Anda di halaman 1dari 8

MENELUSURI MAKNA DALAM CERPEN “RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI ”

KARYA TRI ASTOTO KODARIE DALAM MATERI BAHAN AJAR BAHASA


INDONESIA BUKU SISWA KELAS VII SEMESTER 2

Liora Efria, Melly Oktapiyana Putri

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Jambi

lioraefria@gmail.com, mellyoktaviana7@gmail.com

PENDAHULUAN

Cerpen merupakan karya sastra yang bisa dibaca sampai habis dalam sekali baca.
Menurut Jacob (2000) cerpen adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam sekali duduk. cerita
pendek hanya memiliki satu arti, satu krisis dan satu efek untuk pembacanya. Pengaran cerpen
hanya ingin mengemukakan suatu hal secara tajam. Jenis karya sastra tersebut memiliki
karakteristik yang beragam. Dalam karya sastra, khususnya cerpen menurut Wellek (dalam,
Djojosuroto, 2000:24) cerpen merupakan cerminan kehidupan sebagai dasar karangan dan
merupakan sebuah seleksi kehidupan yang dilaksanakan dengan tujuan tertentu.

Cerpen memiliki unsur fiksi seperti halnya novel. Cerpen yang dikemukakan oleh
Sumardjo (dalam, Djojosuroto. 2000:24) adalah cerita yang membatasi pembahasannya pada
satu unsur terkecil dari aspeknya. Dengan pembatasan ini menjadikan masalah tergambarkan
jauh lebih jelas. Cerpen juga dianggap sebagai bahan bacaan yang mewakili konflik kehidupan
manusia. Konflik biasanya direkam dan diwarnai berdasarkan keadaan realitas langsung manusia
atau dapat dilihat oleh pembaca melalui lingkungan alam atau sekelilingnya dalam bentuk
paparan verbal.

Cerpen "Rumah Kecil di Bukit Sunyi" merupakan salah satu cerpen yang termasuk dalam
kumpulan cerpen Tri Astoto Kodarie yang berjudul “Ladang Sastra”. Kumpulan cerpen ini
pernah dipublikasikan oleh Wordpress, Ruang Guru, Brainly, dan Academia. Sehingganya
cerpen ini dianggap sebagai karya yang hanya disuplai untuk konsumsi para siswa sebagai
referensi belajar.
Namun cerpen tetap memiliki dunia estetis otonom sebagai sebuah karya sastra. Menurut
pandangan Tranggono (2003:viii) Dunia estetika yang otonom dibangun oleh dua hal, pertama
adalah tema. Tema apa saja dapat digunakan sebagai bahan penulisan cerpen, termasuk topik
yang terkait dengan realitas yang diangkat oleh media massa. Tentu saja, dalam pengolahannya
sebagai sebuah cerpen, tema itu tidak hadir sendiri. Tetapi secara estetis "berubah" setelah
interpretasi.sehingga penafsiran tersebut menjadi alternatif tema di antara tema-tema dominan
yang disajikan oleh media massa.

Cerpen pada tempatnya merupakan salah satu bentuk karya yang ditopang oleh pilar-pilar
sebagai struktur naratif yang menciptakan kubah penuh makna. Sebuah cerita pendek juga
memiliki struktur yang kaya makna seperti karya sastra lainnya. Perolehan makna dalam cerpen
pada hakikatnya tidak terlepas dari kajian struktur sebelumnya. Oleh karena itu, sehubungan
dengan penelitian ini, cerpen "Rumah Kecil di Bukit Sunyi" karya Tri Astoto Koderie terlebih
dahulu akan dikaji menurut struktur atau kaidah sastra umumnya. Struktur cerpen yang dimaksud
berupa tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang dan perintah pengarang, serta
hubungan antara subjek dan unsur lainnya. Setelah menentukan struktur cerpen, selanjutnya
menentukan makna yang terkandung dalam cerpen “Rumah Kecil di Bukit Sunyi”. Masalah yang
dibahas dalam artikel ini adalah: 1) Bagaimana struktur cerpen "Rumah Kecil di Bukit Sunyi"
karya Tri Astoto Koderie? 2) bagaimana subjek terkait hubungan tema dengan unsur-unsur lain
dalam cerpen "Rumah Kecil di Bukit Sunyi" karya Tri Astoto Koderie? 3) bagaimana makna
yang terkandunng dalam cerpen “Rumah Kecil di Bukit Sunyi” karya Tri Astoto Koderie?

