Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH

PERANG PADRI DAN PERANG DIPONEGORO

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Pelajaran : Sejarah

Kelompok 6
Kelas XI. IPA 2

1. Alifah Ramadani
2. Lutfia Ramadani
3. Laurensia Egitania
4. Nabila Karisma Putri
5. Reza Jeni Nirmala

SMA NEGERI PURWODADI


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
"PERANG PADRI DAN PERANG DIPONEGORO" ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Guru yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Kepada teman-
teman juga yang telah mendukung dan membantu sehingga dapat bersama-sama
menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini.


Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk menjadi
acuan penyusun menjadi lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

A. Latar Belakang ..........................................................................................1


B. Rumusan Masalah.....................................................................................1
C. Tujuan........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................2

A.Hak dan Kewajiban Warga Negara.......................................................2

B. Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban...................................2

C.Penanganan Pelanggaran Hak dan Pengingkaran Kewajiban................4

BAB III PENUTUP...........................................................................................5


A. Kesimpulan..........................................................................................5
B. Saran....................................................................................................5

Daftar Pustaka ………………………………………………………………. 6


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perang Padri adalah peperangan yang berlangsung di Sumatera Barat
dan sekitarnya terutama di kawasan Kerajaan Pagaruyung dari tahun 1803
hingga 1838. Perang ini merupakan peperangan yang pada awalnya akibat
pertentangan dalam masalah agama sebelum berubah menjadi peperangan
melawan penjajahan. Perang Padri dimulai dengan munculnya pertentangan
sekelompok ulama yang dijuluki sebagai Kaum Padri terhadap kebiasaan-
kebiasaan yang marak dilakukan oleh kalangan masyarakat yang disebut
Kaum Adat di kawasan Kerajaan Pagaruyung dan sekitarnya. Kebiasaan
yang dimaksud seperti perjudian, penyabungan ayam, penggunaan madat,
minuman keras, tembakau, sirih, dan juga aspek hukum adat matriarkat
mengenai warisan, serta longgarnya pelaksanaan kewajiban ritual formal
agama Islam. Tidak adanya kesepakatan dari Kaum Adat yang padahal telah
memeluk Islam untuk meninggalkan kebiasaan tersebut memicu kemarahan
Kaum Padri, sehingga pecahlah peperangan pada tahun 1803.
Perang diponegoro disebut juga perang Jawa. Sebab-sebab yang
menimbulkan perang Diponegoro itu adalah peristiwa-peristiwa yang terjadi
di kalangan keraton Yogyakarta maupun di daerah wilayahnya sebagai
akibat ikut campurnya kekuasaan asing dalam tata pemerintahan kerajaan.
Sedang pemimpin peperangan tersebut adalah putera Sultan Hamengku
Buwono III raja Yogyakarta bernama Pangeran Diponegoro. Adapun
daerah-daerah yang bergejolak dapat dikatakan hamper meliputi semua
daerah kerajaan. Mataram yaitu kerajaan besar di Jawa pada abad XVII-
XVIII. Karena itu tidak mengherankan apabila perang Diponegoro ini juga
disebut perang Jawa. Dan salah satu sebab pecahnya perang Diponegoro
sejak tahun 1825 hingga tahun 1830 itupun tidak lain karena Kompeni atau
kekuasaan Belanda pada waktu itu ikut campur dalam pemerintahan
kerajaan Yogyakarta. Hal itu dirasa oleh Pangeran Diponegoro sangat
bertentangan dengan adat pemerintahan keraton.
B. Rumusan Masalah
Kami dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa latar belakang terjadinya Perang Padri?
b. Bagaimana proses terjadinya Perang Padri?
c. Apa latar belakang terjadinya Perang Diponegoro?
d. Bagaimana proses terjadinya Perang Diponegoro?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Perang Padri.
b. Untuk mengetahui proses terjadinya Perang Padri
c. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Perang Diponegoro.
d. Untuk mengetahui proses terjadinya Perang Diponegoro.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang terjadinya Perang Padri


