Anda di halaman 1dari 3

Perlawanan Rakyat terhadap Portugis

Pada awalnya kedatangan bangsa Portugis di Kepulauan Indonesia bertujuan mencari daerah penghasil
rempah-rempah. Pada 1511 Alfonso d’Albuquerque berhasil menduduki Malaka yang menjadi tempat penting
bagi perdagangan rempah-rempah. Dalam perkembangannya, penguasaan Portugis terhadap Malaka memicu
berbagai perlawanan rakyat Indonesia. Beberapa perlawanan terhadap Portugis sebagai berikut.
1. Perlawanan Rakyat Aceh
Pada abad XV Aceh merupakan salah satu bandar perdagangan penting di wilayah Kepulauan Indonesia
bagian barat. Kedudukan Aceh sebagai bandar perdagangan tidak terlepas dari jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis pada 1511. Perkembangan Aceh menjadi bandar perdagangan dipandang Portugis sebagai
ancaman. Oleh karena itu, Portugis ingin memonopoli dan menaklukkan Aceh. Menanggapi aksi Portugis
tersebut, rakyat Aceh melakukan perlawanan.
a. Latar Belakang Perlawanan
Wilayah Malaka memiliki kedudukan
penting dalam perdagangan dunia.
Oleh karena itu, banyak bangsa asing
memperebutkan wilayah ini. Aceh yang
terletak berdekatan dengan Malaka juga
tertarik untuk menguasai Malaka. Akan
tetapi, upaya Aceh menguasai Malaka
tidak mudah karena harus berhadapan
dengan Portugis yang menduduki Malaka
sejak 1511.
Sejak Malaka jatuh ke tangan Portugis,
para pedagang Islam mengalihkan kegiatan
perdagangan ke Aceh. Kondisi tersebut
terjadi karena Portugis melarang para
Ilustrasi kapal-kapal dagang di Malaka
pedagang Islam berdagang di wilayah Sumber: http://bit.ly/2NY5rC5, diunduh 8 Februari 2021
Malaka. Kebijakan Portugis tersebut
menyebabkan perdagangan di Aceh makin ramai. Kondisi ini justru mendorong Aceh berkembang
menjadi bandar dan pusat perdagangan. Dengan demikian, Kesultanan Aceh muncul sebagai kekuatan
baru di wilayah Sumatra dan Indonesia bagian barat.
Tampilnya Aceh sebagai kekuatan ekonomi dan politik di wilayah Sumatra menimbulkan
kekhawatiran Portugis. Portugis menganggap Aceh sebagai sumber kekayaan sekaligus ancaman.
Begitu pula Aceh menganggap kedudukan Portugis di Malaka sebagai ancaman untuk dapat menguasai
Malaka. Oleh karena itu, Aceh melakukan perlawanan terhadap Portugis.
b. Jalannya Perlawanan
Perkembangan Aceh yang begitu pesat mendorong Portugis berupaya menghancurkan Aceh.
Pada 1523 dan 1524 Portugis melancarkan serangan ke Aceh. Akan tetapi, kedua serangan tersebut
mengalami kegagalan. Kegagalan dalam kedua serangan tersebut menjadikan Portugis terus mencari
cara melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu
kapal-kapal dagang Aceh di mana pun berada. Tindakan Portugis tersebut membulatkan tekad
Kesultanan Aceh untuk melakukan perlawanan. Sebagai persiapan, Aceh menerapkan beberapa
strategi sebagai berikut.
1) Melengkapi kapal-kapal dagang dengan senjata, prajurit, dan meriam.
2) Mendatangkan bantuan persenjataan, pasukan, dan ahli perang dari Turki.
3) Melakukan kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lain seperti Kalikut dan Demak.
Setelah cukup kuat, Aceh melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka. Serangan pertama
Aceh terhadap Portugis dilakukan pada masa pemerintahan Sultan Alaudin Riayat Syah al-Kahar.
Dalam serangan tersebut, Portugis mengerahkan semua kekuatannya sehingga pasukan Aceh dapat
dikalahkan. Sebagai balasan, pada 1569 Portugis melancarkan serangan balik ke Aceh, tetapi dapat
digagalkan pasukan Aceh.
