Anda di halaman 1dari 9

PERANG DIPONEGORO

Disusun oleh

Dila Lutfiana Pratiwi (11)

Dina Safitriyana (12)

Diyah Marisa Aryani (13)

Erlang Aqila Dinar Dewangga (14)

Erlinda Chelsea Aurelia (15)

SMAN 12 SEMARANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah- Nya
sehingga kami bisa menyusun tugas Sejarah ini dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu“perang
diponegoro” merupakan salah satu bentuk perlawanan bangsa Indonesia terhadap kolonial Belanda.

Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang kronologi sebab akibat terjadinya perang diponegoro di
Jawa. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi.
Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah
ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Juariyah selaku guru mata pelajaran sejarah yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kegiatan pembelajaran.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

 Kata pengantar
 bab 1
 1.1 batasan masalah
 1.2 tujuan
 Bab 2
 2.1 latar belakang terjadinya perang Diponegoro
 2.2 alur jalan pelaksanaan perang Diponegoro
 2.3 strategi pelaksanaan perang
 2.4 upaya penggagalan perang Diponegoro
 2.5 akhir perang Diponegoro
 kesimpulan
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Batasan Masalah


a. Latar belakang terjadinya perang diponegoro.
b. Alur jalan pelaksanaan perang diponegoro.
c. Strategi atau taktik pelaksanaan perang diponegoro.
d. Upaya penggagalan perang diponegoro oleh Belanda.
e. Akhir dari berakhirnya perang diponegoro.

1.2 Tujuan
a. Untuk mengetahui latar belakang penyebab terjadinya perang diponegoro.
b. Untuk mengetahui alur jalan pelaksanaan perang diponegoro.
c. Untuk mengetahui strategi pangeran diponegoro dalam melaksanakan perang diponegoro.
d. Untuk mengetahui upaya belanda dalam menggagalkan perang diponegoro.
e. Untuk mengetahui akhir dari perang diponegoro.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Latar belakang terjadinya perang diponegoro

Pada awal abad ke-19, keadaan Jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta terjadi dominasi pemerintaan kolonial
Belanda. Pada saat itu pemerintah kerajaan mengizinkan perusahaan asing menyewa tanah dan penduduknya
sekaligus untuk kepentingan perkebunannya. Hal tersebut berakibat pada petani yang tidak dapat hidup dengan
pertaniannya tetapi justru menjadi pekerja paksa untuk menanam perkebunan belanda.

Pada masa Van der Cappelen beban penderitaan rakyat semakin berat, rakyat wajib membayar pajak seperti welah-
welit (pajak tanah), pengawang-awang (pajak halaman pekarangan), pecumpling (pajak jumlah pintu), pajigar (pajak
ternak), penyongket (pajak pindah nama), dan bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan), serta belanda
menarik pajak di tempat pabean atau tol. Hal tersebut menyebakan rakyat dibelit berbagai bentuk pajak dan
pungutan.

Campur tangan kolonial belanda membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang tidak sesuai dengan budaya
Nusantara, seperti minum-minuman keras. Pihak keraton tidak berdaya menghadapi campur tangan politik
pemerintahan kolonial, pihak keratin hidup mewah tanpa memedulikan kepentingan rakyat. Pangeran diponegoro
(Putera Sultan Hamnegkubuwana III) merasa tidak puas dengan penderitaan rakyat akibat kelicikan dan kekejaman
belanda. Pangeran diponegoro merasa sangat sedih karena budaya barat telah mendominasi rakyat Jawa daripada
budaya timur, yaitu budaya asli jawa, dan penderitaan rakyat ini semakin bertambah setelah terjadi wabah kolera di
berbagai daerah.

