Anda di halaman 1dari 6

Rangkuman IPS PTS

Kekuasaan Pemerintah Kolonial di Nusantara


Alasan : Rempah-rempah sangat diminati oleh bangsa-bangsa Barat, karena harganya yang setara
dengan emas. Oleh karena itu, bangsa Barat rela melakukan perjalanan mengarungi samudra untuk
mencari rempah-rempah. Kedatangan Portugis ke Maluku tahun 1511 memulai awal dari campur tangan
bangsa-bangsa Barat dalam kehidupan Nusantara. Bangsa-bangsa Barat mulai melakukan politik
kolonialisme (politik menguasai suatu daerah untuk kepentingan sendiri) dan imperialisme (politik
menguasai suatu negara untuk meraih lebih banyak keuntungan) untuk kepentingan sendiri. Sehingga,
mulai dari pertengahan abad ke-15, Nusantara mulai dijajah oleh bangsa-bangsa Barat.

Kekuasaan VOC
Kekuasaan VOC bermula dari kedatangan Cornelis de Houtman dan rombongannya ke Banten tahun
1596, yang ditolak karena sikap Houtman dan rombongannya yang kasar dan sombong terhadap
penduduk setempat. Kemudian, tahun 1598 rombongan Jacob van Neck datang ke Banten lagi. Belajar
dari pengalaman masa lalu, mereka bersikap lebih ramah sehingga diterima oleh penduduk setempat.
Karena kesuksesan Jacob van Neck, banyak pedagang Belanda yang datang ke Nusantara, sehingga
menimbulkan banyak persaingan dagang. Melihat situasi ini, Johan van Oldenbarnevelt mengusulkan
agar Belanda mendirikan kongsi dagang, sehingga Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
didirikan tahun 1602.

VOC memliki tujuan untuk :

 menghilangkan persaingan antarpedagang Belanda


 memperkuat persatuan untuk melawan bangsa-bangsa Barat di Nusantara
 mencari laba sebesar-besarnya

Dan VOC juga diberi hak octooroi/hak paten oleh kerajaan Belanda, yaitu

 hak monopoli perdagangan


 hak memiliki angkatan perang, mendirikan benteng, dan berperang
 hak mengadakan perjanjian dengan penguasa setempat
 hak mencetak & mengedarkan uang

Mulai dari tahun 1605, VOC merampas wilayah-wilayah di Nusantara, mulai dari Maluku sampai Ambon.
Mereka juga mengangkat Pieter Both sebagai gubernur jenderal VOC yang pertama. Juga, pada tahun
1616 VOC menguasai Jayakarta yang namanya diganti menjadi Batavia. Batavia kemudian dipimpin oleh
Jan Pieterszoon Coen, dan dipakai untuk mengawasi Selat Malaka dan Selat Sunda. Namun, kemajuan
VOC diiringi dengan korupsi dan kehancuran lain dari dalam. VOC pun mengalami ketidakberesan
keuangan, sehingga dibubarkan tahun 1799.

Kekuasaan Kerajaan Belanda


Ketika VOC sedang mengalami berbagai masalah, di Eropa sedang terjadi Perang Koalisi Pertama, yang
akhirnya dimenangkan Napoleon Bonaparte. Sehingga, Belanda dikuasai oleh Perancis, dan berubah
menjadi Republik Bataaf (Bataafsche Republick) tahun 1975. Republik Bataaf membubarkan VOC, dan
menyelesaikan utnag yang menumpuk. Tahun 1806 Republik Bataaf diganti dengan Kerajaan Belanda
(Koninjrijk Holland), dan Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, ditunjuk sebagai pemimpin
Kerajaan Belanda.
Louis Napoleon menunjuk Herman Willem Daendels pada tahun sebagai gubernur jenderal Hindia
Belanda tahun 1808. Daendels diberi tugas khusus untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan
pasukan Inggris karena beberapa wilayah Belanda telah dikuasai Inggris. Daendels berkuasa selama 3
tahun, namun rakyat sangat menderita di bawah pimpinannya yang keras dan kejam. Ia bahkan dijuluki
“Tuan Besar Guntur” dan “Jenderal Mas Galak”, dan tidak ada yang menyukainya. Kabar kekejaman
Daendels didengar Louis Napoleon, sehingga ia memecat Daendels dan menggantinya dengan Jan
Willem Janssens.

