Anda di halaman 1dari 12

PERANG MELAWAN PEJAJAHAN KOLONIAL

HINDIA BELANDA

A. Latar Belakang
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya
perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada
awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama karena Belanda
mayoritas beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol beragama
kristen katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi dan politik.
Raja philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal
Belanda pada tahun 1585 selain karena faktor tesebut juga karena adanya
petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan Huygen Van Lischoten, mantan pelaut
Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai di Indonesia.
Tujuan kedatangan belanda ke indonesia adalah untuk berdagang rempah-
rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan
keuntungan yang besar, belanda berusaha untuk mengadakan monopoli
perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya,
belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu
pada tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-
Belanda. Pada masa ”kedua” penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem
tanam paksa yang diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai
pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam
paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat
banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang
dilaksanakan oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van
den Bosch. Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan
bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai  dengan paruh pertama abad ke-19,
kebijakan selain bidang perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak
diabaikan oleh pemerintah Hindia-Belanda, tetapi itu hanya masih berupa
rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode itu pemerintah harus
melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang Dipenogoro
(1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia,Belanda secara licik
menjalankan politik pecah belah,sehingga kerajaan-kerajaan yang saling
bertentangan itu menjadi lemah.Kesempatan inilah digunakan oleh Belanda
untuk menjajah Indonesia.

B. Perang Melawan Pejajahan Kolonial Hindia Belanda


1. Perang Pattimura
Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Pattimura. Adapun latar
belakang perlawanan rakyat Maluku tersebut antara lain sebagai berikut.
1) Pemerintah Kolonial memberlakukan kembali penyerahan wajib dan
kerja wajib.
2) emerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yang wajib diserahkan,
sedangkan pembayarannya tersendat-sendat.
3) Pemerintah kolonial memberlakukan uang kertas, sedangkan rakyat
Maluku telah terbiasa dengan uang logam.
4) Pemerintah kolonial menggerakkan pemuda Maluku untuk menjadi
prajurit Belanda.
Perlawanan terhadap
pemerintah kolonial Belanda
diawali dengan tindakan
Kapitan Pattimura yang
mengajukan daftar keluhan
kepada Residen Van den
Bergh. Dalam daftar keluhan
tersebut berisi tindakan semena- mena pemerintah kolonial yang
menyengsarakan rakyat. Keluhan tersebut tidak ditanggapi Belanda
sehingga rakyat Maluku di bawah pimpinan Kapitan Pattimura menyerbu
dan merebut Benteng Duurstede di Saparua. Dalam pertempuran tersebut,
Residen Van de Bergh terbunuh. Perlawanan kemudian meluas ke Ambon,
Seram, dan tempat lainnya. Akibatnya kedudukan Belanda semakin
terdesak. Namun, kemudian Belanda mengerahkan segenap kekuatannya
untuk melawan rakyat Maluku. Akhirnya pada awal Agustus 1817,
Benteng Duurstede dapat direbut kembali oleh Belanda. Namun,
perlawanan rakyat Maluku tetap berlanjut dengan cara bergerilya.
Perlawanan rakyat Maluku berakhir dengan menyerahkan Kapitan
Pattimura dengan teman-temannya kepada Residen Liman Pietersen.
Setelah Kapitan Pattimura dan teman-temannya diadili di Ambon, pada
tanggal 16 Desember 1817 dihukum mati di depan Benteng Nieuw
Victoria. Mereka gugur sebagai pahlawan dalam membela rakyat yang
tertindas .
2. Perang Padri
Di Sumatra Barat
pada awal abad ke-19 muncul
gerakan Wahabiah yang
tujuannya memurnikan ajaran
agama Islam. Kelompok
pendukung gerakan Wahabiah
dikenal sebagai kaum Padri.
Gerakan yang dilakukan kaum
Padri ini mendapat tentangan dari kelompok penghulu yang menganggap
dirinya keturunan raja Minangkabau.
Dalam pertentangan antara kaum Padri dan kaum Adat (karena
cenderung mempertahankan adat, mereka dikenal dengan kaum adat),
pemerintah Belanda berpihak kepada kaum adat. Antara Residen de Puy
dan Tuanku Suruaso beserta empat belas penghulu adat mengadakan
perjanjian pada tanggal 10 Februari 1821. Dari perjanjian tersebut pasukan
Belanda menduduki beberapa daerah di Sumatra Barat. Peristiwa tersebut
menandai dimulainya Perang Padri.
