Anda di halaman 1dari 8

PERJUANGAN TOKOH MASA PENJAJAHAN BELANDA

DI S U S U N OLEH NAMA : SITI NURIZATI NAZIRA KELAS : Va PELAJARAN : IPS

SD NEGERI 3 KOTA BANDA ACEH

PERJUANGAN TOKOH MASA PENJAJAHAN BELANDA A. Sebab Akibat Wilayah Nusantara Dikuasai Belanda 1. Dikuasainya Wilayah Nusantara oleh Belanda
Bangsa Belanda pertama kali dating ke Indonesia pada tahun 1596. Mereka mendarat di Banten di bawah pimpinan Cornelius de Hcutman yang didampingi oleh De Keyser. Pada tahun 1602 Belanda membentuk kongsi dagang yang bernama VOC (Vereenigde Oast Compagnie), artinya persekutuan dagang Hindia Timur. Orang Indonesia menyebutnya kompeni. Untuk menjalankan VOC pemerintah Belanda mengangkat Pieter Both sebagai Gubernur Jenderal VOC yang pertama. VOC diberi hak dan kekuasaan oleh pemerintah Belanda untuk melaksanakan monopoli dagang di wilayah Indonesia. Hak dan kekuasaan itu diantaranya mengadakan perjanjian dengan raja-raja, membentuk angkatan perang, mencetak uang sendiri, mengangkat pegawai, menyatakan perang, dan memungut pajak. Dengan telah terlibatnya pemerintah Belanda di wilayah Indonesia berarti Belanda menjajah Indonesia. Hal-hal yang menyebabkan jatuhnya wilayah Indonesia ke pemerintah Belanda disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pada masa itu sifat-sifat kedaerahan lebih kuat sehingga mudah diadu domba. Letak geografis Indonesia yang berpulau-pulau dan dilatarbelakangi keadaan masyarakat yang miskin dan kurang wawasan pendidikan sehingga dapat mengakibatkan sulitnya berkomunikasi. Monopoli perdagangan yang dilakukan oleh Belanda semakin mempersulit kehidupan rakyat Indonesia setelah dikeluarkan dua peraturan, yaitu : a. Rakyat menjual rempah-rempah hanya kepada VOC b. Jenis tanaman dan tempat menanam rempah-rempah ditentukan oleh VOC c. Untuk memperkuat keberadaan Belanda di Indonesia, pada tahun 1619 Pemerintah Belanda mengangkat Jon Pieterzoon Coen sebagai Gubernur Jenderal VOC yang kedua, menggantikan Pieter Both. Kedudukan Belanda semakin kuat sehinnga Jon Pieterzoon Coen dapat merebut Jayakarta (Jakarta sekarang) dan nama Jayakarta diubah menjadi Batavia. Belanda menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan VOC dan pusat pemerintahan Belanda. Bermula dari kota inilah Belanda mulai memperluas daerah jajahannya ke seluruh wilayah Indonesia.

2. Kerja Paksa dan Pajak yang Memberatkan Rakyat


Berbagai penderitaan yang dirasakan rakyat Indonesia sejak mulai datang hingga berakhirnya penjajahan Belanda tidak kunjung sirna. Belanda untuk mencapai keinginannya antara lain dengan cara melakukan kerja paksa atau rodi dan monopoli perdagangan. Bahkan menerapkan pajak tanah yang memberatkan rakyat. Kebijakn ekonomi yang diterapkan Belanda sangat merugikan pihak Indonesia, terutama rakyat kecil. Kebijakan tersebut dikenal dengan sistem Pajak Tanah. Pada sistem itu menyebutkan bahwa

