Anda di halaman 1dari 32

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : VII/2
Waktu :
Tema : Cerita Pendek
Sub Tema : Rumah Kecil di Bukit Sunyi

A. ORIENTASI

Pernahkah kamu mendengar orang bercerita? Cerita apa yang kamu


dengarkan? Nah, kalau kamu pernah mendengarkan orang bercerita,
apakah kamu juga bisa bercerita? Bercerita di dalam karya sastra salah
satunya adalah dengan menulis cerita pendek atau cerpen. Sebelum bisa
menulis cerita pendek, pernahkah kamu membaca cerita pendek atau
cerpen? Pelajaran kali ini kita akan membahas cerita pendek.

B. MATERI

Materi pembelajaran kita adalah tentang cerita pendek. Pokok-pokok


bahasan yang akan dipelajari ada enam, yaitu: (1) pengertian cerita pendek,
(2) fungsi cerita pendek, (3) unsur-unsur cerita pendek, (4) struktur cerita
pendek, (5) ciri bahasa/penggunaan bahasa cerita pendek, (6) langkah-
langah menyusun cerita pendek.

1. Pengertian
Cerpen (cerita pendek sebagai genre fiksi) adalah rangkaian peristiwa
yang terjalin menjadi satu yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau
dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar dan alur (Kurniawan, 2012:60).
Singkatnya, cerita pendek adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif atau satu
bentuk karya fiksi.
Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya
dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang seperti novel. Cerita
pendek sesuai dengan namanya, memperlihatkan sifat yang serba pendek,
baik peristiwa yang diungkapkan, isi cerita, jumlah pelaku dan jumlah kata
yang digunakan.

Cerita Pendek
1
Peristiwa dalam cerita pendek berwujud hubungan antartokoh,
tempat, dan waktu yang membentuk satu kesatuan. Sama halnya dengan
kehidupan nyata, sebuah peristiwa terjadi karena kesatuan manusia,
tempat, dan waktu.
Untuk menentukan panjang pendeknya cerpen, khususnya berkaitan
dengan jumlah kata yang digunakan, berikut ini akan dikemukakan
beberapa pendapat para ahli. Menurut Guerin (1979), cerpen biasanya
menggunakan 15.000 kata atau 50 halaman, sedangkan Nugroho
Notosusanto menyatakan bahwa jumlah kata yang digunakan dalam
cerpen sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi dua.
Selain ditunjukkan oleh pemakain jumlah kata yang memang
pendek, peristiwa dan isi cerita yang disajikan dalam cerpen juga sangat
pendek. Peristiwa yang disajikan memang singkat tetapi mengndung
kesan yang dalam. Isi cerita memang pendek karena mengutamakan
kepadatan ide. Oleh karena itu, pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh dalam
cerpen pun relatif sedikit jika dibandingkan dengan novel.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa cerpen adalah cerita
yang panjangnya kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap (dua), isinya
padat, lengkap, memiliki kesatuan, dan mengandung efek kesan yang
mendalan. Sedangkan unsur-unsur pemabangunnya pada dasarnya sama
dengan novel.

Contoh:

RUMAH KECIL DI BUKIT SUNYI


Karya Tri Astoto Kodarie

Di atas bangku bambu yang reyot, pak Kerto menjulurkan kedua


kakinya. Sebentar-sebentar tangannya mengurut-urut kedua kakinya yang
kurus kering itu. Tak lama kemudian ia beranjak dari bangku kemudian
melangkah ke bilik belakang yang hanya dibatasi dengan rajutan daun rumbia.
Lalu diambilnya beberapa potong ubi dari sebuah panci dan diletakannya di
atas selembar daun pisang yang sudah agak mengering. Kemudian melangkah
balik ke depan dan duduk di bangku bambu itu kembali.
Dinikmatinya perlahan sepotong demi sepotong ubi rebus, diteguknya
pula sisa kopi di gelas untuk melancarkan jalannya

Cerita Pendek
2
kunyahan ubi itu di tenggorokan. Gelas itu belum sempat diletakkan, sisa
sedikit kopi diteguknya kembali hingga tandas. Setelah itu gelas diletakkan
di bawah bangku, kemudian diambilnya puntung rokok yang terselip di sela-
sela telinganya. Disulut dan dihisapnya kuat-kuat, asapnya dihembuskan
perlahan-lahan. Nikmat sekali nampaknya.
Pintu tiba-tiba berderak dibuka seseorang dan disusul munculnya lelaki
berperawakan pendek dengan perut yang gendut.
“Ooo….juragan. Silakan gan”, sambut pak Kerto sambil membungkuk-
bungkuk. Dan dengan tergesa dibersihkannya bangku bambu yang sudah
reyot itu. Masih dengan membungkuk hormat Pak Kerto mempersilakan
lelaki gendut yang dipanggilnya juragan itu untuk duduk di bangku.
“Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?” tanya sang juragan
dengan mimik serius. Matanya sesekali memandang rumah kecil itu.
“Sebagian sudah saya panen, gan. Dan yang belum sisa ladang sebelah
kanan parit. Silakan juragan periksa hasil panenan itu”.
“Dimana kau letakkan, Kerto?”
“Ada di samping rumah, gan. Semuanya berjumlah enam karung terigu.
Bagus-bagus hasil panenan kali ini”, kata Pak Kerto sambil membuang sisa
rokoknya yang sudah mati. Kemudian juragan itu beranjak dari bangku dan
keluar diikuti Pak Kerto. Kedua orang itu melangkah menuju samping
rumah. Dan sang juragan segera mendekati tumpukan karung. Sesaat,
dibukanya salah satu karung dan diambilnya sehelai daun yang ada di
dalamnya, kemudian sehelai daun itu diciumnya.
“Ahhh, luar biasa!” teriaknya kegirangan.
“Bagus-bagus sekali panenan kali ini, Kerto”, lanjut juragan itu sambil
menepuk-nepuk punggung Pak Kerto. Pak Kerto hanya mengangguk-
angguk pelan. Dalam hati Pak Kerto ada rasa bahagia karena bisa membuat
juragan senang yang berarti ia nanti akan mendapat tambahan upah. Watak
juragan memang begitu, kalau sedang senang ia tak segan-segan
memberinya tambahan upah. Tapi kalau sebaliknya, berkata pun tidak,
apalagi tambahan upah, kata Pak Kerto dalam hati.
“Enam karung ini disimpan yang baik dan jangan sampai kena hujan. Dua
hari lagi aku akan kembali ke sini mengambil semua hasil panenan”, ucap
juragan sambil berkecak pinggang.

Cerita Pendek
3
“Baik, gan”.
“Jangan lupa, simpan karung-karung ini baik-baik”.
“Akan saya laksanakan, gan”, jawab Pak Kerto lirih sambil membungkuk-
bungkuk.
Sementara matahari berangsur tenggelam dan juragan yang gendut itu
menuruni perbukitan, meninggalkan Pak Kerto yang masih termangu-mangu
diterpa semilir angin senja. Tubuh Pak Kerto yang kurus itu masih saja tegak
berdiri mematung memandangi juragannya yang terseok-seok jalan di
pematang sawah.
Suara serangga bersahut-sahutan mewarnai malam yang dingin. Pak Kerto
berbaring di bangku bambu yang reyot itu sambil berselimut selembar sarung.
Ia tak dapat tidur, padahal matanya sudah terasa berat oleh kantuk yang
menggelantunginya.
Sebentar kemudian diperbaiki letak sarungnya untuk menghalau dingin.
Kedua telapak tangannya diletakkan di bawah kepalanya sebagai alas
pengganti bantal. Sementara lampu minyak yang tergantung di sudut ruangan
semakin redup. Barangkali habis minyaknya, pikir pak Kerto.
Matanya belum juga bisa dipejamkan. Ditariknya nafas dalam-dalam.
Pikirannya tertuju pada pohon-pohon kecil di ladang sebelah kanan parit yang
besok harus dipanen.
Ia sebenarnya tak habis pikir, untuk apa juragan menanam pohon-pohon itu?
Ia sendiri tak tahu, apa nama pohon yang bentuknya hampir mirip tanaman
cabai itu. Dan ia hanya tunduk pada segala perintah juragannya lalu
mendapatkan upah. Ya, hanya itu saja yang Pak Kerto lakukan. Sementara Pak
Kerto sendiri dilarang bergaul dengan orang-orang di sekitar perbukitan. Itu
Perintah juragan dan harus dipatuhi.
Pak Kerto sendiri kalau pulang ke kampungnya paling cepat empat bulan
sekali. Itu kalau musim panen tiba dan ia harus pulang bersama juragan yang
membawa semua hasil panenan menuju kota. Juragan memang selama ini
selalu baik, itu saja yang ia ketahui. Setiap pulang ke kampung, juragan selalu
membekalinya beberapa potong pakaian, susu kaleng, roti kalengan, selain
upah yang rutin ia terima.