Perang Padri terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Perang Padri I (Tahun 1821-1825)
Terjadinya Perang Padri I ditandai dengan serangan kaum
padri ke pos Belanda di Sumawang, Sulit Air, Enam kota, Rau, dan
Tanjung Alam. Pusat kekuatan kaum padri di Bonjol dan Alam
Panjang. Di Bonjol pada tanggal 22 Januari 1824 disepakati perjanjian
perdamaian, tetapi pasukan Belanda melakukan pelanggaran
perjanjian. Hal tersebut menimbulkan perlawanan yang lebih dahsyat
lagi dari kaum padri. Dalam perkembangannya, pada tanggal 15
November 1825 di Padang disepakati perjanjian perdamaian. Belanda
melakukan tawaran perdamaian karena pasukan Belanda ditarik ke
Jawa untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro. Adanya
peristiwa perdamaian di Padang tersebut menandai berakhirnya
Perang Padri I.
2) Perang Padri II (Tahun 1830-1837)
Terjadinya Perang Padri II diawali pasukan Belanda
mendirikan pos di wilayah kekuasaan kaum padri (hal tersebut terjadi
seusai Perang Diponegoro). Pasukan padri diperkuat pasukan dari
Jawa yang dipimpin oleh Sentot Alibasya Prawirodirjo (yang
membelot dari kontrol Belanda). Benteng Bonjol pada tanggal 21
September 1837 jatuh ke tanggan Belanda. Dalam peristiwa tersebut
Tuanku Imam Bonjoltertangkap dan diasingkan. Walaupun Tuanku
Imam Bonjol tertangkap dan diasingkan, perlawanan masih tetap
berlanjut dipimpin oleh Tuanku Tambusai, Tuanku nan Cerdik, dan
Tuanku nan Alahan. Setelah Tuanku nan Alahan menyerah, Perang
Padri II berakhir.
3. Perang Diponegoro 1825-1830
Perjuangan dalam melawan pemerintahan Belanda juga dilakukan di
Jawa, seperti yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro.
Sebab umum terjadinya Perang Diponegoro adalah sebagai berikut.
a. Rakyat dibelit berbagai bentuk pajak dan pungutan.
b. Pihak Keraton Yogyakarta tidak berdaya menghadapi campur
tanggan politik pemerintah kolonial.
c. Pihak Keraton hidup mewah dan tidak memedulikan penderitaan
rakyat.
Adapun sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah sebagai
berikut.
a. Pangeran Diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan karena menolak
berkompromi dengan pemerintah kolonial. Pangeran Diponegoro
memilih mengasingkan diri ke Tegalrejo.
b. Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan
yang menerobos makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Hal tersebut yang
membuat Pangeran
Diponegoro marah dan
menganggapnya sebagai
suatu penghinaan. Untuk
memperkuat kekuatannya,
Pangeran Diponegoro
membangun pusat pertahanan di Selarong. Dukungan kepada Pangeran
Diponegoro datang dari mana-mana sehingga pasukan Diponegoro
semakin kuat. Dukungan datang dari Pangeran Mangkubumi, Sentot
Alibasya Prawirodirjo, dan Kiai Mojo. Untuk menghadapi perlawanan
Pangeran Diponegoro, Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat
dan Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Jenderal Marcus de Kock.
Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan gerilya.
Untuk mengatasi perlawanan Pangeran Diponegoro tersebut, Gubernur
Jenderal Van der Capellen menugaskan Jenderal Marcus de Kock untuk
menjalankan strategi benteng stelsel, yaitu mendirikan benteng setiap
tempat yang dikuasainya. Antara benteng yang satu dan benteng lainnya
dihubungkan dengan jalan untuk memudahkan komunikasi dan pergerakan
pasukan. Taktik benteng stelsel ini bertujuan mempersempit ruang gerak
pasukan Diponegoro. Pasukan Diponegoro semakin bertambah lemah
terlebih lagi pada tahun 1829 Kiai Mojo dan Sentot Alibasya Prawirodirjo
memisahkan diri. Lemahnya kedudukan Diponegoro tersebut,
meyebabkan ia menerima tawaran berunding dengan Belanda di
Magelang.
