Kelas/Semester : VII/2
Waktu :
Tema : Cerita Pendek
Sub Tema : Rumah Kecil di Bukit Sunyi
A. ORIENTASI
B. MATERI
1. Pengertian
Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa
yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau
dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur (Kurniawan, 2012:60).
Singkatnya, cerita pendek adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif atau satu
bentuk karya fiksi.
Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang seperti novel. Cerita
pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek,
baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku dan jumlah kata
yang digunakan.
Cerita Pendek
1
Peristiwa dalam cerita pendek berwujud hubungan antartokoh,
tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. Sama halnya dengan
kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi karena kesatuan manusia,
tempat, dan waktu.
Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan
dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini akan dikemukakan
beberapa pendapat para ahli. Menurut Guerin (1979), cerpen biasanya
menggunakan 15.000 kata atau 50 halaman, sedangkan Nugroho
Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang digunakan dalam
cerpen sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi dua.
Selain ditunjukkan oleh pemakain jumlah kata yang memang
pendek, peristiwa dan isi cerita yang disajikan dalam cerpen juga sangat
pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat tetapi mengndung
kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan
kepadatan ide. Oleh karena itu, pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh dalam
cerpen pun relatif sedikit jika dibandingkan dengan novel.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa cerpen adalah cerita
yang panjangnya kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap (dua), isinya
padat, lengkap, memiliki kesatuan, dan mengandung efek kesan yang
mendalan. Sedangkan unsur-unsur pemabangunnya pada dasarnya sama
dengan novel.
Contoh:
Cerita Pendek
2
kunyahan ubi itu di tenggorokan. Gelas itu belum sempat diletakkan, sisa
sedikit kopi diteguknya kembali hingga tandas. Setelah itu gelas diletakkan
di bawah bangku, kemudian diambilnya puntung rokok yang terselip di sela-
sela telinganya. Disulut dan dihisapnya kuat-kuat, asapnya dihembuskan
perlahan-lahan. Nikmat sekali nampaknya.
Pintu tiba-tiba berderak dibuka seseorang dan disusul munculnya lelaki
berperawakan pendek dengan perut yang gendut.
“Ooo….juragan. Silakan gan”, sambut pak Kerto sambil membungkuk-
bungkuk. Dan dengan tergesa dibersihkannya bangku bambu yang sudah
reyot itu. Masih dengan membungkuk hormat Pak Kerto mempersilakan
lelaki gendut yang dipanggilnya juragan itu untuk duduk di bangku.
“Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?” tanya sang juragan
dengan mimik serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Sebagian sudah saya panen, gan. Dan yang belum sisa ladang sebelah
kanan parit. Silakan juragan periksa hasil panenan itu”.
“Dimana kau letakkan, Kerto?”
“Ada di samping rumah, gan. Semuanya berjumlah enam karung terigu.
Bagus-bagus hasil panenan kali ini”, kata Pak Kerto sambil membuang sisa
rokoknya yang sudah mati. Kemudian juragan itu beranjak dari bangku dan
keluar diikuti Pak Kerto. Kedua orang itu melangkah menuju samping
rumah. Dan sang juragan segera mendekati tumpukan karung. Sesaat,
dibukanya salah satu karung dan diambilnya sehelai daun yang ada di
dalamnya, kemudian sehelai daun itu diciumnya.
“Ahhh, luar biasa!” teriaknya kegirangan.
“Bagus-bagus sekali panenan kali ini, Kerto”, lanjut juragan itu sambil
menepuk-nepuk punggung Pak Kerto. Pak Kerto hanya mengangguk-
angguk pelan. Dalam hati Pak Kerto ada rasa bahagia karena bisa membuat
juragan senang yang berarti ia nanti akan mendapat tambahan upah. Watak
juragan memang begitu, kalau sedang senang ia tak segan-segan
memberinya tambahan upah. Tapi kalau sebaliknya, berkata pun tidak,
apalagi tambahan upah, kata Pak Kerto dalam hati.
“Enam karung ini disimpan yang baik dan jangan sampai kena hujan. Dua
hari lagi aku akan kembali ke sini mengambil semua hasil panenan”, ucap
juragan sambil berkecak pinggang.
Cerita Pendek
3
“Baik, gan”.
“Jangan lupa, simpan karung-karung ini baik-baik”.
“Akan saya laksanakan, gan”, jawab Pak Kerto lirih sambil membungkuk-
bungkuk.
