1. Faktor Utama
a. Gold (Kekayaan)
Keinginan bangsa Eropa untuk berdagang secara langsung dengan dunia Timur
adalah merengkuh kekayaan sebanyak banyaknya. Usaha mencari kekayaan ini
semakin tajam setelah di Eropa saat itu merebak semangat merkantilisme. Paham
merkantilisme adalah teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu
negara ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang dimiliki serta besarnya
volume perdagangan suatu negara. Modal negara itu dapat berupa emas, perak, dan
komoditas lain yang dimiliki negara.
b. Gospel (Menyebarkan Agama)
Portugis dan Spanyol adalah negara yang dilandasi agama Katolik. Dengan
mematuhi seruan Paus sebagai pemimpin Katolik dunia agar menyebarkan iman
Kristiani ke wilayah jajahan, maka mereka merasa telah mengemban tugas sebagai
orang Katolik yang taat.
c. Glory (Kejayaan)
Di tempat-tempat yang baru didudukinya, bangsa Portugis selalu menancapkan
Padrao. Padrao adalah suatu batu prasasti besar yang bergambar lambang kerajaan
Portugis (sekarang Portugal). Selain sebagai simbol tercapainya perjanjian kerja
dengan penguasa lokal, Padrao dianggap sebagai simbol kejayaan bangsa Portugis.
2. Faktor-faktor Pendukung
a. Adanya penemuan baru dalam teknologi maritim, misalnya kompas, navigasi,
kartografi (pembuatan peta).
b. Adanya semangat dan idealisme pribadi. Sejak Galileo Galilei mengatakan bahwa
bumi itu bulat, mereka tertantang untuk membuktikan teori itu. Rasa penasaran dan
idealisme pribadi ini kemudian banyak ditulis oleh mereka sebagai kisah
perjalanan.
3. Faktor Pemicu
Konstantinopel (Turki) merupakan tempat bertemunya pedagang Eropa dengan
pedagang dari dunia Timur. Dagangan yang dijual misalnya emas, perak, rempah-
rempah, tembikar, karpet, batu mulia, dan lain-lain. Mereka membeli barang-barang
itu kemudian dijual di Eropa dengan harga mahal. Dari sinilah mereka secara
perlahan-lahan mengenal kekayaan dari dunia Timur. Konstantinopel dikuasai oleh
Sultan Mehmed II, penguasa Ottoman.
1) Memberlakukan dua jenis pajak kepada rakyat. Pertama, pajak contingenten, yaitu
pajak hasil bumi yang langsung dibayarkan kepada VOC. Pajak ini diterapkan
terhadap jajahan langsung, misalnya Batavia. Kedua, pajak verplichete leverente,
yaitu penyerahan wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditentukan VOC. Pajak
ini diterapkan terhadap daerah jajahan yang secara tidak langsung dikuasai,
misalnya Kerajaan Mataram Islam.
2) Menyingkirkan pedagang-pedagang lain, baik pedagang negara Eropa lain maupun
pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Melayu. Hal ini dilakukan untuk monopoli
rempah-rempah.
3) Menentukan luas areal penanaman rempah-rempah. Kebijakan ini diterapkan di
Maluku.
4) Melakukan kebijakan ekstirpasi, yakni penebangan kelebihan jumlah tanaman
rempah-rempah agar harga tetap dipertahankan. Untuk melindungi kebijakan
tersebut, Belanda melakukan pelayaran Hongi, yakni pelayaran menggunakan
perahu kecil (kora-kora) untuk patroli terhadap penyelundupan rempah-rempah.
5) Mewajibkan kerajaan-kerajaan untuk menyerahkan upeti setiap tahun kepada
VOC.
6) Mewajibkan rakyat menanam tanaman tertentu, misalnya kopi, dan hasilnya dijual
kepada VOC dengan harga yang sudah ditentukan oleh VOC.
Langkah-langkah VOC Dalam rangka mendukung kebijakan-kebijakan, VOC
melakukan dua hal sebagai berikut.
1) Menggunakan cara kekerasan
Bila ada raja atau sultan yang menolak berdagang dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan VOC, maka raja tersebut ditangkap dan diasingkan ke daerah lain.
Selanjutnya, VOC mengangkat raja atau sultan baru yang menuruti kemauan
VOC.
2) Taktik jitu devide et impera
Devide et impera secara harfiah artinya “pecah belah dan kuasai”. Salah satu
bentuknya adalah dengan mencampuri urusan dalam negeri setiap kerajaan.
Caranya, apabila ada konflik internal di suatu kerajaan atau dengan kerajaan lain,
VOC akan mendatangi salah satu kerajaan untuk menawarkan bantuan. Ketika
tawaran bantuan tersebut diterima, VOC akan membantu mengalahkan kerajaan
lain dengan berbagai syarat atau perjanjian. Isinya imbalan monopoli
perdagangan atau mendapatkan sebagian wilayah yang dikalahkan. Monopoli
perdagangan adalah VOC mengharuskan para petani menjual rempah-rempahnya
kepada VOC dan tidak boleh kepada kongsi dagang lain dengan harga yang sudah
ditentukan sendiri oleh VOC.
Dengan cara itu, pada tahun 1669, VOC merupakan perusahaan dagang
terkaya sepanjang sejarah. VOC memiliki 150 kapal dagang, 40 kapal perang,
50.000 pekerja, 10.000 tentara, dan pembayaran deviden (sistem pembagian
keuntungan) sebanyak 40%. Seorang filsuf dari Jerman yang bernama Karl Marx
(1818-1883) menulis dalam bukunya yang berjudul Das Salam Historia VOC
merupakan perusahaan internasional pertama di dunia. Anggota kongsi ini tidak
hanya orang-orang Belanda, tetapi juga ada orang Spanyol, Portugis, dan Inggris.
Yang mengejutkan, mereka kebanyakan merupakan bekas-bekas penjahat yang
kemudian bergabung dengan VOC sehingga tidak mengherankan bila VOC
hancur akibat korupsi yang merajalela. Das Capital menyebut VOC sebagai salah
satu korporasi pertama dalam sejarah dunia yang paling jahat dan rakus.
Sejarawan Onghokham pernah mengatakan bahwa kolonialisme di Jawa bukan
dengan operasi militer, melainkan lebih banyak dengan melakukan perjanjian
dengan raja atau pangeran setempat. Jumlah tentara VOC dan Hindia Belanda
tidaklah terlalu besar, tetapi hanya kuat secara finansial.
Setelah berkuasa kurang dari 200 tahun, VOC tidak lagi dapat mempertahankan
hegemoni perdagangannya. Tahun 1799, VOC dibubarkan oleh Belanda. Sebab-sebab
VOC dibubarkan adalah sebagai berikut. a. Faktor Internal
Persaingan dagang dan korupsi di semua tingkatan, menjadi penyebab hancurnya
VOC yaitu.
1) Menyunat keuntungan yang menjadi hak VOC.
2) Menyunat uang kas dan anggaran.
3) Menggelembungkan anggaran agar kelebihan masuk ke kantong sendiri.
4) Dalam mengangkat bupati melakukan pungutan liar.
5) Melakukan penyuapan untuk duduk di jabatan-jabatan 19 VOC.
6) Memaksa penduduk menyerahkan upeti.
7) Sengaja membiarkan pedagang liar beroperasi sehingga mendapatkan sumber
pungutan liar.
8) Memaksa rakyat menyerahkan hasil bumi lebih dari ketentuan.
9) Apabila menjadi karyawan VOC harus menyuap pejabat VOC.
10) Sebagai pejabat VOC berdagang rempah-rempah untuk dirinya sendiri, bukan
atas nama VOC.
11) Perdagangan gelap merajalela karena difasilitasi pejabat VOC yang korup
karena mereka mendapat setoran pungutan liar.
12) Anggaran penggajian pegawai semakin besar sedangkan penghasilan VOC
semakin menipis.
13) Biaya perang untuk menghadapi perlawanan raja/sultan sangat besar sehingga
utang VOC terus menumpuk. 1). Adanya persaingan dagang dari Eropa lain
seperti Inggris dan Prancis. 2). Pemasukan kecil serta utang menumpuk
menyulitkan VOC memberikan bagi hasil kepada pemegang saham VOC.
b. Faktor Eksternal
Belanda di Eropa dikuasai oleh Prancis tahun 1795 di bawah pimpinan Napoleon
Bonaparte yang kemudian mengganti namanya menjadi Republik Bataaf (1795-
1806). Perubahan politik ini memengaruhi VOC karena pemerintahan di bawah
Napoleon menyerukan “republikanisme-kebebasan kesetaraan”. Kebijakan VOC
menurut Napoleon bertentangan dengan kebebasan dan kesetaraan. Untuk itu,
VOC harus dibubarkan. VOC pun dibubarkan pada tahun 1799.
a. Indonesia Pasca-VOC
Ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, terjadi kekosongan kekuasaan di
Nusantara. Sementara itu, Inggris mengincar Nusantara untuk dikuasai. Saat itu
antara Belanda dengan Prancis menjadi sekutu di Eropa untuk menghadapi Inggris.
Jawa merupakan daerah koloni Belanda-Perancis yang belum dikuasai Inggris.
Untuk itu, Belanda-Prancis mengangkat seorang gubernur jenderal agar Inggris
tidak bisa masuk ke Jawa.
Tugas berat gubernur jenderal ini adalah menghadapi serangan Inggris secara
tiba-tiba. Dengan demikian, dalam kurun waktu 1806-1811, Nusantara menjadi
jajahan Prancis karena sekutu Belanda-Prancis dipimpin oleh Prancis walaupun
pejabat yang memerintah masih didominasi orang-orang Belanda. Adapun pejabat
tersebut adalah sebagai berikut.
Pada bulan Mei 1811 Daendels dipanggil Kaisar Napoleon untuk kembali ke
Belanda. Kedatangan gubernur jenderal yang baru pengganti Daendels membawa
angin segar bagi raja-raja Jawa. Karakter gubernur jenderal yang baru ini
berbanding terbalik dengan Daendels sehingga cepat mendapatkan simpati di
lingkungan yang dipimpinnya. Jan Willem Janssens memang mempunyai
karakter yang jujur, kebapakan, dan sabar.
Janssens memerintah sejak tanggal 6 Mei 1811 dan tidak lagi memusatkan
perhatian kepada raja-raja Jawa tetapi pada mempersiapkan strategi dan
infrastruktur pertahanan Jawa dalam rangka menghadapi invansi pasukan Inggris
yang sudah semakin dekat.
Karena hubungan yang baik dengan raja-raja Jawa Janssens meminta bantuan
militer kepada raja-raja Jawa, termasuk juga Kesultanan Yogyakarta. Selain
bantuan militer Janssens tidak meminta bantuan dalam bentuk apa pun. Sikap
Janssens ini dipertahankan sampai ia menandatangani Kapitulasi Tuntang pada 18
September 1811 dan menyerahkan wilayah koloni Jawa kepada Inggris.
Untuk menghadapi Belanda di Jawa, Inggris sudah bersiap di Malaka dengan
kekuatan 12.000 serdadu terlatih yang didatangkan langsung dari resimen-
resimen garis depan, batalion-batalion Sepoy Benggala dan pasukan artileri
berkuda dari Madras.
Inggris di bawah komando Raffles berkirim surat kepada raja-raja Jawa yang
isinya Inggris siap membantu mereka untuk mengakhiri segala sesuatu yang
berkaitan antara raja-raja Jawa dengan rezim Perancis-Belanda. Bukan itu saja,
Raffles juga berkirim surat kepada Sultan Sepuh dan berjanji akan memulihkan
martabatnya dan mengembalikan kekuasaannya sebagai raja. Para raja Jawa itu
juga diminta membatalkan atau tidak membuat perjanjian apa pun dengan rezim
Belanda dan menunggu saja kedatangan Inggris. Dengan janji Raffles itu seakan-
akan Inggris berbeda dengan Belanda yang kejam dan serakah. Dengan adanya
surat itu pupus sudah harapan Rezim Belanda di bawah kekuasaan Janssens untuk
meminta bantuan raja-raja Jawa, walaupun hanya berupa tentara untuk melawan
Inggris.
Untuk menghadapi tentara Inggris, rezim Belanda menyiapkan 17.774 tentara
warisan Daendels. Tentara sejumlah itu merupakan jerih payah Daendels untuk
mengorganisasi pertahanan militer yang semula hanya berjumlah 7.000 tentara.
Pada 3 Agustus 1811 tentara Inggris yang dipimpin oleh Kolonel (kelak Mayor
Jenderal Sir) Samuel Gibbs melakukan pendaratan besar-besaran. Sejumlah kapal
dikerahkan untuk menggempur rezim Belanda di Jawa. Ada 81 kapal baik kapal
angkut maupun kapal perang mendarat di pantai Batavia, di Cilincing, dan pada 8
Agustus 1811 Kota Tua (Batavia) berhasil direbut Raffles.
Janssens berusaha mempertahankan kekuasaannya bersama dengan tentaranya
di Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), akan tetapi gelombang tentara Inggris
yang dahsyat tidak dapat dibendung Janssens. Dalam pertempuran itu, tentara
Belanda dibuat berantakan sehingga 50 persen serdadu Eropa dan Ambon tewas.
Tentara bantuan dari Jawa dan Madura juga 80 persen tewas.
Pertempuran tidak seimbang itu kelak diabadikan di daerah sekitar Jatinegara
sebagai nama daerah Rawabangke atau Rawaangke tempat di mana para korban
pertempuran mati di rawa-rawa secara bertumpuk-tumpuk.
Meester Cornelis (Jatinegara) jatuh pada 26 Agustus 1811 dan mengakibatkan
500 serdadu korban tewas di pihak Inggris. Janssens kemudian memindahkan
pusat pertahanan dan pemerintahan ke Semarang. Di sana ia menyusun lagi
kekuatan militernya. Tetapi karena ia sudah banyak kehilangan tentara di Meester
Cornelis (Jatinegara), maka gempuran Inggris yang mendaratkan pasukannya
pada 12 September 1811 sebanyak 1.600 yang dikomandani Kolonel Samuel
Gibbs membuat Janssens tidak berdaya.
Akhirnya, empat hari setelah pendaratan tentara Inggris di Semarang, tepatnya
di Jatingaleh dekat Srondol di daratan tinggi Semarang, Janssens dan sekutu-
sekutu Jawanya (prajurit Kesunanan dan Mangkunegaran) dapat dikalahkan
dengan telak, karena sebagian besar dari tentara campuran itu melarikan diri. Tapi
Janssens tidak begitu mudah menyerah. Ia mundur ke Salatiga untuk kembali
menyusun kekuatan kembali. Ketika tentara Inggris mendarat di Semarang
Pangeran Notokusumo dan putranya disuruh Raffles pergi ke Surabaya dan
berada di sana.
Tentara Inggris yang beringas itu terus merangsek ke depan menghancurkan
sisasisa tentara Belanda. Akhirnya pada 18 September 1811 di atas Jembatan Kali
Tuntang Janssens dengan terpaksa menandatangani surat pernyataan menyerah.
Isi perjanjian Tuntang yaitu:
1. Jawa dan semua pangkalannya (Madura, Palembang, Makassar, dan Sunda
Kecil) diserahkan kepada Inggris.
2. Militer-militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
3. Pegawai-pegawai sipil yang ingin bekerja, dapat bekerja terus dalam
pemerintahan Inggris. Engelhard tetap menjadi minister walaupun dia orang
Belanda.
Setelah Janssens menyerah, pemerintahan Raffles mengambil kebijakan
bahwa semua pejabat sipil dalam pemerintahan Prancis-Belanda diizinkan untuk
terus bekerja demi melayani pemerintahan yang baru, yakni Inggris. Dari orang-
orang inilah agaknya Raffles mendapatkan informasi bahwa Sultan Sepuh adalah
raja Jawa yang suka membangkang terhadap kekuasaan asing di Jawa. Sementara
itu para pejabat militer yang menjadi tawanan perang dan dikirim ke Benggala.
Sejak saat itu, rezim Inggris menancapkan hegemoninya di tanah Jawa di bawah
komando Raffles.
J. Geger Sepoy (1812)
Sultan Hamengku Buwono II atau dikenal dengan Sultan Sepuh memang tokoh
yang tidak mengenal kompromi dengan pihak asing yang bertujuan menginjak-
injak harga diri dan martabat kesultanan Yogyakarta. Untuk itulah dia berkali kali
turun tanhta. Mengikuti pergolakan dan perang di Eropa maka pihak asing di
tanah Jawa pada akhir tahun 1700-an dan awal tahun 1800-an berkutat pada tiga
negara yaitu Perancis, Belanda dan Inggris.
Sultan Sepuh diturunkan dari takhtanya pertama kali pada tahun 1810 pada saat
Daendels sebagai wakil Perancis dan gubernur jenderal yang berkuasa.
Penyebabnya adalah Sultan Sepuh tidak mau tunduk pada aturan Daendels yang
ingin menjadikan Kesultanan Yogyakarta sebagai bawahannya. Sultan Sepuh
tetap memegang tradisi, budaya dan adat istiadat keraton yang akan diubah
Dendels menjadi keraton yang berhaluan liberalisme misalnya tempat duduk raja
harus sejajar dengan residen Yogyakarta atau sejajar dengan tempat duduk
gubernur jenderal di Batavia. Karena Sultan Sepuh menentang maka Daendels
mengirim tentara sebanyak 3.200 tentara untuk menggempur Yogyakarta.
Akhirnya Sultan sepuh bersedia diturunkan dari takhtanya dari pada banyak
korban di pihak rakyat.
Kesultanan kemudian diserahkan kepada Putra Mahkota sebagai “Pangeran Wali”
yaitu Pangeran Surojo. Tetapi saat itu walaupun Sultan Sepuh turun takhta tetap
diperbolehkan di keraton sehingga segala keputusan keraton masih dikendalikan
oleh Sultan Sepuh. Ketika Inggris datang ke tanah Jawa merebut Jawa dari tangan
kekuasaan Perancis-Belanda maka Sultan Sepuh naik takhta lagi menggantikan
Putra mahkota.
Ketika Inggris menguasai Jawa dan Sultan Sepuh naik takhta kembali, Sultan
Sepuh juga tidak mau tunduk kepada aturan yang diberlakukan oleh Inggris di bawah
Raffles. Tempat duduk Sultan Sepuh harus lebih tinggi dari residen Inggris di
Yogyakarta dan tempat duduk Raffles sendiri apabila mereka bertemu dalam
sebuah perundingan. Cara meninggikan tempat duduk itu dengan mengganjal
kursi dengan kursi kecil di bawahnya sehingga tampak lebih tinggi. Hal itu
kemudian membuat Raffles memutuskan menurunkan Sultan sepuh dan diganti
dengan Putra mahkota yang naik takhta.
Akhirnya Raffles mengultimatum Sultan Sepuh dengan membawa tentara Sepoy
dan Inggris agar Sultan Sepuh turun takhta dan kedudukan raja digantikan Putra
Mahkota. Apabila tidak turun takhta maka keraton Yogyakarta akan diserang
Inggris. Karena Sultan Sepuh tidak menuruti perintah Inggris maka pada tanggal
18, 19 dan 20 Juni 1812 Keraton Yogyakarta diserang tentara Sepoy dan Inggris
yang berjumlah 1200 tentara. Serangan itu disebut Geger Sepoy karena tentara
Inggris membawa prajurit Sepoy dari India sebagai tentara bayaran.
Setelah Keraton Yogyakarta kalah dalam penyerbuan, Sultan Sepuh ditangkap dan
diputuskan dibuang ke Pulau Penang (sekarang wilayah Malaysia). Sedangkan
harta milik keraton Yogyakarta dijarah habis oleh tentara Sepoy dan tentara
Inggris.
Harta itu berupa uang, emas, berlian, keris dan lain sebagainya. Tidak itu saja
Kekayaan intelektual milik keraton Yogyakarta baik berupa manuskrip, arsip
keraton, gamelan juga turut dirampas oleh tentara Inggris dan Sepoy.
Raffles kemudian mengangkat Pangeran Surojo sebagai Putra Mahkota naik takhta
menjadi Sultan Hamengku Buwono III dan sejak itu Kesultanan Yogyakarta
menjadi kekuasaan Inggris hingga Inggris pergi dari tanah Jawa karena hasil
perjanjian London yang mengharuskan Inggris pergi dari Jawa dan diganti
dengan kolonial Belanda menguasai Indonesia.
Muhammad Shahab atau lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol
adalah seorang ulama dan pemimpin yang memiliki peran penting dalam
melawan Belanda ketika Perang Padri yang terjadi pada 1803-1838. Imam Bonjol
lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat pada 1772. Ia merupakan anak dari
pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah seorang alim ulama dari
Sungai Rimbang, Suliki. Sebagai anak seorang alim ulama, Imam Bonjol dididik
dan dibesarkan secara
Islami.
Sejak 1800 hingga 1802, Imam Bonjol menimba dan mendalami ilmu-ilmu
agama Islam di Aceh. Usai menuntaskan masa pendidikannya, ia pun mendapat
gelar Malin Basa, yakni gelar untuk tokoh yang dianggap besar atau mulia. Ia
adalah sosok yang ingin menegakkan kebenaran. Perjalanan Tuanku Imam Bonjol
dalam menegakkan kebenaran terbagi dalam beberapa periode sebagai berikut.
a. Periode 1803-1821.
Ketika itu kaum Padri, yang di dalamnya juga termasuk Imam Bonjol,
hendak membersihkan dan memurnikan ajaran Islam yang cukup banyak
diselewengkan. Kala itu, kalangan ulama di Kerajaan Pagaruyung
menghendaki Islam yang berpegang teguh pada Alquran serta sunah-
sunah Rasulullah SAW. Dalam proses perundingan dengan kaum adat,
tidak didapatkan sebuah kesepakatan yang dirasa adil untuk kedua belah
pihak. Seiring dengan macetnya perundingan, kondisi pun kian bergejolak
hingga akhirnya kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Pasaman
menyerang Pagaruyung pada 1815. Pertempuran pun pecah di Koto
Tangah, dekat Batu Sangkar.
b. Periode 1821-1825.
Pada Februari 1821, kaum adat yang tengah digempur menjalin kerja
sama dengan Hindia Belanda untuk membantunya melawan kaum Padri.
Sebagai imbalannya, Hindia Belanda mendapatkan hak akses dan
penguasaan atas wilayah Darek (pedalaman Minangkabau). Salah satu
tokoh yang menghadiri perjanjian dengan Hindia Belanda kala itu adalah
Sultan Tangkal Alam Bagagar, anggota keluarga dinasti Kerajaan
Pagaruyung. Meskipun dibantu oleh kekuatan dan pasukan kolonial dalam
peperangan, kaum Padri tetap sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, Hindia
Belanda melalui Gubernur Jenderal
Johannes van den Bosch mengajak pemimpin kaum Padri, yang kala itu telah
diamanahkan kepada Imam Bonjol, untuk berdamai. Tanda dari perjanjian
damai tersebut adalah dengan menerbitkan maklumat Perjanjian Masang
pada 1824.
c. Periode 1825-1830.
Pada tahun 1825, di Pulau Jawa sedang terjadi Perang Diponegoro.