Sejak tahun 1823, Jonkheer Anthonie Hendrik Smissaert, yaitu tokoh belanda yang anti terhadap Pangeran
Diponegoro diangkat menjadi residen di Yogyakarta. Pada tahun 1825 Smissaert bekerja sama dengan Patih
Danurejo untuk memerintah anak buahnya memasangan anjir (pancang/patok) melewati pekarangan pangeran
diponegoro tanpa izin untuk membuat jalan baru, lalu Pangeran Diponegoro memerintahkan rakyatnya untuk
mencabut anjir/patok tersebut. Namun, Patih Danurejo memerintahkan untuk memasang kembali anjir/patok
tersebut. Dengan keberanian, pengikut Pangeran Diponegoro mencabuti anjir/patok tersebut dan menggantinya
dengan tombak-tombak mereka. Berawal dari insiden anjir meletuslah Perang Diponegoro pada tanggal 20 Juli
1825.
2.2 Alur jalan pelaksanaan perang diponegoro

Pada tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja berkumpul di ndalem Tegalreja dan membawa berbagai senjata
seperti pedang, tombak, dan lembing. Mereka mendukung perang untuk melawan belanda. Namun pertempuran
sengit antara pasukan diponegoro dan serdadu belanda tidak dapat dihindarkan. Tegalreja dibumihanguskan. Lalu,
pangeran diponegoro dan pasukannya menyingkir kea rah selatan ke Bukit Selarong. Sebelum melanjutkan
perlawanan, Pangeran Diponegoro mengungsikan anggota keluarga, anak-anak, dan orang yang sudah lanjut usia ke
Dekso (daerah Kulon Progo). Lalu pangeran diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua Selarong dan
pangeran diponegoro sudah menyiapkan penggalangan dana, tenaga, dan persenjataan. Pangeran diponegoro
mendapat banyak dukungan dari rakyat. Rakyat rela mengumpulkan barang-barang berharga seperti uang kontan,
perhiasan, sarung keris dari permata, dan sabuk emas demi kepentingan perang. Untuk memperlancar pelaksanaan
perang, Pangeran Diponegoro membagi kawasan kesultanan Yogyakarta menjadi 16 mandala perang dengan
masing-masing satu pemimpin perang.

Sebagai pucuk, pimimpinan diponegoro didampingi oleh Pangeran Mangkubumi, Ali Basyah Sentot
Prawirodirjo, ,Kiai Mojo dan murid muridnya serta Nyi Ageng Serang bersama cucunya R.M. Papak.

Tingga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, Pasukan diponegoro balik menyerang Keraton Yogyakarta. Pangeran
Diponegoro di Desa Kijiwan berhasil memporak porandakan pasukan Belanda yang dipimpin Sollewijn, sehingga
pasukan diponegoro berhasil menduduki keraton Yogyakarta.

Selain itu, Pangeran Diponegoro juga mengobatkan semangat perang sabil yang membuahkan hasil efektif karena
pusat kota dapat dikuasai. Untuk memperluas kekuasannya, Pangeran Diponegoro bergerak ke timur dan berhasil
menaklukan Delanggu untuk menguasai Surakarta, namun pasukan diponegoro berhasil ditahan belanda di Gowok,
Yogyakarta.

Saat itu pasukan diponegoro sudah berhasil mengusai beberapa pos pertahanan belanda, kekuasannya juga
megnalami perluasan ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang, Rembang, Madiun, Magetan, Kediri, dan
sekitarnya. agar kedudukan Pangeran Diponegoro lebih kuat, para ulama da pengikutnya menobatkan pangeran
diponegoro sebagai raja bergelar Sultan Abdulhamid Herucokro

Tahun 1826 pasukan Ali Bsyah Sentot Prawirodirjo berhasil mengalahkan tentara belanda di daerah bagian barat
(kulon progo dan sekitarnya), benteng pertahanan belanda di prambanan berhasil diserang dibawah pimpinan
Tumenggung Suronegoro., pos pertahanan plered masih dapat dipertahankan walupun sering diserang oleh belanda.