Sementara matahari berangsur tenggelam dan juragan yang gendut itu
menuruni perbukitan, meninggalkan Pak Kerto yang masih termangu-mangu
diterpa semilir angin senja. Tubuh Pak Kerto yang kurus itu masih saja tegak
berdiri mematung memandangi juragannya yang terseok-seok jalan di
pematang sawah.
Suara serangga bersahut-sahutan mewarnai malam yang dingin. Pak Kerto
berbaring di bangku bambu yang reyot itu sambil berselimut selembar sarung.
Ia tak dapat tidur, padahal matanya sudah terasa berat oleh kantuk yang
menggelantunginya.
Sebentar kemudian diperbaiki letak sarungnya untuk menghalau dingin.
Kedua telapak tangannya diletakkan di bawah kepalanya sebagai alas
pengganti bantal. Sementara lampu minyak yang tergantung di sudut ruangan
semakin redup. Barangkali habis minyaknya, pikir pak Kerto.
Matanya belum juga bisa dipejamkan. Ditariknya nafas dalam-dalam.
Pikirannya tertuju pada pohon-pohon kecil di ladang sebelah kanan parit yang
besok harus dipanen.
Ia sebenarnya tak habis pikir, untuk apa juragan menanam pohon-pohon itu?
Ia sendiri tak tahu, apa nama pohon yang bentuknya hampir mirip tanaman
cabai itu. Dan ia hanya tunduk pada segala perintah juragannya lalu
mendapatkan upah. Ya, hanya itu saja yang Pak Kerto lakukan. Sementara Pak
Kerto sendiri dilarang bergaul dengan orang-orang di sekitar perbukitan. Itu
Perintah juragan dan harus dipatuhi.
Pak Kerto sendiri kalau pulang ke kampungnya paling cepat empat bulan
sekali. Itu kalau musim panen tiba dan ia harus pulang bersama juragan yang
membawa semua hasil panenan menuju kota. Juragan memang selama ini
selalu baik, itu saja yang ia ketahui. Setiap pulang ke kampung, juragan selalu
membekalinya beberapa potong pakaian, susu kaleng, roti kalengan, selain
upah yang rutin ia terima.
Cerita Pendek
4
Sejauh ini Pak Kerto belum tahu jenis apa dan untuk apa pohon-pohon itu
ditanam. Ah, kenapa aku harus memikirkannya? desah Pak Kerto lirih. Sementara
di luar gemersik dedaunan bergesekan dihembus angin malam perbukitan.
Senandung serangga malam sisa satu dua yang terdengar dan mulai ditingkahi
suara kokok ayam satu-satu bersahutan di kejauhan.
Pak Kerto baru saja selesai melipat sarungnya yang agak kumal. Sebentar-
sebentar ditariknya nafas dalam-dalam. Kini tinggal melipat kaos oblong yang
berwarna hijau pudar itu. Tak lama lagi pasti juragan akan datang lalu aku akan
ikut serta dengan juragan ke kota, katanya dalam hati.
Selintas dipandanginya tumpukan karung terigu. Semuanya berjumlah sebelas
karung. Kemarin Pak Kerto memanen ladang sebelah kanan parit dan mendapat
lima karung terigu penuh. Pak Kerto tertegun sejenak, rambutnya yang agak
memutih diusapnya perlahan. Tinggal apalagi yang harus dikemas, pikirnya.
Kedua matanya memandangi seputar ruangan itu, tapi ia tak menemukan
sesuatu yang mesti dibawa pulang.
Disandarkannya tubuh yang kurus itu ke tumpukan karung di sampingnya.
Pikirannya menerawang jauh ke kampung halamannya. Sedang apa istri dan
kedua anakku sekarang ya?, tanyanya dalam hati. Sesampainya di kota nanti pak
Kerto ingin membelikan kain kebaya buat istrinya, juga dua sandal plastik buat
kedua anaknya. Dan bibir pak Kerto yang hitam dan kering itu berdecah-decah
kemudian tersenyum-senyum sendiri. Rasa hatinya bahagia sekali karena
sebentar nanti akan segera bisa melepas kerinduan pada istri dan kedua anaknya,
setelah empat bulan lebih berpisah.
Pak Kerto kemudian bangkit dan berjalan menuju bilik belakang. Diambilnya
sisa kopi yang tinggal seperempat gelas lalu diminumnya hingga tandas. Belum
juga ia sempat meletakkan gelasnya, tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk
pintu. Ahh.., juragan datang, kata Pak Kerto lirih penuh kegembiraan. Ia segera
meletakan gelasnya dan dengan langkah yang tergesa Pak Kerto menuju ke bilik
depan.