Perang ini bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dan
kaum adat, Belanda membantu kaum adat. Perang pertama antara kaum
Padri dan kaum adat terjadi di kota Iawas, kemudian meluas ke kota lain.
Pemimpin kaum Padri antara lain Dato’ Bandaro, Tuanku Nan Cerdik,
Tuanku Nan Renceh, Dato’ Malim Basa (Imam Bonjol). Adapun kaum adat
dipimpin oeh Dato’ Sati. Pada perang tersebut kaum adat terdesak,
kemudian minta bantuan Belanda.
Sejak akhir abad ke 18 telah datang seorang ulama dari kampong
Kota Tua di daratan Agam. Karena berasal dari kampung Kota Tua maka
ulama itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. Tuanku Kota Tua ini
mulai mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam.
Dengan melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua
menyatakan bahwa masyrakat Minangkabau telah begitu jauh menyimpang
dari ajaran agama islam. Ia menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat
itu hidup sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah Nabi.
Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama yang baru
saja usai menunaikan ibadah Haji di tanah suci Makkah. Yakni haji Miskin,
Haji Sumanik, dan Haji Piobang. Mereka melanjutkan gerakan pemurnian
pelaksanaan ajaran islam seperti yang telah dilakukan oleh Tuanku Kota
Tua. Orang-orang yang melakukan gerakan pembaharuan atau pemurnian
ajaran Islam di Minangkabau itu sering dikenal dengan kaum Padri.

B. Proses terjadinya Perang Padri


Perang Padri di Sumatera Barat dibagi dalam tiga Fase :
1. Tahap Pertama (1821-1825)
Pada tahap ini, peperangan terjadi antara kaum Padri dan kaum adat
yang dibantu oleh Belanda. Menghadapi Belanda yang bersenjata
lengkap, kaum Padri menggunakan siasat gerilya. kedudukan Belanda
makin sulit, kemudian membujuk kaum Padri untuk berdamai. Pada
tanggal 15 Nopember 1825 di Padang diadakan perjanjian perdamaian
dan tentara Belanda ditarik dari Sumatra dan dipusatkan untuk
menumpas perlawanan Diponegoro Di Jawa.

2. Tahap kedua (1825—1830)


Tahun itu merupakan tahun yang sangat penting , sehingga bagi
Belanda di gunakan sevagai bagian strategi dalam menghadapi
perlawanan kaum Padri di Sumatera Barat. Bagi Belanda tahun itu
dipergunakan untuk sedikit menggendorkan ofensifnya dalam Perang
Padri, upaya damai di usahakan sekuat tenaga. Oleh karena itu Kolonel
De Strers yang merupakan penguasa sipil dan militer di Sumatera Barat
berusaha mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh kaum Padri untuk
menghentikan perang dan sebaliknya perlu mengadakan perjanjian
damai. Kaum Padri tidak begitu menghiraukan ajakan damai dari
Belanda, karena Belanda sudah biasa bersikap licik. Belanda kemudian
meminta bantuan kepada saudagar Arab bernama Sulaiman Aljufri
untuk membujuk para pemuka kaum Padri. Sulaiman Aljufri menemui
Tuanku Imam Bonjol agar bersedia berdamai dengan Belanda, Tuanku
Imam Bonjol menolak, lalu menemui Tuanku Lintau ternyata merespon
ajakan damai didukung juga dengan Tuanku Nan Receh. Itulah
sebabnya pada tanggal 15 November1825 ditandatangani perjanjian
Padang yang isinya :
1. Belanda mengakui kekuasaan pemimpin Padri di Batusangkar,
Saruaso, Padang Guguk Sigandang, agam, Bukit Tinggi dan
menjamin pelaksanaan system agama didaerahnya
2. Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
3. Kedua pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang
sedang melakukan perjalanan
4. Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam.
3. Tahap Ketiga (1830-1837)
Kesulitan yang diderita kaum padri di bojol berawal dengan di
tutupnya jalan-jalan penghubung dengan daerah lain oleh pasukan
belanda. Pada tanggal 11-16 juni 1835, sayap kanan pasukan belanda
telah berhasil menutup jalan yang menghubungkan benteng bonjol
dengnan daerah sebelah barat.
Setelah daerah-daerah sekitar Bonjol dapat dikuasai oleh Belanda,
serangan ditujukan langsung ke benteng Bonjol.Membaca situasi yang
gawat ini, Tuanku Imam Bonjol menyatakan bersedia untuk
berdamai.Belanda mengharapkan, bahwa perdamaian ini disertai dengan
penyerahan. Tetapi Imam Bonjol berpendirian lain. Perundingan
perdamaian ini adalah siasat mengulur waktu, agar dapat mengatur
pertahanan lebih baik, yaitu membuat lubang yang menghubungkan
pertahanan dalam benteng dengan luar benteng, di samping untuk
mengetahui kekuatan musuh di luar benteng.Kegagalan perundingan ini
menyebabkan berkobarnya kembali pertempuran pada tanggal 12
Agustus 1837.
Belanda memerlukan waktu dua bulan untuk dapat menduduki
benteng Bonjol,yang didahului dengan pertempuran yang sengit.
Meriam-meriam Benteng Bonjol tidak banyak menolong, karena musuh
berada dalam jarak dekat.Perkelahian satu lawan satu tidak dapat
dihindarkan lagi.Korban berjatuhan dari kedua belah pihak.Pasukan Padri
terdesak dan benteng Bonjol dapat dimasuki oleh pasukan Belanda
menyebabkan Tuanku Imam Bonjol beserta sisa pasukannya menyerah
pada tanggal 25 Oktober 1937.
Tuanku Imam Bonjol kemudian dibuang ke cianjur, jawa barat.
Tada tanggal 19 januari 1839 beliau dibuang ke ambon, lalu pada tahun
1841 dipindahkan ke manado, dan meninggal disana pada tanggal 6
november 1864.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol telah menyerah tidak berarti perlawanan
kaum Padri telah dapat dipadamkan.Perlawanan masih terus berlangsung
dipimpin oleh Tuanku Tambusai pada tahun 1838. Setelah itu
berakhirlah perang Padri dan daerah Minangkabau dikuasai oleh
Belanda.