semua tanah menjadi hak milik pemerintah Belanda. Oleh karena itu, para petani berkewajiban membayar sewa tanah kepada Belanda. Pemungutan sewa tanah tersebut dilakukan secara paksa. Berikut ini merupakan gambaran sebagian kecil penderitaan rakyat yang dialami masa penjajahan Belanda 1. kerja Paksa ; rakyat harus bekerja tanpa diberi upah dan makan sehingga banyak yang kelaparan dan meninggal dunia 2. Tanam Paksa ; petani dipaksa menanam tanaman yang ditentukan oleh Belanda dan hasil panennya harus dijual kepada Belanda dengan harga murah 3. Monopoli Perdagangan ; penjajah memaksa petani agar menjual hasil pertanian dengan harga murah, sehinnga petani mengalami kerugian yang sangat besar. 4. Perbudakan 5. Penyiksaan ; apabila rakyat melanggar atau memberontak, penjajah tidak segan-segan menyiksa dengan cambuk atau dibuang ke daerah lain bahkan dihukum gantung Dalam kurun waktu 350 tahun rakyat Indonesia mengalami berbagai penderitaan akibat penjajahan, antara lain : a. b. c. d. e. f. Pelaksanaan rodi atau kerja paksa siang dan malam Tanah rakyat dirampas untuk kepentingan penjajah Pemberontakan kepada Belanda mendapat hukuman badan banyak penduduk yang dijual ke luar negeri Anak-anak pribumi dilarang bersekolah Rakyat dipaksa membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan sepanjang 1.000 km.

B. Perjuangan Tokoh-Tokoh Daerah untuk Mengusir Belanda


1. Perlawanan Sultan Ageng Tirtatayasa (1651-1682) Kehadiran Belanda di Banten mempengaruhi kehidupan masyarakat di Banten, yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Kesewenang-wenangan Belanda terhadap rakyat Banten dan monopoli perdagangan VOC membuat rakyat marah. Rakyat Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengadakan aksi menghancurkan kapal yang dijadikan alat angkut perdagangan VOC. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, kesultanan Banten merupakan Bandar perdagangan internasional yang sangat ramai. Melihat keadaan itu Belanda merasa sangat iri dengan kemajuan kesultanan Banten dalam bidang perdagangan. Belanda membuat siasat untuk memecah belah rakyat Banten dengan cara adu domba diantara keluarga kesultanan. Siasat tersebut berhasil, sehingga terjadi perselisihan antara Sultan Ageng dengan anaknya yang bernama Sultan Haji. Terjadilah pertempuran antara pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dengan pasukan Sultan Haji. Karena terdesak Sultan Haji meninggalkan Istana Surosowan dan meminta pertolongan Belanda. Belanda mengirimkan pasukan untuk menyerang pasukan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam penyerangan tersebut Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap. Dengan tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa maka

kesultanan Banten mengalami kemunduran. Kemudian pasukan Sultan Haji dihancurkan pula oleh Belanda. Akhirnya Banten dikuasai oleh Belanda.

