Anda di halaman 1dari 11

Tugas IPS

Nama : Atha Kawiswara Y


Absen : 06
Kelas : 8A

1. Nama Perlawanan : Perang Diponegoro/ Perang Jawa

Lokasi : Pulau Jawa, Hindia Belanda (Indonesia)

Sebab Perlawanan: Karena patok-patok jalan yang dipasang


orang-orang kepatihan melintasi makam leluhur Pangeran
Diponegoro. Patih Danurejo tidak memberitahu keputusan
Smissaert sehingga Diponegoro baru mengetahui setelah
patok-patok dipasang. Perseteruan terjadi antara para petani
penggarap lahan dengan anak buah Patih Danurejo sehingga
memuncak di bulan Juli. Patok-patok yang telah dicabut
kembali dipasang sehingga Pangeran Diponegoro menyuruh
mengganti patok-patok dengan tombak sebagai pernyataan
perang.

Tokoh-tokoh : Pangeran Diponegoro, Jendral De Kock,


Pasukan Belanda, Pasukan Pangeran Diponegoro.

Berakhirnya Perlawanan : Pada tahun 1827, Belanda


melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro
terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Mojo, pemimpin spiritual
pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian
Pangeran Mangkubumidan panglima utamanya Alibasah Sentot
Prawirodirjo menyerah kepada Belanda. Akhirnya pada
tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit
pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana, Pangeran
Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan
syarat sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran
Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado, kemudian
dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng
Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.

Nilai Keteladanan : Terus berjuang dan pantang menyerah


untuk mengusir penjajah dan menjaga makam luhur. Rela
berkorban demi pasukannya.

2. Nama Perlawanan: Perang Padri

Lokasi : Sumatera Barat

Sebab Perlawanan: Perang Padri dilatarbelakangi oleh


kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803,
yaitu Haji Miskin, Haji Sumanikdan Haji Piobang yang ingin
memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan
oleh masyarakat Minangkabau.Mengetahui hal tersebut, Tuanku
Nan Renceh sangat tertarik lalu ikut mendukung keinginan
ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama lain di
Minangkabau yang tergabung dalam Harimau Nan
Salapan.Harimau Nan Salapan kemudian meminta Tuanku
Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan
Arifin Muningsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan
beberapa kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat
antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Seiring itu
beberapa nagaridalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak,
puncaknya pada tahun 1815, Kaum Padri dibawah
pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan Pagaruyung
dan pecahlah peperangan di Koto Tangah. Serangan ini
menyebabkan Sultan Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir
dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan. Dari
catatan Raffles yang pernah mengunjungi Pagaruyung pada
tahun 1818, menyebutkan bahwa ia hanya mendapati
sisa-sisa Istana Kerajaan Pagaruyung yang sudah
terbakar.Karena terdesak dalam peperangan dan keberadaan
Yang Dipertuan Pagaruyung yang tidak pasti, maka Kaum Adat
yang dipimpin oleh Sultan Tangkal Alam Bagagar meminta
bantuan kepada Belanda pada tanggal 21 Februari 1821,
walaupun sebetulnya Sultan Tangkal Alam Bagagar waktu itu
dianggap tidak berhak membuat perjanjian dengan
mengatasnamakan Kerajaan Pagaruyung. Akibat dari perjanjian
ini, Belanda menjadikannya sebagai tanda penyerahan Kerajaan
Pagaruyung kepada pemerintah Hindia Belanda, kemudian
mengangkat Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai Regent
Tanah Datar.

Tokoh-tokoh :
- Tuanku Nan Renceh
- Tuanku Pasaman
- Tuanku Imam Bonjol
- Tuanku Rao
- Tuanku Rumasai
- Rajo Alam
- Mayor Jendral Cochius
- Kolonel Stuers
- Letnan Kolonel Raaff
- Letnan Kolonel Elout
- Letnan Kolonel Krieger
- Letnan Kolonel Bauer
- Letnan Kolonel Michiels
- Mayor Laemlin
- Mayor Prager
- Mayor du Bus
- Kapten Poland
- Kapten Lange

Berakhirnya Perlawanan : Dalam pelarian dan


persembunyiannya, Tuanku Imam Bonjol terus mencoba
mengadakan konsolidasi terhadap seluruh pasukannya yang
telah bercerai-berai dan lemah, namun karena telah lebih 3 tahun
bertempur melawan Belanda secara terus menerus, ternyata
hanya sedikit saja yang tinggal dan masih siap untuk bertempur
kembali.