“Sebentar gan, sebentar…”, kata pak Kerto girang sambil membuka palang
pintu. “Biasanya kan langsung masuk, gan”, lanjutnya sambil menguak daun
pintu.
Cerita Pendek
5
Dan Pak Kerto merasa seluruh aliran darahnya terhenti ketika di depannya
berdiri empat orang polisi dengan senjata di tangan.
“Jangan bergerak!” gertak salah seorang polisi. Sedangkan ketiga polisi lainnya
langsung masuk rumah kecil itu. Pak Kerto sendiri berdiri kaku, mematung, tak tahu
apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Maaf, Bapak saya tangkap,” kata polisi yang habis menggertak tadi sambil
mendekat dan memborgol kedua tangan Pak Kerto. Dan pak Kerto semakin
bertambah bingung.
“Apa kesalahan saya, Pak?” tanya Pak Kerto terputus-putus.
“Bapak telah menanam dan menyimpan pohon ganja, padahal pohon-pohon
ganja ini dilarang ditanam oleh pemerintah,” jawab polisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan,
Pak,” kata Pak Kerto tertunduk.
“Saya mengerti dan memahami keadaan Bapak. Juragan bapak sekarang ada di
tahanan polisi.”
Polisi itu kemudian menyuruh Pak Kerto berjalan menuruni lereng perbukitan.
Sedang ketiga polisi lainnya memanggul beberapa karung terigu yang berisi daun
ganja dengan dibantu beberapa peladang yang kebetulan berada di sekitar
perbukitan itu.
Pak Kerto tertunduk menuruni lereng perbukitan. Inilah jawaban atas teka-teki
tanaman itu, batin Bak Kerto. Ya, dua tahun lebih baru terjawab sekarang, batinnya
lagi dalam hatinya. Tak terasa pipi keriput lelaki tua itu sudah basah oleh air mata.
Sementara rumah kecil di atas bukit semakin jauh ditinggalkan. Tuhan, jerit Pak
Kerto lirih. ***
Cerpen Rumah Kecil di Bukit Sunyi di atas terdiri dari 1.178 kata. Tokohnya pun
hanya sedikit, yaitu Pak Kerto dan juragan serta sedikit peran polisi di dalamnya.
Cerpen bisa dibaca sampai habis dalam sekali baca karena pendeknya.
Nah, setelah membaca cerpen tersebut, apa kesan-kesanmu terhadap
ceritanya? Meninggalkan perasaan apakah ceritanya?
Cerita Pendek
6
2. Fungsi Cerita Pendek
Fungsi cerpen sebagai karya sastra tentunya sebagai hiburan.
Cerpen dapat menjadi penghibur hati ketika kamu membaca kata
per kata yang menyusunnya. Kalau tidak percaya, bacalah cerpen!
Ketika membaca cerpen, kamu akan ikut larut dalam cerita yang
kamu baca.
Selain itu, fungsi cerpen ada beberapa macam lagi. Berikut
akan kita bahas satu per satu.
Fungsi yang pertama adalah funngsi rekreatif. Fungsi ini
memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat
atau pembacanya. Nah, sudah jeas bukan bahwa fungsi utama
cerpen adalah menghibur pembacanya.
Cerita Pendek
7
Fungsi yang kedua adalah fungsi didaktif. Fungsi didaktif ialah
mendidik atau mengarahkan penikmat atau pembacanya
kearena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di
dalamnya. Selain menghibur, cerpen juga mendidik dan
memberikan masukan yang baik kepada pembacanya.
Cerita yang ditulis pengarang memang memiliki nilai yang bisa
diambil oleh pembacanya. Namun, nilai didaktif ini tidak
tergambar dengan jelas, ia tersirat dalam kata atau percakapan
serta pikiran tokohnya.
Cerita Pendek
8
Fungsi yang ketiga adalah fungsi estetis. Fungsi estetis
memberikan keindahan bagi para penikmat atau para
pembacanya. Biasanya cerpen melukiskan tempat-tempat,
suasana, dan pelukisan tokoh dengan bahasa yang indah.
Pengarang melakukan pemilihan diksi yang cocok sehingga
menimbulkan kesan estetis bagi pembacanya.
Cerita Pendek
9
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan cerpen berikut!
