Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PERANG DIPONEGORO

KATA PENGANTAR
  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah inidapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuandari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagipara pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agarmenjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyakkekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yangmembangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
13 November 2015
Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................... i
 
Kata Pengantar........................................................................................ ii
 
Daftar Isi................................................................................................ iii
 
BAB I : Pendahuluan
 
A.Latar Belakang............................................................................ 1
 
B.Rumusan Masalah........................................................................ 1
 
C.Tujuan Penulisan.......................................................................... 1
 
BAB II: Pembahasan
 
A.Pangeran Diponegoro.................................................................. 2
 
B.Sebab-sebab................................................................................. 2
 
C.Jalanya Perang............................................................................. 3
 
D.Akhir Perang Diponegoro............................................................ 5
 
BAB III: Penutup
 
A.Kesimpulan.................................................................................. 6
 
B.Saran............................................................................................ 6
 
Daftar Pustaka......................................................................................... 7

 
BAB I
 
PENDAHULUAN
 
A. Latar Belakang
Perang diponegoro disebut juga perang Jawa. Sebab-sebab yang
menimbulkan perangDiponegoro itu adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi di
kalangan keraton Yogyakarta maupun didaerah wilayahnya sebagai akibat ikut
campurnya kekuasaan asing dalam tata pemerintahan kerajaan.Sedang pemimpin
peperangan tersebut adalah putera Sultan Hamengku Buwono III raja
Yogyakartabernama Pangeran Diponegoro. Adapun daerah-daerah yang bergejolak
dapat dikatakan hampermeliputi semua daerah kerajaan. Mataram yaitu kerajaan
besar di Jawa pada abad XVII-XVIII. Karenaitu tidak mengherankan apabila perang
Diponegoro ini juga disebut perang Jawa. Dan salah satu sebabpecahnya perang
Diponegoro sejak tahun 1825 hingga tahun 1830 itupun tidak lain karena
Kompeniatau kekuasaan Belanda pada waktu itu ikut campur dalam pemerintahan
kerajaan Yogyakarta. Hal itudirasa oleh Pangeran Diponegoro sangat bertentangan
dengan adat pemerintahan keraton.

B. Rumusan Masalah
 1. Siapakah Pangeran Diponegoro?
2. Apa saja yang menyebabkan meletusnya perang Diponegoro?
3. Bagaimana jalannya perang Diponegoro?
4. Bagaimana akhir perang Diponegoro?

C. Tujuan penulisan makalah


 1. Mengetahui siapa pangeran Diponegoro.
2. Mengetahui sebab-sebab meletusnya perang Diponegoro.
3. Mengetahui jalannya perang Diponegoro.
4. Mengetahui akhir perang Diponegoro.
BAB II

