Anda di halaman 1dari 5

1.

Perlawanan Rakyat Aceh terhadap Portugis

Sejak, Kerajaan Aceh merupakan saingannya yang terberat dalam perdagangannya.


Sebab banyak pedagang Asia yang memindahkan kegiatan dagangnya ke Aceh.

Penyebab Perselisihan Aceh dan Portugis


Pelabuhan Aceh bertambah ramai. Kecuali itu, Aceh merupakan ancaman bagi
kedudukan Portugis di Malaka. Setiap waktu Aceh dapat menyerbu Malaka.

Persaingan dagang antara Portugis dan Kerajaan Islam Aceh makin lama makin
meruncing. Kemudian meningkat menjadi permusuhan. Bila armada Portugis
berjumpa dengan patroli-patroli angkatan laut Aceh, terjadilah pertempuran di laut.
Pertempuran semacam itu tidak hanya terjadi di Selat Malaka, tetapi juga di lautan
internasional, antara lain Laut Merah.

Langkah-langkah Aceh melawan Portugis


Untuk menghadapi Portugis, Sultan Aceh mengambil langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Kapal-kapal dagangnya yang berlayar disertai prajurit dengan perlengkapan
meriam.
2. Meminta bantuan meriam serta tenaga ahlinya dari Turki. Bantuan dari Turki itu
diperoleh pada tahun 1567.
3. Meminta bantuan dari Jepara (Demak) dan Calicut (India).

Rencana Portugis Terhadap Aceh


Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut:
1. Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.
2. Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan dihancurkan
Namun ternyata rencana Portugis tersebut tidak dapat terlaksana. Sebab Portugis
tidak memiliki armada yang cukup untuk mengawasi Selat Malaka. Ternyata bukan
Portugis yang berhasil menghancurkan kapal-kapal Aceh, tetapi sebaliknya kapal-
kapal Acehlah yang sering mengganggu kapal-kapal Portugis di selat Malaka.
Bahkan seringkali armada Aceh menyerang langsung ke markas Portugis di Malaka.
Hal itu terjadi antara lain pada tahun 1629, pada masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda. Namun demikian serangan-serangan Aceh itu belum berhasil.
Aceh dan Portugis Sama Kuat
Permusuhan antara Aceh dengan Portugis berlangsung terus menerus. Kedua pihak
saling berusaha untuk menghancurkan, tetapi sama-sama tidak berhasil. Sampai
akhirnya Malaka jatuh ke tangan VOC (Belanda) pada tahun 1641.

2. Serangan Adi Patih Unus di Malaka Terhadap Portuis


Hanya kurang lebih satu tahun setelah kedatangan Portugis di Malaka
(1511), perlawanan terhadap dominasi Barat mulai muncul. Jatuhnya Malaka ke
pihak Portugis sangat merugikan jaringan perdagangan para pedagang Islam dari
Kepulauan Indonesia. Solidaritas sesama pedagang Islam terbangun saat
Malaka jatuh ke pihak Portugis. Kerajaan Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan
Demak bersekutu untuk menghadapi Portugis di Malaka. Pada tahun 1513,
Demak mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Penyerangan
tersebut dipimpin oleh Adipati Unus, putra Raden Patah. Namun karena faktor
jarak yang begitu jauh dan peralatan perang yang kurang seimbang serta strategi
perang kurang jitu, penyerangan tidak berhasil.
Dipati Unus atau Yunus adalah putra Raden Patah, penguasa
Kerajaan Demak di Jawa. Dipati Unus mendapat sebutan “Pangeran Sabrang
Lor“ karena jasanya memimpin armada laut Demak dalam penyerangan ke
Malaka. Pemerintahan Pangeran Sabrang Lor tidak berlangsung lama, dari tahun
1518 – 1521.

3. Perlawanan Fatahillah Terhadap Portugis


Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak
mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kerja sama antara Portugis
dan Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap
Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari
Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa
diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna.
Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang
memerintah di Banten dan Jayakarta. 
Fatahillah dilahirkan sekitar tahun 1490 di Pasai, Sumatra Utara. Nama
lain Fatahillah adalah Falatehan, Fadhilah Khan, Ratu Bagus Pase, dan Ratu
Sunda Kelapa. Ayahnya bernama Maulana Makhdar Ibrahim selaku guru agama
Islam di Pasai kelahiran Gujarat, India Selatan.

4. Perlawanan Rakyat Ternate Terhadap Portugis


Perlawanan Ternate terhadap portugis didorong oleh tindakan bangsa
Portugis yang sewenang-wenang dan merugikan rakyat. Perlawanan Ternate
dipimpin oleh Sultan Hairun dari Ternate. Seluruh rakyat dari Irian sampai ke
Jawa diserukan untuk melakukan perlawanan. Pada awalnya Portugis diterima
dengan baik oleh raja setempat dan diijinkan mendirikan benteng, namun lama-
kelamaan, rakyat Ternate mengadakan perlawanan. Kesultanan Ternate yang
pada saat itu sedang berselisih dengan Kesultanan Tidore. Keadaan ini
dimanfaatkan Portugis yang langsung mendukung Ternate. Akibatnya, Portugis
diizinkan mendirikan benteng (loji) dengan alasan untuk melindungi Ternate dari
serangan Tidore. Bersamaan dengan itu, pada 1521 datang armada Spanyol
yang mempunyai tujuan yang sama dengan Portugis. Melihat kondisi di Maluku,
Spanyol berusaha mendukung Tidore.
Persaingan di antara ke dua imperialis Barat tersebut dalam
memperebutkan wilayah Maluku tidak dapat dihindari. Persaingan tersebut dapat
diselesaikan melalui Perjanjian Saragosa pada 22 April 1529. Isi perjanjian
tersebut mengharuskan Spanyol meninggalkan Maluku, sehingga Portugis dapat
menguasai Maluku sepenuhnya. Kegiatan-kegiatan imperialis Portugis, akhirnya
mendapat perlawanan dari Raja Ternate, yaitu Sultan Hairun. Dengan kelicikan
Portugis, perlawanan Sultan Hairun dapat dipatahkan pada 1570. Namun,
perlawanan rakyat Ternate terus berlanjut di bawah pimpinan Sultan Baabullah.
Dengan perlawanan Sultan Baabbullah inilah, Portugis dapat diusir dari bumi
Maluku pada 1575.