Serta merta saya merasakan keanggunan Ibu, seorang
perempuan yang mampu menegakkan rumah tangganya begitu
tegar dalam kehalusan seorang istri yang begitu mengerti akan
hasrat-hasrat yang mendadak, yang tidak dapat dimengerti. Ini
semua saya rasa berkat kemampuan menguasai ruang dan
waktu itu. Diam-diam Ibu telah menguasai suatu ilmu yang
sudah ditinggalkan orang. Suatu kekuatan anugerah yang tidak
dapat diminta maupun ditolak. Saya rasa ilmu itu datang
dengan sendirinya ketika seseorang lupa untuk
memperdulikannya.
(dikutip dari cerpen Rembulan di Dasar Kolam karya Danarto)
Cerita Pendek
10
3. Unsur Cerita Pendek
Unsur cerita pendek ada dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Berikut ini akan dijelaskan kedua unsur tersebut.
Pahamilah baik-baik!
1) Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang berkaitan dengan eksistensi
sastra sebagai struktur yang verbal yang otonom. Maksudnya,
unsur intrinsik merupakan unsur yang melekat pada cerpen atau
yang dapat diamati atau dianalisis dari cerpen itu sendiri (Priyatni,
2012:109).
Unsur intrinsik cerpen ada tujuh, yaitu: tema, tokoh dan
penokohan, alur atau plot, gaya (style), setting atau latar, point of
view dan suasana (mood dan atmosphere). Penjelasan dari ketujuh
unsur intrinsik cerpen tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tema
Tema memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam cerpen
karena semua elemen unsur intrinsik dalam cerita akan menunjang
dan mendukung tema. Tema disebut juga sebagai ide sentral atau
makna sentral suatu cerita. Tema merupakan jiwa cerita karya
sastra. Jadi, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
tema juga berperan sebagai titik tolak untuk memaparkan cerita
yang dibuat pengarang.
Tema menjadi panduan pengarang dalam memilih bahan-
bahan cerita, cara watak tokohnya bergerak, berpikir, dan merasa,
serta cara tokoh yang bertentangan satu dengan lainnya itu
diselesaikan. Semuanya merupakan tema yang akan disampaikan
oleh pengarang. Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!
Cerita Pendek
11
malam takbiran ini. Sekarang tidurlah di pangkuan ibu, ibu akan
membacakan takbiran untukmu.”
(dikutip dari cerpen Api di MalamLebaran karya Heru Kurniawan)
Cerita Pendek
12
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini.
Biasanya bila aku dihajar Kak Hardo, Kak Sumi tak pernah
membelaku. Tapi kali ini kelihatan juga jengkelnya.
”Bagaimana sih, ngajar anak sampai begini?” Berkata begitu
Kak Sumi terus membersihkan mulutku yang penuh tanah dan
debu.
”Kau mencuri, ya?”
”Tidak, Kak!”
”Ya, tidak! Kak Sumi juga yakin kalau Ari tidak mencuri. Dan
tidak akan mencuri. Ayo, makan duu. Kau kan belum makan
to?”
Dengan muka masam Kak Sumi meninggalkan Kak Hardo
tanpa berkata sepatah pun. Aku dibimbingnya ke dapur.
(dikutip dari cerpen Ibu karya Sumartono)
Ada tiga tokoh dalam kutipan cerpen tersebut, yaitu tokoh aku,
Kak Sumi dan Kak Hardo. Watak tokoh aku adalah berani karena
meskipun sudah dihajar oleh Kak Hardo si aku tetap berani
mengatakan bahwa dia tidak mencuri. Sedangkan watak Kak
Sumi adalah penyabar, penuh kasih sayang, dan lembut. Watak
kedua tokoh ini berlawanan watak tokoh Kak Hardo yang kasar
dan kejam dan suka memukul si aku.
Cerita Pendek
13
Perhatiaknlah alur penggalan cerita berikut ini!
Cerita Pendek
14
e. Gaya (style)
Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang
dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Jadi, gaya
sebenarnya adalah ciri khas yang dipakai pengarang untuk
mengungkapkan dan meninjau persoalan cerita.
Cerita Pendek
15
Sudut pandang cerpen pertama adalah sudut pandang orang
ketiga. Tampak dari penceritaan yang menggunakan nama Nayla.
Sedangkan sudut pandang cerpen kedua menggunakan sudut
pandang orang pertama yaitu penceritaan menggunakan saya.
Nah, dari kedua sudut pandang tersebut mana yang menarik
menurut kamu?
g. Suasana Cerita
Dalam cerita pendek terdapat suasana batin dari individu
pengarang. Di samping itu, juga terdapat suasana cerita yang
ditimbulkan oleh penataan setting. Suasana cerita yang
ditimbulkan oleh suasana batin individual pengarang disebut
mood, sedangkan suasana cerita yang timbul karena penataan
setting disebut dengan atmosphere.
2) Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur luar yang berpengaruh
terhadap penciptaan suatu bentuk karya sastra. Unsur ekstrinsik ini
ada dua yaitu latar belakang sosio budaya dan aspek psikologis.
Dengan latar belakang sosio budaya suatu cerita dapat
memberikan lukisan yang jelas tentang suatu tempat dalam suatu
masa.
a. Judul
Setiap cerpen pasti mempunyai judul. Judul terletak di bagian
atas karangan. Judul yang diberikan pada cerita harus menarik
karena dengan membaca judul diharapkan pembaca langsung
tertarik untuk membaca karya tersebut. Judul tidak boleh terlalu
panjang karena akan membuat judul itu tidak menarik. judul yang
baik misalnya, Rembulan di Dasar Kolam karya Danarto, Mereka
Bilang Saya Monyet karya Djenar Maesa Ayu, dan lain-lain.
Cerita Pendek
16
b. Perkenalan
Perkenalan biasanya berisi perkenalan tokoh-tokoh cerita,
perkenalan masalah atau kejadian yang dialami oleh tokoh-tokoh
tersebut, dan perkenalan tempat terjadinya peristiwa.
Perhatikanlah kutipan cerpen beriku!
SETIAP pagi, di depan gerbang sekolah, Hardi selalu
menyaksikan adegan peluk-memeluk yang begitu
menggetarkan. Pagi-pagi, sebelum masuk ke dalam kelas,
Hardi selalu berdiri berlama-lama di depan gerbang
sekolah, demi menghitung adegan peluk-memeluk yang ia
saksikan, yang begitu indah dan ia idam-idamkan. Mata
Hardi menyipit dan hampir tak berkedip mengawasi Siska
dipeluk dan dicium mamanya sebelum masuk kelas.
Sepulang sekolah, ia juga selalu memperhatikan
bagaimana Bram meloncat-loncat setelah dipeluk
kakeknya, sebelum masuk ke dalam mobil jemputan. Ia
juga selalu melirik Bu Guru yang sangat suka memeluk
erat-erat anaknya yang masih TK, dengan bonus kecupan
di kening.
(dikutip dari cerpen Pelukan karya Zainal Masdar)
c. Komplikasi
Tahap komplikasi adalah ketika konflik muncul dan para
tokoh mulai bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik
meningkat.
Untuk lebih jelasnya, perkatikanlah kutipan cerpen Pelukan
karya Zainal Masdar di bawah ini!
Cerita Pendek
17
a. Klimaks
Klimaks adalah konflik yang sudah mencapai puncaknya.
Klimaks merupakan tahapan tertinggi di dalam cerita.
Perhatikanlah klimaks cerita dalam cerpen Pelukan karya Zainar
Masdar berikut ini!
e. Penyelesaian
Setelah klimaks maka ada suatu penyelesaian terhadap konflik
yang terjadi sehingga konflik tersebut terpecahkan. Penyelesaian
konflik di dalam cerita dapat kamu lihat dalam kutipan cerpen
Pelukan karya Zaina Masdar berikut ini.
Cerita Pendek
18
jelasnya dipeluk Bu Guru. Tapi, setelah kejadian
menjengkelkan itu, serta merta cita-citanya berubah: ia
ingin dipeluk siapa pun yang penting bukan Bu Guru. Ia
sudah terlanjur membenci Bu Guru.
5. Penggunaan Bahasa
Dalam penceritaanya, cerpen mempunayi ciri-ciri bahasa
sebagai berikut:
a. Memuat kata-kata sifat untuk mendeskripsikan
pelaku/tokoh, penampilan fisik, atau kepribadiannya.
b. Memuat kata-kata keterangan untuk menggambarkan
latar (tempat, waktu, suasana sosial)
c. Memuat kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa
yang dialami para pelaku
d. Memuat sudut pandang pengarang atau point of view.
Cerita Pendek
19
6. Langkah-langkah Menyusun Cerita Pendek
Membaca karya sastra akan membuat pikiran kita terhibur.
Selain itu, orang yang senang membaca karya sastra (cerpen) akan
memiliki perasaan yang halus. Banyak sekali teladan yang bisa
didapatkanan dari karya sastra. Nah, sudah berapa banyakkah
cerpen yang kamu baca?