Cerita Pendek
4
Sejauh ini Pak Kerto belum tahu jenis apa dan untuk apa pohon-pohon itu
ditanam. Ah, kenapa aku harus memikirkannya? desah Pak Kerto lirih. Sementara
di luar gemersik dedaunan bergesekan dihembus angin malam perbukitan.
Senandung serangga malam sisa satu dua yang terdengar dan mulai ditingkahi
suara kokok ayam satu-satu bersahutan di kejauhan.
Pak Kerto baru saja selesai melipat sarungnya yang agak kumal. Sebentar-
sebentar ditariknya nafas dalam-dalam. Kini tinggal melipat kaos oblong yang
berwarna hijau pudar itu. Tak lama lagi pasti juragan akan datang lalu aku akan
ikut serta dengan juragan ke kota, katanya dalam hati.
Selintas dipandanginya tumpukan karung terigu. Semuanya berjumlah sebelas
karung. Kemarin Pak Kerto memanen ladang sebelah kanan parit dan mendapat
lima karung terigu penuh. Pak Kerto tertegun sejenak, rambutnya yang agak
memutih diusapnya perlahan. Tinggal apalagi yang harus dikemas, pikirnya.
Kedua matanya memandangi seputar ruangan itu, tapi ia tak menemukan
sesuatu yang mesti dibawa pulang.
Disandarkannya tubuh yang kurus itu ke tumpukan karung di sampingnya.
Pikirannya menerawang jauh ke kampung halamannya. Sedang apa istri dan
kedua anakku sekarang ya?, tanyanya dalam hati. Sesampainya di kota nanti pak
Kerto ingin membelikan kain kebaya buat istrinya, juga dua sandal plastik buat
kedua anaknya. Dan bibir pak Kerto yang hitam dan kering itu berdecah-decah
kemudian tersenyum-senyum sendiri. Rasa hatinya bahagia sekali karena
sebentar nanti akan segera bisa melepas kerinduan pada istri dan kedua anaknya,
setelah empat bulan lebih berpisah.
Pak Kerto kemudian bangkit dan berjalan menuju bilik belakang. Diambilnya
sisa kopi yang tinggal seperempat gelas lalu diminumnya hingga tandas. Belum
juga ia sempat meletakkan gelasnya, tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk
pintu. Ahh.., juragan datang, kata Pak Kerto lirih penuh kegembiraan. Ia segera
meletakan gelasnya dan dengan langkah yang tergesa Pak Kerto menuju ke bilik
depan.
“Sebentar gan, sebentar…”, kata pak Kerto girang sambil membuka palang
pintu. “Biasanya kan langsung masuk, gan”, lanjutnya sambil menguak daun
pintu.

Cerita Pendek
5
Dan Pak Kerto merasa seluruh aliran darahnya terhenti ketika di depannya
berdiri empat orang polisi dengan senjata di tangan.
“Jangan bergerak!” gertak salah seorang polisi. Sedangkan ketiga polisi lainnya
langsung masuk rumah kecil itu. Pak Kerto sendiri berdiri kaku, mematung, tak tahu
apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Maaf, Bapak saya tangkap,” kata polisi yang habis menggertak tadi sambil
mendekat dan memborgol kedua tangan Pak Kerto. Dan pak Kerto semakin
bertambah bingung.
“Apa kesalahan saya, Pak?” tanya Pak Kerto terputus-putus.
“Bapak telah menanam dan menyimpan pohon ganja, padahal pohon-pohon
ganja ini dilarang ditanam oleh pemerintah,” jawab polisi itu tegas.
“Tapi saya hanya disuruh juragan. Saya hanya melaksanakan perintah juragan,
Pak,” kata Pak Kerto tertunduk.
“Saya mengerti dan memahami keadaan Bapak. Juragan bapak sekarang ada di
tahanan polisi.”
Polisi itu kemudian menyuruh Pak Kerto berjalan menuruni lereng perbukitan.
Sedang ketiga polisi lainnya memanggul beberapa karung terigu yang berisi daun
ganja dengan dibantu beberapa peladang yang kebetulan berada di sekitar
perbukitan itu.
Pak Kerto tertunduk menuruni lereng perbukitan. Inilah jawaban atas teka-teki
tanaman itu, batin Bak Kerto. Ya, dua tahun lebih baru terjawab sekarang, batinnya
lagi dalam hatinya. Tak terasa pipi keriput lelaki tua itu sudah basah oleh air mata.
Sementara rumah kecil di atas bukit semakin jauh ditinggalkan. Tuhan, jerit Pak
Kerto lirih. ***

Cerpen Rumah Kecil di Bukit Sunyi di atas terdiri dari 1.178 kata. Tokohnya pun
hanya sedikit, yaitu Pak Kerto dan juragan serta sedikit peran polisi di dalamnya.
Cerpen bisa dibaca sampai habis dalam sekali baca karena pendeknya.
Nah, setelah membaca cerpen tersebut, apa kesan-kesanmu terhadap
ceritanya? Meninggalkan perasaan apakah ceritanya?

Cerita Pendek
6
2. Fungsi Cerita Pendek
Fungsi cerpen sebagai karya sastra tentunya sebagai hiburan.
Cerpen dapat menjadi penghibur hati ketika kamu membaca kata
per kata yang menyusunnya. Kalau tidak percaya, bacalah cerpen!
Ketika membaca cerpen, kamu akan ikut larut dalam cerita yang
kamu baca.
Selain itu, fungsi cerpen ada beberapa macam lagi. Berikut
akan kita bahas satu per satu.
Fungsi yang pertama adalah funngsi rekreatif. Fungsi ini
memberikan rasa senang, gembira, serta menghibur para penikmat
atau pembacanya. Nah, sudah jeas bukan bahwa fungsi utama
cerpen adalah menghibur pembacanya.

Sekarang, coba perhatikan kutipan cerpen berikut ini!


”Semasa kecil, aku sering sekali mendengar dongeng negeri
bercahaya yang berada di atas puncak gunung peninggalan.
Aku suka sekali jika ibu menceritakan itu. Meski telah berulang
kali diceritakan. Orang kampung pun sering menceritakannya
pada anak-anak mereka. Sehingga kami yang saat itu kanak
dan belum terlalu paham mana yang nyata dan tidak selalu
berharap bisa ke puncak gunung peninggalan.
Negeri bercahaya yang ada di gunung peninggalan itu dihuni
oleh para manusia yang baik rupa dan sifatnya. Mereka
keturunan dewa dan dewi yang memberi keberkahan pada Desa
Kaki Gunung. Di sana hidup sejahtera dengan cahaya yang
terang. Ada pendopo tempat orang-orang melakukan
pertunjukan. Ada taman tempat orang-orang bermain.”
(Dikutip dari cerpen Willy Adrian yang berjudul Gunung Peninggalan)

Bagaimanakah suasana yang digambarkan dalam kutipan


cerpen di atas? Ya, benar. Cerpen Gunung Peninggalan karya Willy
Adrian dapat membawa imajinasi kita melayang ke sebuah negeri
antah berantah yang dihuni para dewa. Indah bukan? Itulah salah
satu fungsi cerpen. Ketika kamu membayangkan apa yang
dideskripsikan pengarang, pikiranmu akan merasa terhibur dengan
gambaran itu. Apakah kamu senang membaca cerpen?

Cerita Pendek
7
Fungsi yang kedua adalah fungsi didaktif. Fungsi didaktif ialah
mendidik atau mengarahkan penikmat atau pembacanya
kearena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di
dalamnya. Selain menghibur, cerpen juga mendidik dan
memberikan masukan yang baik kepada pembacanya.
Cerita yang ditulis pengarang memang memiliki nilai yang bisa
diambil oleh pembacanya. Namun, nilai didaktif ini tidak
tergambar dengan jelas, ia tersirat dalam kata atau percakapan
serta pikiran tokohnya.

Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!


Malam harinya di ruang tamu, ayah menyuruhku duduk di
sampingnya.
”Jadi kau benar-benar ingin tahu jawaban dari pertanyaan
Ayah?” tanya Ayah tiba-tiba.
Aku yang sedikit bingung mengangguk karena aku sudah
menyerah dan bosan dihantui pertanyaan misterius ayah.
”Kau tahu di antara semua jawaban yang kau berikan pada
Ayahmemang tidak ada yang salah. Tapi Ayah ingin kau belajar
sesuatu dari pertanyaan ini. Kau tahu kan bagian yang paling
penting dari sepeda motor adalah sadel?”
Aku sedikit terkejut. ”Apa alasannya Yah?” tanyaku penasaran.
”Kau tahu kenapa? Karena dengan sadel, kita bisa
membonceng dan kita bisa berbagi kebahagiaan dengan siapa
saja di atas sepeda motor kita. Seperti itu pula harusnya kita
hidup, selalu berbagi dan memberi selama kita masih diberi
waktu dan rezeki untuk hidup di atas bumi ini.”
(dikutip dari cerpen Pertanyaan Misterius Ayah karya Angga Mardian)

Pesan apakah yang disampaikan pengarang melalui tokoh


ayah? Ya, benar sekali. Si ayah menasehati si aku untuk menjadi
orang yang selalu berbagi dan berbuat baik kepada semua orang.
Adakalanya pula pesan atau nilai-nilai didaktif yang
disampaikan pengarang digambarkan langsung tanpa berusaha
menggurui (pembaca). Biasanya cerita yang seperti ini adalah
cerita yang ditulis pengarang-pengarang zaman dahulu.

Cerita Pendek
8
Fungsi yang ketiga adalah fungsi estetis. Fungsi estetis
memberikan keindahan bagi para penikmat atau para
pembacanya. Biasanya cerpen melukiskan tempat-tempat,
suasana, dan pelukisan tokoh dengan bahasa yang indah.
Pengarang melakukan pemilihan diksi yang cocok sehingga
menimbulkan kesan estetis bagi pembacanya.

Bacalah kutipan cerpen di bawah ini!


Lambat laun dingin semakin menusuk, masuk kesegala rongga
tubuhku, dingin ini beradu kuat dengan suhu tubuhku yang
semakin panas terasa. Aku masih dalam kesakitanku. Sudah dua
hari aku terbaring lemas di atas kasur berselimut kain tebal
berwarna merah dengan sedikit motif bunga tulip disetiap
ujungnya.
Tanpa kusadari mutiara hangat mulai jatuh mengairi kedua
pipiku. Semakin deras mengucur di kedua muara anak pipi. Aku
menangis malam ini bukan alasan karena cinta, rasa sakit hati,
bukan pula karena sakitku yang tiap harinya tidak menunjukkan
perubahan ke arah yang lebih baik. Tapi malam ini, kesedihan
itu datang karena rasa rinduku yang membuncah mendengar
suara lemah lembut beliau.
(dikutip dari cerpen Senja yang Mengantar Impianku Karya
Wardatul Adawiyah)

Tidak seperti tulisan ilmiah, cerpen menggunakan metafora dan


gaya bahasa dalam penulisannya. Inilah kekhasan karya sastra.
Fungsi yang keempat adalah fungsi moralitas. Fungsi moralitas
mengandung nilai moral sehingga para penikmat atau
pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tidak baik
bagi dirinya.
Moral tokoh dalam cerpen bisa menjadi teladan bagi
pembacanya, seperti tokoh yang suka menolong, sabar, rajin, dan
berkemauan keras. Ada juga tokoh yang bermoral tidak baik,
seperti angkuh, licik, pecundang, nakal, dan pelawan. Moral yang
seperti ini muncul sebagai antagonis, lawan dari sifat yang baik itu.
Setelah membacanya, pembaca hendaknya menafsirkan bahwa
sikap seperti itu harusnya dijauhi.

Cerita Pendek
9
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan cerpen berikut!
Serta merta saya merasakan keanggunan Ibu, seorang
perempuan yang mampu menegakkan rumah tangganya begitu
tegar dalam kehalusan seorang istri yang begitu mengerti akan
hasrat-hasrat yang mendadak, yang tidak dapat dimengerti. Ini
semua saya rasa berkat kemampuan menguasai ruang dan
waktu itu. Diam-diam Ibu telah menguasai suatu ilmu yang
sudah ditinggalkan orang. Suatu kekuatan anugerah yang tidak
dapat diminta maupun ditolak. Saya rasa ilmu itu datang
dengan sendirinya ketika seseorang lupa untuk
memperdulikannya.
(dikutip dari cerpen Rembulan di Dasar Kolam karya Danarto)

Moralitas cerpen di atas adalah moral yang baik. Cerpen di


atas meggambarkan moral seorang ibu sekaligus istri dari sudat
pandang anaknya. Bagi si anak. ibunya adalah seorang istri yang
begitu tegar dan kuat dalam menegakkan rumah tangganya
sehingga ibunya memiliki suatu ilmu yang tidak pernah terpikirkan
oleh orang lain. Apakah kamu jadi teringat kepada ibumu? Kalau
begitu, berterimakasihlah kepada beliau karena telah
menjadikanmu anak yang baik! Bangglalah kepada ibumu!
Fungsi yang terakhir adalah fungsi religiusitas. Fungsi religiusitas
mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi
para penikmatnya atau pembacanya.
Dari kutipan cerpen berikut kita bisa mendapatkan nilai-nilai
keagamaan.
”Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat
menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam
kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku
juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu
untuk menginsafkan umat-Mu.”
(dikutip dari cerpen Robohnya Surau Kami karya AA Navis)

Dari kutipan cerpen di atas, kamu dapat mengambil nilai


religius dari tokoh aku. Nilai-nilai agama yang melekat dalam diri
tokoh aku dapat menjadi pelajaran hidup bagi pembaca cerpen
tersebut untuk diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari.

Cerita Pendek
10
3. Unsur Cerita Pendek
Unsur cerita pendek ada dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Berikut ini akan dijelaskan kedua unsur tersebut.
Pahamilah baik-baik!

1) Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur yang berkaitan dengan eksistensi
sastra sebagai struktur yang verbal yang otonom. Maksudnya,
unsur intrinsik merupakan unsur yang melekat pada cerpen atau
yang dapat diamati atau dianalisis dari cerpen itu sendiri (Priyatni,
2012:109).
Unsur intrinsik cerpen ada tujuh, yaitu: tema, tokoh dan
penokohan, alur atau plot, gaya (style), setting atau latar, point of
view dan suasana (mood dan atmosphere). Penjelasan dari ketujuh
unsur intrinsik cerpen tersebut adalah sebagai berikut.

a. Tema
Tema memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam cerpen
karena semua elemen unsur intrinsik dalam cerita akan menunjang
dan mendukung tema. Tema disebut juga sebagai ide sentral atau
makna sentral suatu cerita. Tema merupakan jiwa cerita karya
sastra. Jadi, tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga
tema juga berperan sebagai titik tolak untuk memaparkan cerita
yang dibuat pengarang.
Tema menjadi panduan pengarang dalam memilih bahan-
bahan cerita, cara watak tokohnya bergerak, berpikir, dan merasa,
serta cara tokoh yang bertentangan satu dengan lainnya itu
diselesaikan. Semuanya merupakan tema yang akan disampaikan
oleh pengarang. Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!

