2) Perang Paderi di Sumatra Barat Merupakan perlawanan yang sangat menyita tenaga
dan biaya sangat besar bagi rakyat Minang dan Pemerintah Hindia Belanda. Bersatunya
Kaum Paderi (ulama) dan kaum adat melawan Pemerintah Hindia Belanda
menyebabkan Belanda kewalahan memadamkannya. Bantuan dari Aceh juga datang
untuk mendukung pejuang Paderi. Pemerintah Hindia Belanda benar-benar menghadapi
musuh yang tangguh. Belanda menerapkan sistem pertahanan Benteng Stelsel.
Benteng Fort de Kock di Bukit tinggi dan Benteng Fort van der Cappelen merupakan
dua benteng pertahanannya. Dengan siasat tersebut akhirnya Belanda menang ditandai
dengan jatuhnya benteng pertahanan terakhir Paderi di Bonjol tahun 1837. Tuanku
Imam Bonjol kemudian ditangkap, dan diasingkan ke Priangan, kemudian ke Ambon,
dan terakhir di Menado hingga wafat tahun 1864.
4) Perang Aceh
6) Perang Banjar
menyerang dari Danau Tondano dan pasukan yang lain menyerang Minawanua dari
darat. Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berlangsung dengan sengit.
Pasukan Hindia Belanda yang berpusat di Danau Tondano berhasil melakukan
serangan dan merusak pagar bamu berduri yang membatasi danau dengan
perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa di
Minawanua. Karena waktu sudah malam maka para pejuang dengan semangat yang
tinggi terus bertahan dan melakukan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan
Belanda merasa kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan
Belanda dari darat membombardir kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus
dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti tidak ada lagi kehidupan. Pasukan
Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari arah perkampungan itu
orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga korbanpun
berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Pemerintah Hindia Belanda kewalahan dan
terpaksa ditarik mundur. Seiring dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai
meluap sehingga mempersulit pasukan Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus
menghujani meriam ke Kampung Minawanua, tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga
serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan semangat juang orang-orang
Tondano-Minawanua. Bahkan terpetikik berita kapal yang paling besar yang di danau
tenggelam. Perang Tondano II ini berlangsung cukup lama, sampai bulan Agustus 1809.
Dalam suasana kepenatan dan kekurangan makanan mulai ada kelompok dari pejuang
yang mulai memihak kepada Hindia Belanda. Namun dengan kekuatan dan semangat
yang ada para pejuang Tondano terus memberikan perlawanan atas gempuran pasukan
Belanda yang terus menerus. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng
pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha
mempertahankan. Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah. Mayat-mayat
mereka telah lenyap di dasar danau bersama lenyapnya kemerdekaan dan kedaulatan
tanah Minahasa.
Silas Papare
Sumber: http://ipsgampang.blogspot.co.id/2014/08/perlawanan-terhadap-pemerintahhindia.html