Dalam kondisi seperti ini, tiba-tiba datang surat tawaran dari


Residen Francis di Padang untuk mengajak berunding.
Kemudian Tuanku Imam Bonjol menyatakan kesediaannya
melakukan perundingan. Perundingan itu dikatakan tidak boleh
lebih dari 14 hari lamanya. Selama 14 hari berkibar bendera
putih dan gencatan senjata berlaku. Tuanku Imam Bonjol
diminta untuk datang ke Palupuh, tempat perundingan, tanpa
membawa senjata. Tapi hal itu hanya jebakan Belanda untuk
menangkap Tuanku Imam Bonjol, peristiwa itu terjadi di bulan
Oktober 1837 dan kemudian Tuanku Imam Bonjol dalam
kondisi sakit langsung dibawa ke Bukittinggi kemudian terus
dibawa ke Padang, untuk selanjutnya diasingkan. Namun pada
tanggal 23 Januari 1838, ia dipindahkan ke Cianjur, dan pada
akhir tahun 1838, ia kembali dipindahkan ke Ambon. Kemudian
pada tanggal 19 Januari 1839, Tuanku Imam Bonjol kembali
dipindahkan ke Manado, dan di daerah inilah setelah menjalani
masa pembuangan selama 27 tahun lamanya, pada tanggal 8
November 1864,
Tuanku Imam Bonjol menghembuskan nafas
terakhirnya.Meskipun pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat
dikuasai Belanda, dan Tuanku Imam Bonjol berhasil ditipu dan
ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai
akhirnya benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu (Rokan
Hulu), yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku
Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838. Jatuhnya benteng
tersebut memaksa Tuanku Tambusai mundur, bersama sisa-sisa
pengikutnya pindah ke Negeri Sembilan di Semenanjung
Malaya, dan akhirnya peperangan ini dianggap selesai kemudian
Kerajaan Pagaruyung ditetapkan menjadi bagian dari Pax
Netherlandica dan wilayah Padangse Bovenlanden telah berada
di bawah pengawasan Pemerintah Hindia Belanda.
Nilai Keteladanan : Memegang teguh ajaran agama dan gigih
memperjuangkan kemerdekaan.

3. Nama Perlawanan: Perang Pattimura

Lokasi : Maluku

Sebab Perlawanan : Perang Pattimura/Maluku yang dipimpin


oleh Kapitan Pattimura pada awalnya terjadi ketika Belanda
kembali berkuasa pada tahun 1817, monopoli diberlakukan lagi.
Diberlakukan lagi sistem ekonomi uang kertas yang sangat
dibenci dan keluar perintah sistem kerja paksa (rodi). Belanda
tampaknya juga tidak mau menyokong dan memerhatikan
keberadaan gereja Protestan dan pengelolaan sekolah-sekolah
protestan secara layak, Pada masa pemerintahan kolonial Hindia
Belanda, monopoli di Maluku terus dijalankan. Beban rakyat
semakin berat. Selain penyerahan wajib, masih juga harus
dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan asin, dendeng,
dan kopi. Mereka yang melanggar ditindak tegas. Tindakan
pemerintah Hindia Belanda tersebut semakin menimbulkan
penderitaan dan kesengsaraan terhadap rakyat, inilah yang
menjadi penyebab rakyat marah dan meletusnya perang maluku.
Rakyat Saparua (Maluku) berjuang menentang pemerintah
kolonial Belanda di bawah pimpinan Pattimura atau Thomas
Matulessy dan pejuang wanita Christina Martha Tiahahu.

Tokoh-tokoh : Kapiten Pattimura (Thomas


Mattulessi),Rhebok,Thomas Pattiwel,Raja Tiow,Lukas
Latumahina,dan Johanes Mattulessi.

Akhir Perlawanan : Serangan Belanda tersebut, menyebabkan


pasukan Pattimura saat perang maluku semakin terdesak.
Banyak daerah yang jatuh ke tangan Belanda. Para
pemimpinnya juga banyak yang tertangkap yaitu Rhebok,
Thomas Pattiwael, Pattimura, Raja Tiow, Lukas Latumahina,
dan Johanes Mattulessi. Pattimura sendiri akhirnya tertangkap di
Siri Seri yang kemudian dibawa ke Saparua. Belanda membujuk
Pattimura untuk diajak kerja sama, namun Pattimura menolak.
Oleh karena itu, pada tanggal 16 Desember 1817 Pattimura
dihukum gantung di depan benteng Victoria Ambon. Sebelum
digantung, Pattimura berkata ”Pattimura-Pattimura tua boleh
dihancurkan, tetapi sekali waktu kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit”.
Tertangkapnya para pemimpin rakyat Maluku yang gagah
berani tersebut menyebabkan perjuangan rakyat Maluku
melawan Belanda melemah dan akhirnya Maluku dapat dikuasai
oleh Belanda.

