Anda di halaman 1dari 18

Fase pertama (1821-1825)

Pada fase pertama, kaum padri menyerang pos-pos

dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda.

Bulan September 1821 pos-pos simawang menjadi

sasaran serbuan kaum padri. Begitu pula dengan pos-

pos lain seperti Soli Air, dan sipinang. Kemudian

Tuanku Pasaman menggerakkan sekitar 20.000

sampai 25.000 pasukan untuk mengadakan serangan

disekitar hutan disebelah timur gunung. Sedangkan

Belanda dengan kekuatan 200 orang serdadu Eropa

ditambah sekitar 10.000 pasukan orang pribumi

termasuk juga kaum adat.


fase kedua (1825-1830)

Tahun itu merupakan tahun yang sangat penting,

sehingga bagi Belanda digunakan sebagai bagian

strategi dalam menghadapi perlawanan kaum Padri di

Sumatera Barat. Upaya damai diusahakan sekuat

tenaga. Adapun isi perjanjian padang yang

ditandatangani pada tanggal 15 November 1825. Isi

perjanjian tersebut adalah sebagai berikut

1) . Belanda mengakuai kekuasaan pemimpin Padri di

Batusangkar dan menjamin pelaksanaan sistem

agama didaerahnya.

2) . Kedua bela pihak tidak saling menyerang.


3) . Kedua pihak akan melindungi para pedagang dan

orang-orang yang sedang melakukan perjalanan.

4) . Secara bertahap belanda akan melarang praktik

adu ayam.

Fase ketiga (1830-1838)


pada pertempuran fase ketiga ini kaum padri mulai

mendapatkan simpati dari kaum Adat. Orang-orang

padri yang mendapatkan dukungan kaum adat itu

bergerak ke pos-pos tentara belanda.Tindakan kaum

padri itu dijadikan alasan belanda untuk menyerang

koto tuo di Ampek Angkek yang dipimpin Gillavary.

Dan pada fase ketiga ini juga Tuanku Imam Bonjol

wafat. Wafatnya Tuanku Imam Bonjol pada tanggal 6

November 1864.
PERANG PADRI terjadi ditanah Minangkabau,

Sumatera Barat pada tahun 1821-1837.perang ini

digerakkan oleh para pembaru islam. Perang padri

sebenarnya merupakan perlawanan kaum padri

terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di

Sumatera Barat. Perang ini bermula adanya

pertentangan antara kaum padri dengan kaum adat

dalam masalah praktik keagamaan.perlu juga

diketahui bahwa masyarakat Minangkabau sudah

memeluk agama islam,tetapi sebagian masyarakat

masih memegang teguh adat dan kebiasaan yg

kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran islam.

Dalam melaksanakan pemurnian praktik ajaran islam


kaum padri menentang praktik berbagai adat dan

kebiasaan kaum adat yang memang dilarang dalam

ajaran islam seperti berjudi,menyabung ayam dan

minum muniman keras. Kaum Adat yang

mendapatkan dukungan dari berbagai pejabat penting

kerajaan menolak gerakan kaum padri.Terjadilah

pertentangan antara kedua bela pihak.Timbullah

bentrokan antara keduanya. Pada tahun 1821

pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du

Puy sebagai residen di Minangkabau Pada tanggal 10

Februari 1821, Du Puy mengadakan perjanjian

persahabatan dengan Tokoh Adat,Tuanku suruaso

dan 14 penghulu Minangkabau. Pada tanggal 18


februari 1821, Belanda yg telah diberi kemudahan oleh

kaum Adat berhasil menduduki simawang. Didaerah

ini telah ditempatkan 2 meriam dan 100 orang serdadu

Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh

kaum padri pada tahun 1821 itu meletuslah Perang

Padri.

mengenai sebutan padri ini sesuai dengan sebutan

orang padir diAceh.padir itu tempat persinggahan

para jamaah haji.orang belanda menyebutnya dgn

padri yg dapat dikaitkan dgn kata padre dari bhs

portugis untuk menunjukkan orang2 islam yg

berpakaian putih. Sementara kaum Adat di Sumatera

Barat memakai
PERANG DIPONEGORO adalah perang yg

berlangsung antara tahun 1825-1830 didaerah Jawa

Tengah dan sebagian Jawa Timur. Dalam perang

terjadi antara Belanda penduduk pribumi yang di

pimpin oleh Pangeran Diponegoro.


salah satu penyebab pecahnya perang Diponegoro

sejak tahun1825-1830 itupun tidak lain karena

kompeni atau kekuasaan Belanda pada waktu itu ikut

campur dalam pemerintahan kerajaan Yogyakarta. Hal

itu dirasa oleh pangeran Diponegoro sangat

bertentangan dengan adat pemerintahan keraton.

siapakah pangeran Diponegoro??


Pangeran Diponegoro (1785-1855) adalah putra sultan

Hamengkubuwono |||. Semenjak kecil di asuh oleh

neneknya. Sebuah tempat tinggal yg terpencil yg

letaknya beberapa kilometer dari istana Yogyakarta.

