Anda di halaman 1dari 9

ABAD ke-16 Portugis dan Spanyol berhasil memecah belah Maluku.

Seratus tahun kemudian Belanda datang bak

pahlawan kesiangan. Mereka menawarkan proposal bantuan untuk mengusir Portugis dari tanah Maluku. Rakyat yang

sudah sangat kelelahan akibat perang dengan mudah dapat dipengaruhi.

Dalam buku Kapitan Pattimura, I.O. Nanulaitta menyebut jika rakyat Maluku mau tidak mau harus menuruti segudang

permintaan Belanda yang sebenarnya sangat merugikan mereka. Belanda meminta rakyat Maluku tidak menjual rempah-

rempahnya kepada bangsa lain. Seluruh perdagangan diatur dengan menempatkan Belanda sebagai prioritas. Selain itu,

rakyat mesti memperbolehkan Belanda mendirikan benteng baru di Maluku.

“Karena Portugis sudah dalam keadaan lemah, maka dengan mudah Belanda melenyapkan kekuasaan mereka dari

Maluku,” tulis Nanulaitta.

Belanda menepati janjinya. Pemerintahan Portugis berakhir untuk selama-lamanya dari tanah Maluku. Rakyat menyambut

dengan suka cita. Namun kemenangan itu tidak serta merta mengantarkan rakyat Maluku kepada kemerdekaan yang

mereka nantikan. “Kompeni Wolanda”, sebutan rakyat untuk orang-orang Belanda, baru saja memulai perjalanannya

menguasai Maluku.

Jan Russell dalam bukunya The Banda Islands: Hidden Histories and Miracles of Nature menerangkan setelah Belanda

berhasil mengusir Portugis, kekuasaan atas wilayah Maluku tinggal menyisakan dua pesaing, yakni Inggris dan Belanda.

Inggris berkuasa atas Banda, sementara Belanda menancapkan pengaruhnya di Ambon, Saparua, dan sebagian Maluku

Tengah.

“Orang Banda itu cukup cerdik. Mereka lebih suka berbisnis dengan orang Inggris dibandingkan dengan orang Belanda,”

kata sejarawan Meta Sekar Puji Astuti kepada Historia.

Perlahan Belanda memperkuat pertahanan dan armadanya di Maluku Tengah. Benteng-benteng baru didirikan untuk

menghalau serangan dari bangsa lain, dan pasukan bersenjata lengkap terus disiagakan. Para penguasa pun diikat oleh

kotrak agar Belanda dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan mudah.

“Kekuasaan raja-raja, sultan-sultan, kepala adat, dan lemba pemerintahan rakyat dipersempit, dikurangi, dan akhirnya

dilenyapkan. Kompeni Wolanda turut campur dalam segala bentuk pemerintahan,” tulis Nanulaitta.

1
Rakyat Maluku tidak bisa bebas menanam cengkih dan pala jika tidak ada izin dari Belanda. Bahkan jika peredaran

rempah-rempah itu terlampau banyak di pasaran, para penguasa tanah harus membakar tanaman-tanaman miliknya.

Sebagai gantinya, mereka akan diberi sejumlah uang. Namun hal itu tidak dirasakan rakyat biasa. Hingga akhirnya rakyat

Maluku sadar jika “Orang Belanda ternyata tidak lebih baik dari orang Portugis.”

Api kebencian terhadap orang-orang Belanda mulai membara di dalam diri rakyat Maluku. Perlakukan yang semena-

mena, ditambah sistem tanam paksa yang menyengsarakan membuat rakyat semakin menutup hatinya untuk para

Kompeni Walanda.

Tahun 1796 terjadi keributan di Ambon. Penduduk dikagetkan dengan kehadiran kapal-kapal berbendera Inggris di sekitar

pelabuhan. Bendera Belanda yang semula berkibar di benteng Victoria pun telah berganti menjadi ‘Union Jack’ milik

Inggris. Ratusan tentara bersenjata lengkap ikut disiagakan di seluruh kota.

Rupanya telah terjadi pergantian kekuasaan antara Belanda dan Inggris atas wilayah Maluku. Perang yang berkecamuk di

Eropa antara Inggris dan Prancis memaksa kerajaan Belanda menyerahkan seluruh wilayah jajahannya di Afrika dan Asia

kepada Inggris.

“Banyak di antara mereka yang tidak dapat mengerti keterangan itu. Pengetahuan mereka tentang Eropa yang begitu jauh

letaknya tidak seberapa. Apalagi mau mengerti pergolakan apa yang sedang terjadi di sana,” ucap Nanulaitta.