C. Latar Belakang terjadinya Perang Diponegoro


Perang Diponegoro adalah perang yang berlangsung antara tahun
1825-1830 di dareah jawa tengah dan sebagian jawa timur. Dalam perang
terjadi antara Belanda penduduk pribumi yang dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro. Melihat situasi Jawa yang penuh dengan penderitaan,dengan
rakyat dibebani dengan kewajiban membayar pajak. Serta harus memenuhi
kebutuhan orang Belanda dan para bangsawan yang menjadi kaki tangan
belanda. Hal tersebut membuat Pangeran Diponegoro menjadi tidak tahan
melihat situasi tersebut. Selain itu ,Belanda pada masa itu ikut campur
dalam urusan pemerintah istana,seperti penobatan Sultan Yogyakarta.
Setelah Sultan Hamengkubuwono IV wafat, Belanda mengangkat putra
mahkota,yaitu Jarot sebagai sultan Yogyakarta, Padahal usianya pada saat
itu baru tiga tahun. Sultan hanya dijadikan sebagi simbol pemerintahan saja.
Selanjutnya dalam pemerintahan istana Yogyakarta diatur oleh Residen
Smissert.
Pada bulam Mei 1825, sebuah jalan dibangun didekat Tegalrejo
pihak belanda yang membuat jalan dari Yogyakarta ke Magelang melalui
Tegalrejo tanpa persetujuan dari pangeran diponegoro. Pangeran diponegoro
dan masyarakat merasa tersinggung dan marah karena Tegal rejo adalah
tempat makam dari leluhur Pangeran Diponegoro (Junaidi ,2007:85). Selain
itu pembuatan jalan tersebut pembangunan tersebut akan menggusur banyak
lahan. Hal inilah yang menjadi titik tolak terjadinya perang Diponegoro .
Untuk menyelesaikan masalah tanah itu, sebenarnya Residen Belanda,
A.H.Smisaert mengundang Pangeran Diponegoro untuk menemuinya.
Namun undangan itu ditolak mentah-mentah olehnya. Pemerintah Hindia
Belanda kemudian melakukan pematokan di daerah yang dibuat jalan.
Pematokan sepihak tersebut membuat Pangeran Diponegoro geram, lalu
memerintahkan orang-orangnya untuk mencabuti patok-patok itu. Melihat
kelakuan Pangeran Diponegoro, Belanda mempunyai alasan untuk
menangkap Diponegoro dan melakukan tindakan. Tentara meriam pun
didatangkan ke kediaman Diponegoro di Tegalrejo. Pada tanggal 20 Juli
1825 perang Tegalrejo dikepung oleh serdadu Belanda. Akibat serangan
meriam, Pangeran Diponegoro besrta keluarganya terpaksa mengungsi
karena ia belum mempersiapkan perang. Mereka pergi menyelamatkan diri
menuju ke barat hingga ke Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo, lalu
meneruskan kearah selatan sampai ke Goa Selarong. Goa yang terletak di
Dusun Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul ini, kemudian dijadikan
sebagai basis pasukan.