Selain menjadi pembaca, ada baiknya jika kamu bisa menulis
cerpen. Pengalaman yang kamu dapatkan setelah membaca
beberapa cerpen bisa menuntunmu menemukan ide-ide untuk
menulis cerpen. Kamu pun bisa melihat cara penulis menyusun
ceritanya. Jadi, kemampuan menulis cerpen bisa kamu miliki jika
kamu senang membaca cerpen.
Ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk menulis
sebuah cerpen. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
1) Menemukan Bahan
Bahan yang paling mudah didapatkan ketika akan menulis
cerpen adalah pengalaman. Pengalaman, bisa dari pengalaman
pribadi yang kamu alami sendiri, yang kamu lihat, dan yang kamu
dengar atau dari pengalaman orang lain. Intinya, ketika kamu
berniat ingin menulis cerpen, inspirasi untuk menulis itu bisa kamu
korek dari pengalaman. Yang pasti jika ada kemauan di situ pasti
ada jalan.
Selanjutnya, kamu juga bisa menemukan bahan untuk menulis
cerpen dari majalah, berita di televisi, acara-acara seperti acara
jalan-jalan dan kuliner di televisi. Bahan untuk menulis cerpen itu
Cerita Pendek
20
ada di mana-mana. Misalnya, ada acara di televisi yang
menayangkan keindahan hutan pedalaman di Kalimantan. Hutan
yang masih hijau dan rimbun, dihuni oleh berbagai jenis satwa, baik
buas maupun tidak. Kamu bisa mengambil latar seperti itu untuk
ceritamu.
Cerita Pendek
21
kontrakan. Ketika sedang berjualan bersama ibunya, perempuan
ini bertemu dengan seorang laki-laki yang seumuran dengannya.
Akhirnya, laki-laki itu menjadi temannya dan selalu membantunya
ketika perempuan itu mengalami kesulitan. Mereka berangkat
sekolah bersama, pulang bersama, dan belajar bersama. Lama
kelamaan perasaan yang lebih dari sahabat mengisi hati
perempuan itu. Tetapi tepat pada saat itu pula, mereka harus
dipisahkan oleh keadaan yang tak pernah disangka-sangka
sebelumnya. Ternyata laki-laki itu adalah anak tiri ayah si
perempuan itu. Di sinlah konflik mulai memuncak, dan penulis bisa
menyelesaikan atau bahkan menyudahi tulisan untuk membuat
kesan yang dramatik pada cerita.
Cerita Pendek
22
1) Menghidupkan Cerita dengan Dialog
Agar cerita terkesan seperti tulisan artikel populer, penulis harus
menghidupkan tulisan dengan dialog. Maksudnya adalah mengisi
cerita dengan dialog antar tokoh cerita.
Perhatikan lah dialgo antar tokoh dalam kutipan cerpen di
bawah ini!
Tapi malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang
dianggap gila, menyeruak ke tengah-tengah upacara. Menari-
nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang sebelumnya
tidak pernah dibaca para balian.
“Ini menyalahi adat. Tidak pernah ada seorang perempuan,
apalagi perempuan itu dianggap gila, bisa menjadi seorang
balian. Ini alamat mendatangkan bencana,” ucap seorang
lelaki tua di warung kepada dua lelaki yang lebih muda. Aku,
yang meski berseberangan meja dengan mereka, masih dapat
mendengarkan ucapan itu.
“Tapi ia telah berhasil menyembuhkan anak itu,” sahut
salah satu lelaki muda sembari mengisap rokok.
“Betul, Pak. Saya ikut menyaksikan malam itu,” timpal yang
seorang lagi setelah meneguk kopi hitamnya.
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap,
“Kalian anak muda ini, tahu apa kalian tentang balian. Kalian
lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan
ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak
menjadi balian.” Setelah membayar kopinya, lelaki tua itu pun
pergi meninggalkan warung sambil menggerutu, “Celaka…
celaka… celaka.”
(dikutip dari cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly)
5) Mengembangkan Alur
Setelah membuat kerangka cerita dan mengembangkannya,
penulis harus merangkai dialog tokoh agar tokoh hidup. Setelah itu
penulis perlu mengembangkan alur cerita. Pengembangan alur
cerita bisa berangkat dari awal perstiwa menuju konflik, klimaks
dan penyelesaian. Bisa juga dimulai dengan klimaks di awal cerita
kemudian dilanjutkan dengan sebab terjadinya klimaks tersebut
dan penyelesaiannya. Pola pengembangan alur menjadi daya
estetis tersebdiri bagi sebuah cerpen.
