Anda di halaman 1dari 35

A.

Latar Belakang Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC

Kedudukan Malaka yang sangat penting dalam perdagangan dunia


menarik bangsa asing untuk memperebutkan wilayah ini. Aceh sebagai
wilayah yang berdekatan dengan malaka melihat keuntungan politik dan
ekonomis apabila menguasai daerah ini. Meskipun demikian, upaya aceh
menguasai malaka tidak mudah karena harus berhadapan dengan
portugis
yang telah berkuasa di aceh sejak tahun 1511. Portugis dianggap sebagai
ancaman yang dapat menggagalkan cita-cita aceh dan mengganggu
kadaulatan aceh.
Pertumbuhan aceh sebagai kekuatan baru yang begitu pesat
menimbulkan kehawatiran portugis. Portugis menganggap aceh sebagai
sumber kekayaan sekaligus ancaman. Oleh karena itu, pada tahun 1523
dan 1524 portugis mengiri pasukan untuk menyerang aceh. Akan tetapi,
kedua serangan tersebut berhasil dikalahkan oleh pasukan aceh.
Dengan demikian, latar belakang terjadinya perlawanan kesultanan
Aceh adalah tindakan Portugis yang menjadi pesaing berat dalam
perdagangan di Malaka yang melakukan monopoli perdagangan serta
Portugis dianggap sebagai ancaman yang dapat menggagalkan cita-cita
Aceh dan mengganggu kedaulatan Aceh.
B. Penyebab Perlawanan Aceh Terhadap Portugis Dan VOC
Dapat diketahui dan disimpulkan bahwa ada 3 sebab mengenai
mengapa rakyat Aceh melakukan perlawanan kepada Portugis.
1. Portugis oleh rakyat Aceh dianggap sebagai saingan mereka
khususnya di dalam perihal perdagangan di kawasan sekitar Selat
Malaka.
2. Portugis ingin menyebarkan agama Katholik di wilayah Aceh.
Masyarakat Aceh sangat tidak bisa menerima ini. Hal tersebut
dikarenakan Aceh merupakan sebuah kerajaan Islam.
3. Rakyat Aceh ingin sekali mematahkan kekuatan Portugis di daerah
Asia Tenggara.
C. Tokoh-Tokoh Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC
Di antara raja-raja Kerajaan Aceh yang melakukan perlawanan
adalah :
1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Berhasil membebaskan
Aceh dari upaya penguasaan bangsa Portugis
2. Sultan Alaudin Riayat Syah (1537-1568). Berani menentang dan
mengusir Portugis yang bersekutu dengan Johor.
3. Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Raja Kerajaan Aceh yang
terkenal sangat gigih melawan Portugis adalah Iskandar Muda.
Pada tahun 1615 dan 1629, Iskandar Muda melakukan serangan
terhadap Portugis di Malaka.
D. Kronologi Perlawanan Aceh Terhadap Portugis Dan VOC
Sebelum kedatangan bangsa Eropa, masyarakat di wilayah
Nusantara hidup dengan tenteram di bawah kekuasaan raja-raja.
Kedatangan bangsa-bangsa Eropa di Indonesia mula-mula disambut baik
oleh bangsa Indonesia, tetapi lama-kelamaan rakyat Indonesia
mengadakan perlawanan karena sifat-sifat dan niat-niat jahat bangsa
Eropa mulai terkuak dan diketahui oleh bangsa Indonesia. Perlawanan-
perlawanan yang dilakukan rakyat Indonesia disebabkan orang-orang
Barat ingin memaksakan monopoli perdagangan dan berusaha
mencampuri urusan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Setelah Malaka dapat dikuasai oleh Portugis 1511, maka terjadilah
persaingan dagang antara pedagang-pedagang Portugis dengan pedagang
di Nusantara. Portugis ingin selalu menguasai perdagangan, maka
terjadilah perlawanan-perlawanan terhadap Portugis. Sejak Portugis
dapat menguasai Malaka, Kerajaan Aceh merupakan saingan terberat
dalam dunia perdagangan. Para pedagang muslim segera mengalihkan
kegiatan perdagangannya ke Aceh Darussalam.
Keadaan ini tentu saja sangat merugikan Portugis secara ekonomis,
karena Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan dagang yang sangat
maju. Melihat kemajuan Aceh ini, Portugis selalu berusaha
menghancurkannya, tetapi selalu menemui kegagalan.
E. Akhir Perlawanan Aceh Terhadap Portugis dan VOC
Menyadari bahwa kekuatan Aceh semakin besar dan besar, tidak
ada cara lain selain menarik semua pasukan dari tanah Aceh. Portugis
akhirnya menyerahkan harta benda yang mereka rampas, yang ternyata
juga berhasil dirampas oleh orang Aceh sendiri. Itulah yang akhirnya
menjadi pelajaran bagi Portugis, bukan untuk meremehkan kekuatan
rakyat Indonesia, yang bisa menjadi kekuatan luar biasa jika mereka
berkumpul dan bertarung bersama.
A. Latar Belakang Maluku Angkat Senjata