2. Perlawanan Thomas Matulessi atau Pattimura (1817) Thomas Matulessi dilahirkan di Haria, pulau Saparua Maluku pada tahun 1783. ia lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura. Pada masa pemerintahan Inggris Pattimura masuk dinas militer berpangkat Sersan. Pada tahun 1816 Belanda kembali menguasai Maluku. Pemerintahan Belanda memperlakukan rakyat Maluku dengan kejam dan sewenangwenang. Mereka dibebani untuk mengumpulksn kopi, ikan asin, dan dipaksa untuk kerja rodi. Hasil rempah-rempah harus diserahkan kepada Belanda, akibatnya rakyat menjadi sengsara. Belanda mengangkat Van Den Berg menjadi Residen Saparua dan menempatkan serdadu-serdadu di Benteng pertahanannya yang bernama Duurstede. Atas tindakan-tindakan Belanda itu rakyat Maluku bangkit untuk memberontak. Merka berjuang di bawah pimpinan Pattimura yang dibantu oleh Anthonie Rhebok, Lucas Latumahira, Thomas Pattiwael, dan Christina Marta Tiahahu. Pada tanggal 14 Mei 1817 Pattimura mulai memimpin penyerangan dengan membakar perahuperahu dan Pos Pelabuhan Porto. Kemudian pada tanggal 16 Mei 1817 menyerbu Benteng Duurstede, kekuatan Belanda dapat dilumpuhkan dan Van Den Berg mati terbunuh. Kemudian Belanda mengirim pasukannya dari Ambon di bawah pimpinan Mayor Butjes. Pada tanggal 25 Mei 1817 Pasukan Pattimura menyerang dan dan menghancurkan pasukan Butjes, kemudian menyerang Benteng Zeelandia di pulau Horuku. Untuk mengalahkan pasukan Pattimura pada bulan November 1817 Belanda mendatangkan pasukan dari Batavia yang dipimpin oleh Laksamana Muda Buykes. Kemudian melancarkan serangan besar-besaran. Karena kekuatan yang tidak seimbang, kedudukan pejuang Maluku terdesak. Akhirnya Pattimura dan para pejuang lainnya ditangkap. Pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum hukuman gantung dilakukan Pattimura berkata Pattimura akan mati, tetapi Pattimura Pattimura muda akan bangkit Pada abad ke-19 di Minangkabau, provinsi Sumatera Barat terjadi perselisihan paham antara Kaum Paderi dan Kaum Adat. Kaum Paderi ialah para pemeluk agama islam yang tidak dipengaruhi oleh adat kebiasaan. Sementara itu, Kaum Adat adalah pemeluk agama islam yang banyak dipengaruhi oleh adat kebiasaan. Adat kebiasaannya diantaranya menyabung ayam, dan meminum-minuman keras. Kaum Paderi menginginkan dalam menjalankan ajaran agama islam tidak dipengruhi oleh adat kebiasaan tersebut. Akan tetapi kaum Adat yang terdiri dari kaum bangsawan dan raja menentang keinginan tersebut. Perselisihan itu semakin lama semakin meruncing, akhirnya terjadilah perang saudara.

Kaum Paderi dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol, yang nama aslinya adalah Muhammad Shahab. Beliau dilahirkan pada tahun 1772 di Tanjung Bunga Sumatera Barat. Karena bertempat tinggal di Bonjol maka sering disebut Tuanku Imam Bonjol. Dalam melawan kaum adat Tuanku Imam Bonjol dibantu oleh Tuanku Nan Ranceh, Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Nan Pasaman. Pada tahun 1821, Belanda ikut campur dalam perselisihan Kaum Paderi dan Kaum Adat. Belanda membantu Kaum Adat, bantuan Belanda kepada Kaum Adat menandai diawalinya perang Paderi yang berlangsung dari tahun 1821-1837. Pada tahun 1822 Belanda menyerbu ke Tanah Datar. Dalam penyerbuan ini Belanda menggunakan siasat Benteng, yaitu siasat membangun benteng di daerah yang sudah dikuasainya seperti benteng Fort de Kock di Bukittinggi. Akhirnya pasukan kaum Paderi dapat dipukul mundur karen persenjataannya tidak seimbang. Pada tahun 1832, pasukan belanda di bawah pimpinan Elout berhasil menguasai Bonjol. Kaum Adat menyadari bahwa bantuan Belanda hanya siasat adu domba. Mereka ingin menguasai Minangkabau. Kemudian kaum Adat dan Kaum Paderi bersatu padu. Dengan bersatunya Kaum Adat dan Kaum Paderi maka pasukan Belanda yang dipimpin oleh Van den Bosch dapat dipukul mundur dan Bonjol dapat direbut kembali. Pada tahun 1837 pasukan Belanda di bawah pimpinan Letnan Kolonel Michiels kembali menyerang Bonjol. Serangan tidak seimbang dengan pertahanan Kaum Paderi. Tuanku Imam Bonjol ditangkap, kemudian diasingkan ke Cianjur. Pada tahun 183 beliau dipindahkan ke ambon, kemudian dipindahkan ke Minahasa. Pada tahun 1864 beliau wafat di Lotak, Minahasa. 3. Perlawanan Pangeran Diponegoro (1825-1830) Pangeran Diponegoro dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785. beliau adalah putra Sultan Hamengkubuwono III. Nama aslinya adalah Raden Mas Ontowiryo. Sejak kecil beliau diasuh oleh Ratu Ageng, janda Sultan Hamengkubuwono I. Walaupun Pangeran Diponegoro keturunan bangasawan, tetapi beliau sangat akrab dengan rakyat. Pangeran Diponegoro tidak senang terhadap sikap Belanda yang merendahkan harkat martabat raja-raja di Jawa. Kebencian Pangeran Diponegoro terhadap Belanda semakin memuncak setelah tahu bahwa di atas tanah makam leluhurnya dipasang patok merah. Patok itu merupakan tanda untuk pembuatan jalan antara Magelang dan Tegalrejo. Kemudian bersama rakyat Pangeran Diponegoro mencabut patokpatok itu dan diganti dengan tombak. Tindakan Pangeran Diponegoro itu membuat Belanda marah. Apalagi setelah tahu bahwa dipasang tombak itu melambangkan tantangan perang. Pada tanggal 12 Juli 1825 terjadilah perang antara Pangeran Diponegoro dan Belanda, yang disebut perang Diponegoro. Adapun penyebab utama terjadinya perang Diponegoro, yaitu : 1. Masuknya pengaruh Barat dalam lingkungan keraton, 2. Belanda memperkecil kekuasaan raja-raja 3. Rakyat diperas dengan bermacam-macam pajak dan dilakukannya kerja paksa (rodi)

