kongsi dagang dan memonopoli
perdagangan rempah-rempah, terutama dengan menggunakan sistem Pelayaran Hongi yang
menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Maluku. Perlu diketahui bahwa sistem Pelayaran Hongi
atau Hongitochten ini adalah pelayaran yang dilakukan oleh pihak VOC menggunakan senjata
lengkap untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan rempah-rempah. Dalam sistem
tersebut, apabila nantinya ditemukan pelanggaran maka akan dikenai hukuman yang dinamakan
sebagai ekstirpasi.
Kemudian pada tahun 1635, muncullah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC yang dipimpin
oleh Kapitan Kakiali yang mendapatkan julukan sebagai Kapten Hitu. Perlawanan tersebut
segera meluas hingga ke berbagai daerah hingga membuat kedudukan VOC merasa terancam.
Atas hal itu, Gubernur Jenderal Van Diemen dari Batavia dua kali datang ke wilayah Maluku
(pada 1637 dan 1638) untuk menegakkan kekuasaan VOC. Bahkan, Van Diemen juga
menjanjikan hadiah besar bagi siapapun yang berhasil membunuh Kapitan Kakiali.
Setelah Kapitan Kakiali gugur, Belanda menumpas kembali perlawanan rakyat Maluku untuk
sementara waktu. Lalu, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku yang dulunya adalah orang-
orang Kapitan Kakiali di bawah kepemimpinan Telukabesi. Perlawanan tersebut dapat
dipadamkan pada tahun 1646. Kemudian pada tahun 1650, muncullah perlawanan di wilayah
Ambon yang kala itu dipimpin oleh Saidi yang menyebabkan perlawanan meluas hingga ke
Pulau Seram dan Saparua. Atas perlawanan tersebut, pihak Belanda merasa terdesak dan
meminta bantuan ke Batavia. Bala bantuan pihak Belanda datang pada Juli 1655 di bawah
kepemimpinan Vlaming van Oasthoom hingga terjadilah pertempuran sengit. Sayangnya,
pasukan rakyat Maluku terdesak dan Saidi ditangkap serta dihukum mati. Hingga saat itu,
pupuslah perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC.
Sampai akhirnya pada abad ke-17, muncul kembali perlawanan rakyat Maluku di bawah
kepemimpinan Sultan Jamaluddin, tetapi Beliau langsung ditangkap dan diasingkan ke daerah
Sri Lanka. Menjelang akhir abad ke-18, tepatnya pada tahun 1797, muncul perlawanan besar
rakyat Maluku di bawah kepemimpinan Sultan Nuku dari Kerajaan Tidore. Kala itu, Sultan
Nuku berhasil merebut kembali wilayah Tidore dari tangan VOC. Namun, setelah Sultan Nuku
meninggal dunia pada tahun 1805, VOC menguasai kembali wilayah Tidore.
Setelah itu, terjadilah perlawanan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy alias Kapitan
Pattimura di Saparua, sebuah kota kecil dekat Amon. Pada tahun 1817, Kapitan Pattimura
melangsungkan perlawanannya bersama pasukan dengan membakar perahu-perahu milik
Belanda di Pelabuhan Porto. Tidak sedikit pula para penduduk yang dari daerah Pulau Saparua
juga turut serta dalam perlawanan ini, baik mereka yang beragama Kristen maupun Islam telah
bersatu untuk melawan penjajah.
Protes rakyat ini dipimpin oleh Kapitan Pattimura yang kala itu diawali dengan menyerahkan
daftar keluhan-keluhan kepada pihak Belanda. Daftar tersebut telah ditandatangani oleh 21
penguasa orang kaya, patih, raja dari Pulau Saparua dan Nusa Laut. Saat itu, benteng Duurstede
berhasil dihancurkan oleh pasukan Maluku, hingga akhirnya Residen Van den Berg terbunuh
dalam peristiwa tersebut. Bahkan pasukan Belanda tambahan yang datang ke Ambon juga
berhasil dikalahkan.
Perlawanan ini kemudian menjalar ke wilayah Ambon, Pulau Seram, dan pulau lainnya. Untuk
memadamkan perlawanan tersebut, pihak Belanda mendatangkan kembali pasukan dari Jawa.
Bahkan Belanda juga memblokir akses masuk di Maluku hingga menyebabkan rakyat Maluku
kekurangan makanan. Untuk menyelamatkan rakyat dari kelaparan, akhirnya Kapitan Pattimura
menyerahkan diri untuk dihukum mati. Pada bulan Oktober 1817, pasukan Belanda dikerahkan
secara besar-besaran untuk menangkap Kapitan Pattimura bersama rekan-rekannya. Akhirnya,
pada 16 November 1817, Kapitan Pattimura dijatuhi hukuman mati di tiang gantungan tepatnya
di Benteng Nieuw Victoria.
Meskipun Kapitan Pattimura telah meninggal dunia, tetapi perlawanan rakyat Maluku ini tetap berjalan
dengan di bawah kepemimpinan Christina Martha Tiahahu, seorang pejuang wanita. Sayangnya,
Beliau turut ditangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa dan meninggal di perjalanan. Akibat perlawanan ini,
pemerintah Belanda menerapkan kebijakannya secara ketat dan bahkan rakyat Saparua dihukum berat.
Kala itu, monopoli rempah-rempah diberlakukan kembali oleh pemerintah Belanda.
Akibat Perlawanan Rakyat Maluku
Sama halnya dengan perlawanan atau perang yang telah dilakukan di daerah-daerah lain, pada
perlawanan rakyat Maluku ini juga memberikan berbagai akibat. Salah satunya adalah
banyaknya pejuang dan rakyat Maluku yang gugur. Bahkan beberapa di antara mereka juga
ditangkap dan disiksa terlebih dahulu, sebelum akhirnya meninggal dunia di tangan penjajah.
Akibat lainnya adalah para rakyat Saparua dihukum berat karena dianggap telah membantu
pemberontakan. Selain itu, monopoli rempah-rempah juga diberlakukan kembali oleh
pemerintah Belanda.
Namun meskipun perlawanan ini menimbulkan ribuan korban jiwa, tetapi hal tersebut
memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia terutama rakyat Maluku benar-benar bersatu padu
untuk mengusir penjajah yang berkuasa di tanah air mereka.
Nah, itulah ulasan mengenai apa saja perlawanan rakyat Maluku dan bagaimana kronologi dari
perlawanan tersebut. Apakah Grameds tahu siapa saja tokoh-tokoh besar dalam perlawanan
rakyat Maluku ini?

Anda mungkin juga menyukai