2. Liana Dwi Hasanah (18) 3. Lina Briliana Mayla (19) 4. Melvi Vita Sari (22) 5. Novia Putri (29) 6. Sita Nofitasari (31) Perang Diponegoro (1825-1830) Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan. Inventasi pemerintah kolonial terhadap pemerintahan lokal tidak jarang mempertajam konflik yang sudah ada dan dapat melahirkan konflik baru dilingkungan kerajaan. Dominasi pemerintahan kolonial juga telah menempatkan rakya sebagai objek pemerasan, sehingga rakyat semakin menderita. Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil seorang Putera Sultan Hamengkubuwono yang biasa disebut Pangeran Diponegoro. Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi Belanda yang kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Tanggal 20 Juli 1825 mencetuslah Perang Diponegoro Peta Konsep Sebab-Sebab Perang Diponegoro 1. Kalangan Istana tidak menyukai sikap Belanda yang ikut campur tangan dalam pemerintahan. 2. Para ulama tidak menyukai perilaku Bangsa Belanda yang berupaya meluaskan peredaran minuman keras. 3. Rakyat membenci Belanda karena membebaskan berbagai macam pajak, seperti pajak pasar, pajak kepala, dan pajak ternak.
Sebab Khusus : Adanya pemasangan patok-patok jalan melalui Desa Tegalrejo.
Jalan yang akan dibangun Belanda itu melintasi makam leluhur Pangeran Dipenogoro. Insiden Anjir (Patok) Sejak tahun 1823, Smissaert diangkat sebagai residen di Yogyakarta. Smissaert sangat anti terhadap dengan Pangeran Diponegoro. Oleh karena itu, ia bekerja sama dengan Patih Danurejo berusaha menyingkirkan Pangeran Diponegoro dari istana Yogyakarta. Lalu pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih Danurejo dalam rangka membuat jalan baru menyuruh anak buahnya untuk memasang Anjir (patok). Seacara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik Pangeran Diponegoro di Tegalreja tanpa izin. Kala itu tanggal 20 Juli sore hari, rakyat Tegalreja berkumpul di dalam Tegalreja dengan membawa berbagai senjata. Lalu Belanda datang mengepung dalam Tegalreja. Terjadilah pertempuran sengit di situ. Belanda juga menembakkan meriam Tegalreja dibumi hanguskan. Dengan berbagai pertimbangan, Pangeran Diponegoro dan pasukannya menyingkir ke arah selatan ke Bukit Selerong. Sebelum melanjutkan perlawanan, Pangeran Diponegoro harus mengungsikan anggota keluarga, anak-anak, dan lansia ke Dekso (daerah Kulon Progo). Dan Pangeran Diponegoro pun juga membuat benteng Pertahanan di Gua Selarong. Mengatur Strategi dari Selarong Langkah-langkah yang disusun Pangeran Dipenogoro : 1. Merencanakan serangan ke keraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mencegah masuknya bantuan dari luar. 2. Mengirim kurir kepada pada bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan Belanda. 3. Menyusun daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan lawan. 4. Membagi kawasan kesultanan Yogyakarta menjadi beberapa mandala perang, dan mengangkat para pemimpinnya.