Perang Diponegoro berlangsung di Selarong. Pangeran Diponegoro dibantu oleh pengikutnya, Pangeran Mangkubumi, Kyai Mojo, Sentot Alibasyah Prawirodirjo, dan Pangeran Adinegoro. Dalam perangnya Pangeran Diponegoro menggunakan siasat perang gerilya. Siasat perang gerilya yaitu menyerang secara tiba-tiba dengan bersembunyi, kemudian menghindar dan berpindah-pindah. Akibatnya, setdadu-serdadu Belanda banyak yang tewas. Untuk menghadapi perang gerilya, Belanda menggunakan siasat benteng yang diciptakan oleh Jenderal De Kock. Siasat benteng yaitu mendirikan benteng-benteng di daerah yang dikuasai Belanda. Maksudnya, agar ruang gerak pasukan Pangeran Diponegoro semakin menyempit. Siasat itu disebut benteng Stelsel. Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun, yaitu dari tahun 1825-1830. untuk menghentikan perang dan menangkap Pangeran Diponegoro, belanda mencari siasat, yaitu dengan cara sebagai berikut : Belanda mengembalikan Sultan Hamengkubuwono II (Kakek Pangeran Diponegoro) yang dibuang di Penang oleh Raffles (semasa penjajahan Inggris). Mengankap Kencana Wungu (Ibu Pangeran Diponegoro) dengan harapan ada pengaruh terhadap Pangeran Diponegoro. Belanda menawarkan hadiah sebesar 50.000 Gulden kepada siapa saja yang menangkap Pangeran Diponegoro. Usaha ini tidak berhasil karena tidak ada seorangpun yang mau menagkap Pangeran Diponegoro Setelah para pengikutnya banyak yang ditangkap, Pangeran Diponegoro menerima berunding dengan Belanda yang dilaksanakan di Magelang pada tanggal 28 Maret 1830. Sebenarnya perundingan ini hamya siasat belaka. Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibawa ke Batavia kemudian, di asingkan ke Manado, lalu dipindahkan ke Makassar hingga meninggal dunia pada tanggal 08 Januari 1855. 4. Perlawanan Pangeran Antasari (1859-1862) Pada tahun 1857 Sultan Adam Wafat. Belanda ikut campur dalam urusan kesultanan, yaitu mengangkat Sultan Tamjid sebagai pengganti Sultan Adam. Sultan Tamjid tidak disukai oleh rakyat karen asuka mementingkan harta. Selain itu, orang yang paling berhak menjadi Sultan Banjar adalah Pangeran Hidayat. Belanda juga menjalankan Monopoli dagang di Banjar sehingga banyak rakyat yang menderita. Akibat tindakan Belanda tersebut timbullah pemberontakan yang dipimpin oleh Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat. Pangeran Antasari adalah salah seorang keturunan Sultan Banjar. Ia dilahirakan di Banjarmasin pada tahun 1809. Perlawanan Pangeran Antasari terjadi pada tanggal 18 April 1859. perlawanan ini disebut Perang Banjar. Pangeran Antasari di bantu oleh Tumenggung Suropati, Tumenggung Jalil, Haji Nasrun, Kyai Langlang, dan Kyai Demang Leman.