Kepanikan seketika melanda Maluku. Rakyat bertanya-tanya tentang nasib mereka di bawah pemerintahan yang baru

datang hari itu. Kekhawatiran terbesar mereka adalah apakah pemerintah baru ini akan lebih baik dari Kompeni Wolanda?

atau malah lebih buruk lagi?

Akibat kurangnya informasi tentang Inggris, rakyat Maluku di bawah pimpinan Ulupaha Tua dari kerajaan Seith, Leihitu,

Maluku Tengah, mencoba peruntungannya dengan menyerang benteng Victoria yang hanya dijaga oleh sedikit pasukan

Inggris. Usaha penyerangan hampir berhasil jika saja bantuan dari wilayah Banda ke Ambon tidak datang dengan cepat.

Sebagai konsekuensi atas tindakannya, Ulupaha Tua berserta pasukannya menerima hukuman gantung. Mengetahui salah

satu pemimpinnya dieksekusi, rakyat Maluku mulai meyakini bahwa pemerintahan baru di negerinya tidak jauh berbeda

dengan pemerintahan sebelumnya. Keduanya sama-sama ingin menjajah tanah Maluku.

2
Sedikit demi sedikit Inggris mulai membangun pemerintahannya di Maluku. Peraturan semasa Belanda yang merugikan

dirasa mulai berubah. Rakyat melihat secerca harapan dari pemerintah baru ini. Mereka yang awalnya mengira Inggris

sama dengan Belanda pun mulai mengubah pandangannya.

Beberapa peraturan monopoli yang sebelumnya sangat memberatkan mulai diperlunak. Kerja rodi tetap dipertahankan

namun diperingan. Selain itu rakyat juga diberi lebih banyak kebebasan untuk melakukan aktifitas perdagangan. Bahkan

hak ekstirpasi (hak menghancurkan pohon pala dan cengkeh masa VOC) dihentikan.

“Harapan baru akan hidup yang lebih baik timbul lagi. Kebun-kebun cengkih dan pala memberi harapan besar. Perniagaan

menjadi ramai. Hanya terhadap penyelundupan Inggris bertindak keras juga,” ucap Nanulaitta.

Namun pil pahit kembali harus ditelan oleh rakyat Maluku. Tujuh tahun kebebasan mereka sirna begitu saja saat

mengetahui Kompeni Wolanda kembali menerima hak atas tanah Maluku dari tangan Inggris. Keresahan melanda seluruh

negeri.

Kepergian Inggris diratapi oleh rakyat Maluku. Harapan untuk membangun negeri kembali hilang. “Dalam tujuh tahun itu

rakyat belajar menghargai dan mengerti apa kebebasan itu sebenarnya,” tulis Nanulaitta.

Tahun-tahun berikutnya konflik antara Inggris dan Belanda atas Maluku terus berlangsung. Keduanya bergantian

memberi pengaruh di tanah kelahiran Pattimura tersebut. Sampai pada kondisi di mana Inggris tidak dapat lagi

menginjakkan kakinya di sana karena terikat oleh sebuah perjanjian, Traktat London, tahun 1816.

PULAU kecil di bawah Maluku ini memang tidak semewah Batavia. Tapi ketenarannya mampu memikat orang-orang

dari belahan bumi lain untuk datang dan menguasai kekayaan alamnya yang begitu melimpah.

Dalam The Banda Islands: Hidden Histories & Miracles of Nature, disebutkan sebelum VOC datang menguasai

kepulauan Banda, Inggris telah lebih dahulu melakukan kontak dengan masyarakat di sana. Mengetahui adanya ladang

rempah yang sangat melimpah di Banda, Belanda pun merangsak masuk. Kedua negara penjelajah itu akhirnya

bersinggungan, dan melakukan cukup lama perang untuk menentukan kekuasaan pulau.

3
Belanda sendiri baru memasuki Kepulauan Maluku pada 1607 saat membantu penguasa Ternate mengusir pasukan

Spanyol dari negerinya. Setelah itu, pada 26 Juni 1607, Belanda melakukan perjanjian dengan Kesultanan Ternate untuk

mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah.

Dalam perang tersebut, masyarakat Banda yang dimotori oleh orang-orang kaya sebagai penguasa pribumi, lebih berpihak

kepada Inggris.

“Orang Banda itu cukup cerdik. Mereka lebih suka berbisnis dengan orang Inggris dibandingkan dengan orang Belanda,”

kata Meta Sekar Puji Astuti, saat mengisi seminar “Peran Samurai dalam Pembantaian Banda (1621) dan Maluku (1623):

400 Tahun Keterlibatan Orang Jepang di Maluku”, yang diadakan oleh Program Studi Jepang FIB UI.

Lama kelamaan, baik Belanda maupun Inggris lelah dengan perang yang mereka lakukan. Keduanya pun sepakat untuk

mengakhiri konflik dalam perundingan. Hasilnya, Belanda rela memberikan New Amsterdam, Manhattan (sekarang New

York), kepada Inggris demi mendapatkan pulau penghasil pala satu-satunya di dunia tersebut.

