Anda di halaman 1dari 21

KELOMPOK IV: Adelia, Farrel, Naura, Sharfina, Zahra.

Perlawanan Indonesia terhadap Belanda

Perlawanan Pattimura di Maluku


Perlawanan Pangeran Diponegoro di Yogyakarta
Perlawanan Sultan Badarudin di Palembang
Perlawanan Imam Bonjol di Sumatera Barat
Perlawanan Patih Ketut Jelantik di Bali
Perlawanan Pangeran Antasari di Banjar
Perlawanan Sisingamangaraja XII
Perlawanan Rakyat Aceh
Kenapa bisa terjadi perlawanan Indonesia
Kepada Kolonial Belanda?

Jadi, Belanda datang ke indonesia pertama kali pada tahun 1596, Di bawah
pimpinan Coernelis de Houtman dan berhasil mendarat dipelabuhan banten.
pada awalnya Belanda datang ke Indonesia hanya untuk berdagang. Namun
kedatangan Belanda diusir penduduk pesisir Banten karena mereka bersikap
kasar dan sombong. Belanda datang lagi ke Indonesia dipimpin Jacob van Heck
pada tahun 1598. Belanda berhasil mengusai berbagai wilayah yang ada di
Indonesia salah satunya adalah dengan menggunakan strategi Devide et Impera
(adu domba). Belanda membela salah satu pihak yang bersengketa kemudian
mengambil keuntungan dari konflik internal dalam sebuah wilayah. Kemudian
Belanda memaksa untuk memonopoli perdagangan yang ada di Indonesia.
Perlawanan pattimura di maluku
Perlawanan rakyat maluku kepada belanda dilatarbelakangi ketidakinginan mereka akan kedatangannya
kembali belanda di wilayah tersebut. Pada tahun 1810-1816, hindia belanda, termasuk maluku dikuasai oleh
inggris. Pada masa pemerintahan inggris, beberapa ketentuan pada masa VOC tidak lagi ditegakan,
contohnya seperti praktik monopoli dagang terutama cengkih dan kerja rodi.
Pada tahun 1817, belanda kembali berkuasa di maluku aturan-aturan yang ditiadakan diberlakukan kembali,
seperti kerja paksa dan monopoli perdagangan cengkih. Rakyat Maluku juga diwajibkan untuk menyediakan
perahu (orambai) guna memenuhi keperluan administrasi dan militer Belanda tanpa diberi bayaran.
Faktor yang melatarbelakanginya:
• Semakin diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan
• Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan guru untuk
menghemat anggaran.
• Rakyat dipaksa menyediakan garam, ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal perang Belanda yang berlabuh
di Ambon.
• Menurunkan harga hasil bumi
• Adanya paksaan untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku.
• Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas yang menggantikan uang loga, sehingga semakin
mempersulit kehidupan rakyat.
• Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van den Berg.
Berakhirnya perlawanan pattimura
Tokoh Perlawanan
Pada 4 Juli 1817 Overste de Groot berangkat menuju Saparua dengan tugas : rakyat Maluku
menjalankan vandalisme. . Belanda juga melancarkan politik pengkhianatan terhadap 1. Kapitan Pattimura
Kapiten Pattimura dan para pembantunya. 2. Kapitan Paulus Tiahahu
Pada 11 November 1817 Letnan Pietersen berhasil menyergap Kapiten Pattimura dan 3. Martha Christina Tiahahu

Philips Latumahina saat berada di Siri Sori. disebutkan bahwa Kapiten Pattimura
dikhianati oleh raja Booi dari Saparua. Ia membocorkan informasi tentang strategi
Perang Pattimura dan rakyat Maluku sehingga Belanda dengan mudah mampu
merebut kembali Saparua. perlawanan yang gigih membuat gerbernur ambon
terpaksa meminta pasukan dari batavia maupun daerah lain. Dengan adanya bantuan
itu, Pattimura, yang awalnya unggul, mulai terkepung. Pada 16 Desember 1817,
Kapitan Pattimura pun hukum mati dengan cara digantung di depan Benteng Nieuw
Victoria, Kota Ambon.