PEMBAHASAN

  Perang diponegoro adalah perang yang berlangsung antara tahun 1825-1830


di dareah jawatengah dan sebagian jawa timur. Dalam perang terjadi antara Belanda
penduduk pribumi yang dipimpinoleh Pangeran Diponegoro.
A. Pangeran Diponegoro
 Pangeran Diponegoro (1785-1855) adalah putra Sultan Hamengku buwono III dari
selirRaden Ayu Mengkarawatiputri Bupati Pacitan. Semenjak kecil, diasuh oleh nene
knya, Ratu Ageng diTegalrejo. Sebuah tempat tinggal yang terpencil yang letaknya
beberapa kilometer dari istanaYogyakarta.Disana dia memasuki lingkungan-
lingkungan pesantren dan tidak mau menghadap istanayang tidak disukainya karena
banyak persengkongkolan, kemerosotan akhlak, pelanggaran susila, danpengaruh
barat yang bersifat merusak. (Ricklefs,1999:177-).Sekitar tahun 1805 pangeran
diponegoro mengalami sebuah kejadian spiritual ,dia bermimpibahwa dia adalah
calon raja yang mempunyai tugas bahwa dia harus memasuki zaman
kehancuranyang harus mensucikanya. Setelah 20 tahun menantikan wkatu yang
baik,sementara situasi di jawabertambah buruk . Pada tahun 1820 mulai terjadi
pemberontakan-pemberontakan kecil(Ricklefs,1999:177).
B. Sebab-sebab
 Melihat situasi Jawa yang penuh dengan penderitaan,dengan rakyat dibebani
dengankewajiban membayar pajak. Serta harus memenuhi kebutuhan orang
Belanda dan para bangsawanyang menjadi kaki tangan belanda. Hal tersebut
membuat Pangeran Diponegoro menjadi tidak tahanmelihat situasi tersebut. Selain
itu ,Belanda pada masa itu ikut campur dalam urusan pemerintah
istana,seperti penobatan Sultan Yogyakarta. Setelah Sultan Hamengkubuwono IV
wafat,Belandamengangkat putra mahkota,yaitu Jarot sebagai sultan Yogyakarta,
Padahal usianya pada saat itu barutiga tahun. Sultan hanya dijadikan sebagi simbol
pemerintahan saja. Selanjutnya dalam pemerintahanistana Yogyakarta diatur oleh
Residen Smissert.Pada bulam Mei 1825, sebuah jalan dibangun didekat Tegalrejo
pihak belanda yang
membuat jalan dari Yogyakarta ke Magelang melalui Tegalrejo tanpa persetujuan da
ri pangeran diponegoro.Pangeran diponegoro dan masyarakat merasa tersinggung
dan marah karena Tegal rejo adalah tempatmakam dari leluhur Pangeran
Diponegoro (Junaidi ,2007:85). Selain itu pembutan jalan tersebutpembangunan
tersebut akan menggusur banyak lahan. Hal inilah yang menjadi titik tolak
terjadinyaperang Diponegoro . Untuk menyelesaikan masalah tanah itu, sebenarnya
Residen
Belanda, A.H.Smisaert mengundang Pangeran Diponegoro untuk menemuinya. Na
mun undangan itu ditolakmentah-mentah olehnya.Pemerintah Hindia Belanda
kemudian melakukan pematokan di daerah yang dibuat jalan.Pematokan sepihak
tersebut membuat Pangeran Diponegoro geram, lalu memerintahkan orang-
orangnya untuk mencabuti patok-patok itu. Melihat kelakuan Pangeran Diponegoro,
Belanda mempunyai alasan untuk menangkap Diponegoro dan melakukan tindakan.
Tentara meriam pundidatangkan ke kediaman Diponegoro di Tegalrejo. Pada
tanggal 20 Juli 1825 perang Tegalrejodikepung oleh serdadu
Belanda. Akibat serangan meriam, Pangeran Diponegoro besrta keluarganya terpak
sa mengungsikarena ia belum mempersiapkan perang. Mereka pergi
menyelamatkan diri menuju ke barat hingga keDesa Dekso di Kabupaten
Kulonprogo, lalu meneruskan kearah selatan sampai ke Goa Selarong. Goayang
terletak di Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul ini, kemudian dijadikan
sebagai basispasukan.
C. Jalanya Perang
 Dalam persembunyianya Pangeran Diponegoro menghimpun kekuatan. Ia
mendapat banyak dukungan dari beberapa bangsawan Yogyakarta dan Jawa
Tengah yang kecewa dengan Sultanmaupun Belanda . Lima belas dari dua puluh
sembilan pangeran bergabung dengan Diponegoro,demikian pula empat puluh satu
dari delapan puluh bupati. Salah satu bangsawan pengikut Diponegoro adalah
Sentot Prawirodirjo seorang panglima muda yang tangguh di medan tempur.
Komunitas agama bergabung dengan Diponegoro , yang diantarana adalah Kiai