Anak itu bangun dari tidurnya. Ditatapnya wajah ibunya


dalam-dalam. Selanjutnya anak itu memandang ke sekeliling
orang-orang yang mulai tertidur dengan sembarang. Bunyi
rintihan kesakitan terdengar dari segala penjuru balai yang
penuh dihuni orang, sebagai tempat mengungsi dan berlindung.
Anak itu mempertajam telinga dan hatinya, nyata bunyi rintihan
kesakitan itu merindingkan bulu kuduknya.
”Saya takut, Bu.”
”Kamu tidak usah takut, suara rintihan itu adalah pengganti

Cerita Pendek
11
malam takbiran ini. Sekarang tidurlah di pangkuan ibu, ibu akan
membacakan takbiran untukmu.”
(dikutip dari cerpen Api di MalamLebaran karya Heru Kurniawan)

Tema kutipan cerpen di atas adalah ketakutan, kegelisahan,


dan ketabahan. Ketakutan ditunjukkan oleh perasaan si anak
ketika mendengar suara rintihan kesakitan dan membuat si anak
merasa gelisah dengan kondisi yang sedang terjadi. Ketabahan
ditunjukkan oleh perkataan ibu ketika menyuruh anaknya untuk
tidur tanpa membuat si anak lebih takut.

b. Tokoh dan Penokohan


Tokoh adalah para pelaku dalam cerita. Berdasarkan
bentuknya, tokoh dibedakan menjadi dua bagian, yaitu tokoh fisik
dan tokoh imajiner. Tokoh fisik adalah tokoh yang ditampilkan
pengarang sebagai manusia yang hidup di alam nyata. Sedangkan
tokoh imajiner adalah tokoh yang ditampilkan sebagai manusia
yang hidup di dalam fantasi.
Berdasarkan sifat dan wataknya, tokoh dibedakan menjadi dua,
yaitu tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis
adalah tokoh yang berwatak baik sehingga disukai oleh pembaca.
Sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang berwatak jelek
sehingga tidak sesuai dengan yang diidamkan oleh pembaca.
Berdasarkan fungsinya, tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
tokoh utama dan tokoh bawahan/pembantu. Tokoh utama adalah
tokoh yang memegang peran utama, frekuensi kemunculannya
sangat tinggi, menjadi pusat penceritaan. Sedangkan tokoh
bawahan adalah tokoh yang mendukung tokoh utama, yang
membuat cerita lebih hidup.
Penokohan adalah cara pengarang menampilkan watak para
tokoh dalam ceritanya. Watak adalah sifat dasar, akhlak, atau
budi pekerti yang dimiliki oleh tokoh. Setiap tokoh memiliki sifat,
sikap, dan tingkah laku tertentu sehingga watak tokoh pun
bermacam-macam.
Watak tokoh sama halnya dengan watak manusia. Ada yang
baik ada yang tidak baik, ada yang penyabar ada yang tergesa-
gesa, dan lain-lain. Watak tokoh dalam cerita memang diambil
dari realita.

Cerita Pendek
12
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini.

Biasanya bila aku dihajar Kak Hardo, Kak Sumi tak pernah
membelaku. Tapi kali ini kelihatan juga jengkelnya.
”Bagaimana sih, ngajar anak sampai begini?” Berkata begitu
Kak Sumi terus membersihkan mulutku yang penuh tanah dan
debu.
”Kau mencuri, ya?”
”Tidak, Kak!”
”Ya, tidak! Kak Sumi juga yakin kalau Ari tidak mencuri. Dan
tidak akan mencuri. Ayo, makan duu. Kau kan belum makan
to?”
Dengan muka masam Kak Sumi meninggalkan Kak Hardo
tanpa berkata sepatah pun. Aku dibimbingnya ke dapur.
(dikutip dari cerpen Ibu karya Sumartono)

Ada tiga tokoh dalam kutipan cerpen tersebut, yaitu tokoh aku,
Kak Sumi dan Kak Hardo. Watak tokoh aku adalah berani karena
meskipun sudah dihajar oleh Kak Hardo si aku tetap berani
mengatakan bahwa dia tidak mencuri. Sedangkan watak Kak
Sumi adalah penyabar, penuh kasih sayang, dan lembut. Watak
kedua tokoh ini berlawanan watak tokoh Kak Hardo yang kasar
dan kejam dan suka memukul si aku.

c. Alur atau Plot


Alur adalah rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan
sebab-akibat. Peristiwa adalah unsur utama alur. Jalinan peristiwa
dalam cerita tersusun dalam tahapan-tahapan. Pada prinsipnya,
rangkaian cerita bergerak dari permulaan, melalui pertengahan,
dan menuju akhir. Suatu cerita kadang mengdung satu tahapan
saja dan ada pula yang lebuh dari satu tahapan.
Pada dasarnya, alur dalam cerpen memiliki tiga bagian, yaitu
awal, tengah, dan akhir. Bagian awal berisi eksposisi (paparan),
rangsangan, dan gawatan. Bagian tengah adanya pertikaian,
munculnya kerumitan, dan masuk ke tahap klimaks. Bagian ketiga
akhirnya masalah itu ada jalan keluarnya (leraian) dan
penyelesaian.

Cerita Pendek
13
Perhatiaknlah alur penggalan cerita berikut ini!

Pada hari ketika aku tiba di Pelabuhan Bandarmasih,


Banjarmasin, aku telah menetapkan dan mencari peranan diriku
sendiri. Masih jelas kuingat kata-kata Amang Dulalin ketika
kami hendak belanting mengarungi sungai Amandit dulu:
irama. Ya, seperti lagu, belanting di sungai juga memerlukan
irama. Kalian harus mampu mengikuti irama ke mana arus
sungai menyeret.
Begitulah. Aku harus mampu memainkan perananku sendiri
di dalam irama kehidupan tempat kini aku berada, agar aku
tidak diempaskan dan ditelannya hidup-hidup (Lampau,
2013:225).

d. Latar atau Setting


Latar cerita adalah lingkungan, yaitu dunia cerita sebagai
tempat terjadinya peristiwa. Dalam latar inilah segala peristiwa
yang menyangkut hubungan antartokoh terjadi. Latar tempat
dalam cerpen biasanya mempunyai dua tipe, yaitu latar yang
diceritakan secara detail, biasanya terjadi jika cerpen fokus pada
persoalan latar dan latar yang tidak menjadi fokus utama atau
masalah, hanya sebagai tempat terjadinya peristiwa saja.
Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!

Lima belas tahun sejak kutinggalkan, kampungku masih


sama seperti dulu, ketika aku masih kanak-kanak. Masih berdiri
di tengah hutan belantara. Masih dihuni oleh rumpun keluarga
yang sama. Masih dengan kesederhanaannya dan masih dengan
kepercayaannya.
Kepala kampung yang mengatur jalannya kehidupan
bermasyarakat di Kampung Rumbi sudah berganti. Namun,
tradisi yang dilakukan masih belum berganti.
Kepala kampung mempunyai andil yang besar dalam
mengatur pernikahan antara si gadis dan si bujang. Si gadis dan
si bujang telah dijodohkan sejak mereka baru melihat matahari
di bumi oleh warga sekampung.
(dikutip dari cerpen Kampung Rumbi karya Winda Sevni Yenti)

Latar cerpen di atas adalah di sebuah kampung yang bernama


Kampung Rumbi. Latar tersebut diceritakan secara detail karena
persoalan tempat (Kampuang Rumbi)-lah yang menjadi fokus
cerita.
Selain latar tempat, ada juga latar waktu dan latar sosial yang
menyajikan kondisi sosial masyarakat sebagai tempat cerita.

Cerita Pendek
14
e. Gaya (style)
Gaya adalah cara seorang pengarang menyampaikan
gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan
harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang
dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca. Jadi, gaya
sebenarnya adalah ciri khas yang dipakai pengarang untuk
mengungkapkan dan meninjau persoalan cerita.

f. Sudut Pandang atau Point of View


Sudut pandang adalah tempat pengarang dalam hubungannya
dengan cerita, dari sudut pandang mana pengarang
menyampaikan cerita. Sudut pandang mengacu kepada posisi
pengarang, yaitu di dalam atau di dalam cerita.
Pengarang dapat memilih satu atau lebih pencerita yang
bertugas memaparkan ide, peristiwa-peristiwa dalam ceritanya.
Pengarang bisa menggunakan sudut pandang orang pertama
(akuan) dan juga sudut pandang orang ketiga (diaan) atau nama
orang.
Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!