Belanda menghadapi kesulitan. Mereka harus mengerahkan kekuatan
militernya ke Pulau Jawa. Oleh karena itu, Belanda bermaksud
mengadakan perjanjian damai dengan Imam Bonjol. Pada 29 Oktober
1825, Belanda berhasil mengadakan perjanjian damai dengan kaum Padri
yang terkenal dengan sebutan Perjanjian Padang. Isi perjanjian tersebut
adalah kedua belah pihak sepakat mengadakan gencatan senjata. Setelah
perjanjian itu, selama empat tahun Tanah Minangkabau aman, tidak ada
peperangan antara kaum Padri dengan Belanda.
d. Periode 1830-1838.
Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830, pasukan Belanda dialihkan
untuk menyerang Imam Bonjol. Pada pertengahan tahun 1832, Belanda
mengirimkan pasukannya ke Sumatra Barat. Benteng Padri berhasil
direbut Belanda. Namun, pada tahun 1833, benteng itu dapat direbut
kembali oleh pasukan Imam Bonjol dari tangan Belanda. Belanda terus
berusaha menundukkan Iman Bonjol. Kemudian, Belanda menggunakan
siasat benteng. Pasukan Belanda dipimpin Jenderal Michiels. Ketika itu,
kaum Padri sudah bersatu dengan kaum adat untuk bersama-sama
melawan Belanda.
Pada tahun 1833, kondisi peperangan pun berubah. Kaum adat
akhirnya bergabung dan bahu-membahu dengan kaum Padri melawan
pasukan kolonial. Bersatunya kaum adat dan Padri ini dimulai dengan
adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di
Tabek Patah. Dari sana lahirlah sebuah konsensus adat basandi syarak,
yakni adat berdasarkan agama. Bergabungnya kaum adat dan kaum Padri
tentu semakin menyulitkan pasukan Hindia Belanda. Kendati sempat
melakukan penyerangan bertubi-tubi dan mengepung benteng kaum Padri
di Bonjol pada Maret hingga Agustus 1837, hal tersebut tak mampu
menundukkan perlawanan kaum Padri. Hindia Belanda bahkan tiga kali
mengganti komandan perangnya untuk menaklukkan benteng kaum Padri
tersebut.
Sadar bahwa taktik dan strategi perangnya kalah oleh kaum Padri,
pemerintah Hindia Belanda pun mengambil jalan pintas. Pada tahun 1837,
mereka mengundang Imam Bonjol sebagai pemimpin kaum Padri ke
Palupuh untuk kembali merundingkan perdamaian. Berbeda dengan
sebelumnya, kali ini Hindia Belanda memanfaatkan momen perundingan
untuk menjerat Imam Bonjol. Sesampainya di Palupuh, Imam Bonjol
ditangkap. Tak hanya ditangkap, pemimpin kaum Padri itu pun diasingkan
ke Cianjur, Jawa Barat.
Perjalanan pengasingan Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia sempat
dibuang ke Ambon. Pengasingannya terhenti di Lotak, Minahasa, dekat
Manado, Sulawesi Selatan. Di tempat pengasingannya yang terakhir itu
Imam Bonjol mengembuskan napas terakhirnya pada 8 November 1864.
Setelah Imam Bonjol tertangkap, akhirnya seluruh Sumatra Barat jatuh ke
tangan Belanda. Itu berarti, seluruh perlawanan dari kaum Padri berhasil
dipatahkan oleh Belanda.
Pada masa Van den Bosch (1830-1870) sebagai gubernur jenderal yang baru
diberi tugas menyelamatkan keuangan Negeri Belanda. Untuk tugas itu, Van den
Bosch menerapkan kebijakan sebagai berikut. Bosch menghapus sistem sewa
tanah peninggalan Raffles dan menggantinya dengan sistem yang disebut
cultuurstelsel. Secara harfiah, cultuurstelsel berarti sistem budaya. Oleh bangsa
Indonesia, sistem itu disebut Tanam Paksa atau TP, karena dalam praktiknya
rakyat dipaksa menanam tanaman ekspor seperti kopi, tarum (nila), tebu,
tembakau, kayu manis, dan kapas.
Kebijakan tanam paksa adalah sebagai berikut. 1) Mewajibkan setiap desa
menyisakan 20 persen tanah untuk ditanami kopi, tebu, dan nila. Hasilnya dijual
kepada pemerintah dengan harga yang sudah ditentukan. Tanah yang digunakan
untuk tanam paksa bebas dari pajak. 2) Rakyat yang tidak memiliki tanah
pertanian wajib mengerjakan tanah pertanian milik pemerintah selama 66 hari. 3)
Waktu mengerjakan tanaman tidak boleh melebihi waktu tanam padi, yakni tiga
bulan. 4) Kelebihan hasil produksi akan dikembalikan kepada rakyat. 5) Kerugian
tanaman akibat bencana alam atau serangan hama sehingga gagal panen akan
ditanggung oleh pemerintah. 6) Pengawasan dalam penggarapan tanam paksa
dilakukan oleh para kepala desa.
Dalam pelaksanaannya, ternyata tanam paksa berbeda jauh dari konsep
awalnya, yaitu sebagai berikut. 1) Tanah milik petani digunakan seluruhnya untuk
tanam paksa. 2) Tanah yang digunakan tanam pajak tetap dikenakan pajak. 3)
Warga yang tidak mempunyai tanah tetap bekerja di tanah pertanian
pemerintahan selama satu tahun penuh.
Bagi pemerintah Hindia Belanda, sistem TP berhasil dengan luar biasa. Kas
Belanda menjadi surplus sehingga Bosch dipuja-puja sebagai tokoh yang
memakmurkan dan menyejahterakan Negeri Belanda. Atas “jasanya” itu, Bosch
diberi gelar bangsawan de Graaf. Gelar ini diberikan untuk orang-orang yang
berjasa kepada negara. Namun demikian, Sistem TP banyak mendapat kritik dari
berbagai pihak, termasuk orang-orang Belanda sendiri karena dianggap lebih
kejam dari zaman VOC.
Salah satu pengkritik yang paling keras adalah Eduard Douwes Dekker.
Kritiknya ditulis dalam sebuah buku (novel) berjudul Max Havelaar dengan
menggunakan nama samaran Multatuli. Isi buku (novel) itu menjelaskan kisah
petani yang menderita karena kebijakan sewenang-wenang Belanda dan
bertentangan dengan moral Eropa saat itu yang menjunjung tinggi semangat
Revolusi Perancis: kesamaan, kebebasan, dan persaudaraan. Sistem TP kemudian
dihapus pada tahun 1870 setelah dikeluarkan Undang-undang Agraria dan
Undang-undang Gula.
Tujuan dikeluarkan Undang-undang Agraria adalah sebagai berikut. 1)
Melindungi hak milik petani dari penguasa dan modal asing. Hal ini reaksi dari
pemerintah Belanda yang mengambil alih tanah rakyat dalam TP. 2) Pemodal
asing dapat menyewa tanah rakyat seperti halnya di Inggris, Amerika, Jepang,
dan Cina. 3) Membuka kesempatan rakyat untuk bekerja menjadi buruh
perkebunan.
Sementara itu, Undang-undang Gula memberi kesempatan kepada para
pengusaha gula untuk mengambil alih pabrik gula milik pemerintah Belanda.
Penerapan kedua undang-undang itu melatarbelakangi para pengusaha swasta
untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga era liberalisasi ekonomi
dimulai di Indonesia.
Politik Pintu Terbuka (1870-1900) 28 Tahun 1850, partai liberal di Belanda
memenangkan pemilu sehingga partai ini menjalankan pemerintahan.
Perkembangan liberalisme di Belanda dipicu oleh semangat Revolusi Perancis
dan revolusi industri Inggris. Dampak dari kemenangan partai liberal adalah
diterapkannya sistem ekonomi liberal, termasuk di negeri jajahan (Indonesia).
Karena tergantung kepada modal individu dan swasta untuk menggerakkan
perekonomian, maka sistem ini disebut sistem kapitalisme.
1) Penerapan Sistem Pintu Terbuka.
Di Indonesia, sistem ekonomi liberal diwujudkan dalam bentuk kebijakan
pintu terbuka. Hal tersebut sesuai dengan maksud utama kebijakan ini,
yaitu membuka ruang (pintu) seluas-luasnya bagi swasta untuk melakukan
kegiatan ekonomi. Kebijakan ini berhasil menarik minat banyak
pengusaha, baik dari asing maupun dari etnis Tionghoa untuk
menanamkan modalnya secara besarbesaran. Tidak hanya dalam bidang
perkebunan, tetapi juga pertambangan. Berikut ini contoh perkebunan
milik swasta asing yang ada di Indonesia. 1.
Perkebunan tembakau di Deli (Sumatra Utara), Kedu, Klaten, dan lain-lain. 2.
Perkebunan tebu di Cirebon dan Semarang. 3. Perkebunan kina di Jawa
Barat. 4. Perkebunan karet di Palembang dan Sumatra Timur. 5.
Perkebunan kelapa sawit di Sumatra Utara. 6. Perkebunan teh di Jawa
Barat. 7. Bersamaan dengan itu, para pengusaha juga mendirikan pabrik
teh, tembakau, gula, rokok, dan pabrik cokelat. Sementara itu,
pertambangan berkembang di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Batubara di
Sumatra Barat dan Selatan, sedangkan timah di Pulau Bangka.
2) Dampak Kebijakan Pintu Terbuka. dampak dari Kebijakan Pintu terbuka?
Bagi Belanda dan penguasa asing berdampak pada peningkatan
kesejahteraan mereka, sedangkan bagi rakyat berdampak pada
kesengsaraan dan penderitaan. Kebijakan ini menjadi tempat 29 eksploitasi
baru yang tidak berbeda dengan TP. Eksploitasi tersebut adalah eksploitasi
manusia dan eksploitasi agraria.
1. Eksploitasi Manusia.
Eksploitasi manusia ialah pengerahan tenaga manusia yang diwarnai
tipu daya dan paksaan, ketidakadilan, serta kesewenang-wenangan
yang mereka alami di perkebunan. Contohnya adanya hukuman
cambuk terhadap para kuli yang melakukan pelanggaran selama
bekerja di perkebunan tembakau di Deli, Sumatra. Bagi yang
melarikan diri mendapat hukuman denda, disekap, kerja tanpa upah,
bahkan dibunuh. Kebijakan ini juga ditandai dengan pengiriman secara
besar-besaran dan secara paksa tenaga kerja dari Jawa untuk
dipekerjakan di perkebunan perkebunan Belanda di tanah jajahannya
yang lain seperti di Suriname dan Guyana. Sekitar tahun 1890-an,
orang Jawa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang dikirim ke
Suriname mencapai 32.965 orang. Setelah kemerdekaan, mereka hanya
sebagian kecil yang kembali ke Indonesia. Perhitungan tahun 1972
sebanyak 57.688 keturunan Jawa berada di Suriname dan pada tahun
2004 berjumlah 71.879.
2. Eksploitasi Agraria.
Eksploitasi agraria tampak dalam bentuk penggunaan lahan-lahan
produktif yang sedang dikerjakan rakyat maupun lahan-lahan kosong
yang masih berupa hutan untuk dijadikan perkebunan serta areal
pertambangan. Pemanfaatan lahan produktif umumnya di Jawa,
sedangkan perkebunan di Sumatra, dengan menggunakan lahan-lahan
yang masih kosong. Ada beberapa dampak negatif dari kebijakan pintu
terbuka bagi masyarakat Jawa, yakni sebagai berikut. 3. Para priayi
dan birokrat kesultanan menyewakan tanah lungguhnya kepada para
pengusaha perkebunan swasta asing karena lebih menguntungkan
daripada disewakan kepada para petani penggarap. 4. Di lahan-lahan
perkebunan tenaga kerjanya dari rakyat 30 Jawa dan sistem
pengupahannya tidak adil karena sangat murah. 5. Sebagian dari rakyat
Jawa dikirim ke Suriname untuk bekerja di perkebunan Belanda. 6.
Para bupati di 18 wilayah keresidenan di Jawa ikut menyewakan
sebagian tanahnya kepada pengusaha perkebunan asing dan memaksa
rakyat di 18 keresidenan tersebut bekerja diperkebunanperkebunan
tersebut. 7. Reaksi Terhadap Kebijakan Pintu Terbuka. Kebijakan
tersebut sebagai tempat untuk mengeksploitasi rakyat sehingga
Belanda semakin makmur. Hal ini membuat kaum humanis bersuara
lantang. Sudah berabad-abad rakyat menderita demi kemakmuran
Belanda sehingga sudah sepantasnya Belanda membalas budi dengan
memajukan bangsa Indonesia, bukannya menyengsarakannya. Itulah
gagasan dasar yang mendorong lahirnya politik etis. Salah satu
penggagas munculnya politik etis adalah Van Deventer. Menurutnya,
pemerintah Belanda harus melakukan sesuatu demi kesejahteraan
kaum pribumi.
N. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi.
Dalam bidang politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu
memberikan ruang, peran, serta Salam Historia Dari orang-orang Belanda
ternyata ada yang peduli terhadap penderitaan rakyat, yakni Eduard Douwes
Dekker (Multatuli). Dialah yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa karena
karya novelnya yang berjudul “Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar.
Sikap kritis terhadap pemerintah Belanda rupanya menurun pada cucunya yang
bernama Ernest Francois Eugene Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja
Setyabudi), pendiri Indische Partij yang tergabung dalam kelompok tiga
serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan Cipto Mangunkusuma. kesempatan
bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan nasib dan masa depannya sendiri
dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal, yaitu sebuah dewan rakyat
(masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan Volksraad (Dewan Rakyat).
Dewan ini semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui dewan ini, aspirasi
rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di dewan ini.
1) Rencana Politik Etis.
Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi
(pengairan) yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan
untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk
bertransmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk. 3.
Edukasi yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang
pengajaran dan pendidikan.
2) Penyimpangan Politik Etis.
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak
seindah gagasannya. Penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 1.
Irigasi. Perairan hanya dialirkan kepada tanah-tanah perkebunan swasta,
bukan tanah-tanah pertanian rakyat. 2. Migrasi. Rakyat yang
diberangkatkan ke luar Pulau Jawa ternyata hanya untuk bekerja di
perkebunan milik pengusaha Belanda dan asing. Rakyat yang ikut program
ini dijadikan kuli kontrak seperti di Lampung dan Sumatra Utara. Karena
tidak sesuai dengan tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali
ke daerah asal. Bagi yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi
hukuman dan dikembalikan untuk bekerja lagi. 3. Edukasi. Pengajaran
hanya untuk anak-anak pegawai negeri, bangsawan, dan orang-orang
mampu dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Rakyat biasa
hanya diberi pelajaran membaca, menulis, dan berhitung sampai kelas 2
dengan pengantar bahasa Melayu. Politik etis dalam bidang pengajaran
juga tidak mengakomodasi orang asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu,
orang Cina mendirikan pendidikan Tiong Hoa Hak Tong dan Arab
mendirikan madrasah. Pelaksanaan pendidikan yang tidak merata
mendorong munculnya sekolah nonpemerintah seperti Taman Siswa,
Perguruan Muhammadiyah, dan pendidikan kaum perempuan yang digagas
R.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek
positif bagi pendidikan di Indonesia. Salah satu orang dari kelompok etis
yang bernama Mr. Abendanon (sahabat R.A. Kartini) berjasa mendirikan
sekolahsekolah, baik untuk priayi maupun rakyat biasa. Kian terbukanya
sekolahsekolah untuk pribumi menjadikan pemuda Indonesia berilmu,
tetapi juga berwawasan luas dan sadar politik sehingga lahirlah Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, sampai pada tokoh sentral seperti Ir.
Sukarno.
BAB II
PERGERAKAN KEBANGSAAN INDONESIA
Perjuangan bangsa menuju Indonesia merdeka memang sudah ada jauh sebelum
adanya politik etis yang dituntut Van Deventer untuk memberi kesempatan kepada
pribumi agar mengenyam pendidikan. Namun, karena perjuangan mereka masih
sebatas pada kepentingan kedaerahan atau karena harga diri serta martabat yang
terabaikan karena monopoli perdagangan, maka kolonial Belanda mudah mematahkan
perjuangan mereka.
Perjuangan Imam Bonjol dan Diponegoro yang secara tidak sengaja terjadi
bersamaan ternyata sangat merepotkan kolonial Belanda. Baru setelah kolonial
Belanda menghadapi mereka satu demi satu, akhirnya perjuangan mereka dapat
dihentikan.
Untuk lebih memahami karakter perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908,
perhatikan paparan berikut ini.
1. Sebelum Tahun 1908 dipimpin raja atau bangsawan dan tokoh agama, sedangkan
setelah 1908 dipimpin dan digerakkan kaum terpelajar.
2. Sebelum Tahun 1908 bersifat kedaerahan (lokal), sedangkan setelah 1908 bersifat
nasional dan sudah ada interaksi antardaerah.
3. Sebelum Tahun 1908 bersifat fisik atau perjuangan dengan mengangkat senjata,
sedangkan setelah 1908 perjuangan menggunakan jalur organisasi.
4. Sebelum Tahun 1908 terfokus pada pemimpin yang berkarisma, sedangkan setelah
1908 memiliki organisasi dengan adanya kaderisasi.
5. Sebelum Tahun 1908 bersifat reaktif dan spontan, sedangkan setelah 1908
memiliki visi secara jelas, yakni Indonesia Merdeka.
4. Taman Siswa
Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Awalnya, Taman Siswa memiliki nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman
Siswa
(Institut Pendidikan Nasional Taman Siswa). Saat itu, Taman Siswa hanya
memiliki 20 murid kelas Taman Indria. Kemudian, Taman Siswa berkembang
pesat dengan memiliki 52 cabang dengan murid kurang lebih 65.000 siswa.
Azas Taman Siswa adalah “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa,
Tut Wuri Handayani”. Artinya, “guru jika di depan harus memberi contoh atau
teladan, di tengah harus bisa menjalin kerja sama, dan di belakang harus memberi
motivasi atau dorongan kepada para siswanya”. Hingga saat ini, azas ini masih
relevan dan penting dalam dunia pendidikan. Taman Siswa mendobrak sistem
pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengajukan sistem pendidikan
nasional. Pendidikan nasional yang ditawarkan adalah pendidikan bercirikan
kebudayaan asli Indonesia.
Taman Siswa mengalami banyak kendala dari pihak-pihak yang tidak mendukung.
Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan berbagai aturan untuk membatasi
pergerakan Taman Siswa, seperti dikenai pajak rumah tangga dan Undangundang
Ordonansi Sekolah Liar Tahun 1932, yakni larangan mengajar bagi guru-guru yang
terlibat partai politik. Meski demikian, Taman Siswa mampu memberikan
kontribusi yang luar biasa bagi masyarakat luas dengan pendidikan.
Taman Siswa juga mampu menyediakan pendidikan untuk rakyat yang tidak
mampu disediakan oleh pemerintah kolonial. Saat ini, sekolah Taman Siswa masih
berdiri dan tetap berperan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
5. Partai Indonesia Raya (Parindra)
Partai Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935. Partai
ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo dan
Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya dan
mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka.
Di Jawa, anggota Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut
dengan kaum kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan
Sarikat Selebes. Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang
ditandatangani oleh Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo,
dr. Sam Ratulangi, Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas.
Dalam mewujudkan tujuannya, Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan
mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan
Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan
menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional
Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan
surat kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal
Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar
Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar
Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan
dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya.
Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan
nama jalan “Ki Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah
menggunakan nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan. yang menggantikan De
Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi
politiestaat peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang
memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif
dengan pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938,
anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di
Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang Pasifik), Partai Indonesia Raya
diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang. Ketika dr. Soetomo
meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh
Moehammad Hoesni Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum
menjadi ketua Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang
dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung
politik Volksraad.
Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang,
pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada
Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID
(dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang
dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir. Dengan
demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan
pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada
akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang
bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.
6. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari
partaipartai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di
dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam
GAPI, masing masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap
program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai,
GAPI bertindak sebagai penengah.
Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir
Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh
Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat
gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan
langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat
mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama
untuk membela kepentingan rakyat.
Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah situasi internasional pada saat itu.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra)
mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang
baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat
umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik
Indonesia (GAPI).
Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas
sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk
pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara,
Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin
dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra
(Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam
Indonesia), PPKI
(Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia),
Persatuan Minahasa, dan Pasundan. Dasar dasar federasi meliputi hak menentukan
nasib sendiri, persatuan Indonesia, demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi,
sosial, serta kesatuan aksi.
Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan
semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia.
Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 1) menghimpun
organisasiorganisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 2)
menyelenggarakan kongres Indonesia. Pada bagian lain anggaran dasarnya,
disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal
berikut, 1) hak 118 untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 2)
persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan
dalam paham politik, serta 3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam
kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan
begitu saja.
Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat pencapaian tujuan
GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan Nasional Indonesia
di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara anggota-anggota pun
terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan. Terdapatnya anggota anggota
GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo yang mempunyai konflik: PII
Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan Moh. Yamin. Sementara itu,
perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi penghalang utama bagi GAPI untuk
melakukan aksiaksinya. Pada rapat tanggal 4 Juli 1939, GAPI memutuskan
pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI). Pembentukan kongres ini merupakan
pelaksanaan program GAPI. Pada 1 September 1939, Hitler menyerbu Polandia
dan mulai berkobarlah Perang Dunia II di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya
memberikan otonomi sehingga dapat dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia
dalam melawan fasisme. Tentu saja Belanda tidak bereaksi. Di samping itu, GAPI
melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini, diharapkan pemerintah
Nederland memberi peluang untuk meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan
rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan ini dikemukakan berhubung
dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan hal di atas, GAPI juga
menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan Belanda, dengan harapan
adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat Indonesia. Hal ini untuk
merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang dilangsungkan pada
19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. a. Perlunya dibentuk
parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat. Pemerintah harus
bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas dipenuhi, maka
GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung Belanda. c. Anggota-
anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI. Berparlemen
merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada semua partai,
baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia.
Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat perhatian
dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan setelah selesai
perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940 tentu merupakan
salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah Nederland menjadi
Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan hubungan Indonesia
dengan Belanda.
Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin, Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat
tanggapan yang umumnya negatif dari pemerintah sehingga ditarik kembali oleh
para sponsornya. Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika
organisasi tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni Belanda Indonesia yang
berdasarkan atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad
akan berubah menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem
pemilihan yang adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI,
Indonesia Berparlemen telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia
Commisie tot bestudering van staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk
mempelajari perubahanperubahan tata negara). Panitia yang biasa disebut
Commisie Visman karena nama ketuanya Visman ini dibentuk pada November
1940 dan laporannya ke luar tahun 1942. Partai Indonesia Raya (Parindra) Partai
Indonesia Raya didirikan oleh dr. Sutomo di Solo pada Desember 1935.
Partai ini merupakan gabungan dari dua organisasi yang berfusi, yaitu Budi Utomo
dan Persatuan Bangsa Indonesia. Tujuan partai adalah mencapai Indonesia Raya
dan mulia yang hakikatnya mencapai Indonesia merdeka. Di Jawa, anggota
Parindra banyak berasal dari petani, mereka kemudian disebut dengan kaum
kromo. Di daerah lain, masuk kaum Betawi, Serikat Sumatera, dan Sarikat Selebes.