Sebab Perlawanan Rakyat Ternate


Perlawanan ini terjadi karena sebab-sebab berikut ini:
1. Portugis melakukan monopoli perdagangan.
2. Portugis ikut campur tangan dalam pemerintahan.
3. Portugis ingin menyebarkan agama Katholik, yang berarti bertentangan
dengan agama yang telah dianut oleh rakyat Ternate.
4. Portugis membenci pemeluk agama Islam karena tidak sepaham dengan
mereka.
5. Portugis sewenang-wenang terhadap rakyat.
6. Keserakahan dan kesombongan bangsa Portugis.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka kehendak Portugis ditolak oleh raja
Ternate. Rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun bersatu dengan Tidore
melawan Portugis, sehingga Portugis dapat didesak. Pada waktu terdesak,
Portugis mendatangkan bantuan dari Malaka dipimpin oleh Antoni Galvo,
sehingga Portugis mampu bertahan di Maluku.

Perlawanan Ternate Dipimpin Sultan Hairun


Pada tahun 1565, rakyat Ternate bangkit kembali di bawah pimpinan Sultan
Hairun. Raja Ternate yang sangat gigih melawan Portugis adalah Sultan Hairun
yang bersifat sangat anti-Portugis. Portugis berusaha menangkap Sultan Hairun,
namun rakyat bangkit untuk melawan Portugis dan berhasil membebaskan Sultan
Hairun dan tawanan lainnya. Beliau dengan tegas menentang usaha Portugis
untuk melakukan monopoli perdagangan di Ternate. Rakyat Ternate di bawah
pimpinan Sultan Hairun melakukan perlawanan. Rakyat menyerang dan
membakar benteng-benteng Portugis. Portugis kewalahan menghadapi
perlawanan tersebut. Dengan kekuatan yang lemah, tentu saja Portugis tidak
mampu menghadapi perlawanan. Oleh karena itu, pada tahun 1570 dengan licik
Portugis menawarkan tipu perdamaian. Sehari setelah sumpah ditandatangani,
de Mosquito mengundang Sultan Hairun untuk menghadiri pesta perdamaian di
benteng. Tanpa curiga Sultan Hairun hadir, dan kemudian dibunuh oleh kaki
tangan Portugis. Peristiwa ini menimbulkan kemarahan besar bagi rakyat Maluku
dan terutama Sultan Baabullah, anak Sultan Hairun.

Perlawanan Ternate Dipimpin Sultan Babullah   


Perlawanan rakyat Ternate dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah
(putera Sultan Hairun). Bersama rakyat, Sultan Baabullah bertekad menggempur
Portugis. Pasukan Sultan Baabullah memusatkan penyerangan untuk
mengepung benteng Portugis di Ternate. Lima tahun lamanya Portugis mampu
bertahan di dalam benteng yang akhirnya menyerah pada tahun 1575 karena
kehabisan bekal. Kemudian Portugis melarikan diri ke Timor Timur. Pada tahun
1574 benteng Portugis dapat direbut, kemudian Portugis menyingkir ke Hitu dan
akhirnya menguasai dan menetap di Timor-Timur sampai Tahun 1975.

5. Perlawanan Rakyat Minahasa Terhadap Spanyol


Perlawanan Rakyat Minahasa Terhadap Spanyol Ketidaksenangan rakyat atas
perilaku tentara Spanyol memuncak pada 1644. Tentara Spanyol yang sedang
memasuki desa memukul dan melukai salah seorang pemimpin rakyat Minahasa
yang ada di Tomohon. Dikutip dari Watuseke F.S. dalam Sejarah Minahasa
(1968), rakyat Minahasa menganggap perbuatan itu sudah keterlaluan dan
menurunkan martabat serta harga diri pemimpin yang dihormati oleh seluruh
rakyat. Peristiwa ini pun menjadi tanda dimulainya perlawanan rakyat Minahasa
terhadap Spanyol. Perlawanan dimulai di Tomohon. Rakyat Minahasa
mengangkat senjata untuk melawan pasukan Spanyol. Pemimpin Minahasa
kemudian meminta bantuan Belanda untuk mengusir Spanyol. Kondisi yang
demikian membuat pasukan Spanyol semakin terdesak. Spanyol pun harus
mundur sampai ke Benteng Manado, karena kekuatan rakyat Minahasa yang
dibantu Belanda semakin kuat. Pada akhirnya, Spanyol berhasil dikalahkan dan
keluar dari Minahasa. Akan tetapi, keluarnya Spanyol menjadi era baru
masuknya Belanda dengan era penjajahan yang baru pula .

Anda mungkin juga menyukai