Awal mula Maluku angkat senjata dimulai saat masuknya Portugis


di Maluku pada tahun 1521 di wilayah Ternate. Menurut Sejarah
Indonesia: Masuknya Islam Hingga Kolonialisme (2020) karya Ahmad
Fakhri Hutauruk, terjadi pertemuan antaa bangsa Spanyol dan Bangsa
Portugis hingga melahirkan perjanjian Saragosa dan Spanyol keluar dari
Maluku.
Dengan keluarnya Spanyol dari Maluku, maka Portugis secara
leluasa memonopoli perdagangan di Maluku. Keserakahan dan
ketamakan Portugis membuat rakyat Maluku angkat senjata. Kedatangan
Bangsa Belanda ke Maluku disambut dengan tangan terbuka. Hal ini
dikarenakan bahwa bangsa Portugis adalah bangsa yang dimusuhi oleh
bangsa Maluku dan bangsa Belanda.
Hingga kemudian bangsa Maluku saling bekerja sama dengan
bangsa Belanda untuk mengusir bangsa Portugis Setelah Portugis
meninggalkan Maluku pada tahun 1613, VOC merebut benteng Portugis
yang disebut dengan Benteng Victoria. Hingga kemudian mendirikan
benteng baru yang dinamakan Benteng Oranje.
Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa
Belanda karena adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi
yang membuat rakyat sengsara. Belanda melaksanakan sistem
penyerahan wajib sebagian hasil bumi terutama rempah- rempah kepada
VOC.
Kompeni juga melangsungkan sistem pelayaran Hongi
Dengan cara itu, birokrat
(hongitochten).
menginspeksi satu para
per satu pulau-pulau di Kompeni dapat
Maluku yang bertujuan
menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah. Kompeni juga
punya hak ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon pala dan cengkeh
jika harganya turun.

B. Penyebab Maluku Angkat Senjata


Penyebab Maluku angkat senjata adalah karena serangan
kapal- kapal Portugis terhadap perahu jung dari Banda
yang mengangkut
rempah-rempah, membunuh Sultan Khairun dari Ternate dan
upaya Portugis memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Dengan keluarnya Spanyol dari Maluku, maka Portugis
secara
leluasa memonopoli perdagangan di
Maluku. Keserakahan dan ketamakan Portugis membuat rakyat
Maluku angkat senjata.

C. Tokoh-Tokoh Perlawanan Maluku Angkat Senjata


Ada dua tokoh yang terlibat dalam perlawanan tersebut,
yakni
1. Patimurra sebagai pemimpin perlawanan pertama dan
pejuang perempuan Khristina Martha Tiahahu.
2. Khristina Martha Tiahahu diketahui menggantikan kepemimpinan
Pattimura yang menyerahkan diri demi rakyat.
Namun, perjuangannya harus berhenti ketika ia dibawa ke
Jawa dan meninggal dunia. Kolonial pun semakin menerapkan
kebijakan yang berat terhadap rakyat Maluku, terutama rakyat
Saparua setelah perlawanan rakyat Maluku. Monopoli rempah-
rempah kembali diberlakukan.
D. Kronologi Maluku Angkat Senjata
Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah
pimpinan Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh,
perjuangannya dilanjutkan Kapitan Tulukabessy. Perlawanan ini baru
dapat dipadamkan pada tahun 1646. Sampai akhir abad ke-18 tak
terdengar lagi perlawanan pada VOC.
Baru kemudian muncul nama Sultan Jamaluddin, dan Sultan Nuku
dari Tidore. Namun VOC dengan cepat bisa memadamkan
perlawanan itu. Lalu pada 1817 muncul tokoh dari di Pulau Saparua
bernama Pattimura. Dalam aksi Pattimura itu, Benteng Duurstede
berhasil dihancurkan oleh rakyat Maluku. Bahkan, Residen Belanda Van
den Bergh terbunuh dalam peristiwa tersebut. Tak sampai di situ,
Belanda terus membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi
mengalahkan
rakyat Maluku. Peristiwa ini menjalar ke kota lainnya di Maluku, seperti
Ambon, Seram, dan pulau lainnya agar rakyat Maluku mundur.
Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan.
Demi menyelamatkan rakyat dari
kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra
menyerahkan diri dan dihukum mati.
E. Akhir Perlawanan Maluku Angkat Senjata
Perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda mulai terlihat pada
Agustus 1817. Pihak Belanda meminta bantuan dari Batavia untuk
memadamkan perlawanan Pattimura. Berdasarkan buku Kapitan
Pattimura (1985) karya I.O Nanulaitta, menyebutkan bahwa Pattimura
dikhianati oleh raja Booi dari Saparua dengan membocorkan informasi
tentang strategi perang Pattimura dan rakyat Maluku, sehingga Belanda
mampu merebut kembali Saparua. Pada Desember 1817, Pattimura
dihukum gantung di Ambon bersama Anthony Reebook, Philip
Latumahina, dan Said Parintah. Peristiwa ini menandai berakhirnya
perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda.
A. Latar Belakang Perlawanan Sultan Agung Vs JP. Coen

Perlawanan melawan VOC sangat gempar terjadi di masa lampau.