4
Berawal dari Dendam

Setelah mendapat hak atas kepulauan Banda, Belanda segera melakukan kontak dengan masyarakat Banda. Admiral

Pieterszoon Verhoeven, pemimpin Belanda, tiba di Banda pada 1608 untuk bernegosiasi. Mereka mencoba mendekati

orang-orang kaya, yang memimpin masyarakat di sana.

“Ketika mencoba bernegosiasi, orang-orang Banda ini malas bertemu dengan orang Belanda,” kata Meta

Orang-orang Banda menaruh curiga kepada Belanda saat mereka datang dengan membawa pasukan, serta persenjataan

lengkap. Akhirnya orang-orang Banda ini mengelabui Belanda, dengan mengarahkan mereka ke satu tempat yang sudah

dipersiapkan sebagai tempat pertemuan.

Tanpa menaruh curiga, Verhoeven pun menyutujui pertemuan tersebut, karena merasa perlu mendapat kepercayaan dari

orang-orang Banda seperti yang Inggris terima. Verhoeven pun ditemani oleh beberapa bawahannya.

Namun setelah sampai di tempat pertemuan, Verhoeven tidak menemukan siapapun. Ia lalu menyuruh penerjemahnya,

Adriaan Ilsevier, untuk mencari penduduk Banda. Bukannya sambutan yang terima, Ilsevier malah dihadang oleh banyak

orang bersenjata.

Penerjemah itu lalu menjelaskan bahwa kedatangan mereka dimaksudkan untuk melakukan negosiasi seperti yang telah

dijanjikan. Ia bahkan menyebut bahwa Verhoeven datang dengan damai, sebagai buktinya mereka tidak membawa

satupun tentara. Namun orang-orang Banda itu tidak mempercayai perkataan Ilsevier.

Setelah mendengar laporan dari penerjemahnya, Verhoeven sangat kecewa dan marah. Namun saat hendak pergi, orang-

orang Banda itu menyerang. Sang admiral dan beberapa orang bawahannya tewas dalam serangan mendadak itu.

“Verhoeven tewas seketika dan kepalanya ditancapkan di atas tombak oleh orang-orang Banda,” tulis Willard A. Hanna,

dalam The Banda Islands: Hidden Histories & Miracles of Nature.

5
Penyerangan orang-orang Banda tidak berhenti sampai disitu. Mereka segera menyerbu tentara Belanda yang tidak siap

bertempur. Hanya beberapa orang yang selamat dari penyerangan itu, salah satunya adalah juru tulis Verhoeven, Jan

Pieterszoon Coen.

Jan Coen sangat marah, dan diliputi rasa ingin balas dendam yang sangat besar kepada orang-orang Banda. Ia lalu

kembali ke negeri Belanda. Karirnya yang baik membuat Jan Coen dengan cepat meraih posisi gubernur jenderal Hindia

Belanda.

Sebagai permulaan, Jan Coen membangun kekuatan tempurnya di Batavia. Ia menghimpun armada kapal besar sebelum

bertolak ke Banda.

Samurai Dilibatkan

Bergabungnya para samurai dengan tentara VOC bermula dari kemelut yang terjadi, sekitar tahun 1600, di negerinya.

Perang penentu kekuasaan Jepang, yang dikenal sebagai Perang Sekigahara, telah memecah dua kekuatan para samurai di

negara tersebut.

Sebagai pihak yang menang, Tokugawa Ieyasu dan para samurai pengikutnya berhak memegang kekuasaan. Sementara

mereka yang kalah menjadi ronin –samurai tak bertuan. Jumlahnya tidak main-main, ada lebih dari 100.000 samurai yang

kehilangan tuannya.

Oleh karena tidak mendapat tempat di negerinya, para ronin itu mulai bekerja sebagai tentara sewaan. Lalu bagaimana

para samurai itu dapat berhubungan dengan Belanda? Mengingat sebelum Restorasi Meiji, Jepang merupakan negara yang

sangat tertutup terhadap bangsa asing.

Meta menjelaskan bahwa pada 1600, Jepang belum menerapkan politik isolasi di negaranya. Namun walau begitu, tidak

semua bangsa dapat keluar masuk wilayah Jepang seenaknya.

“Pada waktu itu negara Eropa satu-satunya yang boleh melakukan kontak dengan Jepang adalah Belanda. Sebelumnya

Portugis, tetapi mereka bermain agama sehingga orang Jepang mengusirnya keluar,” kata Meta.