Kemudian belanda membangun benteng stelsel di beberapa tempat yang menyebabkan ruang gerak pasukan
diponegoro dari waktu ke waktu semakin sempit, para pemimpin yang membantu Diponegoro banyak yang
tertangkat oleh Belanda, banyak perlawanan Diponegoro yang berhasil dipatahkan oleh belanda seperti di daerah
banyumeneng, rembang, dan rejagwesi.
Peristiwa penyerangan benteng di daerah nanggulan yang dpimipin oleh Sentot prawirodirjo mendapat perhatian
belanda, karena berhasil menewaskan Kapten Ingen. Lalu belanda memfokuskan untuk mendesak atau
mempersempit ruang gerak pimpinan sentot prawirodirjo karena dianggap membahayakan dengan cra mengajaknya
berunding. Awalnya ditolak oleh Sentot Prawirodirjo namun Belanda memerintahkan Aria Prawirodiningrat untuk
membujuk Sentot Prawirodirjo agar mau berundung

Akhirnya, Sentot prawirodirjo muau berunding dengan Belanda, dan menandatangani perjanjian Imogiri pada
tanggal 17 Oktober 1829 yang berisi:

1. Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam


2. Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan dia tetap menjadi pemimpinannya
3. Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban
4. Sebagai kelanjutan perjanjian itu, tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawirodirjo bersama pasukannya
memasuki ibu kota negeri Yogyakarta untuk secra resmi menyerahkan diri.

Penyerahan diri dan tertangkapnya para pemimpin pengikut pangeran diponegoro merupakan pukuan berat bagi
perjuangan diponegoro. Pasukan diponegoro masih terus berjuang dan bergerak dari pos satu ke pos lainnya. Belum
ada tanda-tanda perlawanan diponeggoro belum berakhir. Belanda mengumumkan 20.000 ringggit bagi orang yang
berhasil menemukan Diponegoro, namun nampaknya tidak ada orang yang tertarik dengan tawaran belanda tersebut.

2,3 Strategi pelaksanaan perang diponegoro

Untuk memperlancar pelaksaan perangnya, Pangeran Diponegoro mengatur strategi dari Gua Selarong yaitu dengan
menyiapkan beberspa tempat untuk markas komando cadangan. Selain itu Pangeran Diponegoro juga
merencanakana serangan ke Keraton Yogyakarta dengan mengisoalsi pasukan belanda dan mencegah bantuan dari
luar, mengirim kurir kepada para bupati dan ulamam untuk menyaipakan pperangan melawan belanda, menyusun
daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan lawan, dan mmbangi kawasan kesultanan hogyakarta
menjadi 16 mandala perang.

16 mandala perang tersebut antara lain yaitu, Yogyakarta dan sekitarnya yang dipimpin oleh Pangeran Adinegoro
yang diangkta menjadi Patigh dengan Gelar Suryenglego, Bagelen diserahkan kepada Pangeran Suryokusumo dan
Tumenggung Reksoprojo, di daerah kedu diserahkan pada kiai Muhammad afal,, ulyosentiko, dan Kiai hasan besan
untuk memngobarkan perng sabil untuk memperkuat pasukan yang telaha ada, Lowanu dipimpin oleh Pangeran
Abubakar didampingi Pangerab Muhammad, di kulon progo diserahkan pada Pangeran Adisuryo dan Pangeran
Somonegoro, Yogyakarta di bagian utara dipimpin oleh Pangeran Joyokusumo, Yogyakarta bagian timur diserahkan
pada suryonegoro, somodiningrat, dan suronegoro, perlawanan di gunung kidul dipimpin oleh Pangeran Singasari,
daerah plered dipimpin oleh kertopengalasan, Daerah pajang diserahkna pada Warsokusumo da kertodirjo, di daerah
sukowati dimpin oleh Tumenggung kertofitjo dan mangunegoro, Goong dipimpin oleh ayumenggung Gajah
Pernolo, dan Langon dipimpin Pangeran Notobroto Projo, dan serah dipimpin oleh Pangeran Serang.

Pangeran Diponegoro juga membuat strategi untuk pengosongan beberapa benteng yang telah ia buat untuk
menghindari belanda menghancyrkan pos-pos pertahanan Pangeran diponegoro. Contohnya pos pertahan selarong
yang dipindahkan ke Dekso dibawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo.

Selain mengandalkan jumlah pasukan yang besar dalam perang gerilys, Pangeran Diponegoro juga menerapkan
strategi perang atrisi (perang penjemuan) sehingga mengubah perang secara langsung dengan perang janga panjang
agar belanda bosan. Pasukan Pangeran Diponegoro bergerak dari pos satu ke pos lainnya sehingga dapat membuat
belanda kebingungan. Nmun strategi Pangeran Diponegoro dapat ditaklukan dengan membangun strategi benteng
stelsel yang setiap daerah mempunyai benteng dan magelang dijadikan pusat kekuatan militer,

2,4 Upaya Belanda untuk menggagalkan perang

Menghadapi perlawanan diponegoro yang terus meluas pada saat itu, Belanda dibawah pimpinan Jenderal de Kock
berusaha meningkatkan kekuataannya, ia mendatangkan tentara belanda bantuan tentara belanda dari sumatera
barat.. Beberapa komndan tempur dikirim ke berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikiirm ke
Tegal dan Pekalongan. Kemudian Letkol Diell ke Banyumas.

Selain itu, Belanda juga menghancurkan pos-pos pertahaanna pasukan diponegoro. Sasaran pertama Belanda pada
tanggal 4 Oktober 1825 yaitu pos pertahanan pasukan Pangeran Diponegoro di Gua Selarong. Namun, pos Gua
Seloarong ternyata sudang kosong. Hal tersebut merupakan bagian dari strategi pangeran diponegoro, pos Gua
Selarong dipindahkan ke Dekso dibawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo.

Tidak hanya menghancurkan pos pertahanan, Jenderal de Kock juga menerapkan strategi dengan system benteng
Stelsel untuk menghadapi pasukan diponegoro yang bergerak daari pos satu k epos lainnya.

Dengan strategi benteng stelsel sedikit demi sedikit perlawanan dipongeoro berhasil diatasi misalnya pada tahun
1827 belanda beerhasil memukul mundur perlawanan di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang. Sistem
benteng stelsell menyebabkna ruang gerak pasukan diponegoro sempit, para pemimpin yang membantu diponegoro
mulai banyak yang tertangkap.

Namun, pasukan dibawah pimpinan Senton Prawirodirjo id Nanggulan berhasil mengatasi perlawanan belanda, hal
tersebut mmebuat belanda mengajak berundi Sentot Prawirodirjo yang menghasilkan perjanjian Imogiri. Dalam
perjanjian tersebut, Belanda dan Sentot Prawirodirjo menyepakati bahwa Sento dan pasukannya harus menyerahkan
diri secara resmi di Ibu Kota Yogyakarta, hal tersebut merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran
Diponegoro.

2.5 Akhir dari perang Diponegoro

Benteng Stelsel dari Belanda berhasil mempersempir ruang gerak pasukan Diponegoro. Hal tersebut nerupakan
pukulana berat perang dponegoro karena telah banyak pemimpin perang yang berhasil tertangkap oleh Belanda.

Namun pasukan diponegoro terus berjuang untuk melawan belanda.Namun pasukan diponegoto semakin bertambah
lemah pada tahun 1829, karena Kiai Mojo dan Sentot Prawiirodirjo . Melemahnya paukan diponegoro menyebabkan
tawaran Belanda yang dipimpin oleh Jendral de Kock ntuk berunding di Magelang, yang merupakan tempat pusat
kekuatan militer belanda. Kesepakatan tersebut gagal mencapai sepakat , lalu Belanda menangkat pangeran
diponegoro ke Batavia , selanjutnya dipindahkan ke manado, dan dipindahkan lagi di makassar dan meninggal di
benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.

Dampak Perang Diponegoro yaitu:

1. Kekuasaan wilayah Surakarta dan Yogyakarta berkurang


2. Belanda mendapatkan beberapa wilayah di Surakarta dan Yogyakarta
3. Banyak menguras kas Belanda

Anda mungkin juga menyukai