Salah satu yang paling terkenal adalah Sultan Agung versus Jan
Pieteszoon Coen. Tujuan Sultan Agung menyerang Batavia yang
dikuasai VOC adalah agar dapat menakhlukan dan mengancurkan kota
tersebut.
Latar Belakang Perlawanan Sultan Agung Terhadap VOC 1628-
1629 Setidaknya ada beberapa hal yang membuat Sultan Agung berani
melawan VOC yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen, di antaranya
sebagai berikut :
- Kehadiran kompeni di Batavia membahayakan Kerajaan Mataram.
- Ditolaknya permintaan Sultan Agung untuk meminjam bantuan.
Angkatan Laut VOC untuk menyerang Surabaya, Banten dan
Banjarmasin.
- Batavia dianggap sebagai kota yang merugikan kerajaannya.
- Hubungan Kerajaan Mataram dengan Malaka dipersulit oleh Batavia.
Salah satu cara yang dilakukan adalah menghancurkan kota tersebut.
Latar belakang perlawanan Sultan Agung melawan J. P.
Coen (Gubernur VOC saat itu) antara lain adalah :
- VOC melakukan monopoli perdagangan. Tindakan ini bukan hanya
merugikan perdagangan Kerajaan Mataram namun
juga menyengsarakan rakyat pribumi.
- VOC sering kali melakukan tindakan menghalang-halangi
kaal dagang milik Kerajaan Mataram yang hendak beraktivitas
di Malaka.
- VOC enggan mengakui kedaulatan dari Kerajaan mataram.
- Eksistensi VOC di Batavia merupakan ancaman besar untuk masa
depan Pulau Jawa.
B. Penyebab Perlawanan Sultan Agung Vs Jp Coen
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan
Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai
zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: (1) mempersatukan
seluruh tanah Jawa, dan (2) mengusir kekuasaan asing dari bumi
Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat
menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC
yang terus memaksakan kehendak untuk melakukan monopoli
perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran.
Kebijakan monopoli itu juga dapat membawa penderitaan rakyat.
Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan
pada tahun 1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu
pertama, Sultan Agung menyadari bahwa kehadiran Kompeni Belanda di
Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara yang dalam hal ini
terutama Pulau Jawa1. Pihak Belanda telah melakukan apa yang telah
diperingatkan oleh Sultan Agung agar tidak mereka lakukan yakni
mereka telah merebut suatu bagian Pulau Jawa yang ingin diperintahnya
sendiri sebagai penguasa tunggal.
Padahal, sejak awal Sultan Agung telah memperingatkan kepada
pihak Belanda bahwa persahabatan yang sama-sama mereka
inginkan tidak akan mungkin terlaksana apabila VOC berusaha merebut
tanah Jawa. Hal itu disebabkan karena pola pemerintahan Sultan Agung
adalah Ia tidak pernah mau berkompromi dengan Belanda atau penjajah
lainnya. Prinsip Mataram yang diembannya adalah bagaimana pun
Belanda tidak boleh unggul di atas Mataram. Sementara itu, di
bidang kerjasama
perdagangan misalnya, sejauh masih tetap menguntungkan Mataram,
Sultan Agung masih memberikan kelonggaran kepada Belanda. Oleh
sebab itu, Jayakarta (Batavia) diserbu Sultan Agung pada masa
pemerintahannya.
Kedua, Sultan Agung sempat mengajukan beberapa tawaran
kepada
VOC, tetapi ditolak. Pada tahun 1621, personel VOC yang ditawan
dipulangkan ke Batavia beserta pengiriman beras. VOC mengirimkan
perutusan-perutusannya kepada Sultan Agung pada tahun 1622, 1623,
dan tahun 1624, tetapi permintaan Sultan Agung akan bantuan angkatan
laut VOC dalam rangka melawan Surabaya, Banten, maupun
Banjarmasin ditolak oleh pihak VOC. Karena VOC tidak bersedia
memberikan bantuan angkatan laut kepadanya, maka tidak ada satu
alasan pun bagi Sultan Agung untuk membiarkan kehadiran mereka di
Pulau Jawa.
Ketiga, bagi Sultan Agung, Batavia merupakan kota yang dapat
merugikan kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka
dipersukar oleh Batavia. Sultan Agung menganggap bahwa hanya ada
satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan
mengahancurkan kota tersebut. Sudah berkali-kali ia mengirim utusan
kepada VOC untuk mengirim wakil kepadanya, tetapi hal itu tidak
dilakukan oleh pihak VOC. Atas dasar inilah raja Mataram mengadakan
persiapan untuk menyerbu Batavia.
Keempat, Imperialisme Belanda dengan VOC nya mempunyai dua
rencana kejahatan. Pertama, dalam proses mempercepat perebutan
kekuasaan ekonomi Islam. Kedua, berlomba-lomba untuk memperoleh
hegemoni antar Imperialis Barat di Nusantara dan Kerajaan Katolik
Portugis juga Spanyol serta Kerajaan Protestan Anglikan Inggris. Di
bawah kondisi tantangan Imperialis Protestan Belanda ini, Sultan Agung
melancarkan serangan ke Batavia pada tahun 1628-1629.