Partai ini adalah yang mengajukan petisi Sutardjo yang ditandatangani oleh
Sutardjo, penandatanganan pertama, yang lainnya I.J.Kasimo, dr. Sam Ratulangi,
Datuk Tumenggung, Kwo Kwat Tiong, dan Alatas. Dalam mewujudkan tujuannya,
Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun
serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia
(Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong
diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan
percetakanpercetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal
Hindia Belanda pada saat itu, Van Starkenborg, Salam Historia Ki Hajar
Dewantara, tokoh pendidikan bangsa Indonesia. Sebelum meninggal, Ki Hajar
Dewantara berpesan kepada ahli warisnya agar tidak menggunakan nama jalan
dengan menggunakan namanya karena dapat mengkultuskan individukan dirinya.
Sehingga pemerintah pusat maupun daerah sampai sekarang tidak menggunakan
nama jalan “Ki
Hajar Dewantara”. Untuk menghargai jasa-jasanya, pemerintah menggunakan
nama “Taman Siswa” sebagai nama jalan yang menggantikan De Jonge pada
tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat
peninggalan De Jonge menjadi beambtenstaat (negara pegawai) yang memberi
konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan
pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600
orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini
sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada Mei 1941 (menjelang Perang
Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500
orang. Ketika dr. Soetomo meninggal pada Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua
Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni
Thamrin, seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua
Parindra, M.H. Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang
sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik
Volksraad.
Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang,
pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada
Sukarno. Maka, pada 9 Februari 1941, rumah M.H. Thamrin digeledah oleh PID
(dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria. Selang
dua hari kemudian, M.H. Thamrin mengembuskan napas yang terakhir.
Dengan demikian, Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerja sama dengan
pemerintahan Hindia Belanda pada awal berdirinya, akan tetapi dicurigai pada
akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang
bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.
7. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
Gabungan Politik Indonesia (GAPI) adalah suatu organisasi payung dari
partaipartai dan organisasi-organisasi politik yang berdiri pada 21 Mei 1939 di
dalam rapat pendirian organisasi nasional di Jakarta. Walaupun tergabung dalam
GAPI, masing masing partai tetap mempunyai kemerdekaan penuh terhadap
program kerjanya masing-masing dan bila timbul perselisihan antara partai-partai,
GAPI bertindak sebagai penengah.
Pertama kali, 117 pimpinan dipegang oleh Mohammad Husni Thamrin, Mr. Amir
Syarifuddin, dan Abikusno Tjokrosujono. Inisiatif datang dari Thamrin, tokoh
Perindra, untuk membentuk suatu badan konsentrasi nasional. Karena melihat
gelagat internasional yang semakin genting serta memungkinkan keterlibatan
langsung Indonesia dalam perang, maka pembentukan badan ini terasa sangat
mendesak, antara lain untuk memupuk rasa saling menghargai serta kerja sama
untuk membela kepentingan rakyat. Adapun alasan yang tidak kalah penting adalah
situasi internasional pada saat itu.
Alasan ini pula yang melatarbelakangi inisiatif M.H. Thamrin (Parindra)
mengadakan rapat pada 19 Maret 1939 untuk mendirikan badan konsentrasi yang
baru. Sebagai realisasi dari rapat di atas, maka pada 21 Mei 1939 diadakan rapat
umum yang menghasilkan pembentukan konsentrasi nasional, Gabungan Politik
Indonesia (GAPI).
Kepengurusan federasi dijalankan oleh suatu sekretariat tetap yang terdiri atas
sekretaris umum, sekretaris pembantu, dan bendahara. Jabatan-jabatan ini untuk
pertama kali diduduki oleh M.H. Thamrin dari Parindra sebagai bendahara,
Abikusno Tjokrosuyoso dari PSII sebagai sekretaris umum, dan Amir Sjarifudin
dari Gerindo sebagai sekretaris pembantu. Anggota GAPI terdiri atas Parindra
(Partai Indonesia Raya), Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia), PH (Partai Islam
Indonesia), PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), PSII (Persatuan Sarekat
Islam Indonesia), Persatuan Minahasa, dan Pasundan.
Dasar-dasar federasi meliputi hak menentukan nasib sendiri, persatuan Indonesia,
demokrasi dalam usaha-usaha politik, ekonomi, sosial, serta kesatuan aksi.
Sedangkan tujuannya adalah untuk mengadakan kerja sama dan mempersatukan
semua partai politik Indonesia dan mengadakan kongres-kongres rakyat Indonesia.
Sesuai dengan anggaran dasarnya, tujuan GAPI adalah 1) menghimpun organisasi-
organisasi politik bangsa Indonesia untuk bekerja bersama-sama, 2)
menyelenggarakan kongres Indonesia. Pada bagian lain anggaran dasarnya,
disebutkan bahwa Gabungan Politik Indonesia berdasarkan kepada beberapa hal
berikut, 1) hak 118 untuk menentukan dan mengurus nasib bangsa sendiri, 2)
persatuan nasional dari seluruh bangsa Indonesia, dengan berdasar kerakyatan
dalam paham politik, serta 3) persatuan aksi seluruh pergerakan Indonesia.
Meskipun persatuan nasional merupakan dasar aksi GAPI, akan tetapi dalam
kenyataannya perpecahan dalam tubuh kaum pergerakan tidak bisa diabaikan
begitu saja. Bagaimanapun, hal ini akan memengaruhi bahkan menghambat
pencapaian tujuan GAPI. Perpecahan tersebut terlihat ketika berdirinya Golongan
Nasional Indonesia di samping adanya Fraksi Nasional. Di samping itu, di antara
anggotaanggota pun terdapat perbedaan yang tidak bisa diselesaikan.
Terdapatnya anggota-anggota GAPI, Parindra, PSII, PII, Pasundan, dan Gerindo
yang mempunyai konflik: PII Sukiman dengan PSII Abikusno; Gerindo dengan
Moh. Yamin. Sementara itu, perpecahan kaum pergerakan tidak menjadi
penghalang utama bagi GAPI untuk melakukan aksi-aksinya. Pada rapat tanggal 4
Juli 1939, GAPI memutuskan pendirian Kongres Rakyat Indonesia (KRI).
Pembentukan kongres ini merupakan pelaksanaan program GAPI. Pada 1
September 1939, Hitler menyerbu Polandia dan mulai berkobarlah Perang Dunia II
di Eropa. GAPI menekan Belanda supaya memberikan otonomi sehingga dapat
dibentuk aksi bersama Belanda-Indonesia dalam melawan fasisme. Tentu saja
Belanda tidak bereaksi.
Di samping itu, GAPI melakukan aksi Indonesia Berparlemen. Dengan aksi ini,
diharapkan pemerintah Nederland memberi peluang untuk meningkatkan
keselamatan dan kesejahteraan rakyat melalui Kongres Rakyat Indonesia. Tujuan
ini dikemukakan berhubung dengan timbulnya Perang Dunia II. Bertalian dengan
hal di atas, GAPI juga menawarkan hubungan kerja sama Indonesia dengan
Belanda, dengan harapan adanya perhatian Belanda terhadap aspirasi rakyat
Indonesia.
Hal ini untuk merealisasikan keputusan-keputusan konferensi GAPI yang
dilangsungkan pada 19-20 September 1939 yang antara lain sebagai berikut. a.
Perlunya dibentuk parlemen yang anggota-anggotanya dipilih dari dan oleh rakyat.
Pemerintah harus bertanggung jawab kepada parlemen itu. b. Jika keputusan di atas
dipenuhi, maka GAPI akan memaklumkan kepada rakyat untuk mendukung
Belanda.
c. Anggota-anggota GAPI akan bertindak semata-mata dalam ikatan GAPI.
Berparlemen merupakan program yang terus-menerus dan disebarluaskan kepada
semua partai, baik anggota GAPI maupun anggota Kongres Rakyat Indonesia.
Tuntutan GAPI, yakni Indonesia Berparlemen, ternyata kurang mendapat
perhatian dari pemerintah. Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa segala
sesuatu yang berhubungan dengan status kenegaraan Indonesia akan dibicarakan
setelah selesai perang. Kondisi Belanda yang diduduki Jerman sejak Mei 1940
tentu merupakan salah satu alasan bagi pemerintah Belanda. Ketika pemerintah
Nederland menjadi Exile Government di London, ini berarti semakin menjauhkan
hubungan Indonesia dengan Belanda. Pada Agustus 1940, mosi-mosi (Thamrin,
Soetardjo, dan Wiwoho) mendapat tanggapan yang umumnya negatif dari
pemerintah sehingga ditarik kembali oleh para sponsornya.
Pada bulan yang sama, GAPI memulai upaya yang terakhir ketika organisasi
tersebut mengusulkan pembentukan suatu uni Belanda Indonesia yang berdasarkan
atas kedudukan yang sama bagi kedua belah pihak dengan Volksraad akan berubah
menjadi badan legislatif yang bersifat bikameral atas dasar sistem pemilihan yang
adil. Akan tetapi, desakan yang terus-menerus dari GAPI, Indonesia Berparlemen
telah memaksa Belanda membentuk suatu panitia Commisie tot bestudering van
staattrechtelijke hervormingen (Panitia untuk mempelajari perubahan-perubahan
tata negara). Panitia yang biasa disebut Commisie Visman karena nama ketuanya
Visman ini dibentuk pada November 1940 dan laporannya ke luar tahun 1942.
D. Periode Politik
E. Metode Radikal
2. Partai Komunis Indonesia (PKI) Istilah komunis, berasal dari bahasa Latin
“comunis” yang artinya “milik bersama”. Istilah ini berakar dari pemikiran Karl
Marx dan Lenin. Dalam perkembangannya, komunis terbagi menjadi dua aliran,
yaitu aliran sosial demokrat yang disebut juga sosialisme serta aliran komunisme
ajaran Marx dan Lenin.
Aliran yang pertama bertujuan membentuk pemerintahan demokratis parlementer
dengan pemilihan. Sedangkan yang kedua “Komunisme Marx” yang menjadi dasar
perjuangan Marx, Lenin, Stalin, dan Mao Tse Tung adalah komunisme “Diktator
Proletar” yang menolak sistem demokrasi parlementer.
Pada tahun 1913, H.J.F.M. Hendriek Sneevliet, bekas anggota Partai Buruh Sosial
Demokrat Negeri Belanda, tiba di Jawa sebagai sekretaris serikat dagang
perusahaan Belanda. Tahun berikutnya ia mendirikan perkumpulan Indische
Sociaal
Democratische Vereeniging (ISDV) bersama dengan Bergsma, Brandstander, dan
H.W. Dekker. Tujuannya adalah menyebarkan Marxisme. Semula, anggotanya
hanya orang-orang Belanda saja, seperti Cramer, Van Gelderen, dan Strokis.
Demi kemajuan perkumpulan, Sneevliet mendekati Sarekat Islam Cabang
Semarang yang dipimpin Samaun dan Darsono. Pendekatan itu berhasil dengan
baik. Samaun dan Darsono dipengaruhi dan masuk sebagai anggota ISDV. PKI
sendiri berdiri pada tahun 1920 dengan Semaun sebagai ketuanya.
Dalam perjuangannya, PKI menggunakan strategi garis komunis internasional,
yaitu dengan melakukan penyusupan ke dalam tubuh partai-partai lain. Tujuannya
agar organisasi lain terpecah belah dan anggotanya beralih menjadi anggota PKI
sehingga kelak mereka dapat membentuk negara komunis. Salah satu organisasi
yang disusupi PKI adalah Sarekat Islam. Hal itu mungkin karena Sarekat Islam
memperkenankan adanya keanggotaan rangkap, sehingga timbul SI putih dan SI
merah (telah disusupi ISDV atau PKI).
PKI yang sebagian besar anggotanya adalah kaum buruh sejak semula sudah sadar
bahwa pemerintah Belanda selalu menindas rakyat, termasuk kaum buruh. Untuk
itu, setiap ada kesempatan, PKI selalu melakukan pemogokan dan kekacauan,
dengan puncak berupa pemberontakan.
Pemberontakan PKI meletus pada tahun 1926 di Jakarta, Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat, kemudian meluas ke Sumatra pada tahun 1927. Akan
tetapi, pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh pemerintah Hindia Belanda
sehingga banyak anggota PKI yang ditawan dan sebagian dibuang ke Tanah Merah
dan Digul, Irian Barat. Di antara mereka terdapat Aliarkham dan Sarjono, 110
sementara Alimin dan Muso berhasil melarikan diri ke luar negeri.
G. Keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah)
Perjuangan bangsa menuju Indonesia merdeka memang sudah ada jauh sebelum
adanya politik etis yang dituntut Van Deventer untuk memberi kesempatan kepada
pribumi agar mengenyam pendidikan. Namun, karena perjuangan mereka masih
sebatas pada kepentingan kedaerahan atau karena harga diri serta martabat yang
terabaikan karena monopoli perdagangan, maka kolonial Belanda mudah mematahkan
perjuangan mereka.
Perjuangan Imam Bonjol dan Diponegoro yang secara tidak sengaja terjadi
bersamaan ternyata sangat merepotkan kolonial Belanda. Baru setelah kolonial
Belanda menghadapi mereka satu demi satu, akhirnya perjuangan mereka dapat
dihentikan.
Untuk lebih memahami karakter perjuangan sebelum dan sesudah tahun 1908,
perhatikan paparan berikut ini.
1. Sebelum Tahun 1908 dipimpin raja atau bangsawan dan tokoh agama, sedangkan
setelah 1908 dipimpin dan digerakkan kaum terpelajar.
2. Sebelum Tahun 1908 bersifat kedaerahan (lokal), sedangkan setelah 1908 bersifat
nasional dan sudah ada interaksi antardaerah.
3. Sebelum Tahun 1908 bersifat fisik atau perjuangan dengan mengangkat senjata,
sedangkan setelah 1908 perjuangan menggunakan jalur organisasi.
4. Sebelum Tahun 1908 terfokus pada pemimpin yang berkarisma, sedangkan setelah
1908 memiliki organisasi dengan adanya kaderisasi.
5. Sebelum Tahun 1908 bersifat reaktif dan spontan, sedangkan setelah 1908
memiliki visi secara jelas, yakni Indonesia Merdeka.
K. Periode Politik
Periode politik merupakan kelanjutan dari periode moderat/kooperatif. Dalam
periode ini, gerakan nasionalisme di Indonesia dalam bidang politik lahir untuk
meraih kemerdekaan Indonesia. Beberapa organisasi yang muncul pada periode ini
adalah sebagai berikut.
1. Indische Partij (IP)
Indische Partij (IP) didirikan oleh Tiga Serangkai, yakni Douwes Dekker
(Setyabudi Danudirjo), Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Ki Hajar Dewantara
(Suwardi Suryaningrat) pada 25 Desember 1912 di Bandung. Organisasi ini
berkomitmen untuk menyatukan semua golongan yang ada di Indonesia dengan
menyebarluaskan paham Indische nationalism (nasionalisme Hindia) yang tidak
membedakan keturunan, suku bangsa, agama, kebudayaan, maupun adat istiadat.
Cita-cita tersebut terwujud dalam surat kabar De Expres dengan semboyan
“Indische los van Holland” yang berarti Indonesia bebas dari Belanda dan “Indie
voor
Indiers” yang berarti Hindia untuk orang Hindia.
Adapun Indische Partij memiliki program kerja seperti menanamkan cita-cita
nasional Hindia Timur (Indonesia), memberantas kesombongan sosial dalam
pergaulan baik di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan, memberantas
usaha usaha yang menyebabkan kebencian antaragama, memperbesar pengaruh
proHindia Timur di lapangan pemerintahan, berusaha mendapatkan kesamaan hak
bagi semua orang Hindia, serta dalam hal pengajaran kegunaannya harus ditujukan
untuk kepentingan ekonomi Hindia.
Kritik yang terlalu keras membuat Indische Partij mendapat pengawalan lebih
ketat dari pihak Belanda. Belanda menolak permohonan organisasi ini untuk
mendapat status badan hukum. Kecemasan Belanda mencapai puncaknya pada
tahun 1913. Belanda menangkap dan mengasingkan ketiga pemimpin Indische
Partij.
Rencana penangkapan dimulai ketika Ki Hajar Dewantara menulis di surat kabar
De Expres dengan judul “Als ik eens Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang
Belanda) terbitan 13 Juli 1913. Di dalamnya, Ki Hajar Dewantara menuliskan
tentang bagaimana pemerintah Belanda mencari dana dari rakyat Indonesia untuk
merayakan peringatan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari tangan Prancis.
Pada tahun yang sama, pemerintah Belanda menyatakan Indische Partij sebagai
organisasi terlarang. Kemudian, organisasi ini berganti nama menjadi Insulinde,
tetapi tidak berumur panjang. Pada tahun 1919, organisasi ini berubah nama lagi
menjadi National Indische Partij (NIP).
Pada 1914, Dr. Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit,
sedangkan Ki Hajar Dewantara dan Douwes Dekker baru dikembalikan pada tahun
1919. Douwes Dekker tetap bertahan di dunia politik, sedangkan Ki Hajar
Dewantara terjun ke dunia pendidikan dengan mendirikan Taman Siswa.
2. Gerakan Pemuda
Organisasi politik yang kedua adalah gerakan pemuda. Sejak berdirinya Budi
Utomo, unsur pemuda Indonesia mulai terlibat. Namun, unsur pemuda ini tidak
lama bertahan dalam Budi Utomo karena didominasi oleh golongan tua atau priayi.
Setelah itu, gerakan pemuda mulai tumbuh dan berkembang secara mandiri di
berbagai daerah di Indonesia. Bermula dari gerakan solidaritas yang bersifat
informal, gerakan-gerakan pemuda ini kemudian menjelma menjadi gerakan politik
yang bercita-cita mewujudkan Indonesia yang merdeka dan maju.
Gerakan pemuda yang muncul pertama kali adalah Trikoro Dharmo yang
merupakan cikal bakal dari Jong Java. Organisasi ini didirikan oleh R. Satiman
Wiryosanjoyo, dan kawan-kawan di gedung STOVIA, Batavia pada tahun 1915.
Trikoro Dharmo memiliki misi dan visi yang dikembangkan sebagai tujuan dari
Trikoro Dharmo, yaitu mempererat tali persaudaraan antarsiswa siswi bumiputra
pada sekolah menengah dan kejuruan, menambah pengetahuan umum bagi para
anggotanya, serta membangkitkan dan mempertajam peranan untuk segala bahasa
dan budaya. Meski demikian, tujuan sesungguhnya dari organisasi ini adalah
mencapai Jawa Raya dengan memperkukuh rasa persatuan antarpemuda Jawa,
Sunda, Madura, Bali, dan Lombok.
Dalam kongres pertamanya di Solo pada 12 Juni 1918, organisasi ini kemudian
berubah nama menjadi Jong Java dan berubah haluan menjadi organisasi politik.
Dalam kongres selanjutnya di Solo pada tahun 1926, Jong Java mengutarakan
hendak menghidupkan rasa persatuan bangsa Indonesia serta kerja sama
antarpemuda di seluruh Indonesia. Dengan demikian, organisasi ini menghapus
sifat Jawa sentris sehingga lahirlah Perkumpulan Pasundan, Persatuan Minahasa,
Molukas, Sarekat Celebes, Sarekat Sumatera, dan lain lain. Selain itu, juga ada
organisasi kepemudaan lain yang berasal dari Sumatra dengan nama Jong
Sumatranen Bond yang didirikan pada tahun 1917. Dari organisasi ini muncul
nama-nama besar seperti Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, dan Bahder
Johan.
Pada kongresnya yang ketiga, organisasi ini melontarkan pemikiran Mohammad
Yamin, yakni semua penduduk Nusantara menggunakan bahasa Melayu sebagai
bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Selanjutnya, pada tahun 1918, berdirilah
persatuan pemuda Ambon yang diberi nama Jong Ambon. Kemudian, antara tahun
1918-1919 berdiri pula Jong Minahasa dan Jong Celebes. Salah satu tokoh yang
terkenal dari Jong Minahasa adalah Sam Ratulangi.
Pada tahun 1926, berbagai organisasi kepemudaan berkumpul dan mengadakan
Kongres Pemuda I di Yogyakarta yang menunjukkan adanya persatuan antar
pemuda
Indonesia. Selanjutnya, dalam Kongres Pemuda II di Batavia pada 26-28 Oktober
1928, sebanyak 750 orang wakil dari organisasi-organisasi kepemudaan seluruh
Indonesia berhasil menunjukkan persatuan tekad dalam Sumpah Pemuda.
Dalam kongres ini, lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman pertama kali
dikumandangkan beriringan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih sebagai
simbol identitas bangsa. Dalam butir sumpah pemuda yang pertama, “Bertumpah
darah satu, tanah air Indonesia”, menyiratkan makna bahwa banyaknya pulau di
Indonesia bukan menjadi penghalang untuk bersatu. Butir pertama ini juga menjadi
tolok ukur kesetiaan rakyat terhadap negaranya.
Butir kedua, yaitu “Berbangsa satu, bangsa Indonesia”, dibutuhkan untuk
menguatkan butir pertama. Beragamnya suku bangsa di Indonesia dapat dilihat
dalam sejarah berdirinya organisasi pergerakan nasional yang awalnya masih
bersifat kesukuan. Contohnya Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong
Minahasa, dan Jong Java. Meskipun banyaknya perbedaan dapat menimbulkan
konflik, tetapi dengan sikap saling menghormati dan toleransi yang tinggi,
perbedaan yang ada dapat menyatukan bangsa menuju kemerdekaan. Butir ketiga
dalam Sumpah Pemuda berbunyi,
“Berbahasa satu, bahasa Indonesia.”
Tolok ukur eksistensi suatu bangsa dapat dilihat dari cara dan sikap rakyat dalam
berbahasa. Menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan merupakan
tanggung jawab bagi setiap warga negara. Latar belakang pemilihan bahasa Melayu
berdasarkan bukti sejarah menunjukkan sebagai bahasa penghubung dalam
berbagai kegiatan, khususnya perdagangan di wilayah Nusantara. Sumpah Pemuda
telah membuktikan bahwa keberagaman masyarakat bukanlah hambatan untuk
mencapai persatuan dan kesatuan. Sebaliknya, keberagaman harus disikapi sebagai
hal yang mendorong kemajuan bangsa. Semangat Sumpah Pemuda yang
mengilhami berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat relevan hingga
saat ini.
3. Gerakan Perempuan
Kemunculan organisasi-organisasi wanita merupakan realisasi dari cita-cita Kartini
untuk memperjuangkan kedudukan sosial wanita. Pada awal kemunculannya,
pergerakan wanita belum begitu mempersoalkan masalah-masalah yang
menyangkut politik, fokus mereka adalah pada perbaikan dalam hidup berkeluarga
dan meningkatkan kecakapan sebagai seorang ibu.