Dalam perundingan tersebut, pihak Belanda diwakili oleh
Jenderal De Kock. Perundingan tersebut gagal mencapai sepakat,
kemudian Belanda menangkap Pangeran Diponegoro dan dibawa ke
Batavia, yang selanjutnya di pindahkan ke Manado, kemudian di
pindahkan lagi ke Makassar dan meninggal di Benteng Rotterdam pada
tanggal 8 Januari 1855.
Perang Diponegoro yang berlansung selama lima tahun tersebut
membawa dampak antara lain sebagai berikut.
a. Kekuasaan wilayah Yogyakarta dan Surakarta berkurang.
b. Belanda mendapatkan beberapa wilayah Yogyakarta dan Surakarta.
c. Banyak menguras kas Belanda.
4. Perang Bali Tahun 1848-1908 (Perjuangan Rakyat Bali Melawan
Pemerintahan kolonial Belanda)
Antara pemerintah kolonial dan para penguasa di Bali bersengketa
mengenai hak tawan
karang. Hak tawan karang
adalah hak raja Bali
menyita kapal yang
kandas di wilayah
perairannya. Sebelumnya
antara pemerintah
kolonial Belanda dan penguasa Bali sepakat bahwa para penguasa Bali
tidak akan menggunakan hak tawan karang apabila pemerintah kolonial
membayar setiap kapal Belanda yang kandas di perairan Bali. Namun
pemerintah kolonial melanggar kesepakatan tersebut, hal tersebut yang
menyebabkan para penguasa Bali kembali memberlakukan hak mereka.
Pemerintah kolonial memprotes klaim Raja Buleleng atas kapal
Belanda yang kandas di wilayah perairannya. Raja Buleleng tidak
menghiraukan protes tersebut sehingga menyebabkan terjadinya Perang
Jagaraga (yang dimulai dua tahun kemudian).Kerajaan Buleleng pada
tahun 1844 berhasil menawan kapal dagang Belanda di Prancak daerah
Jrembrana (saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng).
Dengan peristiwa tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang
Pulau Bali (Tahun 1848).
Dalam pertempuran pertama, Belanda mengalami kegagalan, baru
pada pertempuran kedua (dipimpin Mayor Jenderal A.V. Michiels)
Belanda berhasil merebut benteng pertahanan Kerajaan Buleleng di
Jagaraga. Namun, raja Buleleng dan patihnya dapat meloloskan diri ke
Karangasem. Setelah Belanda menguasai Buleleng, Belanda juga ingin
menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Bali.
Pada tahun 1894 terjadi Puputan Kusamba, Belanda dipimpin oleh
Mayor Jenderal A.V. Michiels. Dalam pertempuran ini Michiels menderita
luka-luka akibat tembakan dari pasukan Klungkung. Namun, akhirnya
Kusamba (sebagai benteng pertahanan terakhir di daerah selatan) jatuh ke
tanganBelanda.
Pada tahun 1906 terjadi Puputan Bandung. Peristiwa ini di awali
dengan terdamparnya sebuah kapal di Pantai Sanur. Belanda menuntut
ganti rugi kepada raja Bandung (Ida Cokorde Ngurah Gde Pamecutan).
Karena raja menolak, terjadilah pertempuran antara Kerajaan Bandung
dengan pasukan Belanda. Dalam Puputan Bandung ini dilakukan dengan
cara yang unik, yaitu laki-laki, perempuan, dan anak-anak berpakaian
serbaputih dan membawa keris atau tombak menyerbu tentara Belanda
yang bersenjata lengkap. Tanpa rasa takut mereka menyerbu, akhirnya
semua gugur. Setelah Belanda dapat menundukkan Bandung, kemudian
pada tahun 1986 Belanda menaklukkan Kerajaan Tabanan. Dalam
penaklukkan tersebut Belanda mendapat perlawanan, tetapi Kerajaan
Tabanan tidak dapat bertahan dan takluk kepada Belanda. Pertempuran
tersebut dinamakan dengan Balikana Wongaya.
Pada tahun 1908 Kerajaan Klungkung juga mengadakan perlawanan
terhadap Belanda. Dalam peristiwa tersebut raja dan seluruh kerabat
kerajaan gugur. Dengan dikuasainya Kerajaan Klungkung, pemerintah
kolonial Belanda berhasil menguasai Bali.
5. Perang Banjar
Di Kalimantan
juga terjadi perjuangan
melawan pemerintahan
kolonial Belanda.