Martha Tiahahu Merupakan salah satu tokoh perempuan


dalam perlawanan rakyat maluku, dan beliau juga merupakan
anak sulung dari Kapitan Tiahahu
Perlawanan pangeran Diponegoro di Yogyakarta
Perang diponegoro pada tahun 1825-1830 merupakan salah satu perang
besar yang dihadapi belanda. Perlawanan berpusat di selarong hingga
kesultanan yogyakarta dan pantai utara jawa tengah.

Timbulnya perang ini karena ada campur tangan belanda dalam urusan
politik kerajaan yogyakarta. Dan belanda memasang patok-patok jalan
yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro. Dan ulah Belanda
inilah yang memancing kemarahan Pangeran Diponegoro dan rakyat
setempat. kemudian patok tersebut dicabut oleh pengikut Diponegoro
dan mengganti patok-patok tersebut dengan tombak sebagai tanda
pernyataan perang terhadap Belanda.

Pangeran Diponegoro melancarakan strategi perang melawan Belanda


selama lima tahun. Ia menggunakan taktik gerilya dengan melakukan
pengelabuan, serangan kilat, dan pengepungan tak terlihat.
Sedangkan untuk melawan dan mengalahkan pasukan
Diponegoro, Belanda yang dipimpin oleh Jenderal Hendrik De
Kock meminta bantuan pasukan sumatra barat dan menggunakan
taktik bentengstelsel yaitu mendirikan benteng di setiap daerah
yang dikuasai dan dihubungkan dengan jalan agar komunikasi
serta pergerakan pasukan bergerak lancar dan berhasil
mempersempit ruang gerak perlawanan pangeran diponegoro.

Pada tahun 1830 pemerintah kolonial belanda menggunakan tipu


muslihat dan mengajak pangeran diponegoro berunding. Dan
ketika pangeran diponegoro datang ia di tangkap dan di
asingkan di manado. Dan belanda memenangkan perang namun
dengan kerugian yang besar karena menguras biaya dan tenaga.
Pangeran diponegoro pun wafat pada 8 januari 1855.
Perlawanan sultan badaruddin di palembang

Latar belakang munculnya perlawanan sultan badarudin adalah keinginan belanda


untuk menguasai palembang yang letaknya strategis dan pertambangan di pulau
Bangka Belitung yang menimbulkan ancaman bagi kesultanan Palembang. Sultan
badarudin memimpin perlawanan terhadap pemerintahan kolonial belanda dengan
menyerang benteng pertahanan belanda. Ketika terjadinya pergantian kekuasaan
akibat perjanjian Tuntang 1811, kedudukan Belanda digantikan oleh inggris. Sultan
badaruddin terua melakukan perlawanan terhadap inggris. Perlawanan sultan
badaruddin terhadap inggris berakhir setelah adanya konvenai London 1814. Belanda
memperoleh kembali tanah jajahan, termasuk palembang. Pemerintah kolonial Belanda
mempersiapkan diri untuk menghadapi perlawanan sultan Badaruddin. Pada tahun
1818, sultan badarudin ditangkap Belanda dan diasingkan dari ternate.
Perlawanan Imam Bonjol di Sumatra Barat