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan objek alamiah. Peneliti mendeskripsikan
bentuk dan makna cerpen dalam Buku Siswa Kelas VII. Petunjuk yang jelas tentang proses
pengenalan bentuk dan makna cerpen pada materi ajar bahasa Indonesia dalam buku siswa Kelas
VII semester 2 kurikulum 13.

Data untuk penelitian ini adalah cerpen yang mengandung makna dalam buku siswa kelas
VII semester 2 kurikulum 13. Sumber data yang digunakan untuk memperoleh data tersebut
adalah buku-buku siswa kelas VII semester 2 kurikulum 13. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi cerpen, yaitu menganalisis isi cerpen dalam
buku siswa kelas VII semester 2 kurikulum 13.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Inti dari teori ini adalah
memandang sastra sebagai fenomena dengan struktur yang saling berhubungan. Artinya, jika
suatu struktur terkait satu sama lain, itu bisa bermakna. Menurut Peaget (Hawkes, 1978:16), teori
struktural "terdiri dari tiga elemen utama". Pertama, konsep keutuhan, bahwa bagian-bagian atau
elemen-elemennya sesuai dengan seperangkat aturan yang melekat yang menentukan struktur
keseluruhan dan bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi, struktur yang mampu
menjalani prosedur transformasi yang terus menerus memungkinkan terbentuknya material baru.
Ketiga, pemikiran yang mengatur diri sendiri, yang tidak memerlukan apapun di luar dirinya
untuk mempertahankan proses transformasinya, strukturnya bersifat otonom dan tidak mengacu
pada sistem lain.

Dalam konteks penelitian ini, struktur cerpen yang dibahas adalah tema, alur, tokoh dan
penokohan, latar, dan tugas. Tema adalah makna yang terkandung dalam cerita. Tema juga dapat
diekspresikan sebagai ide, inti, atau fondasi dari sebuah cerita, yang sesuai dengan cerita tersebut
Penulis menggunakan plot, karakter, latar belakang, dan elemen internal lainnya untuk
membangunnya. Oleh karena itu, untuk menemukan tema sebuah novel, seseorang harus
menarik kesimpulan dari keseluruhan cerita, bukan hanya beberapa bagian cerita. (Nurgiantoro,
2002:68).

Alur adalah pengembangan cerita yang dibentuk oleh sebab dan akibat. Tokoh dan
penokohan adalah tokoh yang dimainkan pengarang dalam memajukan cerita. Setiap karakter
memiliki sikap, pemikiran, ide, selera, sifat, dan perilaku tertentu berdasarkan perannya dalam
cerita. Latar berhubungan dengan semua tempat, waktu, dan keadaan dari semua peristiwa yang
menggambarkan pengalaman tokoh dalam cerita. Amanta adalah pesan moral atau didaktik yang
ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui tulisannya (Nurgiantoro, 2002:2110-246).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kajian Struktur Cerpen "Rumah Kecil di Bukit Sunyi" karyaTri Astoto Koderie
a. Tema
Tema cerpen ini adalah kesedihan dan kesepian. Kesedihan dan kesepian yang
dimaksud sangat nampak pada tokoh Pak Kerto yang merasakan kerinduan akan istri dan
anaknya. Kesepian ini lebih diperdalam oleh penyebab kegagalan ia untuk bertemu
dengan keluarganya setelah berharap seusai panen rumput yang ditanamnya. Selain itu,
tema ini sangat didukung oleh perasaan bersalah terhadap keluarganya dan rasa menyesal
dengan apa yang telah dilakukannya tanpa kejelasan.
Hal itu terlihat melalui penggalan cerita berikut ini.
Suara serangga bersahut-sahutan mewarnai malam yang dingin. Pak Kerto
berbaring di bangku bambu yang reyot itu sambil berselimut selembar sarung. Ia
tak dapat tidur, padahal matanya sudah terasa berat oleh kantuk yang
menggelantunginya.
Disandarkannya tubuuh yang kurus itu ketumpukan karung di
sampingnya. Piikirannya menerawang jauh ke kampong halamannya. Sedang apa
istri dan kedua anakku sekarang ya?, tanyanya dalam hati. Sesampainya di kota
nanti Pak Kerto ingin membelikan kain kebaya buat istrinya, juga dua sandal
plastic untuk kedua anaknnya.

b. Alur Cerpen
Cerpen ini memiliki alur maju karena adegan disuguhkan secara berurut, dari
awal hingga akir cerita. pada awal cerita. Diceritakan bagaimana kehidupan sehari-hari
yang dijalani Pak Kerto, yaitu aktivitas kelehan yang dialami Pak Kerto sehabis bekerja
di ladang, serta menanam dan memanen pohon yang tidak diketahui Pak Kerto jenisnya.
Berikut penggalan dalam cerita tersebut
Di atas bangku yang reyot, Pak Kerto menjulurkan kedua kakinya sebentar-
sebentar, tangannya mengurut-ngurut kedua kakinya yang kurus kering itu. Tak
lama kemudian melangkah ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan
daun rumbia. Lalu diambilnnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan
diletakkannya di atas selembar daun pisang yang sudah agak mongering.
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
……..
“Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?” Tanya sang juragan dengan mimic
serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Sebagian sudah saya panen, gan. Dan yang belum sisa lading sebelah kanan
parit. Silakan juragan eriksa hasil panen itu.”

Hingga pada akhirnya Pak Kerto pun mengetahui jenis tanaman apayang selama
ini dikelolanya ketika tiba-tiba polisi dating ke kediaman Pak Kerto yyang bahkan jauh
dari pemukiman masyarakat.
Berikut penggalan dalam cerita tersebut.
“Apa kesalahan saya pak?” Tanya Pak Kerto terputus-putus.
“Bapak telan menanam dan menyimpan pohon ganja padahal pohon-pohon ganja
dilarang ditanam oleh pemerintah,”jawab poolisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan,
pak,”kata Pak Kerto tertunduk.
“Saya mengerti dan memahami keadaan Bapak. Juragan bapak sekarang adda di
tahanan polisi.”

c. Tokoh dan Penokohan


Tokoh utama pada cerpen tersebut adalah Pak Kerto. Tokoh ini selalu hadir dalam
setiap peristiwa, dari awal sampai akhir cerita. Karakter tokoh ini adalah seorang pria
yang sudah cukup tua, yang bekerja menanam dan memanen suatu jenis tanaman yang ia
sendiri tidak tahu apa nama dan jenis tanaman tersebut. Ia memiliki seorang istri dan dua
anak yang tinggal di kampung.
Berikut pengenalan ceritanya.
“Pak Kerto menjelujurkan kedua kakinya. Sebentar-bentar tangannya mengurut-
urt kedua kakinya yang kurus kering itu”.
“Ia sebenarnya tak habis berpikir, untuk apa juragan menanam pohon-pohon itu.
Ia sendiri tak tahu, apa nama pohon yang bentuknya hampir mirip tanaman
cabai”.
Sesampainya di kota nanti Pak Kero ingin membelikan kain kebaya buat istrinya,
juga dua sandal plastik buat kedua anaknya”.

Juragan adalah tokoh pendukung tokoh utama, tokoh ini mempengaruhi


keadaan tokoh utama. Karakter tokoh ini adalah seorang lelaki yang
berperawakan pendek dengan perut gendut yang telah dianggap Pak Kerto sebagai
juragan. Berikut pengenalan ceritanya.
“Pintu tiba-tiba berderak dibuka seorang dan disusul munculnya lelaki
berperawakan pendek dengan perut yang gendut”.
“Dalam hati Pak Kerto ada rasa bahagia karena bisa membuat jurangan senang
yang berarti ia nanti akan mendapat tambahan upah”.

Pak Polisi adalah tokoh tambahan, tokohini hanya ditampilkan sekilas


dalam cerita, namun memiliki peran penting dalam pengembangan cerita.
Karakter tokoh ini adalah sebagai pemeran pembantu yang ditugaskan untuk
menangkap Juragan dan Pak Kerto karena melanggar aturan yakni menanam
sebuah tumbuhan yang mana tumbuhan tersebut adalah tanaman ganja.
Berikut pengenalan ceritanya.
“Bapak telah menanam dan menyimpan pohon ganja, padahal pohon-pohon ganja
ini dilarang ditanam oleh pemerintah”, jawab polisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan,
Pak kata Pak Kerto tertunduk.”