Pada tahun 1912, atas segala usaha Budi Utomo, berdirilah organisasi Putri
Merdika di Jakarta. Organisasi ini bertujuan memajukan pengajaran anak-anak
perempuan. Kemunculan Putri Merdika kemudian disusul oleh munculnya
organisasi pendidikan Kautaman Istri yang dirintis oleh Dewi Sartika sejak tahun
1904, sebelum akhirnya berubah menjadi Vereninging Kaoetaman Istri.
Mulai tahun 1910, sekolah ini diurus oleh sebuah panitia yang terdiri dari Njonja
Directour Opleidingschool, Raden Ajoe Regent, Raden Ajoe Patih, dan Raden Ajoe
Hoofd-Djaksa. Selanjutnya, Kautaman Istri berdiri di beberapa wilayah lain, yakni
Tasikmalaya (1913), Sumedang dan Cianjur (1916), Ciamis (1917), dan Cicurug
(1918). Organisasi-organisasi wanita juga muncul di daerah Jawa Tengah seperti
Pawiyatan Wanito di Magelang (1915), Wanita Susilo di Pemalang (1918), Wanito
Hadi di Jepara (1915).
Organisasi-organisasi tersebut memfokuskan pada pelatihan untuk memajukan
kecapakan wanita, khususnya kecakapan rumah tangga. Selain itu juga bertujuan
untuk mempererat persaudaraan antara kaum ibu. Tidak hanya di Jawa,
organisasiorganisasi wanita juga bermunculan di luar Jawa. Di antaranya adalah
“Kaoetaman Istri Minangkabau” di Padang Panjang dan sekolah “Kerajinan Amai
Setia” di Kota Gedang, Sumatra Barat tahun 1914. Banyak keterampilan
kerumahtanggaan diajarkan di sekolah-sekolah ini.
Salah satu tokoh wanita yang berpengaruh di luar Jawa adalah Maria Walanda
Maramis. Pada tahun 1918, melalui perkumpulan Percintaan Ibu Kepada Anak
Temurunnya (P.J.K.A.T) yang dibentuknya, pada tahun 1917 ia mendirikan
sekolah rumah tangga Indonesia pertama di Manado dengan 20 murid tamatan
sekolah dasar.
Setelah tahun 1920, organisasi wanita semakin luas orientasinya, terutama dalam
menjangkau masyarakat bawah dan tujuan politik dilakukan bersama organisasi
politik induk. Dengan semakin bertambahnya organisasi wanita, setiap organisasi
politik mempunyai bagian kewanitaan, misalnya Wanudyo Utomo yang menjadi
bagian dari Sarekat Islam, kemudian berganti nama menjadi Sarekat Perempuan
Islam Indonesia. Namun, tidak semua organisasi wanita yang muncul selalu identik
dengan politik.
Salah satu contohnya adalah kemunculan ‘Aisyiyah di Muhammadiyah yang
memfokuskan tujuannya pada kegiatan sosial keagamaan.
beberapa organisasi di atas, ada jenis organisasi wanita lain yang merupakan
organisasi terpelajar seperti Putri Indonesia, JIB dames Afdeling, Jong Java bagian
wanita, organisasi Wanita Taman Siswa, dan lain-lain. Dari beberapa jenis
organisasi wanita tersebut, paham kebangsaan dan persatuan Indonesia juga
diterima di kalangan organisasi ini. Oleh karena itu, untuk membulatkan tekad dan
mendukung persatuan Indonesia, diadakan kongres perempuan Indonesia di
Yogyakarta pada 22-25 November 1928. Kongres tersebut bertujuan untuk
mempersatukan cita-cita dan memajukan wanita Indonesia serta membuat
gabungan organisasi wanita. Beberapa organisasi yang hadir dalam kongres
tersebut ialah Wanita Utomo, Putri Indonesia,
Wanita Katolik, Wanito Mulyo, ‘Aisyiyah, SI bagian wanita, dan lain-lain.
Kongres ini menghasilkan keputusan untuk membentuk gabungan organisasi
wanita dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Setahun kemudian,
pada 28-31 Desember 1929, PPI mengadakan kongres di Jakarta. Pokok
pembahasan di dalam kongres masih mengenai kedudukan wanita dan
antipoligami. Selain itu, kongres juga memutuskan untuk mengubah nama
organisasi menjadi Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia (PPII) yang bertujuan
untuk memperbaiki nasib dan derajat wanita Indonesia. Dengan dana yang
dikumpulkannya, diharapkan mampu memperbaiki nasib wanita pada masa itu.
Organisasi ini tidak mencampuri politik dan agama. Pada tahun 1930, atas anjuran
PNI, didirikan organisasi wanita kebangsaan bernama Istri Sedar (IS) di Bandung.
Organisasi ini memusatkan tenaganya di bidang ekonomi dan kemajuan wanita. IS
bersikap netral terhadap agama dan menjangkau semua lapisan wanita, baik
golongan atas atau bawah. IS juga tidak secara langsung terjun ke dalam politik,
tetapi pemerintah selalu mengamati aktivitas organisasi itu, terutama setelah
mengadakan kongres pada 4-7 Juni 1931. Dalam propagandanya, IS sering
menyuarakan antikolonial. Selain itu, ada sebuah organisasi wanita yang sangat
mengecam pemerintah kolonial, yaitu perkumpulan “Mardi Wanita” yang didirikan
tahun 1933 oleh anggota-anggota wanita partai politik Partai Indonesia (Partindo)
setelah partai ini dikenakan vergadeverbod (larangan mengadakan rapat) oleh
pemerintah kolonial.
ini mempunyai banyak cabang terutama di Jawa Tengah dan namanya diganti
menjadi “Persatuan Marhaen Indonesia” yang berpusat di Yogyakarta. Akan tetapi,
setahun kemudian, organisasi ini dikenai larangan dan ketuanya, S.K. Trimurti
dimasukkan ke penjara karena masalah pamflet. PPII dan IS dapat dikatakan
sebagai organisasi wanita yang berpengaruh saat itu. Namun, keduanya justru larut
ke dalam konflik antarorganisasi. Sejak awal pendiriannya, IS terus berselisih
dengan PPII. IS mencemooh karena PPII hanya bergerak untuk memajukan
sejahteraan wanita seperti di negara merdeka. Menurutnya, perjuangan wanita
sudah sewajarnya masuk ke lapangan politik. Di satu sisi, PPII sebagai federasi
organisasi wanita tidak dapat bekerja sama dengan IS yang lebih banyak
menyerang federasi itu. Akan tetapi, keduanya juga saling bekerja sama dalam
rangka pengiriman delegasi kongres Wanita Asia di Lahore.
Pada 20-24 Juli 1935, Kongres Perempuan Indonesia (KPI) kedua diadakan di
Jakarta. Beberapa keputusan KPI adalah mendirikan Badan Penyelidikan
Perburuhan Perempuan yang berfungsi meneliti pekerjaan yang dilakukan
perempuan Indonesia. Selain itu, juga didirikan pula Badan Kongres Perempuan
Indonesia sekaligus mengakhiri kiprah PPII. Selanjutnya, KPI ketiga diadakan di
Bandung pada 25-28 105 Juli 1938. Kongres tersebut menetapkan tanggal 22
Desember sebagai hari ibu. Peringatan hari ibu setiap tahun diharapkan dapat
mendorong kesadaran wanita Indonesia akan kewajibannya sebagai ibu bangsa.
Dengan mulai banyaknya kaum wanita yang bekerja di lapangan, maka dirasakan
perlunya membentuk sebuah organisasi.
Oleh karena itu, pada tahun 1940 di Jakarta dibentuk perkumpulan Pekerja
Perempuan Indonesia (PPI) yang terdiri dari mereka yang bekerja di kantor-kantor
pemerintah atau swasta, guru, perawat, dan buruh. Mereka menyatukan diri
meskipun bekerja di bidang yang berbeda-beda karena mereka merasa senasib,
yakni diskriminasi kaum wanita terlihat jelas dalam kesempatan untuk memperoleh
pekerjaan, gaji, dan kesempatan untuk maju. Kendati demikian, perkumpulan itu
tidak melakukan kegiatan sebagai serikat pekerja, melainkan menekankan pada
pendidikan keterampilan untuk mata pencaharian dan pembentukan kesadaran
nasional. Satu hal yang juga mencerminkan kemajuan wanita adalah terbentuknya
perkumpulan dalam kalangan mahasiswi dengan nama Indonesische Vrouwelijke
Studentedvereniging (perkumpulan mahasiswi Indonesia) di Jakarta pada tahun
1940. Kegiatan organisasiorganisasi wanita dalam tahun sebelum pecah Perang
Pasifik yang pantas dicatat adalah rapat protes yang diselenggarakan atas prakarsa
delapan perkumpulan.
Protes ini muncul karena tidak adanya anggota wanita dalam Volksraad
(semacam DPR sekarang). Rapat ini diadakan di Gedung Permufakatan Indonesia,
Gang Kenari, Jakarta, yang dihadiri 500 dari 45 perkumpulan. Organisasi-
organisasi itu juga mendukung aksi Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar
Indonesia mempunyai parlemen sebagai wakil rakyat. Dapat dikatakan bahwa
dalam periode ini kaum wanita telah menaruh perhatian pada perjuangan politik,
baik dengan sikap kooperatif maupun nonkooperatif dengan pemerintah kolonial.
L. Metode Radikal
N. Keunggulan antara strategi kolaboratif (kerja sama) dan radikal (bawah tanah)
Kemenangan Jepang atas Rusia ini membangkitkan kepercayaan dan harga diri
Jepang. Ternyata, bangsa Asia (ras Mongoloid) dapat mengalahkan bangsa Barat (ras
Kaukasoid). Dampaknya, selain wilayah kekuasaannya semakin luas, juga muncul
ambisi tersembunyi yang tidak hanya ingin menguasai Asia, tetapi juga mengalahkan
bangsa-bangsa Barat lainnya.
Ketika Prancis menyerah kepada pasukan Nazi Jerman di Eropa tahun 1941,
Jepang memanfaatkannya dengan menginvansi wilayah jajahan Prancis di Indocina
yang meliputi Kamboja, Laos, dan Vietnam. Pada saat yang bersamaan (tahun 1941),
Jerman menginvansi
Rusia. Sebelumnya, pada tahun 1940, terjadi kesepakatan “Pakta Tripartit”, yaitu
bersatunya fasisme Jepang, Italia, dan Jerman dalam “kekuatan poros” yang kemudian
hari bersama sama melawan “kekuatan Sekutu” yang terdiri dari AS, Inggris, dan
Prancis dalam Perang Dunia II.
Meski tidak memiliki kepentingan di Indocina (Kamboja, Laos, dan Vietnam),
sikap agresi Jepang membuat Amerika Serikat menjadi geram. Pada tahun 1941,
Amerika membidani persekutuan yang disebut ABDACOM (America, British, Dutch,
Australian Command) untuk menghadapi keagresifan Jepang. Selain membuat
organisasi, Presiden Roosevelt juga menerapkan embargo baja dan besi tua kepada
Jepang yang kemudian diikuti dengan pembekuan semua aset-aset Jepang.
Embargo baja dan besi tua ini sungguh memukul telak Jepang karena peralatan
militernya semua terbuat dari baja dan besi tua. Seperti belum cukup, Amerika segera
mengembargo minyak bumi terhadap Jepang. Minyak bumi merupakan penopang
utama industri-industri militer Jepang.
Embargo minyak bumi ini membuat industri militer Jepang menjadi kesulitan
sehingga Jepang dihadapkan pada dua pilihan, hidup atau mati. Jepang bukannya
menyerah dengan situasi, tetapi semakin berambisi menguasai minyak bumi Asia
Selatan (India, Bangladesh, Pakistan, dan lain-lain) serta Asia Tenggara (Vietnam,
Filipina, Indonesia, dan lain-lain) untuk mengatasi embargo minyak bumi Amerika
Serikat.
Sebagian wilayah yang menjadi sasaran Jepang itu merupakan jajahan Belanda,
termasuk Indonesia, sehingga Jepang harus menghadapi kekuatan militer terbesar saat
itu, yaitu Amerika Serikat. Di bawah ABDACOM, Amerika Serikat bertanggung jawab
melindungi kepentingankepentingan Belanda di Indonesia. Menyerang Indonesia
dianggap menyerang ABDACOM.
Untuk mengatasi kekuatan militer itu, Jepang mengambil keputusan, yakni harus
terlebih dahulu melumpuhkan Amerika Serikat. Sasaran yang paling dekat di Asia
adalah pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Asia Pasifik, yaitu di Pearl
Harbour, Hawaii. Maka, secara mendadak tanpa ultimatum terlebih dahulu, Jepang
menyerang Pearl Harbour pada 7 Desember 1941. Dengan serangan ini, Jepang telah
mengawali perang Pasifik.
Setelah menghancurkan Pearl Harbour, Jepang menduduki Filipina pada 10
Desember 1941, Burma pada 16 Desember 1941, dan pada 11 Januari 1942 Jepang
mendarat di Indonesia dengan menguasai Kalimantan lalu menyusul Sumatra dan Jawa.
Setelah Jawa dikuasai, Jepang mengendalikan seluruh wilayah Indonesia dalam waktu
singkat. Perang yang dilancarkan Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Pasifik ini
dikenal dengan Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik.
C. Spionase Jepang
Mengapa Jepang begitu mudah masuk Indonesia dan menguasai Yogyakarta?
Ternyata, jauh sebelum tahun 1942 Jepang telah mengirimkan perwira-perwiranya di
beberapa kota penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta untuk dijadikan sebagai
spionase. Perwira yang dikenal sebagai mata-mata di Yogyakarta adalah Shizukino
Yamachi. Tugas Shizukino Yamachi adalah melakukan penyamaran untuk memata-matai
kawasan Yogyakarta, yang nantinya pada wilayah tersebut akan dilakukan ekspansi
besar-besaran oleh tentara Jepang.
Untuk mengelabuhi masyarakat, Shizukino Yamachi mendirikan toko Fuji
sebagai toko kelontong yang berada di daerah pecinan Yogyakarta atau sekarang dikenal
Jalan Malioboro. Shizukino Yamachi mengubah namanya menjadi Tao Ai dan lebih suka
memperkenalkan dirinya kepada orang baru sebagai pedagang dari Cina. Sehari-harinya,
Shizukino Yamachi keluar rumah dari pagi hingga menjelang petang.
Shizukino Yamachi menulis dengan detail segala hal yang ada dan terjadi di
Yogyakarta. Kemudian, segala hasil data pengamatannya dikirimkan ke Jepang, agar
mudah melakukan ekspansi. Data tersebut dikirimkan melalui radio komunikasi dari
kamarnya sehingga pintu kamarnya yang berada di lantai atas selalu tertutup rapat.
Shizukino Yamachi sering berkeliling menggunakan sepeda, berbusana putih dan
mengenakan topi bulat. Semua orang tidak mengenal siapa sesungguhnya Shizukino
Yamachi. Dia hanya dikenal sebagai seorang pengusaha yang baik dan ramah kepada
setiap orang.
Di pertengahan tahun 1939, Shizukino Yamachi mendadak pergi dan hilang
begitu saja.
Pada 6 Maret 1942, tentara Jepang telah memasuki Kota Yogyakarta. Mereka datang dari
arah Jalan Solo menuju ke barat, setelah sampai di perempatan tugu, mereka berbelok ke
selatan menuju Jalan Malioboro dan Gedung Agung. Iring-iringan pasukan disambut
oleh warga tanpa ketakutan, bahkan warga bersorak sorai dengan melambailambaikan
bendera merah putih. Para pasukan Jepang datang dengan mengaku sebagai saudara tua.
Untuk menarik simpati khususnya kepada rakyat Yogyakarta, serdadu Jepang
menyerukan “Nipon Indonesia sama-sama”, mengumandangkan lagu Indonesia Raya,
serta secara demonstratif membawa potret ratu Belanda yang ditusuk-tusuk dengan
bayonet. Ketika peristiwa ini berlangsung, Shizukino Yamachi berada di kendaraan jeep
paling depan diikuti kendaraan truk, sepeda, dan bahkan ada yang berjalan kaki. Setelah
diketahui, ternyata Shizukino Yamachi merupakan salah satu perwira komandan divisi
Angkatan Darat Jepang.
Serangan Jepang pertama terjadi pada 11 Januari 1942 dengan Salam Historia
Mengapa
Thailand menjadi negara Asia yang tidak dijajah Jepang? Pada Perang Dunia II, Thailand
“membantu” Jepang melawan Sekutu dengan cara memberikan wilayah negaranya
sebagai tempat akomodasi tentara Jepang.
Namun, seusai perang dan Jepang kalah perang melawan Sekutu, Thailand
memutuskan untuk menjadi sekutu Amerika Serikat. Thailand juga merupakan negara
yang tidak pernah dijajah bangsa Barat (Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan
Portugal). mendarat di Tarakan (Kalimantan Timur). Pada bulan Februari, Jepang
menduduki Pontianak, Banjarmasin, Makassar, Palembang, dan Bali. Mengapa Jepang
mendarat pertama kali di Tarakan dan kemudian menguasai Tarakan? Sebagaimana
dibahas dalam pokok bahasan terdahulu, Jepang sangat kesulitan dalam mengoperasikan
industri-industrinya, termasuk mesin-mesin perangnya, setelah Amerika Serikat
mengembargo minyak bumi.
Tarakan adalah salah satu daerah yang terdapat sumber-sumber minyak di
Indonesia. Dengan menguasai Tarakan, berarti menguasai sumber minyak sehingga
dengan demikian untuk menguasai daerah lain di Indonesia lebih mudah dan untuk
menghadapi Sekutu juga lebih siap. Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Banten,
kemudian Indramayu, Rembang, Tuban, dan Surabaya. Sejak Maret 1942, Indonesia
menjadi kekuasaan Jepang. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hindia Belanda
(Indonesia) adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna
mendukung industri dan kampanye perang Jepang. Gubernur Jenderal Belanda, Tjarda
van Strarkenborgh, tidak berdaya menghadapi serangan kilat Jepang sehingga terpaksa
menyerah tanpa syarat kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura di Kalijati, Subang,
Jawa Barat, 8 Maret 1942.
Mengapa Jepang begitu mudah mengalahkan Belanda sedangkan peralatan
militer Belanda juga sangat modern untuk saat itu? Jepang, sebelum menyerang Hindia
Belanda, ternyata sudah jauh hari memperhitungkan penyerangan itu. Beberapa tahun
sebelum 1942, para perwira Jepang sudah menyelidiki daerah-daerah yang menjadi titik
kelemahan dan kekuatan Belanda. Di Jawa, daerah Banten, Indramayu, Rembang,
Tuban, dan Surabaya adalah daerah strategis. Apabila menguasai daerah itu, maka
Jepang dengan mudah akan dapat memaksa Belanda menyerah.
Masa pendudukan Jepang membawa dampak yang luar biasa terhadap bangsa Indonesia,
baik dampak secara politik, ekonomi, dan sosial budaya. Untuk lebih jelasnya, berikut
paparannya.
1. Bidang Politik
Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, organisasi kemasyarakatan baik itu
organisasi politik, sosial, maupun keagamaan dibubarkan dan menggantikannya
dengan organisasi bentukan Jepang. Satu-satunya organisasi yang dibiarkan oleh
Jepang adalah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang berdiri sejak pemerintahan
kolonial Belanda. Organisasi ini mendapat simpati masyarakat sehingga berkembang
dengan cepat. Karena organisasi ini mengkhawatirkan Jepang, maka pada tahun 1943
MIAI dibubarkan dan menggantikannya dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) dengan K.H. Hasyim Asy’ari sebagai ketuanya.
Untuk menekan tokoh pergerakan yang tidak kooperatif terhadap Jepang,
dilakukan pengawasan yang ketat dengan menyebar polisi rahasia yang sangat
ditakuti, yakni Kempetai. Jepang tidak segan-segan menangkap, menginterogasi,
bahkan menghukum mati orang yang dianggap bersalah tanpa proses pengadilan.
Di samping cara-cara represif, Jepang juga menerapkan caracara yang
diharapkan mengundang simpati, misalnya:
a. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dan melarang keras
penggunaan bahasa Belanda.
b. Membentuk kerja sama dengan para nasionalis serta membentuk gerakan 3A
(Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia) dengan
menunjuk Mr. Syamsuddin sebagai ketuanya. Tujuan gerakan bentukan Jepang ini
adalah menarik simpati rakyat Indonesia agar membantu Jepang menghadapi
Amerika Serikat dan sekutunya. Gerakan ini akhirnya tidak mendapat simpati
rakyat karena pada kenyataannya Jepang terlalu kejam bagi rakyat Indonesia.
c. Membentuk organisasi yang bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dan menunjuk
Sukarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur sebagai
pemimpinnya.
Tujuan organisasi ini adalah memusatkan segala potensi rakyat Indonesia untuk
membantu Jepang melawan tentara Sekutu. Namun, organisasi ini dimanfaatkan
pimpinannya untuk membangkitkan nasionalisme yang sempat pudar. Karena
organisasi ini ternyata lebih menguntungkan Indonesia daripada kepentingan
Jepang, maka akhirnya Putera dibubarkan.
d. Membentuk Badan Pertimbangan Pusat yang kemudian disebut Cuo Sangi In (pada
zaman kolonial Belanda disebut Volksraad). Badan ini bertugas memberikan usul
atau saran-saran terhadap Jepang tentang masalah-masalah politik. Jepang
menunjuk Sukarno sebagai ketuanya.
e. Membentuk Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa) sebagai lembaga yang
bertugas mengumpulkan dana, misalnya dalam bentuk uang, beras, ternak, logam
mulia, kayu jati, dan sebagainya. Jepang menunjuk gunseikan atau seorang kepala
pemerintahan sebagai ketuanya. Seperti organisasi lain bentukan Jepang, organisasi
ini tidak mendapat sambutan rakyat, terutama di luar Pulau Jawa.
2. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, Jepang menginginkan Indonesia sebagai tempat
eksploitasi segala sumber daya, baik itu pangan, sandang, logam, dan minyak demi
kepentingan perang, sebagaimana tampak dalam hal-hal berikut ini. a. Menyita Aset
Ekonomi
Jepang menyita aset hasil perkebunan (teh, kopi, karet, tebu), pabrik, bank,
dan perusahaan-perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkalai
karena pemerintah Jepang fokus pada ekonomi perang dan industri perang.
Dampaknya, kelaparan rakyat dan kemiskinan di mana-mana.
Kebijakan Jepang di antaranya juga adanya ekonomi perang. Ekonomi
perang adalah semua kekuatan ekonomi di Indonesia digali untuk menopang
kegiatan perang. Bagi Jepang, Indonesia merupakan negara yang sangat menarik
perhatian karena merupakan negara kepulauan yang kaya akan hasil bumi,
pertanian, tambang, dan lain sebagainya.
Kekayaan Indonesia tersebut sangat cocok untuk keperluan industri Jepang.