Namun, Janssens kurang pandai membuat strategi perang, lemah dalam mengendalikan situasi
pertahanan Nusantara, dan prajurit tinggalan Daendels kurang berbakat dalam perang. Sehingga,
dalam kurun waktu 6 bulan, kekuasaan Janssens sudah berakhir. Lord Minto dan pasukan Inggrisnya
muncul di Batavia pada Agustus 1811, dan meminta Belanda menyerahkan Pulau Jawa ke Inggris.
Janssens berusaha menolak, sehingga pasukan Belanda diserang oleh pasukan Lord Minto, dan melalui
Perjanjian Tuntang (Salatiga), Belanda menyerah kepada Inggris tahun 1811.

Kekuasaan Inggris
Lord Minto sebagai Gubernur East India Company (EIC) (kongsi dagang Inggris di Calcutta, India,
berdiri tahun 1600) menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai penguasa Hindia Belanda. Raffles
tidak lama memerintah karena Raffles berkuasa saat Perang Koalisi Keenam sedang berlangsung.
Dalam Perang Koalisi yang keenam ini, Napoleon mengalami kekalakahan, sehingga membawa
kemenangan pada pihak koalisi-koalisi negara. Hal ini membaawa pengaruh pada hubungan Inggris dan
Belanda. Untuk memastikan hubungan baik mereka, Inggris menyerahkan Hindia Belanda kembali
kepada Belanda di Perjanjian London tahun 1814. Belanda diwakili oleh Mr. Elout, van der Capellen, dan
Buyskes, sementara Inggris diwakili oleh John Fendal. Sejak peristiwa itu, berakhirlah kekuasaan
Raffles di Hindia Belanda.

Namun, Raffles telah menghasilkan banyak hal selama masa pemerintahnnya. Ia mencetuskan sistem
pajak tanah (landrent system), menghapus sistem kerja paksa (kerja rodi) dari zaman Daendels,
berjasa dalam penemuan pertama Candhi Borobudur dan Candhi Prambanan, serta menaruh minat yang
mendalam tentang sastra-sastra Jawa. Tidak hanya itu, ia juga mendasari pendirian Kebun Raya Bogor,
dan istrinya yang meninggal di Batavia, didirikan monumen peringatan di Kebun Raya Bogor.

(Tambahan) Kekuasaan van den Bosch


Johannes van den Bosch adalah gubernur jenderal Hindia Belanda yang ke-43. Ia menjadi pencetus
sistem tanam paksa (Cultuurstelsel) yang merupakan sistem ekonomi yang digunakan untuk menambah
kas negara Belanda yang kekurangan uang. Sistem ini sangat menguntungkan Belanda, sehingga van den
Bosch kemudian menjadi sangat terkenal.

Kebijakan dan Pengaruhnya terhadap Masyarakat Nusantara


Aspek Geografis
Sebelum kekuasaan kolonial, wilayah Nusantara dikuasai oleh kerajaan Islam, seperti Kesultanan Aceh,
Banten, Demak, Samudra Pasai, dan sebagainya. Namun, setelah berdirinya kongsi dagang VOC tahun
1602, VOC-lah yang menguasai wilayah-wilayah di Nusantara, seperti Ambon, Jayakarta (Batavia),
Makassar, dan daerah lainnya. Ketika VOC dibubarkan di akhir abad 17, Belanda semakin banyak
menaklukkan daerah-daerah di Nusantara. Misalnya Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Aceh. Setelah
menguasai Aceh tahun 1904, Belanda sudah leluasa merampas dan meraup keuntungan dari Nusantara
karena tidak ada perlawanan besar-besaran lagi dari rakyat Nusantara.
Aspek Politik
Pemerintah kolonial melakukan dominasi politik, yaitu penguasaan daerah terjajah dan menindas upaya
mencapai kemerdekaan. Kekuasaan kerajaan-kerajaan Nusantara diperlemah dengan masalah-masalah
internal kerajaan, gangguan dari pemerintah kolonial, dan persenjataan kurang modern. Sementara
Belanda, yang dilengkapi dengan senjata modern seperti pistol, meriam, bazoka, dan sejenisnya,
sengaja melakukan politik devide et impera sehingga memaksimalkan kemungkinan mendapatkan
wilayah nusantara. Jika dibandingkan dengan Portugis, VOC sendiri lebih berkembang daerah
kekuasannya di Nusantara. Sehingga, ketika bubarnya VOC dan jatuhnya kekuasaan Nusantara jatuh
ke tangan Republik Bataaf (Bataafsche Republick) dan lalu jatuh ke tangan Kerajaan Belanda
(Koninkrijk Holland), Nusantara sudah hampir semuanya dikuasai Perancis.