d. Latar
Cerpen ini berlatarkan sebuah rumah kecil di suatu perbukitan. Tempat ini
merupakan rumah sekaligus tempat Pak Kerto bekerja menanam dan memanen suatu
tenaman. Tempat ini juga melukiskan cerita perjalanan Pak Kerto yang berjuang mencari
nafkah untuk istri dan kedua anaknya yang tinggal dikampung. Ditempat ini pula suasana
yang awal mula terkesan biasa saja berubah menjadi tegang dan menyedihkan,
Seperti yang terungkap dalam pengenalan cerita berikut.
“Di atas bangku bumbu yang reyot,..”
“... Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian melangkah ke bilik
belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia...”
“... Sementara matahari berangsur tenggelam dan juragan yang gendut itu
menuruni perbukitan...”
“... Dan Pak Kerto merasa seluruh aliran darahnya terhenti ketika di depannya
berhenti empat polisi dengan senjata ditangan...”
“...Pak Kerto berdiri kaku, mematung, tak tahu apa yang sebenarnya sedang
terjadi...”
“...Tak terasa pipi keriput lelaki tua itu sudah basah oleh air mata. Sementara
rumah kecil di atas bukit semakin jauh ditinggalkan. Tuhan, jerit Pak Kerto
lirih...”

e. Amanat
Amanat atau pesan yang dapat dipetik oleh pembaca pada cerpen ini adalah
berhati-hatilah dalam mencari dan menerima suatu pekerjaan dan cari pekerjaan yang
benar-benar jelas maksud dan tujuannya, jangan sampai kita salah mengambil pekerjaan
yang kedepannya akan berbuat fatal pada diri kita sendiri. Jangan pernah berbuat licik
dan membohongi orang yang telah percaya pada kita, suatu saat kita pasti akan terkena
batunya. Seperti halnya Pak Kerto yang mengetahui kebenaran dari pekerjaanya setelah 2
tahun beralu.

2. Hubungan Tema dengan Unsur Lain dalam Cerpen “Rumah Kecil di Bukit Sunyi"
karya Tri Astoto Koderie

Kajian terhadap hubungan antarunsur itu penting dilakukan, karena untuk mendapatkan
makna secara utuh tentang isi cerita serta maka tema akan dijadikan sebagai sentral untuk
melihat kebulatan atau keutuhan cerita.

a Hubungan tema dengan alur

“Kesedihan” merupakan roh dalam cerita ini. Jika ditinjau dari segi alur, maka tema ini
relevan. Hal ini disebabkan bahwa sesuai alur digambarkan kesedihan yang dirasakan tokoh
utama yaitu Pak Kerto dari awal sampai akhir cerita sangat jelas. Kesedihan ini berawal dari
kerinduan akan istri dan anaknya. Kesedihan ini lebih diperdalam oleh penyebab kegagalan
iauntuk bertemu dengan keluarganya setelah berharap seusai panen rumput yang ditanamnya.
Selain itu, tema ini sangat didukung oleh perasaan bersalah terhadap keluarganya dan rasa
menyesal dengan apa yang telah dilakukannya tanpa kejelasan.

b Hubungan tema dengan tokoh dan penokohan

Pada dasarnya tema “Kesedihan” dalam cerita sangat jelas diambil dari keadaan tokoh
dan penokohannya. Tokoh Pak Kerto merupakan tokoh utama yang digambarkan sebagai
seorang pria yang sudah cukup tua, yang bekerja menanam dan memanen suatu jenis tanaman
yang ia sendiri tidak tahu apa nama dan jenis tanaman tersebut. Ia memiliki seorang istri dan
dua anak yang tinggal di kampung. Kesedihan ini terimplementasi jelas melalui perwatakan
tokoh baik dari ucapan-ucapannya maupun sikapnya yang dapat diketahui lewat interaksi
dengan tokoh lain dalam cerita, yakni juragan dan Pak polisi. Kesedihan ini juga sangat
terungkap jelas melalui konflik batin dari sang tokoh pada saat ia di tangkap polisi.

c Hubungan tema dengan latar

Latar dalam cerita ini tentunya sangat mendukung tema. Kesedihan tokoh muncul karena
ada satu peristiwa yang membuat ia sedih. Peristiwa tersebut tidak lain adalah kerinduannya
akan istri dan dua anaknya yang tinggal di kampung. Kesedihan itu sangat terlihat cukup jelas
dan meninggi ketika polisi mendatangi rumah kecil itu dan menangkap sang tokoh.

d Hubungan tema dengan amanat

Dengan adanya tema “Kesedihan” pada cerpen ini tentunya akan diperolehnya sebuah
pesan atau amanat kepada pembaca. Oleh karena itu amanat yang dipaparkan di atas sudah
sangat sesuai dengan tema cerita pada cerpen.