Aceh makin berkembang menjadi kekuatan besar pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
Dalam upaya melawan Portugis di Malaka, Sultan Iskandar Muda berusaha melipatgandakan kekuatan
pasukannya. Angkatan Laut Aceh diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat memuat 600–800
prajurit. Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia. Aceh juga membentuk pasukan
gajah dan milisi infanteri. Sementara itu, untuk mengamankan wilayahnya, Aceh menempatkan
pasukan pengawas di jalur-jalur perdagangan.
Sultan Iskandar Muda juga melakukan blokade perdagangan. Sultan Iskandar Muda melarang
daerah-daerah yang dikuasai Aceh menjual lada dan timah kepada Portugis. Cara ini dimaksudkan
agar kekuatan Portugis benar-benar lumpuh karena tidak memiliki barang yang dapat dijual di Eropa.
Upaya ini tidak berhasil sepenuhnya karena penguasa lokal di Aceh yang membutuhkan pemasukan
secara sembunyi-sembunyi menjual barang dagangan kepada Portugis.
Meskipun Sultan Iskandar Muda telah menghimpun kekuatan dan melakukan taktik blokade
ekonomi, tetapi Portugis belum berhasil dikalahkan. Kegagalan tersebut menyebabkan pasukan
Aceh di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda kembali melakukan serangan terhadap Portugis pada
1629. Serangan dilakukan secara besar-besaran sehingga membuat Portugis kewalahan dan harus
mengerahkan semua kekuatan untuk menghadapi pasukan Sultan Iskandar Muda. Meskipun demikian,
serangan pasukan Iskandar Muda belum berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Sepeninggal Sultan
Iskandar Muda, Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Thani yang kurang cakap. Akibatnya, Kerajaan
Aceh mengalami kemunduran.
2. Perlawanan Rakyat Maluku
Maluku merupakan salah satu daerah di wilayah Kepulauan Indonesia bagian timur yang terkenal
memiliki sumber daya rempah-rempah yang saat itu sangat laku di pasaran Eropa. Kekayaan rempah-
rempah yang tersimpan di Kepulauan Maluku menjadi daya tarik bagi bangsa Eropa, salah satunya Portugis.
Setelah menguasai Malaka, Portugis mengalihkan perhatian untuk menguasai perdagangan rempah-
rempah di Maluku. Dalam perkembangannya, pengaruh Portugis di Maluku menimbulkan perlawanan
rakyat. Bagaimana jalannya perlawanan rakyat Maluku terhadap Portugis?
a. Latar Belakang Perlawanan
Portugis berhasil mencapai wilayah Kepulauan Maluku pada 1521. Saat itu rombongan Portugis
berhasil mendarat di Ternate. Kedatangan Portugis di Ternate mendapat sambutan baik dari Sultan
Ternate. Sejak saat itu, Portugis memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang Spanyol
datang ke Maluku dan diterima baik oleh Sultan Tidore. Pada waktu yang bersamaan, Kesultanan
Ternate dan Tidore yang merupakan dua kerajaan Islam terbesar di Kepulauan Maluku sedang
berseteru. Portugis memanfaatkan situasi ini dengan mendukung Ternate. Penguasa Ternate saat
itu, Sultan Bayanullah, berjanji akan menyerahkan monopoli perdagangan rempah-rempah kepada
Portugis. Di sisi lain, Spanyol berpihak kepada Kesultanan Tidore. Oleh karena itu, pecahlah perang
berkepanjangan di tanah Maluku yang melibatkan dua kesultanan serumpun dengan dibantu oleh
dua kelompok asing.
Pada 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Perang ini terjadi karena kapal-kapal
Portugis menembak jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Tindakan tersebut
memicu amarah penguasa Tidore. Bersama rakyat, penguasa Tidore mengangkat senjata melawan
Portugis. Terjadilah perang antara Tidore dan Portugis. Dalam peperangan ini Portugis memperoleh
kemenangan berkat bantuan dari Ternate dan Bacan.
Kemenangan Portugis makin bertambah setelah konflik persaingan antara Spanyol dan Portugis
di Kepulauan Maluku diakhiri dengan kesepakatan penandatanganan perjanjian Saragosa pada
22 April 1529. Berdasarkan perjanjian tersebut, Spanyol harus meninggalkan Maluku. Sementara itu,
Portugis berhak sepenuhnya berkuasa di wilayah Kepulauan Maluku. Kedua kemenangan Portugis
ini menyebabkan Portugis leluasa menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di wilayah
Kepulauan Maluku.
b. Jalannya Perlawanan
Dominasi Portugis makin kuat setelah berhasil menyingkirkan Spanyol dari Kepulauan Maluku.
Portugis memiliki kebebasan melakukan praktik monopoli perdagangan di wilayah Maluku.
Praktik monopoli Portugis tersebut difokuskan ke daerah Ternate sebagai pusat perdagangan
rempah-rempah di Kepulauan Maluku. Dalam perkembangannya, Portugis turut campur dalam urusan
pemerintahan Kesultanan Ternate. Kedudukan Portugis makin mengancam kedaulatan kerajaan-
kerajaan yang ada di Maluku.
Melihat kesewenang-wenangan Portugis, pada 1565
muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan
Sultan Hairun. Sultan Hairun menyerukan seluruh rakyat
mengangkat senjata melawan Portugis. Dalam menghadapi
perlawanan rakyat Ternate, Gubernur Portugis di Maluku,
Lopez de Mesquita mengajukan perundingan damai kepada
Sultan Hairun. Lopez de Mesquita pun mengundang Sultan
Hairun berkunjung ke benteng Sao Paulo untuk berunding.
Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya Sultan Hairun
menerima ajakan Portugis untuk berunding. Perundingan
tersebut dilaksanakan pada 1570 di benteng Sao Paulo.
Ternyata, ajakan berunding tersebut hanya taktik tipu
muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang
berlangsung, Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh oleh
Portugis.
Lopez de Mesquita menganggap terbunuhnya Sultan
Hairun mengakhiri perlawanan rakyat Ternate. Akan Monumen benteng Castela di Ternate untuk
tetapi, peristiwa pembunuhan Sultan Hairun justru makin mengenang peristiwa pembunuhan Sultan Hairun
Sumber: https://bit.ly/3sBRUje, diunduh 8 Februari 2021
menyulut kemarahan rakyat Ternate. Bahkan, seluruh
rakyat Maluku bersatu melawan Portugis.
Perlawanan rakyat Maluku pascaterbunuhnya Sultan Hairun dipimpin oleh Sultan Baabullah
(putra Sultan Hairun). Sultan Baabullah menuntut Lopez de Mesquita untuk diadili, tetapi permintaan
tersebut mendapat penolakan dari Portugis. Atas penolakan tersebut, Sultan Baabullah melakukan
perlawanan terhadap Portugis.
Dalam melakukan penyerangan terhadap Portugis, Sultan Baabullah mendapat bantuan dari
seluruh rakyat Maluku dan para ulama Islam. Sultan Baabullah melakukan penyerangan dengan
menghancurkan benteng-benteng pertahanan milik Portugis di Maluku. Pos-pos perdagangan dan
pertahanan Portugis di berbagai tempat dihancurkan sejak 1571. Benteng pertahanan Portugis satu
per satu direbut dan dihancurkan, kecuali benteng Sao Paulo. Sultan Baabullah memang sengaja tidak
langsung menyerang benteng yang didiami Lopez de Mesquita karena benteng tersebut merupakan
lokasi pembunuhan ayahnya.
Sultan Baabullah kemudian menerapkan strategi pengepungan benteng Sao Paulo dengan
menutup semua akses, baik jalan maupun distribusi bahan makanan. Pengepungan benteng
Sao Paulo berlangsung selama lima tahun. Selama itu pula, orang-orang Portugis yang tinggal di
dalamnya merasakan penderitaan dengan segala keterbatasan karena tidak bisa menjalin hubungan
dengan dunia luar. Akhirnya, pada 1575 Portugis berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis
kemudian meninggalkan Ternate dan menetap di Ambon.

Anda mungkin juga menyukai