Perang Padri merupakan perang yang


dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol
melawan pemerintah kolonial Belanda.
Perang ini dikenal dengan nama perang
Kaum Adat adalah kelompok
padri karena berawal dengan adanya masyarakat yang menjunjung
tinggi nilai-nilai tradisi dan adat
konflik internal antara Kaum Padri dengan istiadat yang diwarisi oleh nenek
moyang mereka. Sedangkan
Kaum Adat terkait pemurnian agama Islam kaum Padri adalah sekelompok
masyarakat yang menegakkan
di wilayah Minangkabau, Sumatra Barat. syariat Islam dalam tatanan
masyarakat di Minangkabau.
1. Konflik internal antara kaum padri dan kaum adat. Kaum
Padri menganggap kaum adat meskipun beragama Islam,
mereka masih melakukan hal-hal yang dilarang dalam
agama Islam, seperti berjudi, dan mabuk-mabukan. Kaum
padri berniat untuk memperbaiki kondisi tersebut.
2. Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan konflik
tersebut dengan memberi bantuan kepada kaum adat
dalam menghadapi kaum padri.
3. Akhirnya, kaum adat menyadari bahwa pemerintah
kolonial Belanda hanya memanfaatkan konflik internal
dan kaum adat sendiri untuk menguasai wilayah Sumatra
bagian barat.
Jalannya Perang Padri
1. Tahap I, tahun 1803 – Ciri perang tahap pertama ini adalah murni perang saudara dan belum ada campur
tangan pihak luar, dalam hal ini Belanda. Perang ini mengalami perkembangan baru saat kaum Adat
meminta bantuan kepada Belanda. Sejak itu dimulailah Perang Paderi melawan Belanda.
2. Tahap II, tahun 1822 – Tahap ini ditandai dengan meredanya pertempuran karena Belanda yang makin
melemah berhasil mengadakan perjanjian dengan kaum Paderi. Pada tahun 1825, berhubung dengan adanya
perlawanan Diponegoro di Jawa, pemerintah Hindia Belanda dihadapkan pada kesulitan baru. Kekuatan
militer Belanda terbatas, dan harus menghadapi dua perlawanan besar yaitu perlawanan kaum Paderi dan
perlawanan Diponegoro. Oleh karena itu, Belanda mengadakan perjanjian perdamaian dengan Kaum
Paderi. Perjanjian tersebut adalah Perjanjian Masang (1825) yang berisi masalah gencatan senjata di antara
kedua belah pihak. Setelah Perang Diponegoro selesai, Belanda kembali menggempur kaum Paderi di bawah
pimpinan Letnan Kolonel Ellout tahun 1831. Kemudian, disusul juga oleh pasukan yang dipimpin Mayor
Michiels.
3. Tahap III, tahun 1832 – Perang pada tahap ini adalah perang semesta rakyat Minangkabau mengusir
Belanda. Sejak tahun 1831 kaum Adat dan kaum Paderi bersatu melawan Belanda yang dipimpin oleh
Tuanku Imam Bonjol.
Berakhirnya Perlawanan
Rakyat Padang
Pada tanggal 16 Agustus 1837 jam 8 pagi, Bonjol secara keseluruhan
diduduki Belanda. Tuanku Imam mengungsi ke Marapak. Pertempuran
itu berakhir dengan penangkapan Tuanku Imam, yang langsung dibawa
ke Padang. Selanjutnya atas perintah Letkol Michiels, Tuanku Imam
diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat pada tahun 1838. Kemudian pada
tahun1839 dipindah ke Ambon. Tiga tahun kemudian dipindah ke
Manado sampai meninggal pada tanggal 6 November 1964 pada usia 92
tahun.
Adanya Perang Puputan (perang titik darah penghabisan) karena Belanda ingin menguasai Bali. Perang Puputan di
Pantai Buleleng, ini bermula karena pemerintah kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan hak tawan karang yang
berlaku di Bali dan dianggap merugikan Belanda, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil
kapal yang karam di perairannya juga seluruh isinya, Ucapan Patih Ketut Jelantik yang terkenal ketika itu ialah
"Apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup aku tidak akan mangakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Belanda
menawarkan perjanjian agar para Raja menghapus Hak Tawan Karang, banyak Raja yang terpengaruh rayuannya.
Tetapi kerajaan karangasem tidak terpengaruh melainkan tetap melanjutkan perlawanan terhadap Belanda.
Tokoh-tokoh perlawanan Kerajaan-kerajaan Bali:
1. Raja Buleleng I gusti Ngurah Made Karangasem
2. I Gusti Ketut Jelantik

Pada tahun 1844, Pantai Buleleng diblokade dan istana raja ditembaki meriam. Korbanpun berjatuhan hingga Belanda
berhasil menduduki satu per satu wilayah sekitar istana raja. Lalu I Gusti Made Karangasem menyiasati Belanda
dengan cara pura-pura menyerah. Tidak sampai disitu, I Gusti Ketut Jelantik tetap melanjutkan perlawanan ia
memindahkan tempat perlawanan ke daerah Jagaraga.

