memasang patok-patok di atas lahan milik Diponegoro di Desa Tegalrejo. Tindakan tersebut
ditambah beberapa kelakuan Hindia Belanda yang tidak menghargai adat istiadat setempat dan
eksploitasi berlebihan terhadap rakyat dengan pajak tinggi, membuat Pangeran Diponegoro
semakin muak hingga mencetuskan sikap perlawanan sang Pangeran.
Di beberapa literatur yang ditulis oleh Hindia Belanda, menurut mantan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Professor Wardiman Djojonegoro, terdapat pembelokan sejarah penyebab
perlawanan Pangeran Diponegoro karena sakit hati terhadap pemerintahan Hindia Belanda dan
keraton, yang menolaknya menjadi raja. Padahal, perlawanan yang dilakukan disebabkan sang
Pangeran ingin melepaskan penderitaan rakyat miskin dari sistem pajak Hindia Belanda dan
membebaskan Istana dari madat
Keputusan dan sikap Pangeran Diponegoro yang menentang Hindia Belanda secara terbuka
kemudian mendapat dukungan dan simpati dari rakyat. Atas saran dari sang paman, yakni GPH
Mangkubumi, Pangeran Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo dan membuat markas di Gua
Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa perlawanannya adalah perang sabil,
perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat "perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro
membawa pengaruh luas hingga ke wilayah Pacitan dan Kedu.[10]
Medan pertempuran Perang Diponegoro mencakup Yogyakarta, Kedu, Bagelen, Surakarta, dan
beberapa daerah seperti Banyumas, Wonosobo, Banjarnegara, Weleri, Pekalongan, Tegal,
Semarang, Demak, Kudus, Purwodadi, Parakan, Magelang, Madiun, Pacitan, Kediri,
Brojonegoro, Tuban, dan Surabaya.
Beberapa alasan yang menjadi latar belakang Perang Diponegoro meliputi beberapa hal, yaitu
Rakyat dibelit oleh berbagai bentuk pajak dan pungutan yang menjadi beban turun-temurun.
Pihak keraton Jogjakarta tidak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial.
Pangeran Diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan, karena menolak berkompromi dengan
pemerintah kolonial.
Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos makam
leluhur Pangeran Diponegoro. (1)
Pangeran Diponegoro bernama Bendoro Raden mas Ontowiryo yang merupakan anak sulung
dari Sultan Hamengkubuwana III yang merupakan raja Mataram.
Pada pertengahan bulan Mei 1825, Smissaert memutuskan untuk melakukan pelebaran jalan-
jalan kecil di sekitar Yogyakarta.
Pembangunan jalan yang awalnya dari Yogyakarta ke Magelang melewati Muntilan malah
dipindah melewati pagar sebelah timur Tegalrejo.
Dan pemasangan patok-patok oleh Belanda untuk pembangunan jalan ini ternyata melintasi
makam para leluhur pangeran Diponegoro di Tegalrejo.
Selain itu, pemasangan ini dilakukan tanpa izin dari kerajaan sehingga ditentang oleh Pangeran
Diponegoro. (2)
Pangeran Diponegoro
Kronologi
Dukungan datang dari Pangeran Mangkubumi, Sentot Alibasya Prawirodirjo, dan Kiai Mojo.
Belanda turun mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan sulawesi Selatan di bawah
pimpinan Jenderal Marcus de Kock.
Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan perang gerilya.
Di sisi lain, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugasi Jenderal M. de Kock untuk
menjalankan strategi benteng stelsel.
Strategi benteng stelsel adalah strategi dengan mendirikan benteng di setiap tempat yang
dikuasainya untuk mempersempit gerakan pasukan Diponegoro.
Saat itu sebagian besar pasukan Belanda sedang menghadapi Perang Padri di Sumatra Barat.
Maka pada tahun 1825 diadakan kesepakatan untuk melakukan gencatan senjata.
Sebagian besar pasukan dari Sumatra Barat dialihkan ke Jawa untuk menghadapi Pangeran
Diponegoro.
Namun, setelah Perang Diponegoro berakhir, kertas perjanjian gencatan senjata itu disobek,
dan terjadilah Perang Padri babak kedua.
Perang Diponegoro berakhir pada 28 Maret 1830 saat Jenderal De Kock berhasil mengepung
pasukan Diponegoro di Magelang.
Di sana, Pangeran Diponegoro menyerahkan diri dengan syarat pengikutnya harus dilepas.
Dampak
Akibat peperangan besar melawan Pangeran Diponegoro, kas Belanda terkuras habis karena
membiayai perang.
Belanda mendapatkan beberapa wilayah di Yogyakarta dan Surakarta dan kekuasaan Kerajaan-
kerajaan Jawa mulai berkurang.
(TribunnewsWiki/Indah)
Waktu 1825-1830
Lokasi Jawa