Berikut perjuangan
rakyat Banjarmasin
dalam melawan
pemerintah kolonial Belanda. Belanda mulai masuk ke wilayah
Banjarmasin pada masa pemerintahan Sultan Adam. Pada tahun 1850
terjadi permusuhan di antara keluarga kerajaan. Dengan keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh Belanda. Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan
politik kerajaan dengan cara mengadu domba antar keluarga Sultan. Di
Kerajaan Banjarmasin ada tiga kelompok yang saling berebut kekuasaan,
yaitu sebagai berikut.
a. Kelompok Pangeran Tamjidillah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah yang sangat dibenci oleh rakyat karena tingkah
lakunya yang kurang baik. Pangeran Tamjidillah memiliki hubungan
yang erat dengan Belanda. Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah
sebagai sultan pada tahun 1852.
b. Kelompok Pangeran Prabu Anom (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang tidak disenangi rakyat karena
tindakannya yang sewenang-wenang.
c. Kelompok Pangeran Hidayatullah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang disenangi rakyat dan dicalonkan
menjadi pengganti Sultan Adam.
Setelah Sultan Adam meninggal pada tahun 1857, di kerajaan terjadi
perebutan kekuasaan. Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai
sultan Kerajaan Banjarmasin. Namun, pengangkatan Pangeran Tamjidillah
tersebut tidak disukai rakyat. Adapun Pangeran Prabu Anom (saingan
Tamjidillah) diasingkan ke Jawa oleh Belanda.
Pada waktu terjadi kekacauan tersebut, meletuslah Perang
Banjarmasin (1859) yang digerakkan oleh Pangeran Antasari. Pangeran
Antasari adalah putra Sultan Muhammad yang anti Belanda. Dalam
Perang Banjarmasin tersebut, Belanda berusaha menarik perhatian rakyat
dengan menurunkan Pangeran Tamjidillah dan mengangkat Pangeran
Hidayatullah sebagai sultan, tetapi Pangeran Hidayatullah menolak. Pada
tahun 1860 Belanda menjadikan seluruh Kerajaan Banjarmasin menjadi
wilayah kekuasaannya.
Pangeran Hidayatullah memihak Pangeran Antasari, tetapi pada
tahun 1862 Pangeran Hidayatullah ditawan Belanda dan dibuang ke
Cianjur. Selanjutnya perang diteruskan oleh Pangeran Antasari yang
diangkat menjadi sultan oleh rakyat. Setelah menjadi sultan, perang
berkobar kembali. Namun Pangeran Antasari terkena wadah cacar. Setelah
sakit beberapa hari, Pangeran Antasari meninggal pada tahun 1862.
6. Perang Aceh (1873-1904)
Sebab umum terjadinya Perang Aceh antara lain sebagai berikut.
1) Belanda ingin memantapkan pelaksanaan Pax Netherlandica.
2) Aceh merupakan tempat yang strategis setelah dibukanya Terusan
Suez.
3) Semakin berkembangnya imperialisme modern.
4) Politik ekspansi Belanda akibat Traktat Sumatra (Tahun 1871) yang
berisi Inggris mengizinkan Belanda menguasai seluruh Pulau Sumatra
termasuk Aceh.
Sebab khusus
terjadinya Perang Aceh
adalah adanya tuntutan
Belanda agar Aceh tidak
berhubungan dengan
pedagang lain selain
Belanda.
Pada perang tahun 1873 Belanda berhasil dikalahkan, bahkan
Jenderal Kohler terbunuh. Kemudian, Belanda mengirimkan pasukan lagi
dibawah pimpinan Jenderal Van Swieten untuk menyerang Aceh dan
berhasil menduduki Kotaraja.
Untuk menyelidiki tata negara Aceh, Belanda mengirimkan Dr.
Snouck Hurgronje dan berhasil menyelesaikan penelitiannya yang diberi
judul De Atjehers (The Acehnese). Dengan hasil penelitian tersebut dapat
diketahui kelemahan rakyat Aceh. Snouck Hurgronje mengusulkan kepada
Belanda agar mengirim Jenderal Van Heutz untuk mengadakan serangan
umum di Aceh. Serangan umum tersebut dikenal dengan serangan
Sapurata dari pasukan Marechaussee (Marsose) yang anggotanya terdiri
dari orang Indonesia yang sudah dilatih oleh Belanda dan perwira Belanda
yang mahir berbahasa Indonesia.