Disana ia memasuki lingkungan2 pesantren dan tidak

mau menghadap istana yg tidak disukainya karena

banyak persekongkolan,kemerosotan akhlak,

pelanggaran susila dan pengaruh barat yang bersifat

merusak.sekitar thn 1805 Pangeran Diponegoro

mengalami sebuah kejadian spiritual,ia bermimpi

bahwa dia adalah calon raja yang mempunyai tgs

bahwa dia harus memasuki zaman kehancuran yang

harus mensucikannya. Setelah 20 thn menantikan


waktu yang baik, sementara situasi dijawa bertambah

buruk. Pada tahun 1820 mulai terjadi pemberontakan-

pemberontakan kecil.

Apa saja yang menyebabkan meletusnya perang

diponegoro??
Penyebab Perang Diponegoro atau Perang Jawa adalah sikap Pangeran

Diponegoro yang tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan

kerajaan. Di sisi lain, kerajaan seakan tidak berdaya menghadapi campur

tangan politik pemerintah kolonial, dominasi pemerintah kolonial juga telah

menempatkan rakyat sebgai objek pemerasan, sehingga semakin menderita.

Beban penderitaan rakyat itu semakin berat karena diwajibkan membayar

berbagai macam pajak, seperti pajak tanah, pajak halaman pekarangan, pajak

jumlah pintu pajak ternak, pajak pindah nama, pajak menyewa tanah atau

menerima jabatan. Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil

seorang bangsawan, yaitu Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro merasa

tdk puas dengan melihat penderitaan rakyat dan kekejaman serta kelicikan

belanda. Oleh karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi

belanda yg kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Pada tanggal 20 juli

1825 meletuslah perang Diponegoro. Meletusnya perang ini didasarkan pada visi

dan cita-cita Pangeran Diponegoro yakni untuk membentuk kesultanan

yogyakarta yang memuliakan agama yg berada dalam wadah negara islam.


Bagaimana jalanya perang Diponegoro??

Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun

1830. Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus dua

bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran

Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Saat itu Pangeran Diponegoro dan sebagian

besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.

Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan Lor,

Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya. Dalam perjuangan ini, Pangeran

Diponegoro tidak sendiri, namun dibantu Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual

pemberontakan.Hanya dalam waktu tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan

Diponegoro sudah bisa melakukan penyerangan dan berhasil menduduki keraton

Yogyakarta. Keberhasilan ini disusul dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-

tahun awal berkobarnya Perang Diponegoro. Pada puncak peperangan di tahun 1827,

Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang serdadu yang menjadi suatu hal yang belum

pernah terjadi sebelumnya.Di tahun yang sama, pasukan Belanda melakukan penyerangan

terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro

terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Mojo ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran

Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodirjo menyerahkan diri kepada Belanda.Bahkan

pada 21 September 1829, Belanda sempat membuat sayembara dengan hadiah hadiah

sebesar 20.000 ringgit, beserta tanah dan penghormatan bagi siapa saja yang dapat

menangkap Pangeran Diponegoro hidup atau mati.


Bagaimana akhir perang Diponegoro??

Pada tanggal 16 Februari 1830, memperhatikan posisinya yang lemah akhirnya Pangeran

Diponegoro setuju untuk bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, yakni Kolonel Jan

Baptist Cleerens. Walau pertemuan dengan Jenderal De Kock terjadi beberapa kali, namun

mata-mata yang ditanamkan di kesatuan Diponegoro melaporkan bahwa Pangeran

Diponegoro tetap bersikeras mendapatkan pengakuan Belanda sebagai sultan Jawa bagian

selatan. Pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan

Diponegoro di Magelang. Pada akhirnya, setelah pengkhianatan tersebut Pangeran

Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa pengikutnya

dilepaskan. Penyerahan diri Pangeran Diponegoro pun menandai berakhirnya Perang

Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1830. Penyerahan Diponegoro menjadi

akhir dari Perang Diponegoro. Setelah ditangkap, Diponegoro diasingkan di Gedung

Karesidenan Semarang di Ungaran dan dibawa ke Batavia pada 11 April 1830, kemudian

dipindahkan ke Manado pada 30 April 1830 serta tiba di Benteng Nieuw Amsterdam pada 3 Mei

1830. Pada tahun 1834, Pangeran Diponegoro dipindahkan ke Makassar dan wafat di Benteng

Rotterdam pada 8 Januari 1855.

Adapun beberapa dampak Perang Diponegoro yaitu:

 Korban kurang lebih 200.000 jiwa dari penduduk Jawa

 Korban 8.000 tentara Belanda dan 7.000 serdadu pribumi yang membantu Belanda

 Penegasan dominasi Belanda pasca kekalahan Diponegoro

 Raja dan Bupati tunduk kepada Belanda


Benteng De Kock. Bangunan ini menjadi saksi bisu pecahnya perang

Padri yang melibatkan masyarakat Minangkabau yang dipimpin

Tuanku Imam Bonjol.

Batu ini merupakan batu yang biasa digunakan salat Imam Bonjol

sekarang terletak dibelakang kompleks makam Imam Bonjol di

Manado.

Gua Selarong merupakan gua bersejarah yang menyimpan cerita Perang

Pangeran Diponegoro melawan Belanda antara 1825-1830. Pasalnya, gua ini

menjadi tempat persembunyian Pangeran Diponegoro setelah Belanda

membakar kediamannya di Tegalrejo.

Anda mungkin juga menyukai