Ketika jatuh ke tangan Inggris, dan kembali ke Belanda, daerah kolonialisme Belanda sudah bertambah
hingga ke Pulau Jawa, Sumatra, Aceh, dan sebagainya. Belanda menggunakan strategi VOC terdahulu,
yaitu menggunakan perjanjian pendek (korte verklaring) dan perjanjian panjang (lange verklaring).
Pemerintah kolonial juga memberlakukan sistem pemerintahan indirect rule (pemerintahan tidak
langsung) yang memanfaatkan penguasa pribumi (bupati), sehingga memisahkan golongan penguasa dan
masyarakat, sehingga menimbulkan perpecahan diantara rakyat Nusantara.

Perubahan masyarakat Indonesia saat kolonialisme Belanda di Indonesia:

 Kekuasaan pemerintahan kerajaan & masyarakat tradisional diperlemah/ditiadakan


 Pemerintah kolonial mempertahankan perpecahan diantara golongan-golongan rakyat Nusantara
 Terjadi pelanggaran hak asasi manusia, yaitu penahanan sewenang-wenang tanpa pengadilan,
penyiksaan membabi buta dimana-mana, membungkam hak bersuara, dan sebagainya.

Aspek Ekonomi
Monopoli Perdagangan : hak tunggal untuk mengusahakan hal-hal yang berkaitan dengan
perdagangan, penjajah Barat berhak menentukan & dapat berperan sebagai pemasok. Petani dan
pedagang setempat dilarang menjual barang kepada bangsa lain. Cara : mendekati penguasa setempat
atau tokoh berpengaruh lainnya, agar dapat memperoleh izin untuk mendirikan kantor dagang dan hak
untuk menguasai wilayah tersebut. Apabila gagal, tidak segan untuk menggunakan kekerasan, dengna
mendatangkan armada perang.

Penyerahan Hasil Bumi (Verplichte Leveranties) : Semasa VOC berkuasa, rakyat


dipaksa menjual hasil buminya kepada penguasa. Sistem ini tetap berlaku pada masa pemerintahan
Daendels (butuh biaya besar untuk menjalankan semua kebijakan di Hindia Belanda). Hasil bumi yang
amat diperhatikan adalah kopi yang harganya mahal di pasaran Eropa.

Sistem Pajak Tanah (Landrent System) : pungutan wajib berupa uang yang harus dibayar
penduduk kepada pemerintah kolonial karena menggunakan/ memanfaatkan tanah yang
ditempati/dimilikinya. Sistem ini diperkenalkan oleh Raffles, dan dalam sistem ini, semua tanah
dianggap milik pemerintah sehingga rakyat sebagai pemakai tanah harus membayar sewa. Besar
kecilnya uang sewa tergantung dari baik buruknya tanah. Secara tidak langsung Raffles telah
memperkenalkan sistem ekonomi uang kepada masyarakat tanah jajahan
Pokok-pokok kebijakan :
1. Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan. Rakyat diberi kebebasan
menentukan jenis tanaman yang akan ditanam.
 Kebebasan pada pola tanam diharapkan akan menyemangati para petani untuk menanam
tanaman. Karena petani bebas menentukan jenis tanaman, waktu penanaman, siapa
pembeli hasil panenannya, tidak terbebani dengan baik buruknya hasil panen. Semakin
baik hasil panen, semakin giat petani membayar sewa. Kondisi ini menguntungkan
pemerintah Inggris karena uang sewa tanah terus mengalir ke kasnya.
2. Peranan bupati sebagai pemungut pajak dihapus dan mereka dijadikan aparat negara.
3. Pemerintah Inggris adalah pemilik tanah. Setiap petani penggarap tanah dianggap penyewa
tanah dan diwajibkan membayar pajak uang sewa.
Menemui kegagalan, karena :
a. Tidak ada dukungan dari para bupati yang haknya sebagai pemungut pajak telah dihapus
b. Rakyat pedesaan belum mengenal sistem ekonomi uang
c. Kesulitan menentukan luas kepemilikan tanah & besarnya pajak setiap penyewa tanah

