Sejak portugis datang di Malaka pada tahun 1511 M banyak pedagang muslim
yang berpindah ke Aceh. Karena hal itu Aceh mengalami perkembangan yang pesat.
Pesatnya perkembangan perdagangan Aceh mengakibatkan pada tahun 1523 dan 1524
antara Portugis dan Aceh berakhir dengan permusuhan. Bahkan kesultanan Aceh telah
Kemudian aceh melakukan penyerangan terhadap portugis di Malaka pada tahun 1568
M. Namun serangan ini mengalami kegagalan. Kemudian pada tahun 1569 M Portugis
menyerang balik Aceh dan berhasil di gagalkan oleh Pasukan Aceh. Kemudian Pada
Tahun 1629 Aceh menggepur Portugis di Malaka. Serangan ini membuat portugis
Selain melalui medan pertempuran Aceh juga melakukan langkah-langkah lain sebagai
berikut :
Blokade perdagangan
Melarang wilayah kekuasaan Aceh menjual Lada dan Timah kepada Portugis
Langkah-langkah ini tidak berhasil karena terdapat raja-raja daerah yang sembunyi-
Islam di Nusantara seperti: Aceh, Palembang, Banten, Johor, dan Demak. Mereka
bersekutu untuk melawan Portugis. Sultan Demak Raden Patah mengirim putranya
Adipati Unus melakukan serangan pada tahun 1512 dan 1513. Dengan kekuatan
tempur 100 Kapal Laut dan lebih dari 10.000 Prajurit. Namun mengalami kegagalan hal
Kalah persenjataan
Portugis dari Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama sunda Kelapa
Bahkan Rakyat ternate dipimpin Sultan Hairun bekerja sama dengan Tidore untuk
melawan Portugis. Perlawanan ini membuat Portugis terdesak dan meminta bantuan
Malaka. Pasukan dari malaka datang dengan dipimpin oleh Antonio Galvao. Pasukan
ini berhasil mengalahkan ternate dan menduduki ternate selama 4 Tahun. Pada masa
Galvao diganti hubungan harmonis kembali sobek akibat nafsu serakah orang-orang
portugis dan memaksa sultan Hairum menerima Kekuasaan Portugis dan hanya menjual
cengkeh dan pala ke Portugis. Pada tahun 1565 M Portugis semakin terdesak dan harus
menjalankan perundingan.
Perundingan antara Portugis dan Ternate mulai berjalan. Akan tetapi dalam
perundingan tersebut Sultan Hairun dibunuh secara licik. Tebunuhnya Sultan membuat
amarah rakyat Maluku berkobar. Rakyat ternate dengan dipimpin Sultan Baabullah
mengepung benteng Portugis. Selama lima tahun orang portugis mampu bertahan di
dalam benteng akan tetapi pada tahun 1575 karena kehabisan bekal orang-orang
Perang antara rakyat Minahasa dengan Spanyol terjadi pada tahun 1644. Perang
perdagangan beras yang dilakukan Spanyol. Selain itu rakyat sengsara akibat
ketamakan dari orang Spanyol. Peperangan ini terjadi di daerah kali dan batu lesung
dipimpin oleh Panglima Monde suami rati Oki sedangkan Spanyol dibantu oleh Raja
Loloda Mokoagouw II
Sebenarnya terjadinya perang pertama terjadi pada tahun 1643 di Tompaso yang
minahasa 9 orang tentara gugur dan Pasukan Spanyol berhasil dikejar. Berkat Bantuan
Residen VOC Hermans Jansz Steynkuler berhasil diadakan kesepakatan dama pada 21
September isi dari kesepakatan tersebut minahasa menguasai tompaso baru, Rumong
Perang Padri
Perang Padri diawali dengan konflik antara Kaum Padri dengan Kaum Adat terkait
pemurnian agama Islam di Sumatera Barat. Kaum Adat masih sering melakukan
kebiasaan yang bertentangan dengan Islam, seperti berjudi dan mabuk-mabukan. Kaum
Padri yang terdiri dari para ulama menasihati Kaum Adat untuk menghentikan
kebiasaan tersebut, Kaum Adat menolaknya, sehingga terjadi perang yang berlangsung
Kondisi tersebut lalu dimanfaatkan Belanda untuk bekerja sama dengan Kaum Adat
guna melawan Kaum Padri. Belanda memang bertujuan untuk menguasai wilayah
Sumatera Barat. Salah satu tokoh pemimpin Kaum Padri adalah Tuanku Imam Bonjol.
Fase perang ini berlangsung tahun 1821 – 1838. Tuanku Imam Bonjol lalu mengajak
Kaum Adat agar menyadari tipuan Belanda dan akhirnya bersatu melawan Belanda.
Perang diakhiri dengan kekalahan di pihak Padri dan Adat karena militer Belanda yang
cukup kuat.
Perang Pattimura
Pada 1817, Belanda juga berusaha menguasai Maluku dengan monopoli perdagangan.
Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro (Sumber: Tirto.id)
Perang Diponegoro adalah perang terbesar yang dialami Belanda. Perlawanan ini
dipimpin Pangeran Diponegoro yang didukung pihak istana, kaum ulama, dan rakyat
Yogyakarta. Perang ini terjadi karena Belanda memasang patok-patok jalan yang
melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro. Perang ini terjadi tahun 1825 – 1830.
Pada tahun 1827, Belanda memakai siasat perang bernama Benteng Stelsel, yaitu setiap
daerah yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi daerah sekitarnya. Antara
satu benteng dan benteng lainnya dihubungkan pasukan gerak cepat, sehingga ruang
namun dengan kerugian yang besar karena perang tersebut menguras biaya dan tenaga
yang banyak.
Perang ini terjadi akibat protes Belanda terhadap Hak Tawan Karang, yaitu aturan yang
memberik hak kepada kerajaan-kerajaan Bali untuk merampas kapal asing beserta
muatannya yang terdampar di Bali. Protes ini tidak membuat Bali menghapuskan Hak
yang dipimpin I Gusti Ketut Jelantik dengan Belanda terjadi. Belanda berhasil
Perang ini dilatarbelakangi oleh Belanda yang ingin menguasai kekayaan alam Banjar,
terhadap Belanda sekitar tahun 1859. Serangkaian pertempuran terus terjadi hingga
karena pasukan Belanda lebih unggul dari segi jumlah pasukan, keterampilan perang
pasukannya, dan peralatan perangnya. Perlawanan rakyat Banjar mulai melemah ketika
Pangeran Hidayatullah tertangkap dan dibuang ke Pulau Jawa, sementara itu Pangeran
Belanda bebas meluaskan wilayah di Sumatera termasuk Aceh. Hal ini ditentang Teuku
Cik Ditiro, Cut Mutia, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Panglima Polim. Belanda
pertahanan Aceh bertubi-tubi agar mental rakyat semakin terkikis, dan memecahbelah
ini adalah bangsa Belanda berusaha menguasai seluruh tanah Batak dan disertai dengan
penyebaran agama Kristen. Sisingamangaraja XII masih melawan Belanda sampai akhir
abad ke-19. Namun, gerak pasukan Sisingamangaraja XII semakin menyempit. Pada