3. Makna dalam Cerpen “Rumah Kecil di Bukit Sunyi" karya Tri Astoto Koderie
“Rumah Kecil di Bukit Sunyi" dapat dimaknai sebagai berikut; Rumah Kecil = sesuatu
yang dianggap sebagai tempat berlindung dari alam bebas, seperti hujan, panas, badan, dan
sebagianya;Bukit Sunyi = sepi, sedih, hampa, lelah, kecewa. Berdasarkan hasil kajian struktur
cerita Rumah Kecil disini dapat diartikan sebagai seseorang yang hidupnya serba kekurangan dan
kesusahan. Bisa jadi menjadi kenangan yang kekal dalam ingatan. Bukit Sunyi; kesedihan yang
amat mendalam, atau perasaan hampa, gelap, dan sangat dingin. Bisa jadi dimaknai sebagai
makam rasa.
Sehubungan dengan hal ini, maka judul “Rumah Kecil di Bukit Sunyi" dalam cerpen ini
dapat dimaknai , sebagai suatu kenangan yang gelap, rasanya bagaikan masuk ke dalam
genangan air hitam, yang tidak tau makhluk apa yang akan di jjumpai di dalam air tersebut.
Suatu kenangan yang ingin sekali di hilangkan dari ingatan dan tak aakan pernah kembali
kepermukaan. Sebab kenangan itu adalah sesuatu yang sangat gelap yang menyau bersama
kesedihan yang amat mendalam. Judul Cerpen ini sangat mencerminkan isi dalam cerita.
Berdasarkan kajian struktur diatas, Tema sentral cerita diatas adalah kesedihan. Seperti
diketahui bahwa tema merupakn ruh cerita, melalu tema ini maka cerita ini dapat dimaknai
dengan apa adanya, sebagai bentuk laporan dari sebuah peristiwa yang sering terjadi di
Indonesia. Pengarang mengangkat kejadian tersebut dalam sebuah imajinasi dan fiktifisasi.
Makna yang terkandung dalam cerpen ini, pada intinya adalah bermaksud untuk
menyuguhkan sesuatu kejadian yang menjadi perhatian mesyarakat luas. Artinya cerpen ini
memiliki makna sebuah reduksi peristiwa hancurnya ladang-ladang petani ganja yang dianggap
legal, padahal sudah jelas hal itu dilarang oleh pemerintah. Makna lain yang dapat diperoleh
melalui cerpen ini yakni dapat berbentuk perenungan bagi semuannya untuk bisa lebih pandai
dan cermat dalam memilih pekerjaan. Artinya niatan untuk mencari harta tidak harus degan
jalan yang tidak dilegalkan.
KESIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas, secara struktur cerita pendek “Rumah Kecil di Bukit Sunyi”
memiliki struktur utuh layaknya sebuah karya sastra lainnya seperti novel. penulisnya cukup
baik dalam membuat karya fiksi yang menembus emosi dari berbagai realitas kehidupan. Jika
tidak ingin diberitahu bahwa kita harus memikirkan kembali hal-hal yang kita anggap wajar, itu
akan menjadi sangat luar biasa, dan menikmati maknanya melalui nuansa literatur.

Oleh karena itu, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa cerpen “Rumah Kecil di
Bukit Sunyi” memang menghadirkan realitas. Realitas yang terkandung di dalamnya bercampur
dengan perpaduan bahasa yang indah dan penuh makna. Kisah cerpen ini sangat menginspirasi
dan dapat membuka pikiran setiap orang yang pro dan kontra terhadap suatu peristiwa ekstrim
di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Djojosuroto, Kinayati. 2000. Dasar-Dasar Teori Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta: Manasco

Harsiati, Titik. Dkk. 2017. Buku Bahasa Indonesia kelas 7 SMP. Penyelia Penerbitan : Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Hawkes, Terence. 1978. Structuralism and Semiotic. London: Yale University.

Kadir, H. (2011). Menelusuri Makna dalam Cerpen “Kristal Kesunyian” Karya Indra Tranggono.
Dalam Inovasi, 8.

Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Sumarjo, Jacob. 2000. Filsafat seni. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Tranggono, Indra. 2003. Kumpulan Cerpen “Iblis Ngambek”. Jakarta: Kompas.

Anda mungkin juga menyukai