Sistem Tanah Partikelir (Particulier Landerijen) : tanah kaum swasta yang


dibeli dari pemerintah kolonial. Tanah diperuntukkan bagi pejabat & orang yang berjasa pada
pemerinteah kolonial Hindia Belanda. Pemilik tanah partikelir disebut tuan tanah, contohnya orang
Belanda, Cina, dan Arab (orang kaya yang mencari keuntungan sebesarnya di tanah jajahan). Tuan
tanah memiliki kedudukan seperti kepala desa/bupati. Apabila mereka membeli/menyewa tanah luas
(misal berupa desa), mereka memiliki tanah, dengan segenap penduduk tanah tersebut.
Penduduk di tanah partikelir harus takluk & patuh pada aturan tuan tanah, contoh :
1. Menarik hasil panen secara langsung (kurang lebih 10% dari hasil panen)
2. Menarik uang sewa rumah, bengkel, dan warung
3. Mengerahkan penduduk untuk kerja rodi
Tuan tanah juga mengangkat pegawai administrasi, pengawas, dan pemungut pajak. Tujuannya untuk
mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan tanah partikelir. Kehidupan tanah partikelir tidak
berbeda dengan penerapan perbudakan rakyat desa. Kepala desa & bupati bukan menlindungi &
mengayomi rakyat, melainkan menjadi pegawai tuan tanah yang memeras penduduk.
Tuan tanah mengusahakan tanaman kopi, teh, cokelat, tebu, kayu, lada, & indigo. Semula, sistem ini
menguntungkan bagi semua pihak, namun pemerintah kolonial merasa rugi. Hasil produksi desa & tenaga
kerja jatuh ke tangan tuan tanah sehingga pemasukan kas pemerintah menjadi berkurang. Karena
itulah, sistem tanah partikelir dilarang sejak tahun 1817.