Setelah berhasil menguasai Indonesia, Jepang mengambil kebijakan dalam
ekonomi yang sering disebut Self Help, yaitu hasil perekonomian di Indonesia
dijadikan modal untuk mencukupi kebutuhan pemerintahan Jepang, contohnya
sebagai berikut. 1) Jepang memerintahkan menanam padi karena beras adalah
sumber energi tentara Jepang. 2) Jepang memerintahkan menanam jarak karena
getah jarak dijadikan pelumas mesin-mesin industri alat perang Jepang termasuk
pesawat tempur. 3) Jepang memerintahkan menanam tanaman kina karena menjadi
obat antimalaria. Penyakit malaria sangat melemahkan kemampuan bertempur
pasukan Jepang.
b. Pengawasan Ketat di Bidang Ekonomi
Jepang melakukan pengawasan ekonomi secara ketat. Pengawasan tersebut antara
lain penggunaan dan penyediaan barang serta pengendalian harga untuk mencegah
meningkatkan harga barang. Jika ada yang melanggar, akan dikenai sanksi sangat
berat. c. Kebijakan Self-sufficiency
Kebijakan self-sufficiency yaitu pemerintah Jepang mengharuskan pada wilayah-
wilayah yang ada di bawah pemerintah Jepang harus memenuhi kebutuhannya
sendiri.
d. Memberlakukan Setoran Wajib, Romusha
Pada tahun 1944, Jepang dalam ambisi perangnya semakin terdesak dan kalah di
berbagai front sehingga kebutuhan bahanbahan pangan semakin meningkat. Untuk
mengatasinya, Jepang membuat aturan agar rakyat menyerahkan bahan pangan dan
barang secara besarbesaran melalui organisasi bentukan Jepang yang bernama
Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa) dan Nagyo Kumiai (koperasi
pertanian). Setiap rakyat harus menyerahkan bahan makanan 30 persen untuk
pemerintah Jepang, 30 persen untuk lumbung desa (simpanan), dan 40 persen
menjadi hak miliknya.
Kewajiban yang memberatkan itu membuat rakyat menderita dan kekurangan
pangan sehingga rakyat makan makanan yang tidak biasa seperti umbi-umbian
hutan, bekicot, dan sebagainya. Karena sandang juga langka, rakyat terpaksa
memakai pakaian dengan bahan dasar karung goni. Keadaan itu diperparah dengan
kewajiban romusha atau kerja paksa. Banyak rakyat meninggal di tempat kerja atau
ditembak mati karena melarikan diri dari kewajiban romusha.
3. Bidang Sosial
a. Romusha
Penerapan romusha pada awalnya secara sukarela dari rakyat karena mendapat
upah dari pemerintah Jepang. Namun, lambat laun romusha menjadi kerja paksa yang
tidak ada lagi sistem pengupahan. Banyak pemuda desa dan laki-laki desa lainnya
yang dipaksa kerja romusha sehingga mengakibatkan lahan pertanian menjadi tidak
tergarap. Mereka dimobilisasi tidak saja untuk membangun jalan, bandara, dan
pelabuhan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri seperti Burma, Thailand,
Vietnam, dan Malaysia. b. Jugun Ianfu
Selain memobilisasi para pemuda desa untuk romusha, pemerintah Jepang juga
merekrut wanita-wanita desa untuk dijadikan perempuan penghibur tentara Jepang
atau yang dikenal dengan Jugun Ianfu. Para wanita itu awalnya direkrut dijanjikan
dididik menjadi perawat kesehatan, tetapi pada kenyataanya mereka dijadikan
sebagai wanita penghibur.
c. Pendidikan
Pada masa Jepang, sistem pendidikan lebih buruk daripada masa kolonial
Belanda. Jumlah sekolah menurun drastis dan jumlah warga buta aksara semakin
banyak. Sistem pembelajaran dan kurikulum dijadikan untuk kepentingan perang.
Pelajar diindoktrinasi dengan slogan Hakko Ichiu (delapan penjuru dunia di bawah
satu atap). Slogan ini terus diterapkan sebagai alat propaganda Jepang bahwa
Jepang pemimpin dunia dan alat pembenaran Jepang selalu menginvansi negara
lain selama Perang Dunia II.
d. Bahasa dan Stratifikasi Sosial
Ada sisi positif dalam diri Jepang. Pertama, dalam bidang bahasa, karena
bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia
juga dijadikan sebagai pelajaran wajib. Kedua, dalam penjajahan Jepang ini,
stratifikasi sosial golongan bumiputra (inlander, zaman Belanda) ditempatkan di
atas golongan Eropa dan golongan Timur Asing kecuali Jepang. Jepang ingin
mengambil hati rakyat dalam usaha menghadapi Sekutu dalam Perang Pasifik.
4. Bidang Kebudayaan
Sebagai negara fasis, Jepang memang mendidik warga negaranya dengan sangat
ketat. Semua urusan warga negaranya harus taat pada aturan yang ditetapkan oleh
negara. Walaupun menjadi negara modern akibat Restorasi Meiji, Jepang tetap sangat
menghormati kaisarnya. Sebab bagi mereka, kaisar dianggap sebagai keturunan Dewa
Matahari.
Oleh karena itu, dalam tradisi Jepang, mereka memberi hormat ke arah matahari
terbit dengan cara membungkukkan punggung dalam-dalam (disebut dengan Seikerei)
sebagai simbol penghormatan terhadap kaisar.
Kebiasaan Jepang itu dipaksakan kepada setiap negara jajahannya, termasuk di
Indonesia sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap Jepang. Perilaku seperti itu
bertentangan dengan agama karena dianggap sebagai Syrik (menyekutukan Tuhan).
Perlawanan K.H. Zainal Mustafa di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1944 sebagai
bukti bahwa Jepang tidak bisa memaksa begitu saja budayanya kepada tanah jajahan.
Dalam usaha mengendalikan kebudayaan, Jepang membentuk organisasi yang
bernama Keimin Bunkei Shidoso (pusat kebudayaan). Keimin Bunkei Shidoso
dijadikan sebagai wadah perkembangan kesenian Indonesia. Lembaga ini juga
dimanfaatkan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan seniman-seniman Indonesia
agar karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Jika ada seniman yang
berani mengkritik Jepang, maka seniman itu ditangkap dan dipenjarakan. Contohnya,
Chairil Anwar dijebloskan ke penjara karena karya sastranya yang berjudul Siap Sedia.
a. Gerakan 3A
Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia dalam perang Asia Timur Raya
atau Perang Pasifik, Jepang membentuk sebuah perkumpulan yang dinamakan
Gerakan 3A (Nipon cahaya Asia, Nipon pelindung Asia, Nipon pemimpin Asia).
Perkumpulan ini dibentuk pada 29 Maret 1942. Jepang berusaha agar gerakan ini
menjadi alat propaganda yang efektif untuk memenangkan perang dengan Sekutu.
Oleh karena itu, di berbagai daerah dibentuk berbagai komite-komite.
Ternyata, sekalipun dengan berbagai upaya, gerakan ini kurang mendapat simpati
rakyat karena ternyata Jepang sudah mulai menampakkan sifat-sifat penjajahannya.
Pada Desember 1942, Gerakan 3A dinyatakan gagal dan dibubarkan.
b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Karena Gerakan 3A gagal, kemudian Jepang mengajak para tokoh pergerakan
untuk bekerja sama. Jepang kemudian mendirikan organisasi pemuda yang
dipimpin oleh Sukardjo Wiryopranoto. Karena lambat laun organisasi ini tidak
mendapat sambutan rakyat, akhirnya Jepang membubarkannya.
Dukungan rakyat terhadap Jepang memang tidak seperti awal kedatangannya,
karena Jepang sudah banyak berubah. Misalnya, melarang pengibaran bendera
Merah Putih yang berdampingan dengan bendera Hinomaru serta mengganti lagu
“Indonsia Raya” dengan lagu “Kimigayo”.
Jepang ketika perang dengan sekutu mulai menampakkan kekalahan di mana-
mana sehingga rakyat Indonesia mulai tidak percaya dengan Jepang. Untuk
memulihkan keadaan itu, Jepang harus bekerja sama dengan tokoh-tokoh nasionalis
terkemuka, misalnya Sukarno dan Moh. Hatta. Karena Sukarno masih ditahan oleh
pemerintah kolonial Belanda di Padang, maka Jepang membebaskannya.
Jepang kemudian membentuk organisasi massa yang dapat diharapkan bekerja
sama untuk menggerakkan rakyat. Pada Desember 1942, Sukarno, Hatta, K.H. Mas
Mansyur, dan Ki Hajar Dewantara dipercaya untuk membentuk gerakan baru.
Gerakan itu bernama Pusat Tenaga Rakyat (Putera) yang kemudian berdiri pada 16
April 1943. Tokoh-tokoh nasionalis ini terkenal dengan sebutan empat serangkai.
Putera diketuai oleh Sukarno. Tujuan Putera adalah untuk membangun dan
menghidupkan kembali segala sesuatu yang telah dihancurkan kolonial Belanda.
Jepang menginginkan Putera bekerja untuk menggali potensi masyarakat guna
membantu Jepang dalam perang. Di samping bertugas sebagai propaganda perang,
Putera juga bertugas memperbaiki bidang sosial dan ekonomi.
Putera kemudian membentuk organisasi sampai ke tingkat daerah-daerah dan
pimpinan pusat tetap dipegang oleh empat serangkai sehingga dalam waktu singkat
Putera berkembang sangat pesat. Melalui rapat-rapat, para tokoh nasionalis
memanfaatkan Putera untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Rupanya, Jepang
mulai sadar bahwa Putera dimanfaatkan oleh para nasonalis bukan untuk
kepentingan Jepang sehingga pada tahun 1944 Putera dibubarkan Jepang.
c. Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia)
Berbeda dengan pemerintah kolonial Belanda yang anti organisasi Islam, Jepang
lebih bersahabat terhadap umat Islam. Jepang mendekati umat Islam karena Jepang
menginginkan agar umat Islam di Indonesia membantu Jepang melawan Sekutu.
Oleh karena itu, organisasi Islam yang bernama MIAI yang cukup berpengaruh
pada masa pemerintahan Belanda dan dibubarkan Belanda mulai dihidupkan
kembali oleh Jepang. Tanggal 4 September 1942, MIAI diizinkan aktif kembali.
Dengan demikian, MIAI dapat dimobilisasi untuk keperluan Jepang.
MIAI berkembang sangat pesat karena merupakan tempat bersilaturahmi antar
sesama para tokoh Islam untuk menuju Indonesia merdeka. Arah perkembangan
MIAI mulai dipahami oleh Jepang. MIAI dianggap tidak memberi kontribusi
terhadap Jepang dan itu berarti tidak sesuai dengan harapan Jepang. Maka, pada
November 1943, MIAI dibubarkan Jepang. Sebagai penggantinya, Jepang
membentuk organisasi Islam baru yang bernama Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia). Tugas dari Masyumi adalah dapat mengumpulkan dana dan
dapat menggerakkan umat Islam untuk menopang kegiatan Perang Asia Timur
Raya.
Masyumi diketuai oleh Hasyim Asy’ari dan wakil ketuanya dijabat oleh Mas Mansur dan
Wahid Hasyim, sedangkan penasihatnya adalah Ki Bagus Hadikusumo. Masyumi
sebagai Gambar 4.d. K.H. Hasyim Asy’ari. Seorang ulama yang diberi
kepercayaan Jepang memimpin Masyumi. 140 organisasi induk umat Islam,
anggotanya sebagian besar dari para ulama. Dengan kata lain, ulama dilibatkan
dalam kegiatan pergerakan politik.
Organisasi Islam ini berkembang sangat pesat dan di setiap karesidenan ada
cabangnya. Masyumi dalam perkembangannya menjadi tempat penampungan
berkeluh kesah rakyat. Masyumi berkembang menjadi organisasi yang pro dengan
rakyat sehingga tidak heran bila Masyumi menentang keras kebijakan romusha.
Bahkan, Masyumi menolak permintaan Jepang agar organisasi bentukan Jepang ini
menggerakan romusha. Dengan demikian, Masyumi telah membentuk dirinya
menjadi organisasi pejuang yang membela rakyat.
d. Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa)
Pada tahun 1944, dalam Perang Asia Timur Raya, Jepang terus mengalami
kekalahan di mana-mana sehingga kondisi ini sangat mengkhawatirkan keberadaan
Jepang di Indonesia. Untuk itu, panglima ke-16, Jenderal Kumakici Harada
membentuk oganisasi baru yang bernama Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian
Rakyat Jawa). Organisasi ini dibentuk karena Jepang membutuhkan bantuan
segenap rakyat secara lahir batin, yakni rakyat memberikan darmanya kepada
pemerintah Jepang demi kemenangan perang.
Agar pengalaman yang sudah terjadi tidak terulang, yakni pimpinan organisasi
membelokkan organisasi sehingga tidak sesuai harapan Jepang, maka Jawa
Hokokai dipimpin langsung oleh orang Jepang, yakni gunseikan. Sedangkan
penasehatnya boleh orang Indonesia, yakni Sukarno dan Hasyim Asy’ari.
Organisasi ini sampai ke tingkat RT (rukun tetangga). Di tingkat daerah (syu/shu)
dipimpin oleh syucokan dan seterusnya sampai ke tingkat daerah ku oleh kuco,
bahkan sampai ke gumi di bawah pimpinan gumico. Dengan demikian, Jawa
Hokokai memiliki alat sampai ke desa-desa, dukuh, bahkan sampai RT (gumi atau
tonari gumi). Tonari gumi dibentuk untuk memobilisasi seluruh penduduk dalam
kelompok-kelompok yang terdiri dari 10 sampai 20 keluarga. Para kepala desa atau
kepala dukuh atau ketua RT bertanggung jawab atas kelompoknya masing-masing.
Program kegiatan Jawa Hokokai adalah sebagai berikut. 1) Melaksanakan segala
tindakan dengan nyata dan ikhlas demi pemerintah Jepang. 2) Memimpin rakyat
berdasarkan semangat kekeluargaan. 3) Memperkukuh pembelaan tanah air.
Jawa Hokokai adalah organisasi pusat yang anggotaanggotanya atas
bermacammacam hokokai (himpunan kebaktian) sesuai dengan bidang profesinya.
Misalnya, Kyoiku Hokokai (kebaktian para guru), Isi Hokokai (kebaktian para
dokter), dan sebagainya. Dalam perkembangannnya, Jawa Hokokai memobilisasi
potensi rakyat untuk kemenangan perang Jepang, misalnya dalam bidang ekonomi
dengan cara penarikan hasil bumi untuk keperluan perang.
2. Organisasi Semimiliter dan Militer
Dalam memerintah Indonesia, Jepang menerapkan pemerintahan militer.
Untuk itu, Jepang mengambil kebijakan membuat organisasi yang bersifat
semimiliter dan militer. Para pemuda dilatih Jepang untuk disiplin dan memiliki
semangat juang yang tinggi (seishin) dan berjiwa kesatria (bushido). Untuk lebih
jelasnya, berikut ulasannya. a. Organisasi Semimiliter
1) Seinendan
Seinendan (korps pemuda) adalah sebuah organisasi yang mewadahi para
pemuda yang berusia 14 sampai 22 tahun. Organisasi ini dibentuk dengan
tujuan menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri.
Kepentingannya bagi Jepang ialah menjadi tenaga cadangan dalam
menghadapi perang Asia Timur Raya. Seinendan difungsikan sebagai
barisan cadangan yang mengamankan garis belakang. Pengorganisasian
Seinendan diserahkan kepada penguasa setempat, misalnya di tingkat
syu/shu (keresidenan) ketuanya syucokan sendiri. Begitu juga di tingkat
daerah ken (kabupaten), ketuanya kenco sendiri, dan seterusnya sampai ke
tingkat gun (kawedanan), son (kecamatan), aza (dusun), dan gumi (RT).
Tokoh-tokoh yang pernah mencicipi pendidikan Seinendan adalah Sukarni
dan Latief Hendraningrat.
2) Keibodan
Keibodan (korps kewaspadaan) anggotanya berusia 25 sampai 35 tahun.
Tujuannya untuk membantu tugas polisi Jepang dalam menjaga keamanan
dan ketertiban. Untuk itu, mereka dilatih kemiliteran. Pembina Keibodan
adalah Departemen Kepolisian (Keimubu) dan di daerah syu (keresidenan)
dibina oleh bagian kepolisian (Keisatsubu). Di kalangan orang Cina juga
dibentuk Keibodan yang diamakan Kakyo Keibotai. Organisasi keibodan
juga dibentuk di daerahdaerah seluruh Indonesia meskipun namanya
berbedabeda. Misalnya Keibodan di Sumatra disebut Bogodan atau di
Kalimantan disebut Borneo Konan Kokokudan. Ketika situasi perang
semakin memanas, Jepang melatih Fujinkai (perkumpulan wanita) dengan
diberi latihan militer sederhana. Bahkan, pada tahun 1944 dibentuk Pasukan
Srikandi. Organisasi sejenis juga dibentuk untuk usia murid SD yang
disebut Seinentai (barisan murid sekolah dasar). Kemudian, untuk murid
SMP dibentuk Gakukotai (barisan murid sekolah lanjutan).
3) Barisan Pelopor
Jepang membentuk Chuo Sangi in (semacam DPR). Salah satu
keputusan lembaga itu adalah merumuskan cara untuk menumbuhkan
keadaran di kalangan rakyat untuk 143 membela tanah air dari serangan
musuh. Sebagai bentuk nyata dari keputusan itu, Jepang pada 1 November
1944 membetuk organisasi baru yang bernama Barisan Pelopor. Melalui
organisasi ini diharapkan adanya kesadaran rakyat untuk berkembang
sehingga jika tanah airnya diserang musuh, maka rakyat siap membantu
Jepang mempertahankan tanah airnya.
Organisasi ini dipimpin oleh Sukarno yang dibantu oleh R.P. Suroso,
Otto Iskandardinata, dan Buntaran Martoatmojo. Barisan pelopor
berkembang pesat hanya di perkotaan. Organisasi ini mengadakan pelatihan
militer bagi angotanya meskipun hanya menggunakan senapan dari kayu
dan bambu runcing. Anggotanya sangat heterogen karena ada yang
terpelajar, berpendidikan rendah, bahkan tidak pernah mengenyam
pendidikan sekalipun.
Tokoh yang pernah menjadi anggotanya adalah Supeno, D.N. Aidit,
Johar Nur, dan Asmara Hadi. Dengan adanya organisasi ini, nasionalisme
dan rasa persaudaran di lingkungan rakyat Indonesia semakin berkobar.
Organisasi ini di bawah naungan Jawa Hokokai.
4) Hizbullah
Pada 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Kaiso mengeluarkan
pernyataan tentang pemberian kemerdekaan untuk Indonesia karena
kekalahan Jepang ada di mana-mana sehingga Jepang mengalami berbagai
kesulitan. Cara yang ditempuhnya menambah kekuatan yang sudah ada,
yakni membentuk pasukan cadangan khusus dari pemuda-pemuda Islam
sebanyak 40.000 orang.
Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk
membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi
menyambut antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja
sambutan itu disambut gembira pemerintah Jepang.
Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk persiapan
menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944,
Jepang membentuk organisasi 144 baru berupa pasukan sukarelawan Islam
yang dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya
disebut Kaykio Seinin Teishinti. Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai
berikut.
1. Sebagai tentara cadangan. • Melatih diri baik jasmani maupun rohani
dengan giat. • Membantu tentara Dai Nippon. • Menjaga bahaya udara
dan mengintai mata-mata musuh. • Menggiatkan usaha-usaha untuk
kepentingan tugas perang.
2. Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut. • Menyiarkan agama Islam.
• Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam. • Membela
agama dan umat Islam Indonesia.
Agar organisasi berjalan lancar, maka dibentuk pengurus pusat
Hizbullah dengan ketuanya K.H. Zainul Arifin, wakil ketuanya Moh.
Roem, dan anggota pengurusnya antara lain Prawoto Mangunsasmito, Kia
Zarkasi, dan Anwar Cokroaminito.
Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah
pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang
perwira Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik.
Dalam pelatihan, selain keterampilan militer juga kerohanian.
Keterampilan fisik militer dilatih oleh para komandan Peta,
sedangkan bidang mental kerohanian dilatih oleh K.H. Mustafa Kamil
(bidang kekebalan), K.H. Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul Halim
(bidang politik), dan K.H. Tohir (bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di
Cibarusa itu ternyata membentuk kader pejuang yang militan serta
menumbuhkan semangat nasionalisme para kader Hizbullah.
Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-
masing dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah
berkembang dengan pesat. Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa
adalah pusat pemerintahan. Jika musuh sewaktu-waktu menyerang, maka
Hizbullah akan mempertahankan dengan penuh semangat. Semangat itu
tentunya bukan karena membantu Jepang, tetapi demi tanah air Indonesia.
Jika barisan pelopor di bawah naungan Jawa Hokokai, maka Hizbullah di
bawah naungan Masyumi.
b. Organisasi Militer
1) Heiho
Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung
ditempatkan di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan dari
dibentuknya Heiho adalah membantu tentara Jepang. Anggotanya 42.000 orang,
tetapi mereka tidak sampai berpangkat perwira karena perwira hanya untuk orang
Jepang.
Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain 1) usia 18 sampai 25
tahun, 2) berbadan sehat, 3) berkelakuan baik, dan 4) berpendidikan minimal
sekolah dasar. Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun
kubu-kubu pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara
Jepang di medan perang. Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjukan di
peperangan melawan tentara Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang
sampai ke Burma.
Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan
menurut daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra
menjadi bagian dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah
dibagi menjadi beberapa angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian
(kempeitei). Keterampilan khusus juga diberikan, misalnya bagian senjata
antipesawat terbang, tank, artileri, dan pengemudi mesin perang.
2) Peta
Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan
Sekutu dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer
lain yang bernama Peta (Pembela Tanah Air). Para anggota Peta mendapat
pelatihan militer karena organisasi ini organisasi militer.
Semula, yang ditugasi melatih anggota Peta adalah seksi khusus dari
bagian inteligen yang disebut Tokubetsu Han. Bahkan, sebelum ada perintah
melatih Peta, Tokubetsu Han sudah melatih pemuda Indonesia untuk menjadi
inteligen yang dipimpin oleh Yanagawa.
Pelatihan pertama berlokasi di Tangerang dengan anggota 40 orang dari
seluruh Jawa. Baru pada pelatihan tahap kedua, Jenderal Kumaikici Harada
panglima tentara Jepang memerintahkan untuk membentuk Peta dan melatih
Peta. Pada 3 Oktober 1943, secara resmi Peta didirikan dan anggota Peta berasal
dari berbagai golongan, termasuk dari Seinendan.
Dalam Peta sudah dikenalkan pangkat, misalnya daidanco (komandan
batalion), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton), bundanco
(komandan regu), dan giyuhei (prajurit sukarela). Untuk mencapai tingkat
perwira Peta, para anggota harus melalui pendidikan khusus. Pertama kali
pendidikan dilaksanakan di Bogor dan setelah mereka lulus pelatihan
ditempatkan di berbagai daidanco (komandan batalion) yang tersebar di Jawa,
Madura, dan Bali.
Dalam organisasi, Peta tidak seperti Heiho yang ditempatkan pada
struktur organisasi tentara Jepang. Peta dibentuk sebagai pasukan gerilya yang
melawan apabila terjadi serangan dari pihak musuh. Tegasnya, Peta dibentuk
untuk mempertahankan tanah air Indonesia dari serangan Sekutu.