Mojo yang menjadi pimpinan spiritual pemberontakan tersebut. Rakyat pedesaan
juga bertempur di pihak Diponegoro dan memebantu pasukan-pasukannya apabila
mereka tidak sanggup bertempur
lagi. Awalnya pertempuran dilakukan terbuka dengan pengerahan pasukan-pasukan 
infantri,kavaleri, dan artileri oleh Belanda. Pihak Diponegoropun menanggapi dan
berlangsunglah pertempuransengit di kedua belah pihak. Medan pertempuran terjadi
di puluhan kota dan di desa di seluruh Jawa.Jalur-jalur logistik juga dibangun dari
satu wilayah ke wilayah lain untuk menyokong keperluan perang.Belanda
menyiapkan puluhan kilang mesiu yang dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang.
Mesiu danpeluru terus diproduksi saat peperangan berlangsung. Selain itu Belanda
juga mengarahkan mata-mata utuk mencari informasi guna menyusunn setrategi
perang.Selanjutnya Diponegoro beserta pengikutnya mengunakan strategi gerilya,
yakni dengan caraberpencar, berpindah tempat lalu menyerang selagi musuh
lengah. Setrategi ini sangat merepotkantentara Belanda. Belum lagi Pangeran
Diponegoro mendapat dukungan rakyat. Awlanya sendiripeperangan banyak terjadi
di daerah barat kraton Yogyakarta seperti Kulonprogo, Bagelen, danLowano
(Perbatasan Purworejo-Magelang). Perlawanan lalu berlanjut kedaerah lain: Gunung
kidul,Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitar Semarang.
Serangan-serangan besar dari pendukung Diponegoro biasanya dilakukan pada
bulan-bulan penghujan karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan
Belanda terhambat. Selain itu,penyakit malaria dan disentri turut melemahkan moral
dan fisik pasukan ,Belanda kewalahan menhadapi perlawanan Diponegoro.
Diponegoro sempat mengalami kekalahan besar pada bulanOktober 1826 ketika
dipikul mundur di Surakarta . Meskipun demikan , pada akhir tahun 1826 pasukan-
pasukan pemerintah Belanda nampak tidak dapat maju lagi, dan Diponegoro masih
menguasai berbagai wilayah pedalaman Jawa tengah.Berbagai langkah – langkah
sudah di coba pihak Belanda diantaranya, ada bulan Agustus 1826pihak Belanda
memulangkan sultan Hamengkubuwono II yang sudah berusia lanjut dari
tempatpengasingan Ambon dan mendudukanya lagi diatas tahta Yogyakarta (1826-
1828). Tetapi langkah inisama sekali gagal mendorong rakyat Jawa supaya tidak
lagi mendukung pemberontakan.(Ricklefs,1999:179).
D. Akhir Perang Diponegoro
 Pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda menerapkan setrategi jitu untuk
mematahkanperlawanan gerilya ini. Menghadapi perlawanan tersebut,Belanda
menerapkan strategi Benteng Stelsel(sistem Benteng) atas perinta Jendral De
Kock.Dengan siasat ini, Tentara Belanda mendirikan bentengdi setiap daerah-
daerah yang dikuasainya dan diantara benteng-benteng itu dibuat jalan
raya. Akibatnya ,pasukan Diponegoro mengalami kesulitan karena hubungan antar p
asukan dan rakyatmenjadi sulit. Rakyat dihasut dan di adu domba dengan politik
Devide et empera. Kekeutan pasukanDiponegoro pun semakin lemah karena
banyak pemimpin yang gugur,tertangkap, atau menyerah.Pembelotan dan jumlah
tawanan dari pihak pemberontak semakin meningkat. Pada bulan April1829 Kiai
Mojo berhasil ditangkap. Pada bulan september 1829 paman Diponegoro,pangeran
mangubumi dan panglima utamanya sentot, keduanya menyerah. Selanjutnya
Sentot dimanfaatkan oleh Belanda untuk menjalankan tugas untuk melawan kaum
padri di sumatera,sedangkanMangkubumi diangkat sebagai salah satu dari
pangeran-pangeran yang paling senior dari Yogyakarta. Akhirnya ,pada bulan
Maret 1830 Diponegoro bersedia untuk berunding di Magelang.
Namun setibanyadisana dia di tangkap. Pihak Belanda mengasingkanya ke Manado
dan kemudian ke Makasar, Dimana dia wafat pada tahun 1855. Pemberontakan
akhirnya berakhir, di pihak Belanda perang ini telahmenelan setidaknya 8000
serdadu Belanda dan di pihak pribumi sekitar 2000.000 tewas sehingga penduduk
Yogyakarta habis hampir separuhnya.

BAB III
PENUTUP
 
A. Kesimpulan
  Perang diponegoro adalah perang yang berlangsung antara tahun 1825-1830
di dareah jawatengah dan sebagian jawa timur. Dalam perang terjadi antara Belanda
penduduk pribumi yang dipimpinoleh Pangeran Diponegoro. Perang ini disebabkan
pihak Belanda membangun jalan dari Yogyakartake Magelang yang melewati
makam lelehur pangeran Diponegoro. Dalam peperangan yangberlangsung selama
lima tahun ini dimenangkan oleh pihak belanda. Setelah kekalahan
tersebutpangeran Diponegoro di tangkap dan di asingkan ke Manado dan
dipindahkan ke Makassar sampai beliau wafat tanggal 8 januari 1855. Perang ini
juga mengakibatkan banyak korban tewas dari pihakBelanda maupun pribumi.
B. Saran
 Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya
pejuangIndonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa.
Janganlah melupakan jasa
pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa
mengambil nilai-nilai luhurdari mereka.

DAFTAR PUSTAKA
  Al Ansori,
Junaedi.2007. Sejarah Nasional Indonesia Masa Prasejarah Sampai Proklamasi ke
merdekaan,Jakarta: PT Mapan.Ricklefs,M.C.1999. Sejarah Indonesia
Modern,Yogyakarta : Gajah Mada University Press.Kartodirdjo,A .Sartono.
1973.Sejarah Perlawanan-perlawana Terhadap Kolonialisme,Yogyakarta:Gramedia
Diponegoro War Papers

FOREWORD

Praise be to God Almighty for all His graces so that this paper can be

compiled to completion. We also do not forget to express our gratitude for the

assistance from those who have contributed by contributing both material and

thoughts.

And we hope that this paper can increase knowledge and experience for

readers, In the future, we can improve the form or add content of the paper to make

it even better.

Due to the limitations of our knowledge and experience, we believe there

are still many shortcomings in this paper. Therefore, we sincerely hope for

suggestions and constructive criticism from readers for the perfection of this paper.

November 13, 2015

Compiler
TABLE OF CONTENTS

Title page................................................ .............................................. i

Foreword................................................ .............................................. ii

List of contents................................................ .................................... iii

Chapter I Introduction

A. Background.............................................. ....................................... 1

B. Problem Formulation.............................................. ......................... 1

C. Purpose of Writing ........................................................................... 1

Chapter II Discussion

A.Prince Diponegoro.............................................................. .............. 2

B. Causes .......................................................... .................................. 2

C. The course of the war............................................................... ....... 3

D. The End of the Diponegoro War.......................................... ............ 5

Chapter III closing

A. Conclusion............................................... ........................................ 6

B. ......................................................... ................................................ 6

Bibliography................................................ ......................................... 7
CHAPTER I

PRELIMINARY

A. Background

The Diponegoro war is also known as the Java war. The causes that gave

rise to the Diponegoro war were events that occurred in the Yogyakarta palace and

in its territory as a result of the interference of foreign powers in the governance of

the kingdom. The leader of the war was the son of Sultan Hamengku Buwono III, the

king of Yogyakarta, named Prince Diponegoro. The turbulent areas can be said to

cover almost all the kingdom's areas. Mataram was a large kingdom in Java in the

XVII-XVIII centuries. Therefore, it is not surprising that the Diponegoro war is also

called the Java war. And one of the reasons for the outbreak of the Diponegoro war

from 1825 to 1830 was none other than the Dutch Company or power at that time

interfering in the government of the kingdom of Yogyakarta. Prince Diponegoro felt

this was very contrary to the customs of the palace government.