6
Belanda, yang berjanji hanya melakukan misi perdagangan, masuk ke Jepang melalui sebuah pelabuhan kecil di Hirado.

Tetapi tidak lama setelah melakukan kontak di sana, Belanda memutuskan pindah ke Dejima, Nagasaki, karena merasa

membutuhkan wilayah dagang yang lebih besar.

“Satu tempat administrasi khusus untuk Belanda ada di Hirado dan Dejima,” lanjut Meta.

Pemerintah Belanda yang mengetahui keberadaan para ronin itu akhirnya menyewa mereka untuk kepentingan-

kepentingan penaklukan mereka. Para ronin itu ditempatkan pada satu kesatuan khusus.

Dalam De archieven van de Verenigde Oosteindische Compagnie, yang disimpan oleh arsip nasional Belanda di Den

Haag, pada 23 Januari 1613 Hendrik Brouwer mengirim surat resmi dari pemerintah Belanda kepada Pieter Both untuk

menyewa para samurai tersebut.

Awalnya pemerintah Belanda berencana membawa sekitar 300 samurai, tetapi karena pengeluaran selama pendudukan

terlampau besar, akhirnya mereka hanya dapat menyewa 68 orang samurai saja, termasuk 9 tukang kayu, 3 pandai besi,

dan beberapa pekerja kecil lainnya.

Para samurai yang terpilih kemudian menandatangani sebuah kontrak dengan pemerintah Belanda. Mereka juga harus

mematuhi seluruh peraturan yang dibuat. Salah satunya adalah larangan untuk bermain perempuan.

“Mereka tidak boleh berkelahi sesama mereka, tidak boleh melakukan gambling (judi), tidak boleh bermabuk-mabukan.

Mereka juga harus mengikuti perintah atasannya. Kemudian tidak boleh membuat kekacauan,” terang Meta.

Awal Pembantaian

Setelah seluruh persiapan dirasa matang, pada 1621, Jan Coen akhirnya berangkat menuju Banda. Kali ini mereka sama

sekali tidak berniat untuk berunding, apalagi berbaik hati kepada orang-orang Banda. Jan Coen segera memerintahkan

pasukannya untuk menguasai Banda beserta isinya.

Jan Coen lalu mengumpulkan seluruh rakyat Banda di sebuah lapangan besar untuk menyaksikan eksekusi orang-orang

kaya, yang dahulu hampir membunuh dirinya. Di sinilah peran para samurai itu dimulai.

7
Mereka dilibatkan dalam pasukan VOC sebagai eksekutor karena pemerintah Belanda tahu kemampuan berpedang para

samurai itu, ditambah senjata yang mereka gunakan dapat dengan mudah memotong tulang.

Meta menjelaskan bahwa para Samurai Jepang ini mengeksekusi 8 orang kaya, dan beberapa penduduk lainnya, yang

sebelumnya ditempatkan di sebuah kurungan yang sangat kecil. Orang-orang kaya itu dipenggal, dan tubuhnya dibagi

menjadi empat bagian.. Kemudian kepalanya diseret di depan umum.

Tujuan dari VOC melakukan eksekusi publik itu adalah untuk memperingatkan penduduk lain yang berani berbuat

macam-macam dengan pemerintah Belanda.

Menjadi Korban

Berbeda dengan di Banda, para samurai Jepang yang ada di Maluku justru menjadi korban tentara VOC. Pada 1623, para

samurai yang ada di Maluku ini merupakan tentara yang disewa oleh pemerintah Inggris.

Pembantaian terhadap para samurai dan beberapa orang yang terlibat dengan pemerintah Inggris dilakukan karena

Belanda curiga Inggris menyewa para samurai itu untuk memata-matai mereka.

Suatu ketika ada seorang samurai yang sedang berkeliling di dekat benteng milik pemerintah Belanda. Ia kemudian

berhenti dan bertanya kepada tentara Belanda mengenai cara menjaga benteng tersebut.

Merasa curiga, tentara Belanda lalu menangkap samurai tersebut. Sejak saat itu, Belanda mulai melakukan penangkapan

terhadap tentara Inggris dan samurai Jepang. Hingga akhirnya mereka dieksekusi.

8
Menurut data yang diperoleh dari catatan pemerintah Inggris, dalam amboyna.org, ada 10 orang Inggris dan 9 samurai

yang dieksekusi oleh pemerintah Belanda.

“Meskipun orang Jepang itu jumlahnya sedikit yang terlibat dalam pembantaian Banda dan Maluku, tetapi sejarah ini

menjadi sejarah yang sangat signifikan dalam sejarah dunia khusunya di kolonialisme,” kata Meta

Anda mungkin juga menyukai