Dalam serangan tersebut, Aceh berhasil dikuasai dan kemudian
Belanda membuat Plakat Pendek yang isinya adalah Kerajaan Aceh
mengakui daerahnya sebagai bagian dari kekuasaan Belanda, Kerajaan
Aceh berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan pemerintah asing,
dan Kerajaan Aceh berjanji akan menaati perintah yang diberikan oleh
pemerintah kolonial Belanda.
Kedudukan Aceh semakin terdesak sejak tahun 1898. Teuku Umar
gugur dalam pertempuran di Meulaboh, sultan Aceh ditawan, Panglima
Polim menyerah, dan Cut Nyak Dhien tertangkap.
7. Perlawanan Rakyat Batak (Tahun 1878-1907)
Pusat Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya Danau
Toba) dengan raja terakhir Kerajaan Batak bernama Sisingamangaraja XII.
Berikut alasan terjadinya perlawanan masyarakat Batak tehadap Belanda.
a. Raja Sisingamangaraja XII tidak bersedia wilayah kerajaanya semakin
diperkecil oleh Belanda. Raja Sisingamangaraja XII tidak dapat
menerima kota Natal, Mandailing, Angkola, dan Sipirok di Tapanuli
Selatan dikuasai Belanda.
b. Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica. Untuk mewujudkan
Pax Netherlandica Belanda menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai
lanjutan atas pendudukannya di Tapanuli Selatan dan Sumatra Timur.
Belanda menempatkan pasukannya di Taruntung dengan alasan untuk
melindungi para penyebar agama Kristen yang tergabung dalam
Rhijnsnhezending. Tokoh penyebarnya bernama Nomensen (orang
Jerman).
Untuk menghadapi
Belanda tersebut,
Sisingamangaraja XII pada
tahun 1878 menyerang
kedudukan Belanda di daerah
Tapanuli Utara. Peperangan
berlangsung kira-kira selama tujuh tahun. Belanda mengerahkan pasukan untuk
menguasai Bakkara sebagai pusat kekuasaan Sisingamangaraja XII. Kemudian
terjadilah pertempuran sengit di daerah Pakpak Dairi, sebelah barat Danau Toba.
Pasukan Van Daalen yang beroperasi di Aceh melanjutkan gerakannya ke
Tapanuli Utara pada tahun 1904, sedangkan di Medan didatangkan pasukan lain
melalui Kabanjahe dan Sidikalang.
Akhir dari perang Batak, pasukan Marsose dibawah pimpinan Kapten
Christoffle berhasil menagkap keluarga Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja
XII beserta pengikutnya melarikan diri ke hutan Simsim. Dalam pertempuran
tanggal 17 Juni 1907, Sisingamangaraja XII gugur bersama seorang putrinya yang
bernama Lapian dan dua orang putranya yang bernama Patuan Nagari dan Patuan
Anggi serta sejumlah pengikutnya.
Jenazah Sisingamangaraja XII dibawa ke Taruntung dan dimakamkan
didepan tangsi militer Belanda, kemudian pada tahun 1953 makam
Sisingamangaraja XII dipindahkan ke Soposurung di Balige.
Kesimpulan
Perlawanan melawan penjajahan kolonial Hindia Belanda dilakukan di
berbagai daerah di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempertahankan wilayah
kekuasaannya agar tidak tidak jatuh ke tangan Belanda. Di Maluku terjadi perlawanan
yang dilakukan oleh rakyat Maluku yang dipimpin oleh Kapitan Patimmura. Akhir
dari perlawanan tersebut, Kapitan Pattimura dan teman-temannya menyerahkepada
Residen Liman Pietersen, dan kemudian mereka dihukum mati. Meraka gugur sebagai
pahlawan dalam membela rakyat yang tertindas. Kemudian, di Sumatra Barat juga
terjadi perang yang disebut Perang Padri. Perang Padri terbagi menjadi dua bagian
yaitu Perang Pad ri I (tahun 1821-1825) dan Perang Padri II (tahun 1830-1837).
Di Pulau Jawa pun terjadi perlawanan terhadap Belanda, yang disebut Perang
Diponegoro yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Selanjutnya di Bali juga melakukan
perlawanan terhadap Belanda, yang berlangsung selama tahun 1848 sampai 1908 yang
kemudian disebut Perang Bali. Perang Banjar yang dilakukan di Kalimantan. Perang
Aceh yang dilakukan di Aceh. Dan yang terakhir Perlawanan Rakyat Batak yang
berlangsung pada tahun 1878-1907. Semua itu dilakukan karena tindakan semena-
mena pemerintah kolonial Belanda yang menyengsarakan rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai