MIPA
1
Perang Jawa
(Perang Diponegoro)
Kelompok 3
Nama Anggota:
Kelompok 3:
1.Daffa Rinali
2.Fara Fahrani Salsabil
3.Lisa Ainun Jariyah
4.Nafisa Zahra Thuraiyaa
5.Nurhafni Fauziah Anisah
6.Sabrina Dinda Ayu
7.Bintang Asesa
8.Lukman
Apa itu Perang Diponegoro?
Sebab umum dari kenapa perang ini bisa terjadi adalah rakyat di
bawah Pangeran Diponegoro ingin terlepas dari penjajahan Belanda.
Lalu sebab khusus dari perang ini adalah rasa amarah Pangeran
Diponegoro yang patok leluhurnya dipindahkan oleh Belanda tanpa
sepengetahuannya.
Perang Diponegoro ini sebenarnya bisa dibilang terjadi karena
pengaruh Belanda yang terlalu besar di keraton. Bahkan banyak
punggawa yang berpihak kepada Belanda karena mereka mendapat
keuntungan untuk diri mereka sendiri. Pada Oktober 1824, Pangeran
Diponegoro akhirnya memutuskan hubungan dengan keraton dan
kembali ke Tegalrejo.
Penyebab Perang Diponegoro
Disana ia membahas mengenai pemberontakan yang rencananya
akan diadakan pada Agustus tahun berikutnya. Saat itu pajak untuk
petani dihapuskan demi bisa membeli makanan dan senjata. Namun
perang akhirnya terjadi pada Mei 1825 saat Smissaert membuat jalan
dan melewati Tegalrejo.
Patok untuk perbaikan jalan tersebut melewati makam leluhur
Pangeran Diponegoro dan itu membuatnya sangat marah. Ia
mengarahkan kepada pasukannya untuk mengganti patok dengan
tombak sebagai deklarasi perang untuk pihak Belanda.
Kronologi Perang Diponegoro
Keraton berusaha mencegah terjadinya perang dengan menangkap
Pangeran Diponegoro. Keraton juga berpikiran kalau Pangeran
Diponegoro terlalu berlebihan dengan agama yang dianutnya karena
ia sudah mengabaikan hubungannya dengan keraton padahal disana
ia memiliki tugas sebagai wali raja.
Keraton mencoba untuk menangkapnya dengan membakar rumah
Pangeran Diponegoro yang ada di Tegalrejo tapi gagal. Ia terus
berpindah tempat dan akhirnya berdiam di Goa Selarong dimana ia
dan pasukannya membuat rencana selanjutnya untuk menyerang
Belanda.
Kronologi Perang Diponegoro
Berbagai macam orang ikut dengan Pangeran Diponegoro, bahkan bandit
juga menjadi angkatan perang milik Pangeran Diponegoro. Ada juga
bantuan dari Kyai Mojo yang membantu dalam spiritual perang. Sentot
Alibasah juga membantu sebagai panglima perang. Perang ini terjadi di
puluhan desa dan dimulai dengan Pangeran Diponegoro menyerbu pusat
kekuatan Belanda saat hujan turun.
Pada musim seperti ini, Belanda akan mencoba untuk gencatan senjata.
Banyak sekali aspek yang digunakan oleh kedua belah pihak demi mencari
tahu kelemahan masing-masing kubu. Jalan untuk pergerakan juga pabrik
mesiu diletakkan di tengah hutan. Belanda juga terus melakukan
provokasi kepada masyarakat supaya mereka membenci Pangeran
Diponegoro.
Kronologi Perang Diponegoro
Perang Diponegoro hanya berjalan di tempat sampai di tahun
1828 dimana Belanda menggunakan taktik Benteng Stelsel
yang membuat pasukan Jawa menjadi terjepit pergerakannya.
Di tahun itu Kyai Mojo ditangkap oleh Belanda. Lalu tahun
berikutnya, Pangeran Mangkubumi dan Sentot Alibasah juga
menyatakan kalah dari Belanda. Akhirnya di tahun 1830,
Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang karena terjepit
dan dibebaskan dengan catatan semua pasukannya
dibebaskan.