B. Problem Formulation

1. Who is Prince Diponegoro?

2. What caused the Diponegoro war to break out?

3. How did the Diponegoro war go?

4. How did the Diponegoro war end?

C. The purpose of writing the paper

1. Knowing who Prince Diponegoro was.

2. Knowing the causes of the outbreak of the Diponegoro war.

3. Knowing the course of the Diponegoro war.

4. Knowing the end of the Diponegoro war.


CHAPTER II

DISCUSSION

The Diponegoro War was a war that took place between 1825-1830 in

Central Java and parts of East Java. In the war occurred between the Dutch

indigenous population led by Prince Diponegoro.

A. Prince Diponegoro

Prince Diponegoro (1785-1855) was the son of Sultan Hamengkubuwono

III of the concubine Raden Ayu Mengkarawati, daughter of the Regent of Pacitan.

Since childhood, he was raised by his grandmother, Ratu Ageng in Tegalrejo. A

secluded residence located a few kilometers from the Yogyakarta palace. There he

entered the pesantren circles and did not want to face the palace which he did not

like because of many conspiracies, moral decline, moral violations, and destructive

western influences. (Ricklefs, 1999:177-). Around 1805 Prince Diponegoro

experienced a spiritual incident, he dreamed that he was a future king who had the

task that he had to enter an era of destruction that must purify him. After 20 years of

waiting for a good time, while the situation is getting worse. In 1820, small rebellions

began (Ricklefs, 1999:177).

B. Causes

Seeing the situation of Java which was full of suffering, with the people burdened

with the obligation to pay taxes. And must meet the needs of the Dutch and the

nobles who became Dutch accomplices. This made Prince Diponegoro could not

stand to see the situation. In addition, the Netherlands at that time interfered in

government affairspalace, such as the coronation of the Sultan of Yogyakarta. After


Sultan Hamengkubuwono IV died, the Dutch appointed a crown prince, namely

Jarot, as the sultan of Yogyakarta, even though he was only three years old at that

time. The Sultan is only used as a symbol of government. Furthermore, the

government of the Yogyakarta palace was regulated by Resident Smissert. In May

1825, a road was built near Tegalrejo the Dutch made a road from Yogyakarta to

Magelang via Tegalrejo without the approval of Prince Diponegoro. Prince

Diponegoro and the people felt offended and angry because Tegal Rejo is the burial

place of the ancestors of Prince Diponegoro (Junaidi, 2007: 85). In addition, the road

construction will displace a lot of land. This is the starting point for the Diponegoro

war. To solve the land problem, actually the Dutch Resident, A.H.Smisaert invited

Prince Diponegoro to meet him. But the invitation was rejected outright by him. The

Dutch East Indies government then made pegs in the area that was made a road.

This unilateral pegging made Prince Diponegoro furious, then ordered his people to

remove the stakes. Seeing Prince Diponegoro's behavior, the Dutch had a reason to

arrest Diponegoro and take action. The cannon soldiers were also brought to

Diponegoro's residence in Tegalrejo. On July 20, 1825, the Tegalrejo war was

surrounded by Dutch soldiers. Due to the cannon attack, Prince Diponegoro and his

family were forced to flee because he had not prepared for war. They went to save

themselves heading west to Dekso Village in Kulonprogo Regency, then continued

southward to Selarong Cave. The cave, which is located in Kentolan Lor Hamlet,

Guwosari Pajangan, Bantul, was later used as a troop base.


C. The Way of War

In hiding Prince Diponegoro gathered strength. He got a lot of support from

some of the nobles of Yogyakarta and Central Java who were disappointed with the

Sultan and the Dutch. Fifteen of the twenty-nine princes joined Diponegoro, as did

forty-one of the eighty regents. One of the nobles who followed Diponegoro was

Sentot Prawirodirjo, a young commander who was tough on the battlefield. The

religious community joined Diponegoro, including Kiai Mojo who became the spiritual

leader of the rebellion. The rural people also fought on Diponegoro's side and

assisted his troops when they could no longer fight. Initially the battle was carried out

openly with the deployment of infantry, cavalry and artillery troops by the Dutch.

Diponegoro's party responded and fierce fighting took place on both sides.

Battlefields took place in dozens of cities and villages throughout Java. Logistics

lines also built from one area to another to support the needs of the war. The Dutch

prepared dozens of gunpowder factories built in forests and bottom of ravines.