Bukannya Nayla tidak mau. Namun Nayla bosan


menghadapi masalah yang itu-itu lagi dan sudah membuatnya
jemu. Membayangkan jarak dari rumahnya ke kafe itu yang
lumayan jauh. Kemacetan jalan yang harus mereka tempuh.
Pertengkaran-pertengkaran tak penting. Kekesalan yang
berbuah dari masalah yang sama sekali tak genting. Sudah
cukup dengan membayangkannya saja membuat kepala Nayla
pening.1
(dikutip dari cerpen Coffeewar karya Djenar Maesa Ayu)

Saya benar-benar tidak mengerti maksud mereka. Yang saya


tahu saat itu hanya hati saya terasa ngilu bagai disayat-sayat
sembilu. Mungkinkah ini yang disebut perasaan? Tapi saya
sudah terlanjur kehilangan keberanian untuk mengatakan apa
yang saya rasakan. Dan saya tambah tidak mengerti jika benar
ini adalah perasaan yang mereka maksudkan, lalu mengapa
mereka bisa menertawakan saya tanpa mempedulikan perasaan
saya sama sekali?
Pada saat otak saya dipenuhi pertanyaan ini, saya pun
berpikir. Apakah ini yang mereka maksud dengan akal? Lalu
mengapa akal mereka tidak sampai pada pikiran bahwa saya
tidak senang dijadikan bahan tertawaan?2
(dikutip dari cerpen Mereka Bilang Saya Monyet karya djenar Maesa
Ayu)

Cerita Pendek
15
Sudut pandang cerpen pertama adalah sudut pandang orang
ketiga. Tampak dari penceritaan yang menggunakan nama Nayla.
Sedangkan sudut pandang cerpen kedua menggunakan sudut
pandang orang pertama yaitu penceritaan menggunakan saya.
Nah, dari kedua sudut pandang tersebut mana yang menarik
menurut kamu?

g. Suasana Cerita
Dalam cerita pendek terdapat suasana batin dari individu
pengarang. Di samping itu, juga terdapat suasana cerita yang
ditimbulkan oleh penataan setting. Suasana cerita yang
ditimbulkan oleh suasana batin individual pengarang disebut
mood, sedangkan suasana cerita yang timbul karena penataan
setting disebut dengan atmosphere.

Nah, setelah membaca dan memahami unsur intrinsik cerpen,


dapatkah kamu menentukan unsur intrinsik dari cerpen? Latihlah
pemahamanmu dengan menentukan unsur cerpen Rumah Kecil di
Bukit Sunyi yang telah kamu baca!

2) Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur luar yang berpengaruh
terhadap penciptaan suatu bentuk karya sastra. Unsur ekstrinsik ini
ada dua yaitu latar belakang sosio budaya dan aspek psikologis.
Dengan latar belakang sosio budaya suatu cerita dapat
memberikan lukisan yang jelas tentang suatu tempat dalam suatu
masa.

4. Struktur Cerita Pendek


Struktur cerita pendek terdiri atas enam macam, yaitu:

a. Judul
Setiap cerpen pasti mempunyai judul. Judul terletak di bagian
atas karangan. Judul yang diberikan pada cerita harus menarik
karena dengan membaca judul diharapkan pembaca langsung
tertarik untuk membaca karya tersebut. Judul tidak boleh terlalu
panjang karena akan membuat judul itu tidak menarik. judul yang
baik misalnya, Rembulan di Dasar Kolam karya Danarto, Mereka
Bilang Saya Monyet karya Djenar Maesa Ayu, dan lain-lain.

Cerita Pendek
16
b. Perkenalan
Perkenalan biasanya berisi perkenalan tokoh-tokoh cerita,
perkenalan masalah atau kejadian yang dialami oleh tokoh-tokoh
tersebut, dan perkenalan tempat terjadinya peristiwa.
Perhatikanlah kutipan cerpen beriku!
SETIAP pagi, di depan gerbang sekolah, Hardi selalu
menyaksikan adegan peluk-memeluk yang begitu
menggetarkan. Pagi-pagi, sebelum masuk ke dalam kelas,
Hardi selalu berdiri berlama-lama di depan gerbang
sekolah, demi menghitung adegan peluk-memeluk yang ia
saksikan, yang begitu indah dan ia idam-idamkan. Mata
Hardi menyipit dan hampir tak berkedip mengawasi Siska
dipeluk dan dicium mamanya sebelum masuk kelas.
Sepulang sekolah, ia juga selalu memperhatikan
bagaimana Bram meloncat-loncat setelah dipeluk
kakeknya, sebelum masuk ke dalam mobil jemputan. Ia
juga selalu melirik Bu Guru yang sangat suka memeluk
erat-erat anaknya yang masih TK, dengan bonus kecupan
di kening.
(dikutip dari cerpen Pelukan karya Zainal Masdar)

c. Komplikasi
Tahap komplikasi adalah ketika konflik muncul dan para
tokoh mulai bereaksi terhadap konflik, kemudian konflik
meningkat.
Untuk lebih jelasnya, perkatikanlah kutipan cerpen Pelukan
karya Zainal Masdar di bawah ini!

Di panti asuhan yang ia huni, untuk mendapatkan


sebuah pelukan, beberapa balita harus menangis terlebih
dahulu, hingga ibu pengasuh datang dan kemudian
mendiamkannya dengan pelukan. Tapi Hardi sudah masuk
SD, dan hampir kelas dua, ia merasa malu jikalau harus
menangis. Ia terngiang kata Bu Guru di TK, setelah masuk
SD seorang anak, apalagi anak laki-laki, tidak boleh
menangis. Lagi pula, menangis bukan perkara mudah.
Pernah sekali ia mencoba mencubit pahanya sendiri
sampai merah, tapi ia tetap tidak bisa menangis. Sejak itu,
Hardi bertekad, ia ingin mendapatkan pelukan dengan cara
yang lain.

Cerita Pendek
17
a. Klimaks
Klimaks adalah konflik yang sudah mencapai puncaknya.
Klimaks merupakan tahapan tertinggi di dalam cerita.
Perhatikanlah klimaks cerita dalam cerpen Pelukan karya Zainar
Masdar berikut ini!

Di antara 30 anak, Hardi selesai paling pertama. Beberapa


anak mulai menyusul. Satu per satu, Bu Guru meneliti
tulisan anak-anak. Bu Guru berhenti agak lama ketika
membaca buku tulis milik Hardi.
“Hardi,” seru Bu Guru.
Hardi kaget. Apakah ia mendapatkan giliran pertama
untuk membaca di depan kelas?
“Coba bacakan ini, hobi dan cita-cita kamu, di depan, yang
keras.”
Hardi maju ke depan kelas dan mulai mengeja tulisannya
sendiri. Terbata-bata.
“Nama Hardian, alamat….”
“Stop, stop, baca hobi dan cita-citanya saja,” pekik Bu
Guru.
“Hobi saya…,” berhenti sejenak, “memeluk.”
Tawa-tawa anak sekelas meledak. Serentak.
“Siapa yang tertawa?” Bu Guru menggebrak meja, “Ayo
lanjutkan!” Bu Guru memelototi Hardi.
Dengan suara terlunta, Hardi melanjutkan bacaannya,
“Cita-cita saya… ingin dipeluk.”
Alunan tawa kembali menggelegar. Gempar.
“Diam!” Bu Guru kembali menggebrak meja, sebelum
kembali memelototi Hardi, “Apa ini maksudnya, hobi kok
aneh, memeluk, cita-citamu malah lebih aneh, dipeluk.
Apa ini maksudnya? Mau melucu? Mau cari perhatian?”

e. Penyelesaian
Setelah klimaks maka ada suatu penyelesaian terhadap konflik
yang terjadi sehingga konflik tersebut terpecahkan. Penyelesaian
konflik di dalam cerita dapat kamu lihat dalam kutipan cerpen
Pelukan karya Zaina Masdar berikut ini.

Terlebih tentang cita-cita yang ditawarkan Bu Guru,


sama sekali tak ada yang menggiurkan. Keinginannya
cuma satu, cita-citanya cuma satu; dipeluk. Lebih

Cerita Pendek
18
jelasnya dipeluk Bu Guru. Tapi, setelah kejadian
menjengkelkan itu, serta merta cita-citanya berubah: ia
ingin dipeluk siapa pun yang penting bukan Bu Guru. Ia
sudah terlanjur membenci Bu Guru.

f. Amanat atau Pesan Moral


Pengarang biasanya memberikan amanat atau pesan moral di
dalam ceritanya, baik itu pesan yang tersurat maupun tersirat.
Nah, perhatikanlah kutipan cerpen Pelukan karya Zainar Masdar
di bawah ini! Bagaimanakah cara pengarang melukiskan pesan
moralnya?