C. Tokoh-Tokoh Perlawanan Sultan Agung Vs Jp Coen


1. Sultan Agung
Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula
dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari
pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati.
Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri
Pangeran Benawa raja Pajang.
Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra
Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati).
Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi
yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang
dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat
minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu
untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram,
Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang
menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden
Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi
Ratu Wetan adalah putri Adipati Batang (cucu Ki Juru Martani)
yang melahirkan Raden Mas
Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).
2. J.P. Coen
Jan Pieterszoon Coen (lahir di Hoorn, 8 Januari 1587 –
meninggal di Batavia, 21 September 1629 pada umur 42 tahun)
adalah Gubernur- Jenderal Hindia Belanda yang keempat dan
keenam. Pada masa jabatan pertama ia memerintah pada tahun 1619
– 1623 dan untuk masa jabatan yang kedua berlangsung pada tahun
1627 – 1629.
JP Coen lahir di Hoorn pada tahun 1586 atau 1587. Tanggal
kelahirannya kurang jelas, yang jelas ialah bahwa ia dibaptis
pada tanggal 8 Januari 1587 sebagai putra Pieter Janszoon. Pada usia
ke 13 ia dikirim ayahnya ke Roma. Disana ia magang pada seorang
pedagang Flandria, Belgia bernama Joost de Visscher. Di Roma ia
tinggal selama 6 tahun. Selain belajar dagang, ia juga belajar
berbagai macam bahasa.
D. Kronologi Perlawanan Sultan Agung Vs Jp Coen
Jalannya Peristiwa Sultan Agung Versus J.P Coen yaitu
penyerangan Sultan Agung atas VOC yang dipimpin oleh Jan
Pieterszoon Coen terbagi menjadi 2 penyerangan yakni pada tahun 1628
dan 1629.
1) Serangan pertama
Pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Bahureksa
yang diutus oleh Sultan Agung, menyerang Batavia pada 22/8/1628.
Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi
kompeni VOC menghalangi sehingga terjadi pertempuran.
Bahkan pasukan lain membantu, seperti pasukan Sura Agul-Agul
yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa, serta
laskar orang-orang Sunda pimpinan Dipati Ukur. Dalam serangan
pertama ini, Tumenggung Bahureksa gugur.
2) Serangan kedua
Belajar dari kekalahan pada 1628, Sultan Agung meningkatkan
jumlah kapal dan senjata, membangun lumbung beras untuk
persediaan bahan makanan. Pada serangan kedua 1629, pasukan
Mataram dipimpin oleh Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah,
dan Dipati Purbaya. Tetapi informasi ini diketahui VOC, sehingga
VOC berhasil menghancurkan kapal-kapal, rumah penduduk dan
lumbung pasukan Mataram.
Pasukan Mataram pantang menyerah, terus berusaha mengepung
Batavia, dan akhirnya berhasil menghancurkan Benteng Hollandia,
dan mengepung Benteng Bommel. Pada saat itu pula, tepatnya 21
September 1629, J.P. Coen meninggal karena penyakit kolera. Tetapi
hal ini malah semakin membakar semangat Belanda, sehingga
serangan pasukan Mataram kedua juga gagal.
E. Akhir Perlawanan Sultan Agung Vs Jp Coen
Kegagalan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin
berambisi mengepung Mataram. Semakin buruk ketika Sultan Agung
wafat pada tahun 1646, dan diganti dengan Sunan Amangkurat I yang
bahkan bersahabat dengan VOC dan kejam terhadap rakyat dan ulama,
sehingga menimbulkan perlawanan rakyat, salah satunya dipimpin oleh
Trunajaya.

Anda mungkin juga menyukai