Gunpowder and bullets continued to be produced as the war progressed. In addition,

the Dutch also directed spies to seek information in order to formulate a war

strategy. Furthermore, Diponegoro and his followers used a guerrilla strategy,

namely by scattering, moving places and attacking while the enemy was off guard.

This strategy was very troublesome for the Dutch army. Not to mention Prince

Diponegoro has the support of the people. Initially, many wars occurred in the

western areas of the Yogyakarta palace, such as Kulonprogo, Bagelen, and Lowano

(Purworejo-Magelang Border). The resistance then continued to other areas:

Gunung Kidul, Madiun, Magetan, Kediri, and around Semarang.

Major attacks from Diponegoro's supporters were usually carried out in the rainy

months because heavy tropical rains hampered the movement of the Dutch troops.
In addition, malaria and dysentery also weakened the morale and physical strength

of the troops, the Dutch were overwhelmed by Diponegoro's resistance. Diponegoro

had suffered a major defeat in October 1826 when he was pushed back in

Surakarta. However, at the end of 1826 the Dutch government troops seemed

unable to advance anymore, and Diponegoro still controlled various interior areas of

Central Java. –Steps have been tried by the Dutch, among others, in August 1826

the Dutch returned the elderly Sultan Hamengkubuwono II from exile in Ambon and

re-occupied him on the throne of Yogyakarta (1826-1828). But this step failed to

persuade the Javanese people to stop supporting the rebellion. (Ricklefs, 1999:179).

D. The End of the Diponegoro War

In 1827 the Dutch East Indies government implemented a precise strategy

to break this guerrilla resistance. In the face of this resistance, the Dutch

implemented the Stelsel Fort (Fort system) strategy at the orders of General De

Kock. With this tactic, the Dutch Army established forts in each of the areas under its

control and roads were made between the forts. As a result, Diponegoro's troops

experienced difficulties because the relationship between troops and the people

became difficult. The people are instigated and pitted against politics Devide et

empera. The strength of Diponegoro's troops was getting weaker because many

leaders died, were arrested, or surrendered. Defects and the number of prisoners

from the rebels were increasing. In April 1829 Kiai Mojo was arrested. In September

1829, Diponegoro's uncle, Prince Mangubumi and the main commander of Sentot,

both surrendered. Furthermore, Sentot was used by the Dutch to carry out his duties

against the Padri in Sumatra, while Mangkubumi was appointed as one of the most

senior princes from Yogyakarta. Finally, in March 1830 Diponegoro was willing to
negotiate in Magelang. But when he got there he was arrested. The Dutch exiled him

to Manado and then to Makassar, where he died in 1855. The rebellion finally ended,

on the Dutch side this war had killed at least 8000 Dutch soldiers and on the

indigenous side around 200.000 died so that the population of Yogyakarta was

almost half finished.

CHAPTER III

CLOSING

A. Conclusion

The Diponegoro War was a war that took place between 1825-1830 in

Central Java and parts of East Java. In the war occurred between the Dutch

indigenous population led by Prince Diponegoro. This war was caused by the Dutch

building a road from Yogyakarta to Magelang that passed through the grave of

Prince Diponegoro. In the war that lasted for five years was won by the Dutch. After

the defeat, Prince Diponegoro was arrested and exiled to Manado and transferred to

Makassar until he died on January 8, 1855. This war also resulted in many deaths

from the Dutch and the natives.

B. Suggestion

Hopefully, by writing this paper, we can find out how difficult it was for

ancient Indonesian fighters to seize the Republic of Indonesia, from betting on

property and life. Don't forget service

heroes who have died in defense of Indonesia and hopefully we can take the noble

values from them.


BIBLIOGRAPHY

Al Ansori, Junaedi. 2007. Indonesian National History Prehistoric Period Until the

Proclamation of Independence, Jakarta: PT Mapan.Ricklefs, M.C. 1999. History of

Modern Indonesia, Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Kartodirdjo, A.

Sartono. 1973.History of Resistance to Colonialism,Yogyakarta:Gramedia


 

Anda mungkin juga menyukai