Tokoh Perang Diponegoro
Pangeran Diponegoro
Meski Pangeran Diponegoro meninggalkan keraton, ia
masih memiliki jabatan sebagai wali raja untuk Sri Sultan
Hamengkubuwono V bersama dengan Ratu Ageng dan
Patih Danurejo. Kebijakan Belanda yang membuat
keraton bangkrut dan juga keterlibatan Belanda yang
terlalu banyak membuat ia meninggalkan keraton. Rasa
amarahnya sangat besar terhadap Belanda juga warga
keraton yang hanya berdiam diri saja. Ia akhirnya
meninggalkan keraton dan mempersiapkan diri untuk
melakukan perang suci dan memberantas Belanda. Ia
mengajak semua kalangan untuk berperang bersamanya
selama 5 tahun lamanya.
Tokoh Perang Diponegoro
Kyai Mojo
Ia adalah sepupu dari Pangeran Diponegoro. Ia
membantu sebagai pemimpin spiritual juga
panglima perang. Ia juga sebelumnya sangat dekat
dengan Pangeran Diponegoro, tapi semua berubah
sejak tahun 1828. Karena Pangeran Diponegoro
menggunakan sentimen Jawa mengenai Ratu Adil
sebagai penolong mereka dari penindasan. Ini
dianggap sebagai penyimpangan. Kyai Mojo
akhirnya ditangkap Belanda dan dipindahkan ke
Salatiga.
Tokoh Perang Diponegoro
Sentot Alibasah
Sentot merupakan keponakan dari
Hamengkubuwono IV. Ia memiliki dendam kepada
Belanda karena ayahnya dibunuh pada masa
pemerintahan Daendels. Ia langsung setuju untuk
bergabung saat mendengar Pangeran Diponegoro
akan melakukan pemberontakan. Ia akhirnya
menyerahkan diri di tahun 1829 dan dikirim untuk
mengalahkan Tuanku Imam Bonjol di Perang Padri.
Namun ia berkhianat dan diasingkan ke Bengkulu.
Tokoh Perang Diponegoro
Jenderal De Kock
De Kock merupakan Gubernur Jenderal di tahun
1825-1826. Ia adalah pencetus untuk
menggunakan Benteng Stelsel demi mengalahkan
Pangeran Diponegoro. Sampai tahun 1830,
jabatannya adalah sebagai Komandan KNIL. Ia
merupakan tokoh yang memiliki kontribusi terbesar
dalam pemberantasan pemberontakan Pangeran
Diponegoro. Namanya digunakan sebagai nama
benteng di Bukittinggi sebagai tempat penumpasan
Imam Bonjol.
Tokoh Perang Diponegoro
Hendrik Smissaert
Smissaert merupakan residen yang ditugaskan
untuk bertugas di wilayah tersebut. Masa
jabatannya hampir sama dengan
Hamengkubuwono IV yang wafat dan harus
digantikan dengan anaknya yang masih berumur 2
tahun. Ia menjadi pemimpin keraton selama 31
bulan dan tentu saja dibenci oleh warga Jawa
karena dianggap penghinaan. Patok yang membuat
Pangeran Diponegoro marah adalah kebijakan yang
diterapkan oleh Smissaert. Ia adalah penyebab dari
terjadinya perang Diponegoro.
Dampak Perang Diponegoro
Pada Maret 1830, Pangeran Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke
Makassar. Tanpa adanya pemimpin, pasukannya sudah tidak ada semangat
untuk berjuang. Pemilik tanah di Jawa kehilangan harapan untuk terus
berperang sejak berakhirnya perang ini. Sejak tahun 1832, semua
pemimpin di Jawa langsung tunduk kepada kekuasaan milik Belanda,
kecuali Bupati Ponorogo. Kedudukan Belanda makin kuat saat itu di Jawa.
Perang ini memakan korban yang sangat banyak dari Belanda. Hal itu
membuat Belanda kesulitan untuk mengalahkan Tuanku Imam Bonjol.
Berakhirnya Perang Diponegoro membuat populasi di Yogyakarta
berkurang hingga separuhnya dan keturunan Pangeran Diponegoro diusir
dari keraton.
Dampak Perang Diponegoro
Penyerahan Pangeran
Diponegoro (di kotak kiri)
kepada Letnan Jenderal Hendrik
Merkus de Kock (di kotak
kanan)
tanggal 28 Maret 1830 yang
mengakhiri Perang Diponegoro
(1825-1830). Lukisan: Nicolaas
Pieneman (1809-1860)
Dampak Perang Diponegoro
Peta Mataram
Baru setelah
Perang
Diponegoro pada
tahun 1830.