Sistem Tanam Paksa : aturan yang mengahruskan / memaksa penduduk membayar pajak kepada
pemerintah kolonial berupa hasil tanaman yang dapat dijual, misalnya kopi, tebu, nila (indigo),
tembakau, kina, kayu manis, dadn kapas. Awal muncul karena persoalan keuangan melilit Belanda karena
banyaknya biaya pengeluaran dalam mneghadapi Perang Diponegoro & Perang Kemerdekaan Belgia.
Untuk mengatasi, Johannes van den Bisch mencetuskan gagasan sistem tanam paksa tahun 1830.
Pemerintah kolonial mengeluarkan aturan sistem ini yang dimuat dalam Lembaran Negara (Staat Blad)
nomor 22 Tahun 1834. Bunyi aturannya :
1) Penduduk menyediakan sebagian tanah untuk ditanami tanaman laku dijual di pasaran Eropa.
2) Tanah yang ditanami tidak melebihi 1/5 tanah pertanian penduduk
3) Pekerjaan yang diperlukan tidak boleh melebihi pekerjaan menanam padi
4) Tanah yang disediakan untuk tanaman dibebaskan dari pembayaran pajak
5) Hasil tanaman harus diserahkan ke pemerintah, kalau kelebihan dari jumlah pajak dibayarkan
kembali ke rakyat
6) Kegagalan panen tanggung jawab pemerintah
7) Mereka yang tidak memiliki tanah harus bekerja di perkebunan pemerintah > 66 hari
8) Penggarapan penanaman di bawah pengawasan langsung kepala pribumi
9) Pegawai Eropa mengawasi secara umum jalannya penggarapan sampai pengangkatan
Pada pelaksanaan, terjadi banyak penyimpangan adari aturan di atas. Misalnya, penduduk harus
menanami tanahnya >1/5 tanah. Tidak jarang, semua tanah di desa digunakan untuk tanam paksa.
Kegagalan tidak ditanggung pemerintah, dan tenaga kerja tidak dibayar padahal seharusnya dibayar.
Alasan penyimpangan adalah karena bupati mengejar cultuur proceten (hadiah/persentase yang
diberikan kepada petugas apabila meneyrahkan hasil tanaman melebihi target yang ditentukan). Bupati
& kepala desa membebani rakyat dengan pekerjaan lebih lama dari waktu yang ditentukan. Rakyat
dianggap tidak mematuhi petugas sehingga dijatuhi hukuman/dilaporkan ke pemerintah sebagai
pembangkang/pemberontak.
Dampak
1) Bagi Pemerintah
a) Memperoleh surplus keuangan untuk menjalankan penjajahan & membangun negeri Belanda
(membangun dam/kincir besar yg sekarang menjadi ikon negara Belanda)
b) Badan Usaha Dagang (Nederlandsche Handels Maatschappij) memeperoleh keuntungan
besar karena monopoli hasil tanam paksa
2) Bagi Rakyat
a) Banyak rakyat yg meninggal, kelaparan, sakit, terutama di daerah Cirebon, Demak, dan
Grobongan
b) Penduduk mengenal berbagai jenis tanaman dgn nilai ekspor (kopi, teh, kina, temabakau, &
nila)
Penyimpangan & dampak kerugian rakyat menimbulkan tanggapan, kritik, dan reaksi dari tokoh-tokoh
kaum liberalism Belanda. Misalnya adalah Eduard Douwes Dekker, yang mengecam pemerintah Belanda
dengan bukunya yang berjudul Max Havelaar yang ia tulis dengan nama samara Multatuli. Kritik Douwes
Dekker menyadarkan rakyat Belanda, sehingga rakyat Belanda menyampaikan kecaman keras terhadap
pelaksanaan tanam paksa. Akhirnya, tahun 1870, sistem tanah paksa dihapus setelah 40 tahun.

Sistem Pengaturan Tanah / UU Agraria : pengganti sistem tanam paksa, yaitu


kebijakan sistem pengaturan tanah yang tercantum dalam UU Agraria 1870 (Agrarische Wet 1870)
berisi :
1. Gubernur jenderal tidak boleh menjual tanah
2. Gubernur jenderal dpt menyewakan tanah menurut ketentuan UU
3. Tanah diberikan dgn hak penguasaan tdk lebih dari 75 thn
4. Gubernur jenderal tdk boleh mengambil tanah yg dibuka rakyat
Kebijakan Politik Terbuka : Sejak keluarnya UU Agraria, pengusaha dari berbagai negara
berlomba-lomba mneginvestasi di Hindia Belanda. Misalnya perusahaan perkebunan (tembakau & karet,
tebu, teh & kina). Pengusaha swasta membuka usaha pertambangan & perindustrian (pertambangan
batu bara/ombilin, timah, gula, teh, cokelat, dan sebagainya) Juga, pemasangan jalan kereta api oleh
Nederlands Indische Stroomtram Maatschappij (NISM), pelayaran Hindia Belanda ke Eropa oleh
Nederlands Lloyd dan Roterdams Koninkljik Pakketvaart Maatschappij (KPM).
Pemberlakuan UU ini mendatangkan pengaruh besar ke perekonomian. Perkebunan besar,
pertambangan, pelayaran, & perindustrian muncul dgn cepat, barang komoditi mengalami peningkatan.
Rakyat mulai mengenal sistem ekonomi uang & upah buruh. Namun, hal ini membuat industry rakyat
kecil terdesak oleh barang impor, menyebabkan kemerosotan ekonomi di Jawa karena beban rodi,
pemungutan pajak memberatkan, krisis perkebunan, & peningkatan jumlah penduduk. Sestelah
dikeluarkannya Koeli Ordonantie tahun 1880, rakyat di luar Pulau Jawa merasakan derita yang sama.
Koeli Ordonantie adalah UU yg mengatur hubungan kerja buruh & pengusaha, yang menguntungkan
pengusaha karena menjamin pekerja tidak melarikan diri. Di UU ini, dituangkan poenale sanctie
(ancaman hukuman untuk pekerja yang melarikan diri dengan menangkap & mengembalikan ke tempat
kerja). Penyelenggaraan UU Agraria 1870 mendapat sorotan tajam, sehingga dihapus tahun 1900.