Pangeran Antasari berhasil mengobarkan semangat perjuangan rakyat Banjar sehingga Belanda menghadapi kesulitan. Dalam penyerangannya Pangeran Antasari berhasil meledakkan kapal Anrust milik belanda. Untuk mengalahkan pasukan Pangeran Antasari, Belanda mendatangakn pasukan dari Jawa yang dipimpin oleh Verspijk. Dengan bantuan tersebut, pasukan Belanda bertambah kuat,. Sementara itu, tahun 1862 Pangeran Hidayat tertangkap, kemudian dibuang ke Cianjur. Pada tanggal 11 Oktober 1862, pangeran Antasari wafat karena terseang penyakit cacar. Padahal pada saat itu sudah direncanakan akan mrngadakan penyerangan secara besar-besaran kepada Belanda. Jenazah Pangeran Antasari dimakamkan di Banjarmasin. Sebagai pemimpin perang dan pemimpin agama, Pangeran Antasari oleh para pejuang dan rakyat Banjar diberi gelar Amiruddin Khalifatul Mukminin. Setelah itu, perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhammad Seman. 5. Perlawanan Cut Nyak Dien dan Teuku Umar Selat Malaka sejak dahulu sampai sekarang digunakan sebagai jalur Internasional. Oleh karena itu Selat Malaka dikenal pula sebagai jalur perdagangan internasional. Wilayah Aceh sangat dekat dengan selat malaka sehingga Belanda berkepentingan menguasai wilayah Aceh. Kedatangan Belanda di Wilayah Aceh semakin lama semakin merugikan rakyat Aceh, terutama dalam kehidupan ekonomi dan sosial menyikapi keadaan itu rakyat bangkit dengan gagah berani melawan Belanda. Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Belanda dipimpin oleh Teuku Umar dan Cut Nyak Dien serta di bantu oleh Panglima Polim. Walaupaun mengguanakan persenjataan yang sedrehana, pasukan Teuku Umar sulit dikalahkan Belanda. Sebab rakyat Aceh bersama pemimpinnya dalam perang menggunakan taktik bergerilya. Melalui taktik bergerilya, Belanda kesulitan mengetahui lokasi keberadaan rakyat Aceh. Pasukan Belanda tidak mau kalah dalam melawan pasukan Aceh, kemudia menambah pasukan. Pasukan Teuku Umar terdesak karena kalah dalam persenjataan. Akhirnya, Teuku Umar gugur di medan perang. Gugurnya Teuku Umar tidak menyturutkan semangat juang istrinya, yaitu Cut Nyak Dien. Ia memimpin pasukan walaupun akhirnya Cut Nyak Dien ditangkap. Dengan tertangkapnya Cut Nyak Dien maka berakhirlah perang Aceh.

Anda mungkin juga menyukai