CLARISSAYANA
MUHAMMAD RASYA
EVIPANIA MIA
ADRIAN SAPUTRA
RESKI SRIWAHYUNI
Perang Rakyat Indonesia di Berbagai Daerah Melawan Penjajahan Kolonial Belanda
1. Perang Saparua di Ambon, Maluku (1817)
Indonesia kaya akan sumber daya alam, salah satunya rempah-rempah yang selalu diburu
oleh bangsa Eropa. Bahkan mereka menginginkan untuk memonopoli hasil rempah di
Indonesia. Salah satunya di Maluku, dimana kolonial Belanda menerapkan berbagai
kebijakan yang menyengsarakan bangsa Indonesia seperti kewajiban kerja paksa, penyerahan
hasil kelautan, memberhentikan guru demi kehematan, menjadikan kawula muda sebagai
tentara, dan ketidakmauan Belanda untuk membayar terhadap perahu yang dipesannya.
Menghadapi hal tersebut, para tokoh dan pemuda di Maluku sepakat melawan kekejaman
kolonial Belanda. Terjadilah perang antara Belanda dibawah pimpinan Van den Berg dengan
Maluku dibawah komando Christina Matrha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas
Latumahina, yang mana Indonesia mampu menguasai Benteng Duurstede.
Belanda meminta bantuan dari Ambon lewat jalur perairan tetapi digagalkan oleh pasukan
Pattimura. Dengan datangnya bantuan dari Batavia maka Belanda membawa semua
pasukannya untuk merebut benteng Duurstede dan naasnya benteng tersebut bisa kembali
dikuasai Belanda, sehingga sisa pasukan Pattimura berusaha untuk meloloskan diri dari
tangan Belanda.
Untuk menangkap Pattimura, maka Belanda membuat sayembara, dimana siapa yang mampu
menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1000 gulden. Selama 6 bulan melakukan
perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap dan pada 16 Desember 1817 Pattimura dihukum
gantung di alun-alun kota Ambon sedangkan pimpinan lainnya seperti Christina Martha
Tiahahu dibuang ke Jawa untuk bekerja rodi.
2.Perang Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830)
Perang Diponegoro berlangsung pada 1825 sampai 1830 yang menjadi salah satu perang
besar yang dihadapi oleh Belanda.
Perang ini muncul akibat kebijakan yang tidak masuk akal dari Kolonial Belanda seperti
pengambilan tanah-tanah milik bangsawan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ada juga raja-
raja yang merasa menjadi korban adu domba dan kerajaan Mataram terpecah menjadi 4
bagian yaitu Surakarta, Yogyakarta, Pakualam, dan Mangkunegaraan.
Di samping itu, Belanda berencana membuat jalur kereta api di daerah yang dikeramatkan
oleh Pangeran Diponegoro, sehingga terjadilah perlawanan. Pada Mei 1825 mereka
memasang patok-patok di tanah leluhur Diponegoro. Kemudian patok tersebut dicabut oleh
pengikut Diponegoro. Pangeran Diponegoro menggunakan taktik perang gerilya dimana
mereka melakukannya secara sembunyi, cepat, fokus, dan efektif.
Perang pecah pada 20 Juli 1825 di Tegalrejo dengan diutusnya serdadu Belanda untuk
menangkap Diponegoro. Tegalrejo yang menjadi basis pengikut Diponegoro berhasil direbut
dan dibakar oleh Belanda.
Akhirnya, Belanda menggunakan siasat tipu muslihat dengan mengajak Pangeran
Diponegoro untuk berunding demi menyelesaikan masalah di Magelang. Akan tetapi, itu
membuat Pangeran Diponegoro tertangkap dan diasingkan ke Manado dan dipindahkan ke
Makassar sampai meninggal tahun 1855.
3. Perang Jagaraga di Bali (1846-1849)
Tahun 1841 Belanda mulai menginjakan kaki di Bali dan memaksa rakyat Bali untuk tunduk
dan mengakui pemerintahan Belanda. Sayangnya, keinginan Belanda untuk menguasai Bali
tidak selalu berhasil karena kentalnya adat istiadat dan tradisi.
Belanda sangat suka ikut campur dengan urusan kerajaan, seperti membebaskan Belanda dari
Hukum Tawan Karang, kerajaan Bali mengakui pemerintahan Belanda, kerajaan Bali
melindungi perdagangan milik pemerintahan Belanda, semua raja-raja Bali harus tundur
terhadap perintah kolonial Belanda.
Tentu saja semua tuntutan itu ditolak mentah-mentah oleh rakyat Bali. Maka pada tahun 1846
terjadilah perang untuk memaksa raja Buleleng menandatangani isi perdamaian, yaitu
pasukan Belanda ditempatkan di wilayah Buleleng, benteng kerajaan Buleleng akan
dibongkar oleh pasukan Belanda, dan biaya perang ditanggung oleh raja Buleleng.
Namun, ajakan perdamaian tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Bali akhirnya Belanda
mulai melakukan serangan besar-besaran. Ada 3 pertempuran di Bali, ekspedisi pertama