D. Proses terjadinya Perang Diponegoro


Dalam persembunyianya Pangeran Diponegoro menghimpun
kekuatan. Ia mendapat banyak dukungan dari beberapa bangsawan
Yogyakarta dan Jawa Tengah yang kecewa dengan Sultan maupun Belanda.
Lima belas dari dua puluh sembilan pangeran bergabung dengan
Diponegoro, demikian pula empat puluh satu dari delapan puluh bupati.
Salah satu bangsawan pengikut Diponegoro adalah Sentot Prawirodirjo
seorang panglima muda yang tangguh di medan tempur. Komunitas agama
bergabung dengan Diponegoro , yang diantarana adalah Kiai Mojo yang
menjadi pimpinan spiritual pemberontakan tersebut. Rakyat pedesaan juga
bertempur di pihak Diponegoro dan memebantu pasukan-pasukannya
apabila mereka tidak sanggup bertempur lagi.
Awalnya pertempuran dilakukan terbuka dengan pengerahan
pasukan-pasukan infantri, kavaleri, dan artileri oleh Belanda. Pihak
Diponegoropun menanggapi dan berlangsunglah pertempuran sengit di
kedua belah pihak. Medan pertempuran terjadi di puluhan kota dan di desa
di seluruh Jawa. Jalur-jalur logistik juga dibangun dari satu wilayah ke
wilayah lain untuk menyokong keperluan perang. Belanda menyiapkan
puluhan kilang mesiu yang dibangun di hutan-hutan dan dasar jurang. Mesiu
dan peluru terus diproduksi saat peperangan berlangsung. Selain itu Belanda
juga mengarahkan mata-mata utuk mencari informasi guna menyusun
strategi perang.
Selanjutnya Diponegoro beserta pengikutnya mengunakan strategi
gerilya, yakni dengan cara berpencar, berpindah tempat lalu menyerang
selagi musuh lengah. Setrategi ini sangat merepotkan tentara Belanda.
Belum lagi Pangeran Diponegoro mendapat dukungan rakyat. Awlanya
sendiri peperangan banyak terjadi di daerah barat kraton Yogyakarta seperti
Kulonprogo, Bagelen, dan Lowano (Perbatasan Purworejo-Magelang).
Perlawanan lalu berlanjut kedaerah lain: Gunung kidul, Madiun, Magetan,
Kediri, dan sekitar Semarang.
Serangan-serangan besar dari pendukung Diponegoro biasanya
dilakukan pada bulan-bulan penghujan karena hujan tropis yang deras
membuat gerakan pasukan Belanda terhambat. Selain itu, penyakit malaria
dan disentri turut melemahkan moral dan fisik pasukan ,Belanda kewalahan
menhadapi perlawanan Diponegoro. Diponegoro sempat mengalami
kekalahan besar pada bulan Oktober 1826 ketika dipikul mundur di
Surakarta . Meskipun demikan , pada akhir tahun 1826 pasukan-pasukan
pemerintah Belanda nampak tidak dapat maju lagi, dan Diponegoro masih
menguasai berbagai wilayah pedalaman Jawa tengah.
Berbagai langkah –langkah sudah di coba pihak Belanda
diantaranya, ada bulan Agustus 1826 pihak Belanda memulangkan sultan
Hamengkubuwono II yang sudah berusia lanjut dari tempat pengasingan
Ambon dan mendudukanya lagi diatas tahta Yogyakarta (1826-1828).
Tetapi langkah ini sama sekali gagal mendorong rakyat Jawa supaya tidak
lagi mendukung pemberontakan. (Ricklefs,1999:179)
Pada tahun 1827 pemerintah Hindia Belanda menerapkan setrategi jitu
untuk mematahkan perlawanan gerilya ini. Menghadapi perlawanan
tersebut,Belanda menerapkan strategi Benteng Stelsel (sistem Benteng) ats
perinta Jendral De Kock.Dengan siasat ini, Tentara Belanda mendirikan
benteng di setiap daerah-daerah yang dikuasainya dan diantara benteng-
benteng itu dibuat jalan raya. Akibatnya ,pasukan Diponegoro mengalami
kesulitan karena hubungan antar pasukan dan rakyat menjadi sulit. Rakyat
dihasut dan di adu domba dengan politik Devide et empera. Kekeutan
pasukan Diponegoro pun semakin lemah karena banyak pemimpin yang
gugur,tertangkap, atau menyerah.
Pembelotan dan jumlah tawanan dari pihak pemberontak semakin
meningkat. Pada bulan April 1829 Kiai Mojo berhasil ditangkap. Pada bulan
september 1829 paman Diponegoro,pangeran mangubumi dan panglima
utamanya sentot, keduanya menyerah. Selanjutnya Sentot dimanfaatkan
oleh Belanda untuk menjalankan tugas untuk melawan kaum padri di
sumatera,sedangkan Mangkubumi diangkat sebagai salah satu dari
pangeran-pangeran yang paling senior dari Yogyakarta. Akhirnya ,pada
bulan Maret 1830 Diponegoro bersedia untuk berunding di Magelang.
Namun setibanya disana dia di tangkap. Pihak Belanda mengasingkanya ke
Manado dan kemudian ke Makasar, Dimana dia wafat pada tahun 1855.
Pemberontakan akhirnya berakhir, di pihak Belanda perang ini telah
menelan setidaknya 8000 serdadu Belanda dan di pihak pribumi sekitar
2000.000 tewas sehingga penduduk Yogyakarta habis hampir separuhnya.