Pikiran Hardi semakin ke mana-mana. Bukankah ia


tinggal di panti asuhan? Tanpa ibu, tanpa ayah, tanpa
keluarga yang sebenarnya. Dan itu artinya, takkan pernah
ada orang yang mau untuk ia peluk atau memeluknya.
Menyadari hal itu, Hardi semakin sedih. Masa iya, aku
harus memeluk tubuhku sendiri, batinnya. Hatta, berulang
kali Hardi mencoba menyilangkan kedua tangan untuk
memeluk tubuhnya sendiri, namun tetap saja, kedua
tangannya tak cukup panjang untuk tubuhnya.
Bagaimanapun, seseorang memang tak pernah bisa
memeluk tubuhnya sendiri, ia tetap butuh orang lain.
Sampai matanya terlelap, Hardi masih bertanya-tanya,
adakah seseorang yang sudi memeluknya?

Pesan moral dari cerpen tersebut adadalah setiap manusia


membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Sikap anak kecil
bernama Hardi yang begitu merindukan pelukan memberikan
pesan kepada orang tua untuk selalu memberikan kasih sayang
kepada anak-anaknya.

5. Penggunaan Bahasa
Dalam penceritaanya, cerpen mempunayi ciri-ciri bahasa
sebagai berikut:
a. Memuat kata-kata sifat untuk mendeskripsikan
pelaku/tokoh, penampilan fisik, atau kepribadiannya.
b. Memuat kata-kata keterangan untuk menggambarkan
latar (tempat, waktu, suasana sosial)
c. Memuat kata kerja yang menunjukkan peristiwa-peristiwa
yang dialami para pelaku
d. Memuat sudut pandang pengarang atau point of view.

Cerita Pendek
19
6. Langkah-langkah Menyusun Cerita Pendek
Membaca karya sastra akan membuat pikiran kita terhibur.
Selain itu, orang yang senang membaca karya sastra (cerpen) akan
memiliki perasaan yang halus. Banyak sekali teladan yang bisa
didapatkanan dari karya sastra. Nah, sudah berapa banyakkah
cerpen yang kamu baca?
Selain menjadi pembaca, ada baiknya jika kamu bisa menulis
cerpen. Pengalaman yang kamu dapatkan setelah membaca
beberapa cerpen bisa menuntunmu menemukan ide-ide untuk
menulis cerpen. Kamu pun bisa melihat cara penulis menyusun
ceritanya. Jadi, kemampuan menulis cerpen bisa kamu miliki jika
kamu senang membaca cerpen.
Ada beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk menulis
sebuah cerpen. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Menemukan bahan untuk menulis cerpen dari berbagai


sumber (pengalaman pribadi, pengalaman orang lain, berita
televisi, koran, majalah, dan lain-lain)
b. Mengembangkan garis besar kerangka/alur cerpen
c. Menulis pembuka cerpen (orientasi/perkenalan tokoh dan
peristiwanya)
d. Menghidupkan tokoh dengan dialog
e. Mengembangkan alur untuk menghidupkan cerita
f. Menulis penyelesaian.

Untuk memahami langkah-langkah menyusun teks cerpen,


berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

1) Menemukan Bahan
Bahan yang paling mudah didapatkan ketika akan menulis
cerpen adalah pengalaman. Pengalaman, bisa dari pengalaman
pribadi yang kamu alami sendiri, yang kamu lihat, dan yang kamu
dengar atau dari pengalaman orang lain. Intinya, ketika kamu
berniat ingin menulis cerpen, inspirasi untuk menulis itu bisa kamu
korek dari pengalaman. Yang pasti jika ada kemauan di situ pasti
ada jalan.
Selanjutnya, kamu juga bisa menemukan bahan untuk menulis
cerpen dari majalah, berita di televisi, acara-acara seperti acara
jalan-jalan dan kuliner di televisi. Bahan untuk menulis cerpen itu

Cerita Pendek
20
ada di mana-mana. Misalnya, ada acara di televisi yang
menayangkan keindahan hutan pedalaman di Kalimantan. Hutan
yang masih hijau dan rimbun, dihuni oleh berbagai jenis satwa, baik
buas maupun tidak. Kamu bisa mengambil latar seperti itu untuk
ceritamu.

Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!


”Kampungku bernama Kampung Rumbi. Terletak di ujung
Sumatera di pedalaman semak belukar. Jika kau ingin
mencarinya di peta, pastilah kau tidak akan menemukannya.
Kampungku bertapa dalam hening di hutan belantara. Jauh
dari kebisingan kota. Apalagi teknologi canggih. Orang-orang
di kampungku lahir dan mati di sana. Tak pernah pergi ke
mana-mana.”
(dikutip dari cerpen Kampung Rumbi karya Winda Sevni Yenti)

Kutipan cerpen tersebut menggambarkan keadaan


kampung yang berada di pedalaman hutan Sumatera. Penulis
boleh mengambil inspirasi dari sumber atau bahan yang
didapatkan tetapi jangan pernah menirunya seratus persen. Penulis
harus bisa mengembangkan imajinasinya untuk membuat
ceritanya bahkan lebih bagus dari bahan yang didapat. Kamu
pasti bisa melakukan yang lebih baik ketika mencari bahan untuk
menulis cerpen bukan?

2) Mengembangkan Kerangka Cerpen


Langkah kedua yang harus dilakukan ketika akan menulis atau
menyusun cerpen adalah membuat garis besar atau kerangka
cerpen. Setelah itu mengembangkan kerangka cerpen tersebut
menjadi cerita yang utuh.
Kerangka cerpen adalah garis besar cerita yang akan disusun.
Kerangka ini berupa siapa tokoh cerita, kejadian apa saja yang
akan terjadi di dalam cerita, bagaimana tokoh-tokohnya melewati
kejadian tersebut, nasib apa yang dialami oleh tokoh cerita ketika
menghadapi kejadian tersebut, dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah kerangka cerita pendek
berikut ini!
Cerita yang akan ditulis mengenai kisah persahabatan
seorang perempuan dan seorang laki-laki. Sebelum mengenal laki-
laki itu sebagai sahabatnya, perempuan ini selalu bersedih karena
tidak memiliki ayah. Ia hidup berdua dengan ibunya di sebuah

Cerita Pendek
21
kontrakan. Ketika sedang berjualan bersama ibunya, perempuan
ini bertemu dengan seorang laki-laki yang seumuran dengannya.
Akhirnya, laki-laki itu menjadi temannya dan selalu membantunya
ketika perempuan itu mengalami kesulitan. Mereka berangkat
sekolah bersama, pulang bersama, dan belajar bersama. Lama
kelamaan perasaan yang lebih dari sahabat mengisi hati
perempuan itu. Tetapi tepat pada saat itu pula, mereka harus
dipisahkan oleh keadaan yang tak pernah disangka-sangka
sebelumnya. Ternyata laki-laki itu adalah anak tiri ayah si
perempuan itu. Di sinlah konflik mulai memuncak, dan penulis bisa
menyelesaikan atau bahkan menyudahi tulisan untuk membuat
kesan yang dramatik pada cerita.

3) Menulis Orientasi Cerpen


Orientasi adalah tahap perkenalan tokoh dan latar. Pada
orientasi dijelaskan tokoh dan kejadian yang akan terjadi. Penulis
bisa memulai dengan dialog untuk mempertegas kesan cerita. Bisa
juga dengan deskripsi latar.

Perhatikanlah kutipan cerpen di bawah ini!


SEBELUM peristiwa malam itu—yang akan kuceritakan nanti,
Idang dikenal sebagai perempuan kurang waras. Kerap
mengamuk kesurupan, dan meracau menceritakan tentang
mimpi-mimpinya yang aneh. Kepada orang-orang ia sering
mengatakan, “Ada ular-ular besar menyusup dalam mimpiku.
Ular itu bukan mimpi, tapi ular yang menyusup dalam mimpiku.
Dalam mimpi juga aku sering bertemu Ayah.”
Idang memang tak seperti kebanyakan perempuan lainnya
yang hidup di pegunungan Meratus. Ia suka memanjat pohon,
hal yang hanya pantas dan perlu kekuatan seperti dimiliki anak
laki-laki. Ia juga kerap melakukan perjalanan sendiri ke hutan-
hutan terdalam, hutan-hutan terlarang.
(dikutip dari cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly)

Orientasi cerpen di atas terdiri dari perkenalan tokoh dan


kejadian yang dialami tokoh. perkenalan ini akan membawa
pembaca menuju isi cerita yang menyajikan konflik.

