Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI PANGERAN DIPONEGORO

Biografi Pangeran Diponegoro Mengutip dari buku Sejarah Indonesia yang disusun
Ersontowi, Pangeran Diponegoro dikenal karena Perang Jawa. Perang ini terjadi selama 5
tahun dari 1825 sampai 1830 di pulau Jawa. Perang tersebut menewaskan banyak orang,
ketika pimpinan Jenderal Hendrik Merkus de Kock dari Belanda berusaha mengalahkan
penduduk. Sekitar 200 ribu orang tewas dalam pertempuran. Sedangkan pihak Belanda
kehilangan 8.000 tentara dan 7.000 serdadu pribumi.

Pangeran Diponegoro meninggal pada 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi Selatan. Beliau
meninggal di usia 69 tahun. Mengutip Kemsos.go.id, Pangeran Diponegoro mendapatkan
penghargaan tertinggi yang diberikan oleh UNESCO pada 21 Juni 2013. Babad Diponegoro
ditetapkan sebagai Memory of The World.

MASA PERJUANGAN :

Perang Jawa terjadi karena Pangeran tidak ingin Belanda ikut campur dalam urusan kerajaan.
Tahun 1821 terjadi penyalahgunaan penyewaan tanah karena warga Belanda, Inggris,
Perancis dan Jerman. Petani lokal menderita karena penyewaan lahan tanah. Dekrit yang
dikeluarkan oleh van der Capellen dikeluarkan pada 6 Mei 1823. Pada 29 Oktober 1824,
Pangeran Diponegoro mengadakan pertemuan untuk membahas perlawanan dengan Belanda.
Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan dengan cara membatalkan pajak yang
digunakan kepada petani di Tegalrejo bisa membeli senjata dan makanan.
Alasan lain perlawanan terhadap Belanda yakni, ketika Patih Danureja atas perintah
Belanda memasang tonggak dan membuat rel kereta api melewati makam para leluhur.
Peristiwa tersebut terjadi di Mei 1825, di mana Hendrik Smissaert yang merupakan Residen
Yogyakarta yang ditunjuk oleh gubernur jenderal, memutuskan memperbaiki jalan kecil di
Yogyakarta. Proses pembangunan dilakukan dari Yogyakarta ke Magelang. Patok-patok
dipasang melintasi makam leluhur Pangeran Diponegoro. Sementara itu, Patih Danureja tidak
memberitahu pada Pangeran tentang patok itu. Patok-patok tersebut kemudian diganti
menjadi tombak untuk pernyataan perang. Perlawanan Pangeran Diponegoro 5 Tahun Perang
Tegalrejo Sebelum perang dimulai, pada 20 Juli 1825 pihak istana mengutus dua bupati untuk
memimpin pasukan Jawa Belanda. Dua bupati tersebut diminta menangkap Pangeran
Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Kediaman Pangeran Diponegoro dirusak dan
terbakar. Namun, keluarga dan pasukan bergerak ke arah barat untuk menyelamatkan diri.
Mereka sampai di Desa Dekso, Kabupaten Kulonprogo sampai kemudian perjalanan
diteruskan ke arah Selatan. Pangeran Diponegoro kemudian pindah ke daerah perbukitan,
Selarong. Beliau menjadikan Goa Selarong sebagai markas besar. Goa Selarong berada 5 km
dari arah barat Kota Bantul. Pangeran Diponegoro juga menempati Goa Kakung yang berada
di sebelah barat dan digunakan sebagai tempat pertapaan.

Perang di Tegalrejo berlangsung selama 5 tahun. Pangeran Diponegoro bersama petani dan
golongan priyayi menyumbangkan uang dan barang-barang untuk dana perang. Sebanyak 15
sampai 19 pangeran bergabung dengan Diponegoro untuk berperang. Mereka memakai
semboyan "Sadumuk bathuk, sanyari bumi dithoi tekan pati" yang artinya sejari kepala
sejengkal, tanah dibela sampai mati. Perang Tegalrejo juga menjadi perang jihad melawan
Belanda. Pangeran Diponegoro merupakan sosok religius yang dikeluarkan dari istana karena
Belanda. Letnan Jean Nicolaas de Thierry menggambarkan penampilan Pangeran
Diponegoro. Beliau memakai serban berwarna putih dan busana gaya Arab. Pertempuran
semakin sengit ketika suatu wailayah dikuasai Belanda di saiang hari. Kemudian ketika
malam hari, wilayah tersebut direbut kembali oleh pribumi. Peperangan besar oleh rakyat
pribumi dilakukan ketika musim hujan. Para senopati bekerjasama dengan alam sebagai
senjata tak terkalahkan. Ketika musik hujan, gubernur Belanda melakukan usaha seperti
gencatan senjata dan berunding. Hujan deras di daerah tropis menyebabkan pasukan Belanda
terhambat. Pasukan ini terkena malaria, disentri, dan penyakit yang menyebabkan kondisi
fisik melemah. Belanda akhirnya menyebarkan provokator dan mata-mata yang berada di
desa dan kota. Provokator ini untuk menghasut dan memecah belah anggota keluarga
pangeran dan pasukan. Tetapi pejuang pribumi tetap melakukan perlawanan terhadap
Belanda. Pangeran Diponegoro Ditangkap Tahun 1827, Belanda menggunakan sistem
benteng untuk menyerang Pangeran Diponegoro. Kemudian tahun 1829, Kyai Mojo
pemimpin spiritual dan membantu pemberontakan ditangkap oleh Belanda. Belanda juga
melakukan perang saudara antara pihak keraton. Hal ini membuat beberapa orang berpihak
pada Diponegoro dan ada yang melawan. Kemudian pada 28 Maret 1830, Jenderal De Kock
berhasil menangkap pasukan Diponegoro di Magelang. Mereka melakukan siasat dan
berunding untuk menangkap Diponegoro. Akhirnya beliau menyerah diri untuk ditangkap
asalkan pasukannya dilepaskan.

Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan di Manado, Sulawesi Utara. Sebelum


diasingkan ke Manado, Diponegoro sempat disekap di penjara bawah tanah Stadhuis.
Kemudian beliau dipindahkan di Ujung Pandang dan meninggal dunia pada 8 Januari 1855,
di benteng Rotterdam. Di Jakarta ada nama jalan di Menteng untuk menghargai dan
mengenang jasa pahlawan. Pangeran Diponegoro juga dibuatkan sebuah monumen yang
menghiasi pelataran di Monas.

Anda mungkin juga menyukai