Nilai Keteladanan : Berani mati demi negara. pemberani dan


patriotisme. rela berkorban. pantang menyerah. selalu berjuang
demi bangsanya.

4. Nama Perlawanan: Perang Bali

Lokasi : Pulau Bali

Sebab Perlawanan : Belanda hendak memaksakan


kehendaknya untuk menghapuskan hak-hak kekuasan
kerajaan-kerajaan di Bali atas daerahnya.Raja-raja Bali dipaksa
mengakui kedaulatan pemerintah Hindia Belanda dan
mengizinkan pengibaran bendera Belanda di wilayah
kerajaannya.Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak
berprikemanusiaan akan dihapus oleh Belanda. Belanda
berulang kali memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan
hak tawan karang.

Tokoh-tokoh : I Gusti Ngurah Rai, Pasukan Ciung Wanara, I


Gusti Ketut Jelantik, Pimpinan pasukan Kerajaan Buleleng,
Engelbertus Batavus van den Bosch, Carel Van der wijk,
Andreas Victor Michiels, Willem Lodewijk Buchel.

Akhir Perlawanan : Pada tahun 1906 seluruh kerajaan Bali


jatuh ke pihak Belanda setelah rakyat melakukan perang habis
habisan yang di kenal dengan nama perang puputan.
Nilai Keteladanan : Mempertahankan Hak-hak negara,
berperang habis-habisan demi melindungi negara.

5. Nama Perlawanan: Perang Batak/Sisingamangaraja XII

Lokasi : Tapanuli Utara, Indonesia

Sebab Perlawanan : Perang meletus setelah Belanda


menempatkan pasukannya di Tarutung, dengan tujuan untuk
melindungi penyebar agama Kristen yang tergabung
dalam Rhijnsnhezending, dengan tokoh
penyebarnya Nommensen (orang Jerman). Raja
Sisingamangaraja XIII memutuskan untuk menyerang
kedudukan Belanda di Tarutung.

Tokoh-tokoh : Van Daelen, Raja Sisingamangaraja XII,


Kerajaan Batak, Pasukan Belanda

Akhir perlawanan : Pad tahun 1894, Belanda melancarkan


serangan untuk menguasai Bakkara, pusat kedudukan dan
pemerintahan Kerajaan Batak. Akibat penyerangan ini,
Sisingamangaraja XII terpaksa pindah ke Dairi Pakpak. Pada
tahun 1904, pasukan Belanda, di bawah pimpinan Van Daalen
dari Aceh Tengah, melanjutkan gerakannya ke Tapanuli Utara,
sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain. Pada tahun 1907,
Pasukan Marsose di bawah pimpinan Kapten Hans
Christoffel berhasil menangkap Boru Sagala, istri
Sisingamangaraja XII serta dua orang anaknya, sementara itu
Sisingamangaraja XII dan para pengikutnya berhasil melarikan
diri ke hutan Simsim. Ia menolak tawaran untuk menyerah, dan
dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII
gugur bersama dengan putrinya Lopian dan dua orang putranya
Sutan Nagari dan Patuan Anggi. Gugurnya Sisingamangaraja
XII menandai berakhirnya Perang Batak.
Nilai Keteladanan : Bahwa sesama tidak boleh memerangi satu
sama lain, dan seharusnya sesama saling menghargai bukan
mencela serta kita harus berusaha apapun hasilnya jangan
pernah lari dari tanggung jawab.

6. Nama Perlawanan: Perang Aceh

Lokasi : Aceh

Sebab Perlawanan : Akibat dari Perjanjian Siak 1858, Sultan


Ismail menyerahkan
wilayah Deli, Langkat, Asahan dan Serdang kepada Belanda,
padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda, berada di
bawah kekuasaan Aceh. Belanda melanggar perjanjian Siak,
maka berakhirlah perjanjian London tahun 1824. Isi perjanjian
London adalah Belanda dan Britania Raya membuat ketentuan
tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara
yaitu dengan garis lintang Singapura. Keduanya mengakui
kedaulatan Aceh. Aceh menuduh Belanda tidak menepati
janjinya, sehingga kapal-kapal Belanda yang lewat perairan
Aceh ditenggelamkan oleh pasukan Aceh. Perbuatan Aceh ini
didukung Britania.
Dengan dibukanya Terusan Suez oleh Ferdinand de
Lesseps menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting
untuk lalu lintas perdagangan. Ditandatanganinya Perjanjian
London 1871 antara Inggris dan Belanda, yang isinya, Britania
memberikan keleluasaan kepada Belanda untuk mengambil
tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas
di Selat Malaka. Belanda mengizinkan Britania bebas berdagang
di Siak dan menyerahkan daerahnya di Guyana
Barat kepada Britania.
Akibat perjanjian Sumatera 1871, Aceh mengadakan hubungan
diplomatik dengan Konsul Amerika Serikat, Kerajaan
Italia dan Kesultanan Usmaniyah di Singapura. Aceh juga
mengirimkan utusan ke Turki Usmani pada tahun 1871. Akibat
upaya diplomatik Aceh tersebut, Belanda menjadikannya
sebagai alasan untuk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan
Hindia Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen dengan 2 kapal
perangnya datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan
Machmud Syah tentang apa yang sudah dibicarakan di
Singapura itu, tetapi Sultan Machmud menolak untuk
memberikan keterangan.

Tokoh-tokoh :
- Cut Nyak Dhien
- Cut Nyak Meutia
- Teungku Chik Di Tiro
- Teuku Umar
- Teuku Nyak Arif
- Sultan Iskandar Muda
- Teuku Muhammad Hasan

Akhir Perlawanan : Berdasarkan pengalaman Snouch


Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal Van
Heutsz untuk mengadakan serangan umum di Aceh Besar, Pidie
dan Samalanga. Serangan umum di Aceh itu dikenal dengan
Serangan Sapurata dari pasukan Marchausse (arsose) dengan
anggota pasukannya erdiri dari orang-orang Indonesia yang
sudah dilatih oleh Belanda. Pasukan inilah yang benar-benar
telah mematahkan semangat juang para pejuang Aceh. Dalam
serangan itu banyak putra-putra Aceh yang gugur. Sambil
memberi perlawanan yang sengit, rakyat Aceh mundur ke
pedalaman. Untuk menyerbu ke pedalaman. Untuk menyerbu ke
pedalaman, Belanda mengirim pasukannya di bawah pimpinan
Jendral Van Daalen. Rakyat Aceh ternyata tidak siap dan kurang
perlengkapan sehingga laskar menjadi kocar-kacir dan terpaksa
lari mengundurkan diri dari Medan pertempuran Gerilya.
Dalam waktu singkat Belanda merasa berhasil menguasai Aceh.
Kemudian Belanda membuat Perjanjian Pendek, dimana
kerajaan-kerajaan kecil terikat oleh perjanjian ini.
Kerajaan-kerajaan kecil itu tunduk pada Belanda dan seluruh
kedudukan politik diatur oleh Belanda, sehingga masing-masing
kerajan daharuskan untuk:
Mengakui daerahnya sebagai bagian dari kekuasaan Belanda
Berjanji tidak akan berhubungan dengan suatu pemerintahan
asing
Berjanji akan menaati perintah-perintah yang diberikan oleh
pemerintah Belanda
Perjanjian pendek juga bertujuan untuk mengikat raja-raja kecil
atau mengikat kepala-kepala daerah. Pemerintahan Belanda juga
mengikat raja-raja yang besar kekuasaannya, diantaranya Deli
Serdang, Asahan, langkat, Siak, dan sebagainya dengan suatu
perjanjian.

Nilai Keteladanan : Taat pada agama,melindungi


rakyatnya,pantang menyerah serta berani melawan penjajah
walaupun sakit.

7. Perlawanan: Perang Banjarmasin

Lokasi : Kesultanan Banjarmasin

Sebab Perlawanan : Konflik dengan Belanda sebenarnya sudah


mulai sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di
Kesultanan Banjar. Dengan ikut campurnya Belanda dalam
urusan kerajaan, kekalutan makin bertambah. Pada tahun 1785,
Pangeran Nata yang menjadi wali putra mahkota, mengangkat
dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II
(1785-1808) dan membunuh semua putra almarhum Sultan
Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang
selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan
dengan dukungan pamannya Gusti Kasim (Arung Turawe),
tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya
tertangkap dan dibuang ke Ceylon (kini Sri Langka).

Tokoh-tokoh :
- Pangeran Hidayatullah.
- Pangeran Antasari.
- Aling.
- Tumenggung Antaludin - pemimpin benteng Gunung
- Tumenggung Surapati.
- Demang Lehman.
- Panglima Bukhari.
- Tumenggung Jalil - pemimpin benteng Tundakan.

Akhir Perlawanan : Kekuatan rakyat Banjar semakin melemah


sejak wafatnya Pangeran Antasari (1862), serta tertangkapnya
beberapa tokoh pimpinan. Kemudian perlawanan dilanjutkan
oleh Gusti Matsaid, Notowijoyo, Suropati, Rosyid, Gusti Acil,
dan Gusti Arsat sampai dengan tahun 1836.

Nilai Keteladanan : Persatuan,Menghargai perbedaan,


Menjujung tinggi keadilan,Tak takut resiko
kematian,Nasionalisme.

Anda mungkin juga menyukai