Aspek Sosial-Budaya
Selama penjajahan, bangsa Barat berusaha melakukan penetrasi kebudayaan (upaya menggeser budaya
pribumi dgn budaya Barat agar bangsa terjajah meniru tingkah laku bangsa penjajah & menjauh dri
budaya bangsa sendiri. Upaya penanaman budaya Barat bisa menguntungkan & menambah kekayaan
budaya bangsa, atau memberi pengaruh negatif.

Agama
Bangsa Barat memperkenalkan agama Kristen Katolik & Kristen Protestan ke Nusantara. Kristen
Katolik dibawa misionaris Portugis, sementara Kristen Protestan dibawa zending Belanda. Misionaris
adalah usaha/organisasi yang menyebarluaskan agama Kristen Katolik ; zending adalah
usaha/organisasi yang menyebarluaskan agama Kristen Protestan. Kedua agama ini banyak dianut oleh
masyarakt Nusantara bagian timur yang tertarik dgn kedua agama ini, terutama Papua, Maluku,
Sulawesi Utara, & NTT.

Adat Istiadat
Ciri-ciri adat istiadar Barat yg memengaruhi kehidupan Nusantara :
 Tata cara bergaul bersifat bebas & demokratis. Pergaulan wanita & pria, orang tua & muda, rakyat
& pejabat berlangsung bebas, terbuka, & bertanggung jawab.
 Model berpakaian menyesuaikan diri dgn kondisi Eropa yg beriklim subtropics, sehingga berpakaian
tebal di musim gugur/dingin, dan pakaian tipis di musim semi/panas. Pakaian Barat lelaki : setelan
jas, berdasi, & bersepatu; pakaian Barat wanita : pakaian rok, blus, & sepatu; gaya perkawinan :
glamor (serba gemerlapan), baik pakaian, susunan acara, pesta, & hiburan.
 Negeri penjajah berbentuk kerajaan, sehingga mendukung pemberian gelar bangsawan untuk
menunjukkan perbedaan status orang kaya & rakyat biasa, sehingga memecah belah rakyat pribumi
 Rasionalisme : paham yg meyakini kebenaran sesungguhnya berasal dri pikiran & akal manusia. Dgn
berpikir rasional, orang menjauhi takhayul dlm memecahkan maasalah hidup. Dunia Barat identik dgn
dunia industri yg menghargai waktu, disiplin, semangat kerja tinggi, & berpikir sistematis & logis.
Sikap positif bangsa Barat menjadi cermin manusia modern yg ditiru sebagian masyarakat.

Kesenian dan Arsitektur


Banyak berkembang seni bangun, musik, sastra, tari, rupa, & film. Banyak bangunan arsitektur zaman
penjajahan yang masih dipakai sampai sekarang (Sekolah Santa Ursula, Lawang Sewu, Istana Bogor,
dll). Juga, bangsa Barat pernah melestarikan budaya asli Indonesia (Raffles mulai proses pencagaran
Borobudur & Candhi Prambanan, dan perestorasinya dilanjutkan oleh pemerintah Belanda sampai
selesai).

Aspek Pendidikan
(tolong pelajari tentang politik etis)Pemerintah kolonial menegnalkan sistem pendidikan Barat yang
terbagi menjadi dua yaitu sekolah berjenis (sekolah umum & kejuruan) & berjenjang (pendidikan dasar,
menegah, & tinggi). Pendidikan direncanakan, dilaksanakan, & dievaluasi dlm kurikulum pendidikan.
Namun, demi kepentingan kolonialisme/imperialisme, pemerintah kolonial sengaja menerapkan prinsip
dualisme dlm pendidikan Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai