Anda di halaman 1dari 16

KERAJAAN ISLAM DI SULAWESI

Dosen Pengampu
Dr. Sumarno, M.Pd

Oleh
Rikki Purwansah 170210302020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR............................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................... 3
2.1. Awal Mula Berkembangnya Islam di Sulawesi Selatan ............................................ 3
2.2. Kerajaan Islam Di Sulawesi Selatan dan Keadaan Pemerintahannya ...................... 4
A. kerajaan Gowa-Tallo ........................................................................................... 4
B. kerajaan Bone ..................................................................................................... 7
C. kerajaan Wajo ................................................................................................... 10
BAB III SIMPULAN.............................................................................................................. 12
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
3.2. Saran ...................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
KATA PENGANTAR

Pertama mari kita panjatkan puja dan puji syukur kita terhadap Tuhan yang
Maha Esa dimana atas berkat, rakhmat dan hidayah-Nya kepada penyusun
sehinngga kami di berikan kelancaran dalam pengerjaan makalah.
Makalah ini membahas tentang “Kerajaan Islam Di Sulawesi” penyusun
berharap bahwasannya pembaca mendapatkan manfaat serta mendapat wawasan
pembelajaran yang lebih dengan disusunnya makalah ini. Terima kasih kami
ucapkan kepada pihak yang telah membantu proses pengerjaan makalah ini sampai
terselesaikan dengan lancar dan baik.
Kami tahu bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan di berbagai
segi. Oleh karenanya, kritik dan saran sangat dibutuhkan supaya pengerjaan
makalah kami selanjutnya bisa lebih baik kedepannya.
Tidak lupa kami ucapkan banyak kata maaf karena apabila ada salah
pengetikan maupun isi yang dirasa masih kurang baik. Dengan berakhirnya susunan
makalah kami maka penyusun mengucapkan banyak terima kasih.

Jember, 31 Maret 2018

Penulis

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam sudah dikenal masyarakat sejak dahulu. Banyak sekali cara
penyebaran agama islam sehingga dapat diterma dengan mudahnya oleh
masyarakat. Dalam hal ini, dahulu islam berkembang melalui kerajaan – kerajaan
di Nusantara. Kerajaan Islam berkembang pesat di nusantara baik berasal dari
penyebaran oleh para pedangang maupun melalui media lainnya. Seiring dengan
persebaran agama Islam di nusantara banyak didirikan kerajaan Islam. Salah satu
Kerajan Islam tertua di kawasan timur nusantara ialah Kerajaan Gowa-Tallo di
Sulawesi Selatan.
Penyebaran islam ke wilayah Sulawesi Selatan di bawa oleh Mubaligh asal
Minangkabau yang bernama Dato’ri Bandang (Abdul Makmur atau Khatib
Tunggal), Dato’ri Pattimang ( Dato’ Sulaemanan atau khatib sulung), dan Dato’ri
Tiro (Abdul Jawad alias khatib Bungsu). Ketiga mubalig bersaudara tersebut
dikenal dengan sebutan Dalto Tallu ( Tiger Dato) yang berasal dari Koto tengah
Minangkabau, Sumatera.
Kerajaan- kerajaan islam yang terdapat di sulawesi selatan antara lain kerajaan
Gowa-Tallo, Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo. Akan tetap dalam makalah ini hanya
akan dijelaskan mengenai tiga kerajaan saja yaitu kerajaan Gowa-Tallo, Bone, dan
Wajo.
Kerajaan Gowa Tallo terutama yang mempunyai peranan penting dalam segi
politik menentang Kolonial belanda pada pemerintahan Sultan Hasanuddin (1631-
1670).
Makalah ini akan membahas tentang awal mula berdiri dan berkembangnya
kerajaan islam di Sulawesi Selatan serta kehidupan politik, sosial dan ekonominya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal mula berkembangnya islam di sulawesi selatan?
2. Kerajaan kerajaan islam apa saja yang terdapat di Sulawesi selatan?
3. Bagaimana kehidupan pilitik dan sosial ekonominya?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui asal mula berkembangnya islam di sulawesi selatan?
2. Untuk mengetahui Kerajaan islam apasaja yang terdapat di sulawesi Selatan
3. Untuk mengetahui kehidupan sosial, politik dan ekonomi kerajaan islam di
Sulawesi tersebut?
D. Manfaat
Dapat menambah wawasan tentang asal muasal berkembangnya islam di
Sulawesi Selatan, dan kerajaan-kerajaan islam di Sulawesi selatan serta
mengetahui kehidupan sosial, politik dan ekonomi kerajaan tesebut.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Awal Mula Berkembangnya Islam di Sulawesi Selatan


Pandangan yang berkembang di kalangan masyarakat Bugis dan Makassar
Sulawesi selatan, menyebutkan bahwaagama Islam pertama datang ke daerah ini
pada awal abad ke 17. Islam diperkenalkan pertama kalinya oleh para muballig dari
MinangKabau, Sumatera Barat yang ketika masih berada di bawah kekuasaan
Kesultanan Aceh. (Burhani, 1984: 62; Said, 2010: 313).

Mengenai hal ini, Mattulada dalam bukunya Sejarah masyarakat dan Kebudayaan
Sulawesi Selatan, menyebutkan bahwa s eor ang ul ama dari Minangkabau Tengah,
Sumatera Barat, bernama Abdul Kadir Khatib Tunggal tiba di pelabuhan Tallo pada
tahun 1605 dengan menumpang sebuah kapal perahu. Setibanya di pantai, ia
kemudian melakukan shalat yang mengherankan rakyat. Ia menyatakan maksud
kedatangannya untuk menghadap raja. Raja Tallo yang mendengar berita itu
langsung bergegas ke pantai untuk menemui orang yang berbuat aneh itu. Di tengah
perjalanan ke pantai, di pintu gerbang halaman istana Tallo, Raja bertemu dengan
seorang tua yang menanyakan tentang tujuan perjalanan raja. Orang tua itu
kemudian menulis sesuatu di atas kuku ibu jari Raja Tallo dan mengirim salam pada
orang yang berbuat aneh di pantai itu. Ketika Raja bertemu dengan orang aneh di
pantai itu, yang tiada lain Abdul Kadir Khatib Tunggal, disampaikanlah salam
orang tua tadi. Kemudian mengenai tulisan yang ada di atas kuku ibu jari Raja Tallo,
ternyata adalah tulisan yang berlafazkan “Surah alfatihah. Khatib Tunggal
menyatakan bahwa orang tua yang menjumpai Raja adalah penjelmaan Nabi
Muhammad SAW.

Selain itu terdapat informasi yang masih perlu untuk diteliti dan diuji kebenarannya,
bahwa sebelum kedatangan ketiga datuk yang berasal dari Sumatera, telah ada
ulama keturunan Arab yang datang ke Sulawesi Selatan untuk menyebarkan Islam.
Ulama keturunan Arab yang dimaksud menurut laporan itu ialah Sayyid
Jamaluddin al-Husayn al-Akhbar yang berada di daerah ini sekitar abad ke-14 M.

3
(Chehab,1975: 15; Pelras, 1996: 134; Syamsu A.S, 1999: 99 dalam
Abdullah.2016:88).

Kehadiran masyarakat Melayu di Sulawesi Selatan, terutama di masa pemerintahan


Kerajaan Gowa pada abad ke 16 M, menunjukkan bukti tentang masuknya agama
dan peradaban Islam di kawasan ini. Mereka orang-orang Melayu yang datang dari
berbagai negeri, seperti Aceh, Campa Patt ni, Johor dan Minagkabau umumnya
bekerja sebagai pedagang. Kehadiran mereka telah mendahului ketiga muballig
penyebar Islam dari Minangkabau Sumatera Barat. Orangorang Melayu yang
diberikan tempat oleh pemerintah kerajaan Gowa di daerah Mangallekana, sebuah
perkampungan di dekat Somba Opu yang dilengkapi dengan Masjid, adalah
menjadi bukti kehadiran Islam di Kawasan ini sebelum para tiga muballig dari
Minangkabau tersebut berhasil mengislamkan Kerajaan Luwu dan Kerajaan gowa.
(Abu Hamid, 1994: 79 dalam Abdullah. 2016:88)

2.2. Kerajaan Islam Di Sulawesi Selatan dan Keadaan Pemerintahannya


A. kerajaan Gowa-Tallo
Pada awalnya di daerah Gowa terdapat sembilan komunitas, yang dikenal
dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera), yang kemudian menjadi pusat
kerajaan Gowa: Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata,
Bissei, Sero dan Kalili. Melalui berbagai cara, baik damai maupun paksaan,
komunitas lainnya bergabung untuk membentuk Kerajaan Gowa. Cerita dari
pendahulu di Gowa dimulai oleh Tumanurung sebagai pendiri Istana Gowa, tetapi
tradisi Makassar lain menyebutkan empat orang yang mendahului datangnya
Tumanurung, dua orang pertama adalah Batara Guru dan saudaranya
Baik sumber-sumber asing maupun sumber naskah kuno bahwa kehadiran
agama islam sudah ada sejak abad sebelum kedatangan Tome Pires (1512-1515 M),
karena ia menceritakan bahwa Makassar sudah melakukan hubungan dagang
dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam. Akan tetapi Tome Pires mengatakan bahwa
penguasa-penguasa lebih dari 50 negeri pulau itu masih menganut berhala,
maksudnya belum islam. Pemberitahuan tome Pires tersebut mungkin menitik
beratkan pada sebuah kerajaan di sulawesi yang belum resmi menganut agama

4
Islam, karena Secara resmi kedua raja dari kerajaan Gowa dan Tallo memeluk agam
islam pada tanggal 22 September 1605 M.
Negeri tersebut kaya akan beras putih dan juga bahan bahan makanan lainnya
banyak daging dan juga kapur barus hitam, mereka memasok barang dagangan dari
luar antara lain jenis pakaian dari cambay, Bengal, dan keling. Mengingat jaringan
perdagangan dari cina sudah lama, barang-barang keramik juga di impor dan hal itu
juga dibuktikan dengan banyaknya temuan keramik dari masa dinasti Sung dan
Ming dari daerah Sulawesi Selatan.
Kerajaan Gowa-Tallo sebelum menjadi kerajaan islam sering berperang
dengan kerajaan lain di sulawesi selatan, seperti dengan Luwu, Bone, Soppeng dan
Wajo. Kerajaan Wulu yang bersekkutu dengan kerajaan Soppeng di tanklukkan
oleh kerajaan Gowa-Tallo. Kemudian kerajaan Wajo menjadi daerah taklukan
Gowa Tallo (menurut hikayat Wajo) hanya Kerajaan Bone yang masih bertahan
karena bantuan rahasia kerajaan Wajo.
1. Kehidupan politik kerajaan Gowa-Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang dari
Sumatera, sehingga pada abad 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi
Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam. Raja Makasar yang
pertama memeluk agama Islam adalah Karaeng Matoaya (Raja Gowa) yang
bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1593 – 1639 dan dibantu
oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) sebagai Mangkubumi bergelar Sultan Abdullah.
Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai
kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Malekul Said
(1639 – 1653).
Selanjutnya kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa
pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya
Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai
daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan
perdagangan Makasar. Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa
Tenggara Barat.
2. Kehidupan sosial-ekonomi kerajaan Gowa-Tallo

5
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah
nelayan dan pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf
kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah
kemakmuran hidupnya.
Sejak Gowa Tallo sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin
hubungan dengan Ternate yang sudah menerima Islam dari Gresik. Raja Ternate
yakni Baabullah mengajak raja Gowa Tallo untuk masuk Islam, tapi gagal. Baru
pada masa Raja Datu Ri Bandang datang ke Kerajaan Gowa Tallo agama Islam
mulai masuk ke kerajaan ini. Setahun kemudian hampir seluruh penduduk Gowa
Tallo memeluk Islam. Mubaligh yang berjasa menyebarkan Islam adalah Abdul
Qodir Khotib Tunggal yang berasal dari Minangkabau

3. Kemunduran kerajaan Gowa Tallo


Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi
asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh
VOC yang telah berkuasa di Ambon. Dengan kondisi tersebut maka timbul
pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan
terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri
pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya
kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut
maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan
melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah
kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh
Makasar meminta bantuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan
Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota
kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui

6
kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu
sangat merugikan kerajaan Makasar. Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
a. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
b. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
c. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-
pulau di luar Makasar.
d. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap
Belanda tetap berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu
Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda. Untuk
menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara
besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar,
dan Makasar mengalami kehancurannya.
B. kerajaan Bone
Semasa kerajaan Gowa Tallo belum menjadi kerajaan islam, perselisihan
dengan kerajaan-kerajaan lainnya seing terjadi antara lain dengan Bone, Soppeng
dan Wajo. Ketiga kerajaan ini membentuk persekutuan untuk melawan kerajaan
Gowa tallo dan persekutuan tersebut dinamakan “Tallum Pocco” merupakan masa
kedamaian ketiga kerajaan tersebut meski pihak kerajaan Gowa-Tallo tetap
berusaha untuk memperluas daerah kekuasaannya. Menjelang akhir abad ke-16
terjadi lagi perang antara kerajaan Gowa-Tallo dengan kerajaan Bone meskipun
begitu kerajaan Bone masih belum terkalahkan. Peperangan ini diakhiri melalui
pertemuan di Caleppa yang disebut perjanjian Ulung kanayari Caleppa.
Disamping itu, dibuat lagi persekutuan yang berisi pernyataan bahwa jika ada
musuh terhadap kerajaan Gowa Tallo adalah juga musuh kerajaan Bone, begitu
pula sebaliknya. Akan tetapi perjanjian itu mulai luntur dan terjadi perang karena
diantara ketiga kerajaan yang terrikat persekutuan Tallum Pocco (kerajaan Bone,
Soppeng dan Wajo) mengadakann perlawanan terhadap kerajaan Gowa-Tallo.
Setelah kerajaan Gowa-Tallo secara resmi menjadi kerajaan islam pada tahun
1605 M hasrat untuk memperluas wilayah kekuasaannya semakin besar. Agar

7
ketiga kerajaan lain juga menganut agam islam. Sehingga pada tahun 1611 M.
Kerajaan Bone takluk dibawak kekuasaan kerajaan Gowa.
Proses penerimaan Islam di kerajaan Bone pada awalnya tidak terlepas dari
proses Islamisasi di kerajaan Gowa, yang mana proses Islamisasi kerajaan Gowa,
dilakukan oleh Datu ri Bandang yang kemudian dilanjutkan oleh Sultan Alauddin
setelah Islam diterima secara resmi oleh Kerajaan Gowa. Seruan pengislaman yang
dibawah Sultan Alauddin didasarkan atas konvensi raja-raja terdahulu yang dimuat
dalam konvensi Uluada (perjanjian) yang menegaskan bahawa setiap penguasa
yang menemukan suatu jalan baru, dan lebih baik, berkewajiban memberi tahu para
penguasa lainnya mengenai penemuannya tersebut kepada raja-raja sekutunya
(Rahmawati. 2017:18).
Dalam konsep politik ketatanegaraan kerajaan Bone, raja mempunyai
kedudukan yang amat tinggi, bahkan dipersonifikasikan dengan Dewa, yang sesuai
dengan konsep tomanurung masyarakat Bone. Oleh kerana itu jika dihubungkan
dengan teori Azyumardi Azra mengenai penguasa dan rakyat, sekiranya berlaku
pengkhianatan atau kedurhakaan kepada raja, ia akan dipandang sebagai salah satu
dosa besar.
Kedudukan Raja Bone setelah masuknya Islam yakni raja yang diangkat diberi
gelar Sultan dalam pemerintahan dan tetap ada lembaga khusus menangani soal-
soal keagamaan, rumah ibadah secara langsung diawasi oleh kerajaan, La
Maddaremmeng sebagai Arungpone semasa itu terkenal sebagai raja yang
melaksanakan ajaran Islam secara murni dan berlanjutan. Lontara Bone menyebut
bahawa Raja Bone La Maddaremmeng sangat keras menjalankan perintah syariat
Islam perintahnya antara lain ia mengeluarkan perintah semua hamba sahaya “ata”
yang tidak tergolong turun temurun harus dimerdekakan atau dilayani sebagai
pekerja yang memperoleh upah yang pantas. (Rahmawati. 2017:19)
Kehidupan Sosial
Ketika Islam menjadi agama rasmi di kerajaan Bone, beberapa perubahan telah
terjadi dalam tingkatan sosial secara berangsur-angsur. Perubahan ini semakin
jelas ketika sara’ (hukum Islam) menduduki tempat penting dalam masyarakat.
Penghapusan ata (sahaya) yang prosesnya dimulai oleh Raja Bone Ke 13, La

8
Maddaremmang Sultan Muhammad Saleh.15 Meskipun dalam perkembangannya
masyarakat saat ini masih mengenal stratifikasi sosial atau pelapisan sosial
masyarakat atas dibahagi menjadi dua lapisan iaitu bangsawan (puang/andi) dan
non bangsawan (orang biasa).
Penerimaan Islam di kerajaan Bone dan masuknya syari’at Islam yang menjadi
sebahagian dari integral dalam Pangngadereng, maka pranata-pranata sosial
masyarakat Bone, memperoleh warna baru. Ini kerana sara’ (syariat) telah
memberikan peranannya dalam berbagai tingkah laku kehidupan sosial budaya.
Perlu diakui bahawa kehadiran Islam tidak banyak merubah nilai-nilai, kaedah-
kaedah kemasyarakatan sehingga adat istiadat pra Islam, sebahagian masih tetap
dilestarikan. Kehadiran Islam dalam kerajaan Bone lebih kepada menambah dan
memperkaya budaya. Dengan demikian yang tampak di sini adalah terjadinya
negosiasi antara syariat Islam dengan tradisi-tradisi lokal (Rahmawati. 2017:22).
Runtuhnya kerajaan bone
Sejak runtuhnya kerajaan Gowa pasca Perjanjian Bongaya, Bone bangkit menjadi
satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di kawasan Sulawesi Selatan
dan Timur Nusantara, hingga memasuki awal abad ke XX M. Dalam konteks
sejarah Sulawesi Selatan, dijelaskan bahwa pada abad ke XIX M, kerajaan Bone
adalah merupakan saingan utama Belanda dalam usahanya memperluas wilayah
kekuasannya dalam bidang ekonomi dan politik. Akibatnya, kedua belah pihak ini
pernah terlibat dalam perang besar.
Perang dalam usaha menaklukkan Kesultanan Bone sebagai pemimpin
kerajaan-kerajaan di Sulawesi terus dilakukan oleh Belanda. Lalu perang secara
berturutturut pada tahun 1859 M sampai tahun 1950. Peperangan yang dilancarkan
Belanda pada tahun 1905 terhadap pusat kekuasaan Kesultanan Bone,
mengakibatkan benteng pertahanan Bone jebol, dan Belanda berhasil menaklukkan
Bone. Inilah akhir perjalanan sejarah Kerajaan Bone ketika dipimpin oleh Raja
Bone terakhir Lapawawoi Karaeng Sigeri. Lapawawoi Karaeng Sigeri sendiri tidak
berhasil ditangkap, karena dapat meloloskan diri dan lari ke pedalaman untuk
mengumpulkan pasukan yang tersisa, dan berencana membangun kekuatan
kembali. (abdullah. 2017: 26).

9
Sementara pengejaran terhadap Lapawawoi karaeng Sigeri oleh Belanda,
Tomarilaleng bersama anggota Ade’ Pitu’e menyatakan tunduk kepada Belanda.
Serangan Belanda pada tahun 1905 telah menyebabkan Bone menderita banyak
kerugian, termasuk tewasnya Panglima Besar Kerajaan Bone Petta Ponggawae
Baso Pagilingi Abdul Hamid. Begitupun, pada akhirnya juga Lapawawoi Karaeng
Sigeri dapat ditangkap, kemudian diasingkan ke Bandung dan meninggal pada
Januari 1911.
C. kerajaan Wajo
Terdapat sumber hikayat lokal yang berupa naskah-naskah aslinya dan pernah
diteliti Dr. Noorduyn dengan judul “Een Aehtiende-Eeuwse Kronik Van Wadjo”
yang penting bagi sejarah penulisan Wajo.
Sejarah awal kerajaan Wajo di katakan masih gelap karena terdapat beberapa
versi yang menceritakan munculnya nama Wajo. Diantara cerita ada yang
menghubungkan dengan pendiri kampung wajo oleh tiga orang anak raja dari
kanpung tetangga cinnotta’bi yaitu dari keturunan dewa yang mendirikan kampung
itu dan menjadi raja-raja dari ketiga bagian. (Limpo) bangsa wajo: bettempola,
talonlenreng dan Tua. kepala keluarga dari mereka menjadi raja di seluruh Wajo
dengan gelar batara wajo.
Wajo pernah bersekutu dengan keajaan Luwu dan bersatu dengan kerajaan
Bone dan Soppeng dalam perjanjian Tellum Pocco tahun 1582. Wajo ditaklukkan
kkerajaan Gowa dalam upaya memperluas islam dan pernah tunduk pada tahun
1610. Di samping itu diceritakan pula dalam hikayat tersebut bagaimana Dato’ri
Baandang dan Dato Sulaemana memberikan pelajaran agama islam terhadap raja-
raja Wajo dan rakyatnya dalam masalah kalam Fikih. Pada waktu itu dikerajaan
wajo di lantik pejabat-pejabat agama atau sara dan yang menjadi kadi pertama di
kerajaan wajo adalah konon seorang wali dengan karamahnya ketika berziarah ke
Mekkah.
Diceritakan bahwa di kerajaan Wajo selama tahun 1612 sampai 1679
diperintah oleh sepuluh orang Arung-matoa. Persekutuan dengan goa diperkuat
dengan bantuan dalam peperangan, tetapi beberapa kali juga Gowa mencampuri
urusan pemerintah kerajaan Wajo. Kerajaan wajo sering pula membantu kerajaan

10
Gowa pada peperangan baru dengan kerajaan Bone pada tahun 1643, 1660 dan
1667. Kerajaan Wajo sendiri pernah ditaklukkan oleh kerajaan Bone, tetapi karena
didesak kerajaan Bone juga takluk pada kerajaan Gowa-Tallo.
Melalui perang besar-besaran antara kerajaan Gowa-Tallo di bawah Sultan
Hasanuddin melawan VOC yang dipimpin Speelman yang mendapat bantuan dari
Aru Palaka dari Bone berakhir dengan kekalahan di pihak kerajaan Gowa sehingga
dipaksa untuk menandatangani perjanjian Boggaya pada tahun 1667 dimana
penyerahan tersebut disusul oleh kerajaan Wajo pada 1670 yang terlebih dahulu
diserang oleh tentara Bone dan VOC sehingga jatuhlah ibukota kerajaan waji yaitu
Tosora. Arung-matoa to Sengger gugur dalam penyerangan itu sehingga
penggatinya terpaksa harus menandatangani perjanjian di makassar tentang
penyerahan Wajo kepada VOC.

11
BAB III SIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Islam masuk dan berkembang di indonesia diperkirakan pada abad ke-7 Hijriah
atau abad ke 13 Masehi dan berkembang besat di daerah-daerah pesisir pantai yang
menjadi persinggahan para pedagang. Salah satu contohnya adalah wilayah
Sulawesi Selatan yang dekat dengan jalur perdaganan internasional.
Penyebaran islam di Sulawesi selatan di bawa oleh mubalig dai minangkabau
yaitu Dato’ri Bandang, Dato Sulaemana dan Dato’ri Pattimang. Kerajaan islam
pertama di Sulawesi selatan adalah kerajaan Gowa-Tallo setelah rajanya memeluk
islam pada tahun 1605 M. Lalu penyebaranmelalui ekspansi oleh kerajaan gowa
padda kerajaan lain disekitarnya seperti Wajo, Soppeng, Wulu dan Bone. Kerajaan-
kerajaan tersebut pernah takluk dibawah pemerintahan kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa mencapai puncak ke emasan saat diperintah oleh Sultan
Hasanuddin dan monolak dominasi asing di Sulawesi selatan. Sehingga terjadi
pertempuran antara kerajaan gowa dengan VOC yang dibantu oleh raja Bone Aru
Palaka yang pada akhirnya berhasil mengalahkan kerajaan Gowa pada tahun 1667
dan dipaksa untu menandatangani perjanjian Boggaya.
3.2. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak luput dari kasalahan kata kata dan
mungkin dapat menyinggung para pembaca, sehingga dengan hal tersebut penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai isi makalah ini, untuk pembuatan makalah
yang lebih baik di lain waktu.

12
DAFTAR PUSTAKA

Pusponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:


Balai Pustaka
Abdullah.2017. Kerajaan Bone Dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan (Sebuah
Pergolakan Politik Dan Kekuasaan Dalam Mencari, Menemukan,
Menegakkan Dan Mempertahankan Nilai-Nilai Entitas Budaya Bugis). Lensa
Budaya: Journal of Cultural Sciences, 12(2)
Rahmawati. 2017. Islam dalam Pemerintahan Kerajaan Bone pada Abad ke XVII.
Jurnal Rihlah Vol. V no. 1
Abdullah.2016. Islamisasi di Sulawesi Selatan dalam Perspektif Sejarah.
Paramita vol. 26 no.1

13

Anda mungkin juga menyukai