Dalam kedudukan struktur organisasi, Peta memiliki kedudukan yang
lebih bebas/fleksibel dan dalam hal kepangkatan ada orang Indonesia yang
sampai mencapai perwira. Untuk itulah banyak orang yang tertarik untuk menjadi
anggota Peta. Sampai pada akhir pemerintahan Jepang, anggota Peta sudah
mencapai 37.000 orang di Jawa dan Sumatra mencapai 20.000 orang.
Di Sumatra, nama yang terkenal bukan Peta, tetapi Giyugun (prajurit-
prajurit sukarela). Orang-orang Peta inilah yang kemudian hari sangat berperan
dalam ketentaraan setelah Indonesia merdeka. Tokoh terkenal Peta adalah
Supriyadi dan Sudirman.
Gerakan bawah tanah di Indonesia tidak seperti gerakan bawah tanah di Eropa
yang mengangkat senjata secara sembunyi-sembunyi. Gerakan bawah tanah di
Indonesia artinya perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia. Mereka, di
balik kepatuhan terhadap Jepang, tersembunyi kegiatan-kegiatan yang menggerakkan
rakyat untuk Indonesia merdeka. Walaupun akhirnya gerakan mereka diketahui
Jepang dan organisasi yang mereka jalankan dibubarkan, tetapi peranan mereka
sangat penting bagi Indonesia merdeka. Untuk lebih jelasnya, berikut ulasan tokoh-
tokoh yang melakukan perjuangan bawah tanah. a. Kelompok Sukarni
Sukarni adalah tokoh pergerakan pada zaman kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan
Jepang, Sukarni bersama Muhammad Yamin bekerja di Sendenbu (Barisan Propaganda
Jepang). Sukarni juga menghimpun tokoh-tokoh pergerakan seperti Adam Malik, Kusnaini,
dan Pandu Wiguna untuk terus mengobarkan perjuangan dan menggelorakan paham
nasionalisme. Untuk menyamarkan gerakannya, Sukarni mendirikan asrama politik yang
diberi nama “Angkatan Baru Indonesia” sehingga dapat mengumpulkan tokoh-tokoh penting
seperti Sukarno, Hatta, Ahmad Subarjo, dan Sunarya. Keempat tokoh itu bertugas mendidik
para pemuda tentang politik dan pengetahuan umum.
b. Kelompok Ahmad Subarjo
Pada masa pendudukan Jepang, Ahmad Subarjo bertugas sebagai Kepala Biro
Riset Kaigun Bukanfu (Kantor Penghubung Angkatan Laut) di Jakarta. Di samping
bekerja di lembaga itu, Ahmad Subarjo menghimpun tokoh-tokoh pergerakan yang
bekerja di angkatan laut Jepang dengan mendirikan asrama pemuda yang bernama
“Asrama Indonesia Merdeka”. Di asrama itu, Ahmad Subarjo menanamkan jiwa
nasionalisme di kalangan pemuda Indonesia.
c. Kelompok Sutan Syahrir
Sutan Syahrir sangat yakin bahwa Jepang tidak akan menang perang melawan
Sekutu. Untuk itu, menurut Syahrir, Indonesia harus segera merebut kemerdekaan
pada saat yang paling tepat. Syahrir membuat jaringan-jaringan para pemuda yang
mempunyai semangat nasionalisme tinggi, yakni para mahasiswa progresif. Ketika
mendengar lewat radio bahwa Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Syahrir beserta pemuda lainnya mendesak kepada Sukarno dan Hatta untuk
memproklamasikan pada 15 Agustus 1945. Karena Sukarno belum mendengar
secara langsung penyerahan Jepang, maka Sukarno belum merespons secara
positif. Lagi pula, Sukarno yang saat itu sebagai ketua PPKI dalam membuat
keputusan harus sesuai prosedur, yakni adanya kesepakatan dari para anggota
untuk Indonesia merdeka.
Selain perlawanan dengan cara kooperatif dan gerakan bawah tanah, para tokoh
pergerakan juga melakukan perlawanan dengan cara mengangkat senjata. Berikut
tokoh-tokoh yang melakukan perlawanan secara fisik.
a. Perlawanan Rakyat Desa Sukamanah di Tasikmalaya
Perlawanan ini diawali dengan penolakan para santri di Pondok Pesantren
Sukamanah Singaparma yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa. Mereka
menolak seikerei (sikap menghormati Tenno Haika dengan membungkukkan
badan 90 derajat ke arah matahari terbit). Kewajiban seikerei ini menyinggung
umat Islam karena termasuk perbuatan syrik yakni menyekutukan Tuhan. Selain
alasan seikerei, K.H. Zaenal Mustafa juga sudah tidak tahan melihat penderitaan
rakyat akibat penerapan romusha. Tanggal 25 Februari 1944, Kiai Zaenal
memimpin perlawanan tetapi dapat dipadamkan pemerintah Jepang karena
persenjataan yang tidak memadai. Banyak pengikut Kiai Zaenal yang terbunuh dan
Kiai Zaenal sendiri tertangkap pada 25 Oktober 1944 hingga akhirnya dihukum
mati Jepang.
b. Perlawanan Rakyat Indramayu
Peristiwa Indramayu terjadi pada April 1944. Pencetusnya adalah karena Jepang
mewajibkan kepada rakyat untuk menyetorkan sebagian hasil panen padi dan
pelaksanaan romusha yang telah mengakibatkan penderitaan rakyat. April 1944,
mereka melakukan perlawanan di daerah Karangapel. Karena sifatnya spontan,
maka perlawanan ini dapat dipadamkan pemerintah Jepang.
c. Perlawanan Rakyat Aceh
Perlawanan Aceh terjadi pada 10 November 1942 yang dipimpin oleh Tengku
Abdul Jalil. Pemicunya karena tindakan sewenang-wenang Jepang terhadap rakyat
Aceh. Usaha perundingan tidak berhasil sehingga Jepang menyerang di Cot Plieng.
Tengku Abdul Jalil ditembak bersama pengikutnya ketika melarikan diri dari
kepungan Jepang. Informasi yang didapat dalam pertempuran itu, 90 serdadu
Jepang tewas dan 3.000 rakyat Cot Plieng gugur di medan laga.
d. Perlawanan Peta di Blitar
Perlawanan dilakukan oleh Peta (Pembela Tanah Air), sebuah organisasi militer
bentukan Jepang. Pemicunya adalah persoalan pengumpulan hasil panen padi yang
diwajibkan
Jepang kepada rakyat, romusha yang menyebabkan penderitaan rakyat, dan pelatihan
Heiho yang keras di luar batas kemanusiaan. Alasan lain yang terungkap bahwa
dalam Peta, pelatih militer Jepang bersikap angkuh dan selalu memandang rendah
prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan dipimpin oleh anggota Peta komandan
pleton (shodanco) yang bernama Supriyadi pada 14 November 1944 di Blitar.
Perlawanan ini termasuk perlawanan yang terbesar dalam masa pendudukan
Jepang di Indonesia. Meskipun perlawanan dapat dipatahkan dan pengikut Supriyadi
dapat ditangkap, dilucuti, dan dihukum mati, tetapi perlawanan ini dapat
membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan.
Setelah perlawanan itu selesai, orang tidak tahu lagi di mana Shodancho
Supriyadi berada. Jika Supriyadi ikut diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dan mati
dieksekusi, tidak ada saksi maupun catatannya. Kalau Supriyadi mati karena alasan
lain, tidak jelas di mana makamnya.
Sebaliknya, jika Supriyadi berhasil melarikan diri dan selamat, juga tidak
seorang pun mengetahui di mana Supriyadi berada sehingga sampai sekarang
keberadaan Supriyadi masih misterius.
1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik semakin terdesak. Sekutu di bawah
pimpinan Jenderal Douglas Mac Arthur dengan strategi militernya berhasil merebut
pulau demi pulau yang dikuasai Jepang sehingga Sekutu berhasil mendekati negara
tersebut. Melihat situasi yang Salam Historia Pemberontakan Peta di Blitar ternyata
jauh sebelum kejadian Sukarno sudah mengetahui rencana itu. Supriyadi dan kawan-
kawan datang menemui Sukarno ketika Sukarno berkunjung ke Blitar. Supriyadi
meminta restu kepada Sukarno akan melakukan pemberontakan. Ujar Sukarno,
“Pertimbangkanlah masak-masak untung ruginya melakukan pemberontakan. Saudara
masih terlalu lemah dalam kekuatan militer untuk melakukan gerakan semacam itu
pada waktu sekarang.” Sukarno melanjutkan kata, “Kalaulah Saudara sekalian gagal
dalam usaha ini, hendaknya sudah siap memikul akibatnya, Jepang akan menembak
mati
Saudara-saudara semua.” Begitulah, walaupun Sukarno sudah memperingatkan,
Supriyadi dan kawan-kawan tetap melakukan pemberontakan. Akhirnya, ramalan
Sukarno tepat, mereka tidak mampu melawan militer Jepang. serbasulit, Jepang
kembali berjanji memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.
Tanggal 7 September 1944, dalam sidang istimewa parlemen Jepang, Perdana
Menteri Kuniaki Koiso mengumumkan sikap pemerintah Jepang bahwa daerah Hindia
Timur
(Indonesia) akan diperkenankan merdeka. Untuk membuktikan kesungguhannya, pada
1 Maret 1945, Letnan Jenderal Kumakici Harada sebagai panglima tentara Jepang di
Jawa mengumumkan dibentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Coosakai.
Badan ini bertugas menyelidiki berbagai hal terkait aspek politik, ekonomi,
pemerintahan, dan lain sebagainya yang diperlukan bagi pembentukan sebuah negara
merdeka. Badan ini diketuai oleh dr. Radjiman Wedyodiningrat dan wakilnya R.P.
Soeroso. Anggota BPUPKI berjumlah 60 orang, di antaranya masuk juga wakil dari
Tionghoa, Arab, bahkan peranakan Belanda dan tujuh orang sebagai anggota istimewa
dari Jepang.
Tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, BPUPKI bersidang untuk pertama kalinya.
Dalam sidang tersebut, pada hari terakhir, yakni 1 Juni 1945, Sukarno mengusulkan
rumusan dasar negara yaitu: 1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Menurut ahli bahasa, rumusan ini kemudian diberi nama Pancasila. Meskipun
demikian, sampai sidang terakhir belum diperoleh kata sepakat untuk menjadikan
Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, BPUPKI kemudian membentuk panitia
kecil yang terdiri dari sembilan orang sehingga disebut Panitia Sembilan. Tugasnya
adalah merumuskan dasar negara serta tujuan atau asas yang digunakan oleh negara
Indonesia yang akan lahir.
Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil menyusun dokumen penting yang
sampai sekarang digunakan, yakni preambule yang berisi asas Gambar 4.f. Pancasila.
Dasar negara yang merupakan hasil dari nilainilai yang digali Sukarno dari tradisi, adat
istiadat, dan budaya Indonesia. 154 dan tujuan negara Indonesia merdeka. Rumusan itu
dikenal sebagai Piagam Jakarta karena penandatanganannya bertepatan dengan ulang
tahun Jakarta.
Isi dari Piagam Jakarta itu adalah: 1) Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syareat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3). Persatuan Indonesia. 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selanjutnya, pada 14 Juli 1945, selaku panitia hukum dasar, Sukarno
mengajukan rancangan dari isi hukum dasar tersebut yang terdiri dari tiga bagian yang
meliputi: 1. Pernyataan Indonesia merdeka. 2. Pembukaaan Undang-undang Dasar. 3.
Batang tubuh Undang-undang Dasar. Rancangan pernyataan Indonesia merdeka
diambil dari tiga kalimat awal alinea pertama dan rancangan pembukaan UUD,
sedangkan rancangan pembukaan UUD diambil dari Piagam Jakarta. Setelah BPUPKI
menyelesaikan tugasnya, badan ini dibubarkan pada 7 Agustus 1945 dan digantikan
oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai.
Anggotanya dipilih langsung oleh Marsekal Terauchi, penguasa tertinggi Jepang untuk
wilayah Asia Tenggara yang bermarkas di Vietnam.
Badan ini berangotakan 21 orang yang terdiri dari 12 orang wakil dari Jawa, 3
orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sunda
Kecil, 1 orang dari Maluku, dan 1 orang dari perwakilan Tionghoa. Anggota tanpa
sepengetahuan Jepang ditambah 6 orang di antaranya Sukarno (ketua), Moh. Hatta
(wakil ketua), Soepomo (anggota), dan Radjiman Wedyodiningrat (anggota).
Badan ini kemudian ditetapkan pada 9 Agustus 1945. Marsekal Terauchi kemudian
mengundang tiga tokoh yang tergabung dalam PPKI, yakni Sukarno, Hatta, dan
Radjiman Wedyodiningrat untuk datang ke markas pusat Jepang di Asia Tenggara, yaitu
di Dalat, Vietnam Selatan. Dalam pertemuan itu, penguasa tertinggi Jepang untuk Asia
Tenggara mengatakan akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada 24
Agustus 1945 dengan wilayah meliputi seluruh wilayah bekas Hindia Belanda
BAB IV
PROKLAMASI KEMERDEKAAN
A. Peristiwa Rengasdengklok
Jepang Kalah Perang dengan Sekutu Sejak tahun 1939, Perang Dunia II yang
berkecamuk menyebabkan dua kekuatan besar, yakni Sekutu yang dipimpin Amerika
Serikat melawan negara-negara Fasis (Jerman, Itali, dan Jepang). Amerika ingin
menghancurkan kekuatan Jepang dengan mengirimkan dua pesawat pembawa bom
atom.
Tanggal 6 Agustus 1945, bom atom pertama diledakkan di Kota Hiroshima
dan pada 9 Agustus 1945, bom atom kedua diledakkan di Kota Nagasaki. Dalam
waktu singkat, dua kota kebanggaan Jepang itu luluh lantak. Akibatnya, Jepang
memutuskan mengakhiri perang dengan melakukan penyerahan kepada Sekutu tanpa
syarat. Penyerahan Jepang dilakukan pada 15 Agustus 1945.
Tanggal 15 Agustus 1945 merupakan kesempatan yang baik untuk
mempercepat proklamasi kemerdekaan. Menurut golongan muda, menyerahnya
Jepang kepada Sekutu berarti Indonesia sedang kosong kekuasaan. Proklamasi
dipercepat adalah pilihan yang sangat tepat dan realistis. Untuk itulah para pemuda
mendesak pada tokoh senior untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Sutan Syahrir yang mendengar penyerahan Jepang lewat radio gelap segera
menemui Hatta di rumahnya. Syahrir mendesak agar Sukarno-Hatta segera
memerdekakan Indonesia, tetapi Sukarno-Hatta ternyata belum bersedia. Mereka
berdua menolak segera memproklamasikan karena harus dibicarakan dulu dengan
PPKI (Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia) bentukan Jepang. Sedangkan
menurut golongan pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan
oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI.
Menurut para pemuda, PPKI itu buatan Jepang. Oleh sebab itu pada Rabu, 15
Agustus 1945 sekitar pukul 22.00 WIB, para pemuda yang dipimpin Wikana, Sukarni,
dan Darwis datang ke rumah Sukarno untuk memaksa Sukarno memproklamasikan
kemerdekaan. Para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan dilaksanakan
paling lambat 16 Agustus 1945. Sutan Syahrir yang mendengar penyerahan Jepang
lewat radio gelap segera menemui Hatta di rumahnya. Syahrir mendesak agar
Sukarno-Hatta segera memerdekakan Indonesia, tetapi Sukarno-Hatta ternyata belum
bersedia. Mereka berdua menolak segera memproklamasikan karena harus
dibicarakan dulu dengan PPKI (Panita Persiapan Kemerdekaan Indonesia) bentukan
Jepang. Sedangkan menurut golongan pemuda, proklamasi kemerdekaan Indonesia
harus dilaksanakan oleh kekuatan bangsa sendiri, bukan oleh PPKI. Menurut para
pemuda, PPKI itu buatan Jepang. Oleh sebab itu pada Rabu, 15 Agustus 1945 sekitar
pukul 22.00 WIB, para pemuda yang dipimpin Wikana, Sukarni, dan Darwis datang
ke rumah Sukarno untuk memaksa Sukarno memproklamasikan kemerdekaan. Para
pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan dilaksanakan paling lambat 16
Agustus 1945.
Sukarno yang mendapat desakan keras itu kemudian marah sambil
menunjukkan lehernya dan berkata, “Ini, goroklah leherku! Saudara boleh membunuh
saya sekarang juga! Saya tidak bisa melepas tanggung jawab saya sebagai ketua
PPKI. Untuk itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI besok.”
Setelah gagal mendesak Sukarno, pemuda undur diri dari rumah Sukarno,
tetapi tidak langsung pulang ke rumah masing masing. Mereka pada tengah malam
(pukul 24.00) berkumpul di Jalan Cikini 71 Jakarta. Mereka yang hadir adalah
Sukarni, Yusuf Kunto, Chaerul Saleh, dan Singgih. Hasil pertemuan itu adalah
sepakat untuk membawa Sukarno-Hatta keluar kota. Tujuannya adalah agar kedua
tokoh itu tidak terpengaruh Jepang yang bersedia memproklamasikan kemerdekaan.
Mereka juga sepakat menunjuk Singgih (Shodanco) untuk memimpin pelaksanaan
rencana tersebut.
Singgih (anggota Peta) dan para pemuda menuju ke rumah Moh. Hatta. Secara
singkat, Singgih meminta kesediaan Moh. Hatta untuk ikut keluar kota dan Moh.
Hatta menuruti kehendak para pemuda itu. Rombongan kemudian menuju ke rumah
Sukarno. Setelah tiba di kediaman Sukarno, Singgih meminta Sukarno bersedia keluar
kota dan dituruti juga oleh Sukarno dengan syarat Fatmawati yang baru saja menyusui
Guntur yang masih berusia 163 delapan bulan dan Moh. Hatta juga ikut. Tanggal 16
Agustus 1945, sekitar pukul 04.00, rombongan Sukarno-Hatta dan pemuda menuju
Rengasdengklok.
Rengasdengklok dipilih karena daerah itu sangat terpencil dan aman. Setelah
tiba di Rengasdengklok, mereka diterima oleh Shodanco Subeno dan Affan. Mereka
ditempatkan di rumah Kie Song yang simpati kepada perjuangan bangsa Indonesia.
Sehari di Rengasdengklok tidak menghasilkan apa-apa karena tidak bisa memaksa
Sukarno untuk menyatakan kemerdekaan. Namun, Singgih menangkap gelagat bahwa
Sukarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan jika sudah kembali ke Jakarta.
Gelagat itu muncul dari pernyataan Sukarno dalam sebuah diskusi kecil ketika
para pemuda melakukan tekanan terhadap Sukarno-Hatta. “Revolusi ada di tangan
kami sekarang dan kami memerintahkan, Bung! Kalau Bung tidak memulai revolusi
malam ini lalu ....
Proklamasi kemerdekaan bukan peristiwa sejarah yang tiba-tiba muncul begitu saja.
Peristiwa mahapenting itu mengalami proses yang sangat panjang dan melibatkan
orang-orang yang berperan penting dalam mewujudkannya. Adapun beberapa tokoh-
tokoh penting itu di antaranya sebagai berikut.
Ir. Sukarno Dr. (HC)
Ir. H. Sukarno (nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) lahir di Surabaya, Jawa
Timur, 6
Juni 1901 (meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah
Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Sukarno
memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda.
Sukarno menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Moh. Hatta) pada 17 Agustus 1945. Sukarno mencetuskan konsep mengenai
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan Sukarno sendiri yang
menamainya.
Sukarno dilahirkan dari seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodiharjo dan
ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan
seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Nyoman Rai
merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu, sedangkan Raden Soekemi
sendiri beragama Islam. Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini
sebelum Sukarno lahir. Ketika kecil, Sukarno tinggal bersama kakeknya, Raden
Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya pindah ke
Mojokerto, mengikuti orang tuanya yang ditugaskan di kota tersebut. Di
Mojokerto, ayahnya memasukkan Sukarno ke Eerste Inlandse School, sekolah
tempatnya bekerja. Peranan Sukarno di sekitar proklamasi antara lain sebagai
berikut. a). Sukarno menyusun konsep teks proklamasi di kediaman Laksamana
Tadashi Maeda bersama Hatta dan Ahmad Subarjo. b). Sukarno dan Hatta
menandatangani teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. c). Sukarno
membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di kediamannya, Jl.
Pegangasaan Timur No. 56 Jakarta.
2. Drs. Moh. Hatta Dr. (HC).
Drs. H. Moh. Hatta lahir di Foert de Kock (sekarang Bukittinggi, Sumatra
Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 dengan nama Mohammad Athar dan
populer disapa Bung Hatta. Ia meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada usia 77
tahun. Hatta adalah pejuang, negarawan, ekonom, dan wakil presiden Indonesia
yang pertama.
Hatta bersama Sukarno memegang peranan penting untuk memerdekakan
bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda sekaligus memproklamasikan pada 17
Agustus 1945. Hatta juga pernah menjabat sebagai Perdana Menteri dalam kabinet
Hatta I, Hatta II, dan Republik Indonesia Serikat (RIS). Hatta bersama Sukarno
membentuk dwi-tunggal kepemimpinan dari tahun 1945 sampai dengan tahun
1955. Duet ini terbukti tangguh dan mampu bertahan paling sedikit satu dasawarsa.
Dalam perdebatan di KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) pada Februari 1947,
misalnya, Perjanjian Linggarjati dikritik keras kelompok oposisi padahal saat itu
sudah gawat karena Belanda membentuk NIT (Negara Indonesia Timur).
Maka, Hatta sempat berkata kalau kebijakan pemerintah tidak disetujui,
silakan mencari pemimpin lain di luar Sukarno-Hatta. Tahun 1948, saat PKI
Madiun meletus, juga dilontarkan oleh Sukarno, pilih Sukarno-Hatta atau Muso.
Namun dwi-tunggal itu akhirnya tanggal juga. Hatta mundur dari jabatan wakil
presiden pada tahun 1956 karena tidak satu pemikiran dengan Sukarno. Sukarno
memimpin negeri ini sendirian. Karena berjasa dalam perkembangan
perkoperasian, maka Hatta dinobatkan sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.
Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya.
Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah
ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian
melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah
ditempa ilmu-ilmu agama sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad
Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa ulama lainnya.
Tahun 1986, pemerintah menjadikan Hatta dan Sukarno sebagai Pahlawan
Proklamator Kemerdekaan. Banyak orang mengatakan, mengapa gelar Pahlawan
Proklamator diberikan kepada Sukarno dan Hatta sebagai satu kesatuan dwi-
tunggal, bukan sebagai pribadi, serta mempertanyakan mengapa bukan gelar
Pahlawan Nasional yang disematkan kepada mereka berdua. Tahun 2012,
pengakuan akhirnya muncul ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional terhadap Sukarno dan Hatta.
Adapun peran Moh. Hatta dalam peristiwa sekitar proklamasi adalah sebagai
berikut. a). Hatta bersama Sukarno dan Ahmad Subarjo menyusun teks proklamasi
di rumah Laksamana Tadashi Maeda. b). Hatta bersama Sukarno menandatangani
teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. c). Hatta berpidato untuk
menenangkan rakyat yang tidak sempat menyaksikan proklamasi karena mengira
proklamasi di kumandangkan di Lapangan Ikada.