Cerita Pendek
23
Perhatikanlah kutipan cerpen berikut ini!
AKU menikahi Manusia Es.
Pertama bertemu dengannya di sebuah hotel di ski resort,
tempat paling sempurna untuk menemukan Manusia Es,
memang. Lobi hotel begitu riuh dengan anak muda, tapi
Manusia Es duduk sendiri di kursi sudut yang letaknya paling
jauh dari perapian, diam membaca buku sendirian. Meski
sudah hampir malam, tapi cahaya dingin pagi awal winter
terlihat berpendar mengitarinya.
“Lihat! Itu si Manusia Es,” bisik temanku.
Waktu itu, aku sungguh tak tahu makhluk apa itu Manusia
Es. Temanku juga. “Dia pasti terbuat dari es. Itu sebabnya
orang-orang menyebutnya Manusia Es.” Temanku mengatakan
hal tersebut dalam nada serius seolah dia sedang
membicarakan hantu atau seseorang dengan penyakit menular.
(dikutip dari cerpen Manusia Es karya Haruki Murakami)
7) Menulis Penyelesaian
6)
Langkah terakhir dalam menyusun cerpen adalah menulis
penyelasaian. Penyelesaian adalah jalan yang diambil tokoh atau
tindakan yang dilakukan tokoh untuk menyelesaian konfliknya.
Penyelesaian ditulis dengan bagus sehingga menyaran bagi
pembaca. Artinya, pembaca hendaknya merasa penasaran dengan
akhir cerita tersebut.
Cerita Pendek
24
C. RANGKUMAN
Cerita Pendek
25
D. EVALUASI
Cerita Pendek
26
Namun sekarang semua telah berubah. Seorang diri, Ni Siti
membutuhkan waktu lebih lama untuk menyadap semua pohon karet.
Ni Siti tak pernah lagi mendapati getah cair dalam tempurung. Getah
itu telah beku sebelum Ni Siti kembali untuk mengumpulkannya.
Bagi Ni Siti, sebenarnya beku atau tidak karet itu bukanlah
masalah penting. Yang jadi masalah baginya adalah dalam dua tahun
terakhir ini, sejak suara mesin yang meraung-raung, kadang
berdentum di sebelah barat kebun karetnya, tempurung-tempurung
tempat menetesnya getah tak pernah penuh lagi. Sejak hampir tiap hari
truk-truk besar melintas di jalan depan rumah atap rumbianya, rata-
rata tiap batang karetnya hanya menghasilkan seperempat tempurung
getah. Sejak pohon rambutan depan rumahnya digantikan tong besar
yang katanya tempat air bersih itu, penghasilan Ni Siti yang sudah
sedikit bertambah cekat.
Ah… pohon rambutan itu. Masih jelas terbayang di benak Ni Siti,
bagaimana Rustam tergopoh-gopoh membawa bibit pohon yang baru
dibelinya di pasar Sajumput. “Ding, ini bibit rambutan Batuk, akan
kutanam di halaman kita. Kalau sudah tumbuh, daunnya sangat
rindang, sangat cocok untuk tempat bahanup. Anak-anak pasti suka
bermain di bawahnya,” kata Rustam menjelaskan.
“Apalagi kalau sudah berbuah, pasti tambah banyak anak-anak
yang bermain sambil memetik buahnya,” sambung Rustam. Sang istri
tersenyum, ia tahu keinginan suaminya itu adalah agar ia bisa melihat
anak-anak setiap hari. Maklum, setelah dua puluh tahun menikah,
mereka sadar bahwa salah satu dari mereka tamanang. Mereka harus
mengubur harapan mereka untuk memiliki anak. Dengan melihat
anak-anak setidaknya bisa sedikit menghibur.
Setelah menanam, dengan tekun sang suami merawat bibit itu.
Hingga bibit itu tumbuh seperti yang diharapkan. Dan benar saja,
hampir tiap sore anak-anak bermain di bawahnya. Halaman Ni Siti
pun tak pernah sepi dari anak-anak. Hampir tiap hari pula Ni Siti dan
suaminya duduk di teras rumah, memperhatikan anak-anak yang
sedang bermain. Kadang mereka berdua ikut bercanda bersama anak-
anak.
Mengingat hal itu, bibir keriput Ni Siti tersungging. Setelah
suaminya tiada, satu-satunya hal yang meredam keinginan Ni Siti
untuk dekat dengan sang suami adalah dengan duduk di teras, dan
memandang pohon rambutan itu.
