b. Faktor Eksternal
Belanda di Eropa dikuasai oleh Prancis tahun 1795 di bawah pimpinan Napoleon
Bonaparte yang kemudian mengganti namanya menjadi Republik Bataaf (1795-1806).
Perubahan politik ini memengaruhi VOC karena pemerintahan di bawah Napoleon
menyerukan “republikanisme-kebebasan kesetaraan”. Kebijakan VOC menurut
Napoleon bertentangan dengan kebebasan dan kesetaraan. Untuk itu, VOC harus
dibubarkan. VOC pun dibubarkan pada tahun 1799.
N. Politik Etis
Kebijakan politik etis menyangkut dua bidang, yakni politik dan ekonomi. Dalam
bidang politik adalah diberlakukannya kebijakan desentralisasi, yaitu memberikan
ruang, peran, serta Salam Historia Dari orang-orang Belanda ternyata ada yang
peduli terhadap penderitaan rakyat, yakni Eduard Douwes Dekker (Multatuli). Dialah
yang menghentikan praktek jahat Tanam Paksa karena karya novelnya yang berjudul
“Akulah yang Menderita” atau Max Havelaar. Sikap kritis terhadap pemerintah
Belanda rupanya menurun pada cucunya yang bernama Ernest Francois Eugene
Dekker alias Ernest Douwes Dekker (Danudirja Setyabudi), pendiri Indische Partij
yang tergabung dalam kelompok tiga serangkai bersama Ki Hadjar Dewantara dan
Cipto Mangunkusuma. kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk memikirkan
nasib dan masa depannya sendiri dengan melibatkan mereka di dewan-dewan lokal,
yaitu sebuah dewan rakyat (masuk dalam pemerintahan) yang dikenal dengan
Volksraad (Dewan Rakyat). Dewan ini semacam Dewan Perwakilan Rakyat. Melalui
dewan ini, aspirasi rakyat disalurkan melalui wakil-wakilnya yang duduk di dewan
ini.
1) Rencana Politik Etis.
Dalam bidang ekonomi diberlakukan Trias van Deventer, yaitu: 1. Irigasi
(pengairan) yaitu membangun dan memperbaiki pengairan dan bendungan
untuk keperluan pertanian. 2. Migrasi yaitu mengajak rakyat untuk
bertransmigrasi sehingga terjadi keseimbangan jumlah penduduk. 3. Edukasi
yaitu menyelenggarakan pendidikan dengan memperluas bidang pengajaran
dan pendidikan.
2) Penyimpangan Politik Etis.
Sekilas gagasan van Deventer sangat mulia, tetapi pada kenyataanya tidak
seindah gagasannya. Penyimpangan tersebut antara lain sebagai berikut. 1.
Irigasi. Perairan hanya dialirkan kepada tanah-tanah perkebunan swasta,
bukan tanah-tanah pertanian rakyat. 2. Migrasi. Rakyat yang diberangkatkan
ke luar Pulau Jawa ternyata hanya untuk bekerja di perkebunan milik
pengusaha Belanda dan asing. Rakyat yang ikut program ini dijadikan kuli
kontrak seperti di Lampung dan Sumatra Utara. Karena tidak sesuai dengan
tujuan awal, banyak rakyat melarikan diri dan kembali ke daerah asal. Bagi
yang melarikan diri dan tertangkap akan diberi hukuman dan dikembalikan
untuk bekerja lagi. 3. Edukasi. Pengajaran hanya untuk anak-anak pegawai
negeri, bangsawan, dan orang-orang mampu dengan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar. Rakyat biasa hanya diberi pelajaran membaca,
menulis, dan berhitung sampai kelas 2 dengan pengantar bahasa Melayu.
Politik etis dalam bidang pengajaran juga tidak mengakomodasi orang
asing seperti Cina dan Arab. Untuk itu, orang Cina mendirikan pendidikan
Tiong Hoa Hak Tong dan Arab mendirikan madrasah. Pelaksanaan
pendidikan yang tidak merata mendorong munculnya sekolah
nonpemerintah seperti Taman Siswa, Perguruan Muhammadiyah, dan
pendidikan kaum perempuan yang digagas
R.A. Kartini.
3) Dampak Politik Etis.
Terlepas dari segala penyimpangan, ternyata politik etis membawa efek
positif bagi pendidikan di Indonesia. Salah satu orang dari kelompok etis
yang bernama Mr. Abendanon (sahabat R.A. Kartini) berjasa mendirikan
sekolah- sekolah, baik untuk priayi maupun rakyat biasa. Kian terbukanya
sekolah- sekolah untuk pribumi menjadikan pemuda Indonesia berilmu,
tetapi juga berwawasan luas dan sadar politik sehingga lahirlah Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, sampai pada tokoh sentral seperti Ir.
Sukarno.