Cerita Pendek
22
1) Menghidupkan Cerita dengan Dialog
Agar cerita terkesan seperti tulisan artikel populer, penulis harus
menghidupkan tulisan dengan dialog. Maksudnya adalah mengisi
cerita dengan dialog antar tokoh cerita.
Perhatikan lah dialgo antar tokoh dalam kutipan cerpen di
bawah ini!
Tapi malam itu, Idang, seorang perempuan muda yang
dianggap gila, menyeruak ke tengah-tengah upacara. Menari-
nari, menyanyi, merapalkan mantra-mantra yang sebelumnya
tidak pernah dibaca para balian.
“Ini menyalahi adat. Tidak pernah ada seorang perempuan,
apalagi perempuan itu dianggap gila, bisa menjadi seorang
balian. Ini alamat mendatangkan bencana,” ucap seorang
lelaki tua di warung kepada dua lelaki yang lebih muda. Aku,
yang meski berseberangan meja dengan mereka, masih dapat
mendengarkan ucapan itu.
“Tapi ia telah berhasil menyembuhkan anak itu,” sahut
salah satu lelaki muda sembari mengisap rokok.
“Betul, Pak. Saya ikut menyaksikan malam itu,” timpal yang
seorang lagi setelah meneguk kopi hitamnya.
Dengan wajah agak memerah, orang tua itu berucap,
“Kalian anak muda ini, tahu apa kalian tentang balian. Kalian
lihat saja nanti, hutan dan kampung kita ini nantinya akan
ditimpa bencana. Dan itu karena perempuan gila yang hendak
menjadi balian.” Setelah membayar kopinya, lelaki tua itu pun
pergi meninggalkan warung sambil menggerutu, “Celaka…
celaka… celaka.”
(dikutip dari cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly)

Dengan dialog tokoh dalam cerita seakan-akan hidup. Melalui


dialog penulis bisa melanjutkan cerita dan peristiwa. Jadi, cerita
lebih hidup dengan tokoh yang juga hidup seperti manusia pada
umumnya, berinteraksi dengan manusia lainnya yang
digambarkan dengan dialog.

5) Mengembangkan Alur
Setelah membuat kerangka cerita dan mengembangkannya,
penulis harus merangkai dialog tokoh agar tokoh hidup. Setelah itu
penulis perlu mengembangkan alur cerita. Pengembangan alur
cerita bisa berangkat dari awal perstiwa menuju konflik, klimaks
dan penyelesaian. Bisa juga dimulai dengan klimaks di awal cerita
kemudian dilanjutkan dengan sebab terjadinya klimaks tersebut
dan penyelesaiannya. Pola pengembangan alur menjadi daya
estetis tersebdiri bagi sebuah cerpen.

Cerita Pendek
23
Perhatikanlah kutipan cerpen berikut ini!
AKU menikahi Manusia Es.
Pertama bertemu dengannya di sebuah hotel di ski resort,
tempat paling sempurna untuk menemukan Manusia Es,
memang. Lobi hotel begitu riuh dengan anak muda, tapi
Manusia Es duduk sendiri di kursi sudut yang letaknya paling
jauh dari perapian, diam membaca buku sendirian. Meski
sudah hampir malam, tapi cahaya dingin pagi awal winter
terlihat berpendar mengitarinya.
“Lihat! Itu si Manusia Es,” bisik temanku.
Waktu itu, aku sungguh tak tahu makhluk apa itu Manusia
Es. Temanku juga. “Dia pasti terbuat dari es. Itu sebabnya
orang-orang menyebutnya Manusia Es.” Temanku mengatakan
hal tersebut dalam nada serius seolah dia sedang
membicarakan hantu atau seseorang dengan penyakit menular.
(dikutip dari cerpen Manusia Es karya Haruki Murakami)

7) Menulis Penyelesaian
6)
Langkah terakhir dalam menyusun cerpen adalah menulis
penyelasaian. Penyelesaian adalah jalan yang diambil tokoh atau
tindakan yang dilakukan tokoh untuk menyelesaian konfliknya.
Penyelesaian ditulis dengan bagus sehingga menyaran bagi
pembaca. Artinya, pembaca hendaknya merasa penasaran dengan
akhir cerita tersebut.

Perhatikanlah akhir dari cerita berikut ini!


Selama perjalanan meninggalkan kampung di pinggiran
hutan pegunungan Meratus itu, benakku terus dihantui cerita
tentang Idang perempuan balian, dan lelaki tua di warung yang
mengabarkan akan datang bencana di kampung dan hutan
mereka.
Entah, makna apa yang harus aku pahami. Namun aku tahu,
sebentar lagi hutan tak jauh dari kampung itu akan dibongkar
oleh sebuah perusahaan besar untuk mengeruk emas hitam dari
perutnya. (*)
(dikutip dari cerpen Perempuan Balian karya Sandi Firly)

Demikianlah langkah-langkah menyusun cerita pendek yang


bisa diterapkan untuk memulai menulis. Penulis yang baik adalah
penulis yang memulai menulis dengan membaca karya (cerpen)
orang lain. Apalagi jika karya yang dibaca adalah tulisan seorang
yang sudah mumpuni. Tentu tulisan yang dihasilkan akan bagus
pula.

Cerita Pendek
24
C. RANGKUMAN

Cerpen adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu


yang di dalamnya terjadi konflik antartokoh atau dalam diri tokoh
itu sendiri dalam latar dan alur.
Fungsi cerpen ada lima, yaitu (1) fungsi rekreatif, (2) fungsi
didaktif, (3) fungsi estetis, (4) fungsi moralitas, dan (5) fungsi religius.
Unsur cerpen ada dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur intrinsik cerpen ada tujuh, yaitu: (1) tema, (2) tokoh
dan penokohan, (3) alur atau plot, (4) gaya (style), (5) setting atau
latar, (6) point of view dan (7) suasana (mood dan atmosphere).
Sedangkan unsur ekstrinsik novel ada dua, yaitu (1) latar belakang
sosio budayadan (2) aspek psikologis.
Struktur isi cerita pendek ada enam, yaitu: (1) judul, (2)
perkenalan, (3) komplikasi, (4) klimaks, (5) penyelesaian, dan (6)
amanat atau pesan moral.
Ciri bahasa cerpen ada empat, yaitu: (1) memuat kata-kata
sifat, (2) memuat kata-kata keterangan, (3) memuat kata kerja,
dan (4) memuat sudut pandang.
Langkah-langkah menusun cerpen adalah sebagai berikut: (1)
menemukan bahan untuk menulis cerpen, (2) mengembangkan
garis besar cerita, (3) menulis pembuka cerpen, (4) menghidupkan
tokoh dengan dialog, (5) mengambangkan latar, dan (6) menulis
penyelesaian.

Cerita Pendek
25
D. EVALUASI

Bacalah cerpen di bawah ini kemudian kerjakanlah latihannya di


buku latihanmu secara berpasangan!

Serpihan di Teras rumah


Karya Zaidinoor

TANGAN keriputnya bergetar saat menorehkan pisau pada batang


pohon yang hanya sebesar lutut orang dewasa itu. Setelah torehannya
hampir melingkari batang, titik-titik cairan kental putih muncul pada
bekas goresan pisaunya. Getah mengalir lamban menuju susudu.
Kemudian tetes demi tetes jatuh ke dalam tempurung.
Ini adalah pohon karet terakhir dari enam belas batang yang
disadap Ni Siti, dan matahari sudah lebih dari duduk di atas kepala.
Setelah membersihkan pisau sadapnya, Ni Siti duduk di samping
tangkitan yang diletakkannya tak jauh dari batang karet terakhir tadi.
Ni Siti ingin istirahat sebentar sebelum pulang sambil menunggu
getah karet terkumpul di tempurung. Dengan istirahat sebentar, ia
berharap bisa mengumpulkan tenaga guna memungut ranting yang
bisa didapat sepanjang tepian jalan pulang. Di rumah, kayu bakar
sudah hampir habis.
Menyadap karet akhir-akhir ini terasa sangat melelahkan. Padahal
sewaktu Kai Rustam sang suami masih hidup, sebelum matahari
muncul pohon karet keenam belas telah selesai disadap. Pulang ke
rumah, menanak nasi, sarapan dan sekitar pukul setengah sembilan,
saat mereka kembali ke kebun karet tempurung telah penuh dengan
getah karet yang masih cair.

Cerita Pendek
26
Namun sekarang semua telah berubah. Seorang diri, Ni Siti
membutuhkan waktu lebih lama untuk menyadap semua pohon karet.
Ni Siti tak pernah lagi mendapati getah cair dalam tempurung. Getah
itu telah beku sebelum Ni Siti kembali untuk mengumpulkannya.
Bagi Ni Siti, sebenarnya beku atau tidak karet itu bukanlah
masalah penting. Yang jadi masalah baginya adalah dalam dua tahun
terakhir ini, sejak suara mesin yang meraung-raung, kadang
berdentum di sebelah barat kebun karetnya, tempurung-tempurung
tempat menetesnya getah tak pernah penuh lagi. Sejak hampir tiap hari
truk-truk besar melintas di jalan depan rumah atap rumbianya, rata-
rata tiap batang karetnya hanya menghasilkan seperempat tempurung
getah. Sejak pohon rambutan depan rumahnya digantikan tong besar
yang katanya tempat air bersih itu, penghasilan Ni Siti yang sudah
sedikit bertambah cekat.
Ah… pohon rambutan itu. Masih jelas terbayang di benak Ni Siti,
bagaimana Rustam tergopoh-gopoh membawa bibit pohon yang baru
dibelinya di pasar Sajumput. “Ding, ini bibit rambutan Batuk, akan
kutanam di halaman kita. Kalau sudah tumbuh, daunnya sangat
rindang, sangat cocok untuk tempat bahanup. Anak-anak pasti suka
bermain di bawahnya,” kata Rustam menjelaskan.
“Apalagi kalau sudah berbuah, pasti tambah banyak anak-anak
yang bermain sambil memetik buahnya,” sambung Rustam. Sang istri
tersenyum, ia tahu keinginan suaminya itu adalah agar ia bisa melihat
anak-anak setiap hari. Maklum, setelah dua puluh tahun menikah,
mereka sadar bahwa salah satu dari mereka tamanang. Mereka harus
mengubur harapan mereka untuk memiliki anak. Dengan melihat
anak-anak setidaknya bisa sedikit menghibur.
Setelah menanam, dengan tekun sang suami merawat bibit itu.
Hingga bibit itu tumbuh seperti yang diharapkan. Dan benar saja,
hampir tiap sore anak-anak bermain di bawahnya. Halaman Ni Siti
pun tak pernah sepi dari anak-anak. Hampir tiap hari pula Ni Siti dan
suaminya duduk di teras rumah, memperhatikan anak-anak yang
sedang bermain. Kadang mereka berdua ikut bercanda bersama anak-
anak.
Mengingat hal itu, bibir keriput Ni Siti tersungging. Setelah
suaminya tiada, satu-satunya hal yang meredam keinginan Ni Siti
untuk dekat dengan sang suami adalah dengan duduk di teras, dan
memandang pohon rambutan itu.

Cerita Pendek
27
Sekarang, pohon itu telah digantikan dengan tong besar warna
biru yang katanya tempat air bersih. Tiga bulan lalu, Ni Siti didatangi
pembakal bersama beberapa orang dengan membawa tong besar. Di
tong itu tertera sebuah logo dan tulisan. Ni Siti yang tak bisa membaca
merasa tak perlu menanyakan arti gambar dan tulisan apa itu.
“Desa kita ini kekurangan air bersih, tong ini untuk menampung
air bersih,” kata Pembakal.
“Saya harus bayar berapa?” tanya Ni Siti lugu.
“Tak perlu bayar, ini merupakan kemurahan hati orang-orang
yang lalu lalang di desa kita.”
“Ini sudah kesepakatan seluruh warga desa dengan orang-orang
itu.” Pembakal menambahkan.
Sebenarnya Ni Siti ingin menanyakan lebih lanjut kenapa desanya
dikatakan kekurangan air bersih. Padahal sumur kecil di belakang
rumah Ni Siti tak pernah kering, sekalipun kemarau manahun. Namun
mendengar itu sudah menjadi kesepakatan warga desa, Ni Siti tak
ingin—dan juga memang tak bisa—berdebat.
Tong itu terlalu besar dan halaman Ni Siti tak terlalu luas, alhasil
pohon rambutan yang telah ditanam Kai Rustam pun ditebang. Anak-
anak tak pernah lagi bermain di halaman Ni Siti. Dan Ni Siti
kehilangan sesuatu yang bisa membuatnya merasa dekat dengan sang
suami.
***
Matahari kian tinggi, Ni Siti dengan lamban bangkit dari
duduknya. Diambilnya tangkitan, kemudian talinya dikaitkan di
kepala. Di kejauhan, dari arah jalan desa, di antara deru mesin
terdengar klakson truk yang menyalak-nyalak. “Tampaknya truk-truk
itu melintas lagi,” pikir Ni Siti.
Ni Siti memperhatikan susudu, masih ada getah yang menetes
jatuh ke tempurung. Berarti ia punya waktu beberapa jam untuk
kembali ke rumah sebelum baputik.
Setelah mendengar iring-iringan truk tadi, hanya satu yang ada
dalam benak wanita tua itu. Ia harus membersihkan halamannya dari
debu yang disemburkan roda-roda truk tersebut. Kadang-kadang debu
itu bercampur dengan serpihan hitam berbagai ukuran, dari seukuran
kerikil sampai sebesar kepalan tangan. Kadang-kadang pula semburan
serpihan itu terlempar sampai ke teras rumahnya.

Cerita Pendek
28
Ni Siti tak tahu banyak tentang serpihan hitam itu. Satu-satunya
yang ia ketahui adalah bahwa untuk mendapatkan serpihan hitam itu,
orang yang lalu lalang di desanya menggali lubang-lubang besar
dengan alat-alat bak raksasa di sebelah barat kebun karetnya.
Mungkin air dari berbagai tempat mengumpul di lubang-lubang
bekas galian itu. Sehingga air di sebelah barat tak lagi mengalir ke
kebun karet Ni Siti. Sedang air dari kebun karetnya mengalir menuju
lubang. Karet-karet Ni Siti pun kekurangan air. Dan sampai kapan hal
ini berlangsung?… Wanita renta itu tak pernah tahu. Ni Siti hanya
ingin pulang dan menyapu terasnya. (*)

Keterangan:
Susudu: benda, sesuatu—biasanya daun—untuk mengarahkan tetes getah ke tempurung.
Tangkitan: Sejenis bakul, biasanya terbuat dari anyaman bambu. Digunakn dengan cara
mengaitkan talinya yang terbuat kulit pohon ke kepala. Orang Banjar hulu sungai biasa
menggunakannya untuk membawa bekal meladang dan mengangkut kayu bakar.
Sajumput: Secuil, sedikit. Pasar Sajumput artinya pasar dengan sedikit pembeli dan pedagang
Ding: Dik, Adik.
Bahanup: Berteduh, bernaung
Tamanang: Mandul
Manahun: Lama, sangat lama. Bertahun-tahun
Baputik: Memanen getah karet

Kerjakanlah latihan di bawah ini berdasarkan cerpen yang berjudul


Serpihan di Teras rumah karya Zaidinoor!

1. Isilah tabel di bawah ini dengan unsur intrinsik cerpen,


pengertian unsur intrinsik, dan kutipan dari cerpen yang
menunjukkan unsur tersebut!
No. Unsur Intrinsik Pengertian Kutipan dari Cerpen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Cerita Pendek
29
4.
2. Isilah tabel di bawah ini dengan benar!
No. Struktur Isi Cerpen Kutipan
1.
2.
3.
4.
5.
6.

5.
3. Tunjukkanlah ciri-ciri bahasa cerpen Serpihan di Teras Rumah
karya Zaidinoor!

KEPUSTAKAAN

Firly, Sandi. 2003. Lampau. Jakarta: Gagas Media.


Kurniawan. Heru dan Sutardi. 2012. Penulisan Sastra Kreatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Priyatni, Endah Tri. 2012. Membaca Sastra dengan Ancangan
Literasi Kritis. Jakarta: Bumi Aksara.

Cerita Pendek
30
Cerita Pendek
31
Cerita Pendek
32

Anda mungkin juga menyukai