4. Sayuti Melik Muhammad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai
Sayuti Melik lahir di Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908. Meninggal
3. Ahmad Subarjo Mr.
Raden Ahmad Subarjo Joyoadisuryo lahir di Karawang, Jawa Barat, 23 Maret
1896 dan meninggal 15 Desember 1978 pada usia 82 tahun. Ahmad Subarjo adalah
tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, diplomat, dan seorang pahlawan nasional.
Subarjo merupakan menteri luar negeri Indonesia yang pertama. Subarjo
memiliki gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum) yang diperoleh di
Universitas Leiden Belanda pada tahun 1933. Ahmad Subarjo dilahirkan di Teluk
Jambe, Karawang, Jawa Barat, 23 Maret 1896. Ayahnya bernama Teuku
Muhammad Yusuf, masih keturunan bangsawan Aceh dari Pidie.
Kakek Subarjo dari pihak ayah adalah Ulee Balang dan ulama di wilayah
Lueng Putu, sedangkan Teuku Yusuf adalah pegawai pemerintahan dengan jabatan
Mantri Polisi di wilayah Teluk Jambe, Karawang. Ibu Subarjo bernama Wardinah.
Ia keturunan JawaBugis dan merupakan anak dari camat di Telukagung, Cirebon.
Ayahnya mulanya memberikan nama Teuku Abdul Manaf, sedangkan ibunya
memberikan nama Ahmad Subarjo. Sedangkan nama Joyoadisuryo
ditambahkannya setelah dewasa saat Subarjo dipenjara di Ponorogo karena
peristiwa 3 Juli 1946. Ahmad Subarjo bersekolah di Hogere Burger School Jakarta
(saat ini setara dengan Sekolah Menengah Atas) pada tahun 1917. Subarjo remaja
kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Leiden Belanda.
Karena lelah dan tidak bisa menahan rasa kantuk, maka Subarjo tidak
menghadiri pembacaan proklamasi. Subarjo diangkat sebagai menteri luar negeri
pertama RI. Pada masa Revolusi Fisik tahun 1946-1949, Subarjo ditahan karena
dianggap antikabinet Syahrir. Tahun 1948, Subarjo dibebaskan Sukarno. Setelah
pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, Subarjo diangkat lagi sebagai menteri luar
negeri, lalu menjadi duta besar, anggota Dewan Pertimbangan Presiden, dan aktif
dalam perjuangan diplomatik di dunia internasional. Subarjo meninggal pada 1978
dan baru tahun 2009 diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Berikut peranan Subarjo
dalam peristiwa sekitar proklamasi. a). Menjemput Sukarno-Hatta ke
Rengasdengklok untuk menuju Jakarta dengan taruhan nyawanya. b). Bersama
Sukarno dan Hatta menyusun teks proklamasi kemerdekaan.
4. Sayuti Melik
Muhammad Ibnu Sayuti atau yang lebih dikenal sebagai Sayuti Melik lahir di
Sleman, Yogyakarta, 22 November 1908. Meninggal di Jakarta, 27 Februari 1989,
pada usia 80 tahun dan dimakamkan di TMP Kalibata. Sayuti Melik dikenal
sebagai pengetik naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Sayuti Melik adalah suami dari Surastri Karma Trimurti (S.K. Trimurti),
seorang wartawati dan aktivis perempuan pada zaman pergerakan dan zaman
setelah kemerdekaan. Sayuti anak dari Abdul Muin alias Partoprawito, seorang
bekel jajar atau kepala desa di Sleman, Yogyakarta. Sedangkan ibunya bernama
Sumilah. Pendidikanya dimulai dari sekolah Ongko Loro (setingkat SD) di Desa
Srowolan sampai kelas IV dan diteruskan sampai mendapat ijazah di Yogyakarta.
Nasionalisme sudah sejak kecil ditanamkan oleh ayahnya kepada Sayuti Melik
kecil. Ketika itu, ayahnya menentang kebijakan pemerintah Belanda yang
menggunakan sawahnya untuk ditanami tembakau.
Ketika belajar di sekolah guru di Solo tahun 1920, Sayuti Melik belajar
nasionalisme dari guru sejarahnya yang berkebangsaan Belanda, H.A. Zurink. Pada
usia belasan tahun itu Sayuti sudah tertarik membaca majalah Islam Bergerak
pimpinan K.H. Misbach di Kauman Solo. K.H. Misbach adalah ulama yang
berhaluan kiri. Ketika itu, banyak orang termasuk tokoh Islam memandang
Marxisme sebagai ideologi perjuangan menentang penjajahan. Dari kiai, Sayuti
belajar Marxisme. Sedangkan perkenalannya dengan Sukarno terjadi di Bandung
pada 1926. Tulisan-tulisannya mengenai politik menyebabkan Sayuti ditahan
berkali-kali oleh Belanda. Pada 1926, ia ditangkap Belanda karena dituduh
membantu PKI dan selanjutnya dibuang ke Boven Digul (1927-1933). Tahun 1936,
ia ditangkap Inggris dan dipenjara di Singapura selama setahun.
Setelah proklamasi, Sayuti menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat)¾DPR pada saat itu. Karena berjuang melalui Persatuan Perjuangan
bentukan Tan Malaka tahun 1946, Sayuti ditahan dengan tuduhan penggulingan
Perdana Menteri Syahrir yang dikenal sebagai peristiwa 3 Juli 1946. Namun,
akhirnya ia dibebaskan karena dianggap tidak bersalah. Saat Agresi Militer
Belanda II, Sayuti ditahan oleh Belanda dan baru dibebaskan setelah pengakuan
kedaulatan tahun 1949.
Setelah proklamasi, Sayuti menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia
Pusat)¾DPR pada saat itu. Karena berjuang melalui Persatuan Perjuangan
bentukan Tan Malaka tahun 1946, Sayuti ditahan dengan tuduhan penggulingan
Perdana Menteri Syahrir yang dikenal sebagai peristiwa 3 Juli 1946. Namun,
akhirnya ia dibebaskan karena dianggap tidak bersalah. Saat Agresi Militer
Belanda II, Sayuti ditahan oleh Belanda dan baru dibebaskan setelah pengakuan
kedaulatan tahun 1949.
Selanjutnya, Sayuti pernah menjadi anggota MPRS dan DPRGR sebagai wakil
angkatan 45. Saat demokrasi terpimpin, Sayuti menentang konsep presiden seumur
hidup dan menentang penerapan konsep Nasakom. Setelah Orba berkuasa, Sayuti
menjadi anggota DPR mewakili Golkar. Berikut peran Sayuti Melik di sekitar
peristiwa proklamasi kemerdekaan.
a). Menyaksikan penyusunan teks proklamasi kemerdekaan di kediaman
Laksamana Maeda.
b). Dipercaya mengetik teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Sukarno.
5. Sukarni Kartodiwirjo
Sukarni lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 dan meninggal di Jakarta, 7
Mei 1971 pada usia 54 tahun. Nama lengkapnya Sukarni Kartodiwirjo. Ia
merupakan tokoh pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional. Gelar pahlawan
disematkan oleh Presiden Joko Widodo pada 7 November 2014 kepada perwakilan
keluarga di Istana Negara Jakarta. Di Desa Sumberdiran, Kecamatan Garum,
Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Sukarni dilahirkan.
Namanya jika dijabarkan, “Su” artinya “lebih”, sedangkan “Karni” artinya “banyak
memerhatikan”.
Orang tuanya memberi nama itu dengan tujuan agar Sukarni lebih
memerhatikan nasib bangsanya yang saat itu masih dijajah Belanda. Sukarni
merupakan anak keempat dari sembilan bersaudara. Ayahnya bernama
Kartodiwiryo, keturunan dari Eyang Onggo, juru masak Pangeran Diponegoro.
Ibunya bernama Supiah, gadis asal Kediri. Keluarga Sukarni bisa dikatakan
berkecukupan jika dibanding penduduk yang lain. Ayahnya membuka usaha toko
daging di pasar Garum dan usahanya sangat laris.
Sukarni masuk sekolah di Mardisiswo di Blitar (semacam Taman Siswa yang
digagas Ki Hajar Dewantara). Di sekolah ini, Sukarni belajar mengenai
nasionalisme melalui Moh. Anwar yang berasal dari Banyuwangi. Moh. Anwar
ialah seorang pendiri Mardisiswo sekaligus tokoh pergerakan nasional. Sebagai
anak muda, Sukarni terkenal nakal karena sering berbuat onar. Sukarni sering
berkelahi dan suka menentang orang.
Belanda. Sukarni muda pernah mengumpulkan 30 sampai 50 pemuda dan
mengirim surat tantangan kepada anak muda Belanda untuk berkelahi. Anak-anak
muda Belanda menerima tantangan itu sehingga terjadilah tawuran. Tawuran yang
berlokasi di Kebun Raya Blitar itu dimenangkan kelompok Sukarni. Sukarni mulai
aktif dalam pergerakan politik sejak kolonial Belanda. Semasa pendudukan Jepang,
Sukarni bekerja di Kantor Berita Domei (sekarang Kantor Berita Antara) kemudian
aktif dalam pergerakan pemuda. Bahkan, Sukarni menjadi pemimpin gerakan
pemuda yang berpusat di Menteng Raya 31 Jakarta.
Sejak muda, Sukarni dikenal sebagai pejuang radikal dan temperamental.
Setelah proklamasi, Sukarni menjadi anggota KNIP, sempat menjadi ketua Partai
Murba, dan menjadi anggota badan konstituante. Sukarni bergabung dengan Tan
Malaka yang menjadi oposisi kabinet Syahrir yang berujung pada penjara tahun
1946.
Setelah pengakuan kedaulatan 1949, ia dibebaskan dan pada tahun 1961,
Sukarni diangkat Sukarno menjadi Duta Besar RI di Cina dan pernah diangkat
sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung. Sukarni mendapat kehormatan
Bintang Mahaputra Kelas Empat atas jasa-jasanya. Peranan Sukarni di sekitar
peristiwa proklamasi adalah sebagai berikut. a). Pemuda yang memelopori
penculikan Sukarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. b). Pemuda yang
mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani Sukarno-Hatta atas nama bangsa
Indonesia, bukan semua yang hadir ikut tanda tangan. c). Berperan dalam
menyebarluaskan teks proklamasi dan berita tentang proklamasi.
7. Suhud
Nama lengkapnya Suhud Sastro Kusumo. Ketika rencana pembacaan
proklamasi yang semula di Lapangan Ikada berganti. Suhud Nama lengkapnya
Suhud Sastro Kusumo. Ketika rencana pembacaan proklamasi yang semula di
Lapangan Ikada berganti menjadi di rumah Sukarno, banyak yang kebingungan
untuk tempat pengibaran bendera. Suhud diberi tugas mencari tiang bendera.
Suhud kemudian mencari sebatang bambu yang kemudian dijadikan sebagai
tiang bendera. Berikut peranan Suhud di sekitar peristiwa proklamasi. a). Seorang
pemuda yang bersama Latif Hendraningrat mengibarkan Bendera Pusaka. b).
Mengusahakan tiang bendera.
8. Suwiryo
Raden Suwiryo lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 17 Februari 1903 dan meninggal di
Jakarta, 27 Agustus 1967 pada usia 64 tahun. Suwiryo merupakan tokoh
pergerakan Indonesia. Suwiryo pernah menjadi Walikota Jakarta dan ketua umum
PNI. Suwiryo dalam karier politiknya pernah menjadi wakil perdana menteri
Kabinet Sukiman-Suwiryo.
Suwiryo menamatkan pendidikan AMS (sekarang SMA) dan kuliah di
Rechtshogeschool tetapi tidak sampai tamat. Suwiryo pernah bekerja di Centraal
Kantoor voor Statistik. Kemudian, ia bekerja dibidang partikelir, menjadi guru
Perguruan Rakyat, kemudian memimpin majalah Kemudi. Ia juga menjadi pegawai
pusat di sebuah kantor asuransi dan pernah menjadi pengusaha obat di Cepu.
Peranan Suwiryo di sekitar peristiwa proklamasi adalah sebagai berikut. a).
Sebagai Wali Kota Jakarta Raya sehingga menjadi ketua penyelenggara proklamasi
kemerdekaan. b). Menyiapkan akomodasi, di antaranya pengeras suara dan
mikrofon.
9. Latief Hendraningrat
Latief Hendraningrat merupakan komandan Peta. Latief menjemput beberapa
tokoh penting untuk hadir di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Ia harus menjemput
Moh. Hatta agar hadir tepat waktu. Latif juga bertanggung jawab memimpin
pasukan Peta pada saat mengawal acara proklamasi kemerdekaan. Setelah
proklamasi, pada saat Revolusi Fisik, Latief terus berjuang di jalur militer pasukan
gerilya.
Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949, Latief bertugas di Markas Besar Angkatan
Darat. Tahun 1952, Latief diangkat menjadi atase militer RI di Manila, Filipina,
dan tahun 1956 dipindahkan ke Washington, Amerika Serikat. Setelah kembali ke
Indonesia, Latief ditempatkan sebagai Kepala Sekolah Staf dan Komando
Angkatan Darat (SSKAD). Tahun 1965-1966, Latief bertugas sebagai Rektor IKIP
Jakarta.
Dikenal dekat dengan Sukarno, setelah jatuhnya Sukarno sebagai presiden,
Latief ditahan tanpa sebab pada tahun 1966. Akhirnya, pada tahun yang sama,
Latief dibebaskan tanpa pengadilan dan tanpa penjelasan. Bebas dari tahanan,
Latief pensiun sebagai tentara Angkatan Darat dengan pangkat terakhir Brigadir
Jenderal pada tahun 1967. Latief Hendraningrat tutup usia pada 16 November 1987
dan dimakamkan di TMP Kalibata.
Berikut peranan Latief Hendraningrat di sekitar peristiwa proklamasi. a).
Setelah menyiapkan barisan, Latief mempersilakan Sukarno untuk membacakan
teks proklamasi. b). Mengibarkan Bendera Pusaka dengan dibantu Suhud.
Sedangkan yang membawa Bendera Pusaka adalah S.K. Trimurti.
10. Frans Sumarto Mendur
Frans Sumarto Mendur adalah seorang pemuda yang ikut membantu dalam
menyiapkan proklamasi kemerdekaan. Ia seorang wartawan yang bergabung
dengan teman-temannya di Press Photo Senice atau Ipphos. Peranan Frans Sumarto
Mendur di sekitar peristiwa proklamasi adalah sebagai fotografer peristiwa
proklamasi kemerdekaan dan pemuda yang mengabadikan (memotret) berbagai
peristiwa penting di sekitar proklamasi.
Setelah proklamasi, Frans tetap berjuang melalui bidikan kameranya lewat
organisasi Ipphos yang dikenal dengan foto-foto peristiwa sejarah, terutama pada
masa Revolusi Fisik 1945-1949. Pada 9 November 2009, ia baru dianugerahi
Bintang Jasa Utama. Frans Sumarto Mendur tutup usia pada 24 April 1971. Untuk
menghargai jasa-jasanya, pada peringatan Hari Pers, 9 Februari 2013, diresmikan
Monumen Mendur di Manado. Frans Sumarto Mendur Frans Sumarto Mendur
adalah seorang pemuda yang ikut membantu dalam menyiapkan proklamasi
kemerdekaan.
Ia seorang wartawan yang bergabung dengan teman-temannya di Press Photo
Senice atau Ipphos. Peranan Frans Sumarto Mendur di sekitar peristiwa proklamasi
adalah sebagai fotografer peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pemuda yang
mengabadikan (memotret) berbagai peristiwa penting di sekitar proklamasi.
Setelah proklamasi, Frans tetap berjuang melalui bidikan kameranya lewat organisasi
Ipphos yang dikenal dengan foto-foto peristiwa sejarah, terutama pada masa
Revolusi Fisik 1945-1949. Pada 9 November 2009, ia baru dianugerahi Bintang
Jasa Utama. Frans Sumarto Mendur tutup usia pada 24 April 1971. Untuk
menghargai jasa-jasanya, pada peringatan Hari Pers, 9 Februari 2013, diresmikan
Monumen Mendur di Manado.
11. Muwardi
Dr. Muwardi yang merupakan pemimpin Barisan Pelopor Jakarta ini tidak
berumur panjang. Setelah Sekutu mendarat di Jakarta, Muwardi ikut pindah
bersama pemimpin RI ke Yogyakarta. Dalam perjuangan revolusioner itu,
Muwardi mengorganisasikan Barisan Banteng yang sebagian besar anggotanya
adalah mantan Barisan Pelopor yang pernah dipimpinnya dulu. Saat terjadi
kekacauan di Solo tahun 1948, Muwardi membentuk Gerakan Rakyat Revolusioner
untuk menandingi kekuatan komunis yang membentuk Front Demokrat Rakyat.
Pertentangan ini berujung pada penculikan dan pembunuhan Muwardi pada 13
September 1948. Untuk menghormati jasa-jasanya Muwardi diangkat sebagai
Pahlawan Nasional. Dalam peristiwa proklamasi kemerdekaan, Muwardi bertugas
dibidang pengamanan agar prosesi proklamasi berjalan lancar. Peranan Muwardi di
sekitar peristiwa proklamasi adalah sebagai berikut. a). Menugaskan anggota
Barisan Pelopor dan Peta untuk menjaga Bendera Pusaka yang sudah dikibarkan
dalam proklamasi selama 24 jam nonstop dengan membentuk pasukan berani mati.
b). Setelah proklamasi, ia membagi tugas kepada Barisan Pelopor dan Peta untuk
menjaga keamanan Sukarno dan Moh. Hatta.
12. Syahruddin
Syahruddin merupakan wartawan Domei (sekarang Kantor Berita Antara).
Syahruddin berani memasuki halaman gedung RRI yang dijaga ketat tentara
Jepang. Agar tidak terjadi bentrok dengan tentara Jepang, Syahruddin memanjat
tembok belakang gedung RRI. Peranan Syahruddin di sekitar peristiwa proklamasi
adalah menyerahkan naskah proklamasi kepada kepala bagian siaran untuk
menyebarluaskan berita proklamasi ke seluruh rakyat Indonesia.
13. F. Wus dan Yusuf Ronodipuro
Dua orang ini berperan penting dalam penyebaran berita proklamasi. Peranan
F. Wus dan Yusuf Ronodipuro di sekitar peristiwa proklamasi adalah walaupun
dilarang keras dan diancam oleh Kempetai (polisi rahasia Jepang), keduanya tetap
menyiarkan berita proklamasi kemerdekaan.
F. Pengesahan UU 1945
Pada 18 Agustus 1945, PPKI menggelar sidang. Sidang ini adalah sidang
pertama setelah PPKI dibentuk oleh Jepang. Sidang berhasil memutuskan hal-hal
berikut ini.
a. Mengesahkan dan menetapkan Undang-undang Dasar sebagai konstitusi negara.
b. Memilih Sukarno sebagai presiden dan Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c. Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah komite nasional.
Sementara itu, UUD 1945 sebelum disahkan terdapat beberapa perubahan sebagai
berikut.
a. Kata “muqadimah” diubah menjadi “pembukaaan”.
b. Kalimat dalam pembukaan alenia keempat, “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.
c. Kalimat dalam pembukaan alenia keempat, “Menurut kemanusiaan yang adil dan
beradab” diganti menjadi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
d. Pasal 6 ayat (1) yang semula berbunyi, “Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam” diganti menjadi “Presiden adalah orang Indonesia asli”.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi setelah tokoh-tokoh dari Indonesia yang
beragama Kristen, khususnya yang berasal dari Indonesia Timur, mengajukan
keberatan terhadap rumusan lama yang terlalu bernuansa Islam.
Sukarno dan Moh. Hatta terpilih secara aklamasi (bukan menggunakan surat suara)
menjadi presiden dan wakil presiden. Setelah terpilih menjadi presiden Sukarno
menunjuk sembilan anggota PPKI untuk menjadi panitia kecil yang diketuai Otto
Iskandardinata untuk merumuskan pembagian wilayah negara Indonesia.
H. Pembentukan wilayah
Pada sidang hari kedua, yaitu 19 Agustus 1945, acara yang pertama adalah
membahas hasil kerja panitia kecil yang dipimpin oleh Otto Iskandardinata dalam
perumuskan pembagian wilayah negara Indonesia.
Namun, sebelum acara dimulai, Sukarno sudah menunjuk Ahmad Subarjo,
Sutarjo Kartohadikusumo, dan Kasman Singodimejo sebagai panitia kecil untuk
merumuskan bentuk kementerian bagi pemerintahan Republik Indonesia (RI), tetapi
bukan pejabatnya. Otto Iskandardinata menyampaikan hasil kerjanya, yakni wilayah
RI dibagi menjadi delapan provinsi sebagaimana berikut ini. a). Jawa Barat b). Jawa
Tengah c). Jawa Timur d). Borneo (Kalimantan) e). Sulawesi. f). Maluku g). Sunda
Kecil (Nusa Tenggara) h). Sumatra.
Di samping delapan wilayah itu, masih ada tambahan wilayah, yakni
Yogyakarta dan Surakarta.
I. Pembentukan kementrian
Di samping delapan wilayah itu, masih ada tambahan wilayah, yakni Yogyakarta dan
Surakarta. Setelah penetapan wilayah RI, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan
hasil kerja Ahmad Subarjo tentang pembentukan kementerian. Adapun hasil yang
disepakati, NKRI terdiri dari 12 kementerian berikut ini. a). Kementerian Dalam
Negeri. b). Kementerian Luar Negeri.
c). Kementerian Kehakiman. d). Kementerian Keuangan. e). Kementerian
Kemakmuran. f). Kementerian Kesehatan. g). Kementerian Pengajaran. h).
Kementerian Sosial. i). Kementerian Pertahanan. j). Kementerian Penerangan. k).
Kementerian Perhubungan. l). Kementerian Pekerjaan Umum.
Bangsa Indonesia yang sekarang tegak berdiri ini pernah diuji oleh masyarakat atau
sekelompok orang yang ingin merusak tatatanan integrasi nasional. Dalam Kamus Bahasa
Indonesia integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.
Integrasi bisa juga diartikan penyatuan bangsa atau suku yang berbeda di masyarakat
menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menjadi suatu bangsa.
Integrasi akan semakin kukuh apabila tercapai dua hal yaitu pertama, sebagian
masyarakat bersepakat mengenai batas-batas teritorial negara sebagai suatu wilayah
politik. Kedua, sebagaian besar masyarakat bersepakat mengenai struktur pemerintahan
serta aturanaturan proses politik, ekonomi, sosial, yang berlaku di masyarakat.
Sedangkan apabila diteropong dengan kewilayahan muncul istilah integrasi nasional atau
integrasi bangsa. Kata bangsa (nation) merupakan sekelompok manusia yang sifatnya
heterogen (majemuk) tetapi mereka sebenarnya memiliki kehendak yang sama dengan
menempati daerah tertentu secara permanen.