Cerita Pendek
27
Sekarang, pohon itu telah digantikan dengan tong besar warna
biru yang katanya tempat air bersih. Tiga bulan lalu, Ni Siti didatangi
pembakal bersama beberapa orang dengan membawa tong besar. Di
tong itu tertera sebuah logo dan tulisan. Ni Siti yang tak bisa membaca
merasa tak perlu menanyakan arti gambar dan tulisan apa itu.
“Desa kita ini kekurangan air bersih, tong ini untuk menampung
air bersih,” kata Pembakal.
“Saya harus bayar berapa?” tanya Ni Siti lugu.
“Tak perlu bayar, ini merupakan kemurahan hati orang-orang
yang lalu lalang di desa kita.”
“Ini sudah kesepakatan seluruh warga desa dengan orang-orang
itu.” Pembakal menambahkan.
Sebenarnya Ni Siti ingin menanyakan lebih lanjut kenapa desanya
dikatakan kekurangan air bersih. Padahal sumur kecil di belakang
rumah Ni Siti tak pernah kering, sekalipun kemarau manahun. Namun
mendengar itu sudah menjadi kesepakatan warga desa, Ni Siti tak
ingin—dan juga memang tak bisa—berdebat.
Tong itu terlalu besar dan halaman Ni Siti tak terlalu luas, alhasil
pohon rambutan yang telah ditanam Kai Rustam pun ditebang. Anak-
anak tak pernah lagi bermain di halaman Ni Siti. Dan Ni Siti
kehilangan sesuatu yang bisa membuatnya merasa dekat dengan sang
suami.
***
Matahari kian tinggi, Ni Siti dengan lamban bangkit dari
duduknya. Diambilnya tangkitan, kemudian talinya dikaitkan di
kepala. Di kejauhan, dari arah jalan desa, di antara deru mesin
terdengar klakson truk yang menyalak-nyalak. “Tampaknya truk-truk
itu melintas lagi,” pikir Ni Siti.
Ni Siti memperhatikan susudu, masih ada getah yang menetes
jatuh ke tempurung. Berarti ia punya waktu beberapa jam untuk
kembali ke rumah sebelum baputik.
Setelah mendengar iring-iringan truk tadi, hanya satu yang ada
dalam benak wanita tua itu. Ia harus membersihkan halamannya dari
debu yang disemburkan roda-roda truk tersebut. Kadang-kadang debu
itu bercampur dengan serpihan hitam berbagai ukuran, dari seukuran
kerikil sampai sebesar kepalan tangan. Kadang-kadang pula semburan
serpihan itu terlempar sampai ke teras rumahnya.
Cerita Pendek
28
Ni Siti tak tahu banyak tentang serpihan hitam itu. Satu-satunya
yang ia ketahui adalah bahwa untuk mendapatkan serpihan hitam itu,
orang yang lalu lalang di desanya menggali lubang-lubang besar
dengan alat-alat bak raksasa di sebelah barat kebun karetnya.
Mungkin air dari berbagai tempat mengumpul di lubang-lubang
bekas galian itu. Sehingga air di sebelah barat tak lagi mengalir ke
kebun karet Ni Siti. Sedang air dari kebun karetnya mengalir menuju
lubang. Karet-karet Ni Siti pun kekurangan air. Dan sampai kapan hal
ini berlangsung?… Wanita renta itu tak pernah tahu. Ni Siti hanya
ingin pulang dan menyapu terasnya. (*)
Keterangan:
Susudu: benda, sesuatu—biasanya daun—untuk mengarahkan tetes getah ke tempurung.
Tangkitan: Sejenis bakul, biasanya terbuat dari anyaman bambu. Digunakn dengan cara
mengaitkan talinya yang terbuat kulit pohon ke kepala. Orang Banjar hulu sungai biasa
menggunakannya untuk membawa bekal meladang dan mengangkut kayu bakar.
Sajumput: Secuil, sedikit. Pasar Sajumput artinya pasar dengan sedikit pembeli dan pedagang
Ding: Dik, Adik.
Bahanup: Berteduh, bernaung
Tamanang: Mandul
Manahun: Lama, sangat lama. Bertahun-tahun
Baputik: Memanen getah karet
Cerita Pendek
29
4.
2. Isilah tabel di bawah ini dengan benar!
No. Struktur Isi Cerpen Kutipan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
5.
3. Tunjukkanlah ciri-ciri bahasa cerpen Serpihan di Teras Rumah
karya Zaidinoor!
KEPUSTAKAAN
Cerita Pendek
30
Cerita Pendek
31
Cerita Pendek
32