Pada 15 April 1849 Belanda kembali menyerang dan berhasil merebut dan menguasai Benteng Jagaraga. Lalu Raja pun
menyingkir ke daerah Karangasem untuk mencari perlindungan akan tetapi pada akhirnya mereka berdua
ditangkap dan terbunuh.
Benteng Jagaraga, adalah Saksi perjuangan rakyat banten melawan kolonial belanda
Perlawanan pangeran antasari di Banjar
Perang Banjar terjadi di wilayah Kesultanan Banjar, Kalimantan Selatan pada tahun
1859 hingga 1905. Tokoh perlawanan di banjar yaitu Pangeran Hidayatullah dan
Pangeran Antasari dari Kesultanan Banjar, dan Aling (Panembahan Muning).

Pada awal abad ke-17 bangsa Belanda datang ke Banjarmasin, hal ini melimpah
ruahnya penghasilan lada dan batu bara di Banjarmasin. Sejak itulah terjadi hubungan
dagang antara orang Banjar dengan Belanda. Pada perkembangan selanjutnya
Belanda memonopoli perdagangan lada bahkan ingin menguasai wilayah kerajaan
Banjar dengan politik devide et impera. .

Perang Banjar juga dilatarbelakangi oleh intervensi Belanda, hal ini tampak dalam
pertimbangan Belanda terhadap Tamjidillah sebagai Sultan Banjar pada tahun 1857.
Pengangkatan Tamjidillah menjadi Sultan Banjar ini telah melanggar surat wasiat yang
dibuat oleh Sultan Adam yang menginginkan Pangeran Hidayatullah untuk menjadi
Sultan ketika ia meninggal.
Perlawanan pangeran antasari di Banjar
Setelah Tamjidillah diangkat menjadi Sultan, maka timbul kericuhan di wilayah kerajaan
Banjar. Kericuhan itu merupakan reaksi masyarakat Banjar yang tidak akan suka menjadi
pertimbangan Tamjidillah menjadi Sultan. Pada tanggal 28 April 1859 Pangeran Antasari
memimpin rakyat Banjar untuk melakukan penyerangan terhadap Belanda di benteng
Oranye Nassau, saat itulah sejak Perang Banjar meletus. Dalam Perang Banjar ini
Pangeran Antasari tampil ke gelanggang perjuangan bahu membahu dengan pejuang
Banjar lainnya untuk menyelamatkan kerajaan dari tangan Belanda.

Pangeran Antasari mengucapkan sumpah Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing


berarti bahwa mimpi indah jika menyerah kepada Belanda, oleh karena itu perjuangan
harus sampai tercapai apa yang dicita-citakan yaitu tanah Banjar bebas dari paksaan.
Sumpah tersebut, bagi Pangeran Antasari dan pengikutnya merupakan suatu ikrar yang
harus ditaati. Pangeran Antasari juga sempat diangkat menjadi Sultan Banjar pada
tanggal 14 Maret 1862 dengan gelar Panembahan Kahlifatul Mu'minin. Meskipun pada
tahun tersebut Pangeran Antasari meninggal dunia.
Perlawanan ini disebabkan karena raja tidak senang dengan daerah
kekuasaannya yang diperkecil oleh pemerintah kolonial sebagai dampak
dari usaha Pax Netherlandica (upaya menyatukan wilayah kekuasaannya)
Belanda.