Untuk itulah integrasi bangsa dapat diartikan usaha atau proses untuk mempersatukan
perbedaan-perbedaan dalam suatu negara berdasarkan bahasa, sejarah, adat istiadat dengan
tujuan yang sama yang hendak dicapai suatu bangsa.
c. Penumpasan Pemberontakan
Pada saat itu Jenderal Sudirman sedang sakit keras sehingga Komando
diserahkan kepada Kolonel AH. Nasution yang menjabat sebagai Panglima
Markas Besar Komando Jawa. Nasution segera menggerakan divisi cadangan
pasukan Siliwangi dan kesatuan yang ada di jawa Timur untuk menumpas
pemberontakan.
Dalam waktu satu hari saja TNI berhasil dapat memukul mundur PKI/ FDR.
Di bawah komando Kolonel Gatot Subroto yang memimpin divisi Siliwangi, pada
30 September 1948 PKI berhasil ditumpas. Kota Madiun dan sekitarnya dapat
dibebaskan dari para pemberontak. Musso akhirnya tertembak mati dalam
pelariannya pada 31 Oktober 1948 di Samandang, Ponorogo Jawa Timur. Amir
Syarifuddin ditangkap dan ditempak mati di Purwodadi pada tanggal 29
Nopember 1948.
sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan. Krisis politik, ekonomi, hukum
dan krisis sosial merupakan faktor-faktor yang mendoronglahirnya gerakan Reformasi. Bahkan krisis
kepercayaan telah menjadi salahsatuindikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai
gerakan yangtidakboleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hampir seluruh rakyat
indonesiamendukung sepenuhnya gerakan Reformasi tersebut.
Pemerintahan Orde Baru dinilai tidak mampu menciptakan kehidupanmasyarakat yang adil
dalam kemakmuran dan makmur dalamkeadilanberdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena
itu, tujuan lahirnya gerakanReformasi adalah untuk memperbaiki tatanan perikehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhanpokok
merupakan faktor atau penyebab utama lahirnya gerakan ReforNamun, persoalan itu tidak muncul
secara tiba-tiba. Banyak faktor yangmempengaruhinya, terutama ketidakadilan dalam kehidupan
politik, ekonomi danhukummasi
Agenda reformasi yang dituntut oleh mahasiswa saat itu ada enam, yakni :
Turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998,sebagai salah satu
penguasaterlama didunia,dia cukup yakin ketika ditetapkan kembali oleh MPR untuk masa jabatan
yang ketujuh pada tanggal 11 Maret 1998, segala sesuatu akan berada di bawah kontrolnya. Tetapi
menyaksikan legitimasinya berkurang dengan cepat dan ia ditinggalkan seorang diri.
Lahirnya era reformasi diawali oleh pergerakan rakyat yang di dalamnyadi dominasi oleh para
mahasiswa yang menuntut ada perubahan dalamberbagai aspek kehidupan masyarakat terutama
dalam bidang pemerintahan, ekonomi, politik serta sosial budaya. Era reformasidi Indonesia
merupakan era perubahandalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dimulai dari tahun 1998
karenapemerintahan yang ada tidak menjalankan fungsinya dengan bai kdalamkehidupan berbangsa
dan bernegara. Peristiwa Reformasi 98 dianggap sebagai salah satu peristiwa penting di Indonesia.
Dampak dari peristiwa tersebut diantaranya ialah setelah adanya peristiwa Reformasi 1998, setiap
orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum. Setelah adanya peristiwaReformasi 98,
semua orang diberikan kebebasan untuk membentuk partai politik, berserikat dan berkumpul.
Sebelumnya pada masa pemerintah Orde Baruberkuasa, jumlah partai dibatasi hanya menjadi 3
partai saja(PDI,PPP,GOLKAR).Kegiatan berserikat serta berkumpul masa itu juga sangat dibatasi.
Beberapa kebijakan politik yang dibuat oleh presiden Habibie antaralain, memberikan amnesti
dan abolisi kepada beberapa tahanan politik dannarapidana politik pada masa Orde Baru lewat
Keppres. Presiden Habibiejugamelakukan perbaikan dalam hal partai politik, diantaranya
mengeluarkan UUNo. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, karena pada masa Soeharto
pembentukanpartai politik sangat dibatasidan tidak sesuai dengan UUD 1945 yangmemberikan
semua wargaIndonesia untuk berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran. Mulai dari
diberlakukannya UU tersebut, banyak terbentuk partai-partai politik. Jumlah partai politik yang
dinyatakan sah menurut keputusan kehakimansebanyak 93 buah. Ada 48 partai diantaranya
dinyatakan memenuhi syarat mengikuti pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD I dan DPRD II
padabulanJuni 1999. Pemilu tahun 1999 berusaha dibangun di atas spirit baru, yaitu Luber dan
Jurdil. Diketahui bahwa pemilu pada Orde Baru dibangun asas LUBER(langsung, umum, bebas, dan
rahasia) dengan mengabaikan aspek JURDIL(jujur dan adil) bagi penyelenggara maupun peserta
pemilu,juga netralitasbirokrasi.Pada tanggal 7 Juni 1999 pemilu dilaksanakan.
Dalampenghitungansuara dalam pemilu terjadi perdebatan panjang. Awalnya
penghitungansuaradiperkirakan selesai pada tanggal 21 Juni 1999, tapi tertunda sampai tanggal
16Juli 1999. Hanya 17 dari 48 partai politik peserta pemilu yang bersediamenandatangani hasil
pemilu dengan alasan kalau pemilubelumterlaksanadengan jujur dan adil. Penolakan tersebut
ditunjukkan pada rapat pleno. Presidenmenyerahkan hasil rapat pleno KPU (Komisi Pemilihan
Umum) kepada PanitiaPengawas Pemilu (Panwaslu).
Pada era presiden Habibie ini masalah timor-timor yang bergejolak jugadiselesaikan, Masalah
Timor-Timur terjadi bentrokan senjata antara kelompok pro dan kontra kemerdekaan di mana
kelompok kontra ini masuk ke dalamkelompok militan yang melakukan teror pembunuhan dan
pembakaran padawarga sipil. Tiga pastor yang tewas adalah pastor Hilario, Fransisco, danDewanto.
Situasi yang tidak amandi Tim-Tim memaksa ribuan penduduk mengungsi ke Timor Barat, ketidak
mampuan Indonesia mencegah teror, menciptakan keamanan mendorong Indonesia harus
menerima pasukan internasional, meskipun hasilnya berdasarkan referendum yang
dilakukanolehrakyat timor-timor memilih untuk merdeka dan berpisah dariIndonesia.
K.H. Abdurrahman Wahid dan Megawati sebagai Presiden dan Wakil Presidendalam sidang
umum MPR 1999 memberi harapan yangagar kehidupan sosial, ekonomi, dan politik nasional segera
pulih kembali setelahselama lebih dari 2 tahun bangsa Indonesia terpuruk di landa krisis ekonomi
danpolitik yang begitu dahsyat. Setelah menjadi Presiden, K. H. Abdurahman Wahidmembentuk
Kabinet yang disebut Persatuan Nasional, ini adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai
partai politik antara lain PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK), non partisan dan
juga TNI juga ada dalam cabinet tersebut. besar bagi bangsa Indonesia. Harapan besar itu pada
umumnya bersumber dari keinginan kolektif. Kebijakan awal pemerintahan Abdurrahman Wahid
adalah membubarkanDepartemen Penerangan. Dimasa Orde Baru Departemen
peneranganmerupakan alat bagi Presiden Soeharto untuk mengekang kebebasan pers, dengan
dibubarkannya Departemen tersebut maka kebebasan pers di Indonesiasemakin terjamin. Kemudian
ada juga kebijakan untuk mencabut TAP MPR-RI tentang larangan terhadapPartai Komunis, ajaran
Marxisme, Leninisme, danKomunisme.
Setelah dilantik menjadi Presiden, Gus Dur dihadapi pada persoalan konflik dibeberapa daerah
di Indonesia. Menghadapi hal itu, setelah pengangkatandirinya sebagai Presiden, Abdurahman
Wahid. melakukan pendekatan yanglunak terhadap daerah-daerah yang berkecamuk. Terhadap
Aceh, AbdurahmanWahid. memberikan opsi referendum otonomi dan bukan kemerdekaan seperti
referendum Timor Timur. Pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dilakukanAbdurahman
Wahid. dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Netralisasi
Irian Jaya, dilakukan Abdurahman Wahid. pada 30 Desember 1999 dengan mengunjungi ibukota
Irian Jaya. Selamakunjungannya, Presiden Abdurahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-
pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.
Selama berkuasa Presiden Gus Dur dinilai gagal menjalankan pemerintahannya. Gus dur
melakukan pemecatan anggota kabinetnya secara sepihak tanpasepengetahuan wakil presiden,
adanya kasus buloggate dan bruneigate,yangsecara tidak langsung melibatkan presiden Gus
Dur,kasus ini menimbulkanmemorandum I dan II oleh anggota DPR yang tidak diperhatikan oleh
PresidenGus Dur. Gus Dur pada saat itu memberhentikan Susilo Bambang Yudhoyonoyang menjadi
Menkopolam, karena tidak mau mengumumkan keadaan darurat. Amien Rais yang saat itu menjadi
ketua MPR mengatakan bahwa sidingistimewa MPR dapat dipercepat dari 1 Agustus menjadi 23 Juli
2001. Sebagai bentuk perlawanan kepada DPR, Presiden Gus Dur mengeluarkan Dekrit padatanggal
23 Juli 2001,yang isinya antara lain:(1)membekukan MPR RI dan DPRRI, (2) mengembalikan
kedaulatan kepada rakyat dan mengambil tindakansertamenyusun badan-badan yang diperlukan
untuk menyelenggarakan pemilu dalamwaktu satu tahun, (3) Membubarkan Partai Golkar karena
dianggap warisanordebaru. Akan tetapi dekrit ini ditolak oleh DPR melalui mekanisme votting
dalamSidang Istimewa MPR, karena dianggap melanggar haluan negara.
Fatwa Mahkamah Agung juga mengganggap dekrit tersebut tidak konstitusional, dimana
kedudukan MPR dan DPR tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Kemudian, berdasarkan hasil sidang
istimewa MPR pada tanggal 23 Juli 2001, Presiden Gus dur dilengserkan dari jabatan Presiden yang
kemudian digantikan oleh Megawati Soekarno Putri Terpilihnya Megawati menjadi Presiden
Indonesia ke lima Indonesia karenaposisinya sebagai wakil Presiden Gus Dur yang dilengserkan
berdasarkan hasil sidang istimewa MPR, sehingga otomatis beliau naik menjadi Presiden.
Padatanggal 23 Juli 2001 Megawati dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia. Langkah awal yang
dilakukan oleh Megawati salah satunya membangun tatanan politik baru, yaitu dengan amandemen
UUD 1945.
Pada pemerintahan Megawati pula pemilu secara langsung direncakanan padatahun 2014.
Langkah awal dari pemerintahan Megawati Soekarno putri tentangpartai politik adalah dengan
melakukan revisi terhadap Undang Undang No 3tahun 1999 menjadi Undang Undang No 30 tahun
2002 tentang partai politik danUndang Undang No 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota
DPR, DPD, dan DPRD. Penyelenggaraan Pemilihan Umum 2004 sangat ketat, dengandemikian disiplin
partai politik peserta pemilu sangat menentukan suksesnyapenyelenggaraan Pemilu. Berdasarkan
verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan KPU, dari 49 partai politik yang mendaftar
sebagai pesertapemilu, yang memenuhi syarat hanya 24 partai politik saja. Partai politik yang olos
verifikasi faktual dan verifikasi administrasi dinyatakan sebagai peserta pemilu.
SBY bersama pasangannya Jusuf Kalla menjadi Presiden dan pertamayangdipilih secara langsung
oleh rakyat Indonesia melalui pemilu. Pada pemilihanumum berikutnya pada tahun 2009, SBY juga
mampu memenangkan pemiludengan wakil yang berbeda yakni Boediono. Pada periode pertama
menjadi Presiden Indonesia, SBY kemudian menyusun kabinet kerjanya yang dinamakandengan
Kabinet Indonesia Bersatu I, dan pada periode kedua kabinetnya dinamakan dengan Kabinet
Indonesia Bersatu II. Proporsi menteri yang disusunoleh SBY saat menjadi Presiden tidak semuanya
berasal dari partai politik,SBY juga mengangkat menteri dari kalangan profesional yang memang
sudahmemiliki rekam jejak positif. Pada Kabinet Indonesia Bersatu I jumlah mentri yangdiangkat
sebanyak 36 menteri, sedangkan pada Kabinet Indonesia Bersatu II jumlah mentri yang diangkat
sebanyak 34 menteri. Sejak tahun 2004 sistempolitik Indonesia berlaku sistem kedaulatan rakyat
secara penuh karena rakyat dapat memilih secara langsung anggota legislatif daneksekutif.
Sejak awal masa pemerintahannya, Presiden dan Wakil Presiden pilihan rakyat Indonesia itu
telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yaitu rencana
pembangunan lima tahunan, berdasarkan visi, misi, dan program prioritas mereka. Hal ini sesuai
dengan amanat Undang- undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
PembangunanNasional. Tiga agenda nasional yang tertuang dalam RPJMN pada era kepemimpinan
SBY adalah : (1) menciptakan Indonesia yang aman dan damai, (2) mewujudkan Indonesia yang adil
dan demokratis, dan (3) meningkatkankesejahteraan rakyat.
Beberapa keberhasilan dari program tersebut antara lain, penyelesaian konflik dalam negeri
seperti Aceh dan Poso, penyelesaian masalah perbatasan dengannegara tetangga, peningkatan
pelayanan masyarakat melalui otonomi daerah. Dalam hal pembagian kekuasaan antara pusat dan
daerah, pada erapemerintahan SBY juga dilakukan pemilihan kepala daerah secara langsung
olehrakyat, mulai dari, bupati / walikota hingga gubernur sebagai bentuk implentasi dari proses
demokrasi diIndonesia.Prosestran sisi demokrasi di Indonesiatersebut dapat berjalan secara damai
tanpa adanya kekerasan pada era ini.
Pada periode pertama ini SBY melakukan dua kali pergantian posisi menteri
(reshufelkabinet),yang pertama dilakukan pada tahun2005 dan kedua padatahun 2007. Pergantian
menteri tersebut juga tidak lepas dari kekebasan berpendapat masyarakat pada era pemerintahan
ini yang begitu luas, sehingga masyarakat dapat mengkritik, mengevaluasi serta memberikan
masukan kepadaSBY mengenai kinerja kabinetnya.
Padatahun 2009 kembali dilakukan pemilihan umum,pada tahun ini partai politik yang
mengikuti pemilu sebanyak 38 partai politik dan 8 partai lokal Aceh.SBYkembali mencalonkan diri
menjadi Presidenuntuk periode kedua. Pada tahun ini SBY berpasangan dengan tokoh non partai
yakni Boediono, yang sebelumnyamenjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dan juga menteri
koordinator perkonomian pada kabinet sebelumnya. Pada pemilu ini terdapat 3 pasanganyang
terlibatdalampemilu untuk menjadi Presiden Indonesia berikutnya, pasangan tersebut adalah(1)SBY-
Boediono, (2) Megawati Soekarno Putri- Prabowo,dan (3) Jusuf Kalla-Wiranto. SBY bersama
Boediono berhasil memenangkan pemilu 2009 dengan satu kali putaran,sehingga beliau
memimpinkembali Indonesia untuk periode kedua. Pada periode kedua kabinet kerjayangdibuat
oleh SBY bernama Kabinet Indonesia Bersatu II,komposisi menteri yangdipilih oleh SBY merupakan
kombinasi antara politisi dari partai politik danjugaprofesional.
Pada tahun kedua SBY berupa melanjutkan kembali programkerjanyapadaperiode pertama. SBY
menyiapkan 5 program pokok pada periode keduanya, program tersebut antara lain : pertama,
melanjutkan pembangunan ekonomi Indonesia untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh Rakyat
Indonesia. Kedua, melanjutkan upaya menciptakan good government dan good
corporategovernance. Ketiga, demokratisasi pembangunan dengan memberikan ruangyang cukup
untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen bangsa. Keempat, melanjutkan penegakan
hokum tanpa pandang bulu dan memberantaskorupsi.Kelima,belajardari pengalaman yang lalu dan
dari negara-negaralain, pembangunan masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi
segenap komponen bangsa.
Dalam hal pemberantasan korupsi SBY juga menegaskan bahwapemerintahannya adalah
pemerintahan yang bersih dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), namun hal tersebut
sedikit tercorengdenganbanyaktertangkapnyakaderPartaiDemokrat(PartaiSBYberasal) olehKomisi
Pemberantasan Korupsi(KPK).
Pada tahun 2014 kembali dilakukan pemilihan umum untuk memilih anggotalegislatif dan
eksekutif. SBY sudah tidak dapat lagi mengikuti pemilihan umumkarena sudah mencapai batas akhir
sebanyak dua periode memimpin bangsaini. Pemilu tahun ini diikuti oleh 12 partai politik dan 3
partai lokal Aceh. Untuk calonPresiden yang mengikuti pemilu kali ini ada dua pasangan,yakni Joko
Widodo(Jokowi)-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi bersama Jusuf Kalla
kemudian menjadi pemenang pada pemilu 2014 ini. Pada tanggal 20 Oktober 2014 kemudian
dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia.
Setelah terjadi pergantian presiden dari Soeharto ke presiden B.J Habibiekebijakan dalam bidang
ekonomi juga mengalami perubahan. Dalam bidang ekonomi Presiden Habibie mempunyai tiga
programjangka pendek, jangka menengah dan program jangka panjang. Tujuan program jangka
pendek ini untuk mengurangi beban masyarakat, terutama masyarakat miskin dan yang
berpenghasilan rendah. Seperti program jaringan pengaman sosial (JPS), penyediaan kebutuhan
pokok rakyat serta pengendalian harga. Dalam program jangka menengah,hal- hal yang dilakukan
meliputi upaya penyehatan sistem perbankan untuk membangkitkan kembali kepercayaan dan
kegiatan dunia usaha, khususnya investor luar negeri serta pengendalian lajuinflasi dan berbagai
upaya reformasi struktural untuk memperkuat landasan perekonomian nasional dengan
meningkatkan efisiensi dan daya saing. Sedangkan dalam program jangka panjang sedang diletakkan
landasan bagi perekonomian yang maju,modern,mandiri dan berkualitas,terbuka bagi semua
kalangan serta membangun institusi ekonomi yang berorientasi ke pasar dalam negeri dan pasar
global.
Pada 1999 terjadi kembali perubahan pimpinan di Indonesia. Presiden B.J habibie digantikan
oleh Abdurrahman Wahid atau GusDur. Pada bidangperekonomian, Presiden Abdurrahman Wahid
mewarisi ekonomi Indonesia yangrelatif lebih stabil dari pemerintahan Habibie, nilai tukar Rupiah
berada dikisaranRp 6.700/US$. indeks harga saham gabungan (IHSG) berada di level 700. Dengan
bekal ini di tambah legitimasi yang dimilikinya sebagai presiden bersamawapres yang dipilih secara
demokratis, Indonesia mestinya sudah bisa melajukencang. Namun Presiden Abdurrahman Wahid
bersama kabinetnya menolak melanjutkan semua hasil kerja keras kabinet pemerintahan Habibie
misalnya Departemen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah (PKM), yang selama pemerintahan
Habibie menjadi lokomotif ekonomi kerakyatan oleh PresidenAbdurrahman Wahid dijadikan
kementerian nonportofolio atau menteri negaranon Departemen. Selama pemerintahan
Abdurrahman Wahid IMF tak pernahmencairkan pinjamannya, Bagaimanapun juga presiden
Abdurrahman Wahidtelah membuktikan kepada dunia luar, bahwa Indonesia bisa diurus
tanpabantuan dana dari IMF.Pemerintahan Abdurahman Wahid juga memiliki gagasansekuritisasi
aset yaitu aset-aset negara,terutama barang tambang bisa dinilai dulu, kemudian pemerintah bisa
mengeluarkan saham atas aset-aset Negaratersebut yang kemudian diperjual-belikan dipasar modal
untuk membiayai pembangunan nasional.
Setelah Gus Dur lengser pada tahun 2001, posisinya kemudian digantikanolehwakilnya, yakni
Megawati Soekarno Putri. Pada saat Megawati Soekarno Putri diangkat menjadi Presiden RI yang
kelima, kondisi Indonesia masih dalamkeadaan krisis. Krisis ini disebabkan karena situasi politik dan
ekonomi yangbelum stabil. Banyak orang yang berpendapat, bahwa siapapun yang menjadi
pemimpin dalam negeri ini akan menghadapai masalah yang sangat berat, danbagi pasangan
Megawati Soekarno Putri dan Hamzah haz, masalah krisisIndonesia ini adalah tugas yang sangat
berat dan harus dijalani.
Kebijakan lain yang dibuat oleh Presiden Megawati dalam bidang ekonomi antaralain : (a)
memutuskan hubungan dengan IMF, (b) melakukan restrukturisas dan reformasi keuangan dengan
melakukan pembaruan ketentuan perundang- undangan, (c) meningkatkan pendapatan melalui
pajak, cukai, mendorongkemajuan usaha kecil dan menengah,(d) kerjasama ekonomi dan politik
diluar Amerika.Keadaan ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan PresidenMegawati Soekarno
Putri terus mengalami kemajuan. Secara riil keadaan ekonomi masih belum sepenuhnya pulih, dan
tingkat pengangguran masih tinggi, namun dari sejumlah indikator ekonomi makro tampak bahwa
keadaan sudahmenunjukkan tanda-tanda membaik. Mengingat pertumbuhan ekonomi nasional
yang terpuruk pada lima tahun yang lalu akibat krisis ekonomi.
Megawati Soekarno Putri tidak lagi menjadi Presiden Indonesia, setelah dalampemilihan umum
pada tahun 2014 dimenangkan oleh Susilo BambangYudhoyono (SBY) bersama pasangannya yakni
Jusuf Kalla. Pada erakepemimpinan SBY membentuk kabinet yangkemudian disebut sebagai Kabinet
Indonesia Indonesia bersatu I ( pada periode pertama SBY memimpin bersamawakilnya Jusuf Kalla)
dan Kabinet Indonesia Bersatu II (pada periode kedua SBYmemimpin bersama wakilnya Boediono).
Kehidupan perekenomian Indonesiabertumbuh secara positif, pada tahun 2004 pertumbuhan
ekonomi Indonesia sebesar 5% yang kemudian pada tahun 2007 mencapai 6,3%. Adanyakrisis
keuangan global pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Indonesiamengalami pelambatan hingga
hanya tumbuh 4,6% pada tahun 2009. Namun hal tersebut masih cukup baik mengingat hanya
beberapa negara saja yang mengalami pertumbuhan ekonomi secara positif, diantaranya adalah
China, India dan Indonesia. Pendapatan Domestik Bruto (PDP) Indonesia juga terus mengalami
peningkatan pada era SBY memimpin yaitu naik lebih dari tiga kali lipat, dari Rp 10,5 juta pada tahun
2005 hingga mencapai Rp 33,7 Juta padatahun 2012.