.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perang Padri terjadi di Minangkabau pada tahun 1821-1837. Perang
Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap Pemerintah
Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang ini bermula adana pertentangan
antara kaum Padri dengan Kaum Adat dalam masalah praktik keagamaan.
Perang diponegoro adalah perang yang berlangsung antara tahun
1825-1830 di dareah jawa tengah dan sebagian jawa timur. Dalam perang
terjadi antara Belanda penduduk pribumi yang dipimpin oleh Pangeran
Diponegoro. Perang ini disebabkan pihak Belanda membangun jalan dari
Yogyakarta ke Magelang yang melewati makam lelehur pangeran
Diponegoro. Dalam peperangan yang berlangsung selama lima tahun ini
dimenangkan oleh pihak belanda. Setelah kekalahan tersebut pangeran
Diponegoro di tangkap dan di asingkan ke Manado dan dipindahkan ke
Makassar sampai beliau wafat tanggal 8 januari 1855. Perang ini juga
mengakibatkan banyak korban tewas dari pihak Belanda maupun pribumi.

B. Saran
Perang melawan Pemerintahan colonial Hindia-Belanda memang susah
tetapi semanggat juang rakyat dan para pahlawan perang kita tidak padam.
Sebagai pelajar banyak nilai-nilai yang dapat kita teladani, misalnya
semangat cinta tanah air. Rela berkorban, kebersamaan dan pantang
menyerah, sehingga dapat memotovasi kita untuk bekerja keras dan giat
belajar.
DAFTAR PUSTAKA

Al Ansori, Junaedi.2007. Sejarah Nasional Indonesia Masa Prasejarah Sampai


Proklamasi kemerdekaan, Jakarta: PT Mapan.

Kartodirdjo,A .Sartono. 1973.Sejarah Perlawanan-perlawana Terhadap


Kolonialisme,Yogyakarta

https://jagad.id/biografi-tuanku-imam-bonjol/

https://news.detik.com/berita/d-4789216/perang-padri-sejarah-hingga-kronologi-
pertempuran

Sardiman AM. 2017. Sejarah Indonesia, Jakarta, Putra Nugraha

Anda mungkin juga menyukai