Belanda menginginkan wilayah Tapanuli menjadi wilayah kekuasaannya. Raja juga menolak adanya
misionaris yang mulai mengembangkan agama kristen. Pada Februari 1878 raja melancarkan serangan
kepada pos pasukan Belanda di Bahal Baru, dekat Tarutung, Tapanuli Utara. Pertempuran meluas hingga
ke beberapa daerah. tahun 1894, Belanda berusaha untuk menguasai Bakkara yang merupakan pusat
pemerintahan Kerajaan Batak sehingga membuat Raja Sisimangaraja XII harus melarikan diri beserta
pengikutnya ke Dairi Pakpak. tahun 1904, perlawanan mulai melemah Belanda berhasil memukul
mundur pasukan Raja Sisimangaraja XII. tahun 1907, Belanda menyerang dan menangkap Istri dan anak
dari Sisingamangaraja XII namun sang raja berhasil melarikan diri ke Simsim. Perlawanan berakhir
setelah Raja Sisingamaraja XII gugur dalam pertempuran pada tanggal 17 Juni 1907 di Hutan Simsim.
Perlawanan Rakyat Aceh
Penandatanganan Traktat Sumatra antara Inggris dan
Belanda pada tahun 1871 membuka kesempatan kepada
Belanda untuk mulai melakukan intervensi ke Kerajaan
Aceh. Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh
ketika Sultan Mahmud Syah menolak permintaan Belanda
agar Aceh mengakui kekuasaan Belanda di daerah tersebut.
pasukan belanda di bawah pimpinan jenderal J.H.R. Kohler
menyerang istana kesultanan Aceh di Kutaraja namun
berhasil digagalkan. Barulah pada serangan kedua, Jenderal
J. H .R. Kohler berhasil menguasai Kesultanan Aceh.
Latar Belakang Strategi Belanda
1. Keinginan Belanda untuk
1. Memblokade pelabuhan-pelabuhan
menjadikan Aceh sebagai bagian
Aceh.
dari Pax Neerlandica, seluruh
2. Menerapkan strategi penaklukan total
Nusantara dalam satu kekuasaan
dengan cara bergerak maju, menembak,
tapa ada intervensi bangsa asing dan membakar desa-desa.
lainnya. 3. Mengangkat panglima perang dari
2. Pelaksanaan politik pintu terbuka masyarakat Aceh sendiri.
di wilayah Aceh akan terhambat
jika rakyat Aceh masih terus Strategi Belanda ternyata belum berhasil.
Tokoh-tokoh pejuang Aceh menggunakan
melakukan perlawanan.
strategi berpura-pura menyerah, bekerja sama
3. Potensi Aceh sebagai daerah dengan Belanda, tetapi sebenarnya hanyalah
penghasil lada utama di dunia. untuk memperoleh persenjataan
Belanda yang lebih lengkap.
Berakhirnya Perlawanan Aceh
Pada tahun 1899, Belanda mulai menerapkan
siasat kekerasan dengan mengadakan serangan
besar-besaran ke daerah-daerah pedalaman. Biar pun secara resmi pemerintah
Serangan-serangan tersebut dipimpin oleh Van Hindia Belanda menyatakan Perang
Aceh berakhir pada tahun 1904,
Heutz. Tanpa mengenal peri- kemanusiaan, dalam kenyataannya tidak.
pasukan Belanda membinasakan semua Perlawanan rakyat Aceh terus
berlangsung sampai tahun 1912.
penduduk daerah yang menjadi targetnya. Bahkan di beberapa daerah tertentu
Satu per satu pemimpin para pemimpin di Aceh masih muncul perlawanan
sampai menjelang Perang Dunia II
perlawanan rakyat Aceh menyerah dan terbunuh.
tahun 1939.
Dalam pertempuran yang terjadi di Meulaboh,
Teuku Umar gugur. Akan tetapi, perlawanan
rakyat terus dilaniutkan oleh istrinya, Cut Nyak
Dien. Pada 1905, Cut Nyak Dien ditangkap dan
diasingkan ke Sumedang.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai