Anda di halaman 1dari 41

Oleh:

Afada Limpad Y (MIA 7/02)


Afftario Fauqa W (MIA 7/03)
Afiq Ilma (MIA 7/04)
Difa Reynikha F (MIA 7/12)
Timotius Andy S (MIA 7/26)

Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan islam
pertama di wilayah jawa barat.
Pusatnya ada di kota Cirebon.
Kerajaan Cirebon memiliki keterkaitan
dengan kerajaan Pajajaran. Cirebon
sebelumnya adalah daerah kekuasaan
kerajaan Pajajaran.
Dibawah Walangsungsang Cirebon menjadi
cukup kuat.
Walangsungsang membuat kebijakan agar
rakyat Cirebon tidak membayar upeti ke
Pajajaran.
Kebijakan tersebut membuat Raja Pajajaran
marah dan melakukan penyerangan ke
Cirebon.
Serangan itu dapat dipatahkan
Walangsungsang.
Kemudian Walangsungsang
memproklamirkan kemerdekaan Cirebon
sekaligus mendirikan kerajaan Cirebon.
Walangsungsang menjadi raja pertama
Cirebon.
Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon
Walangsungsang dan adiknya Rara Santang
sudah masuk islam.
Setelah Cirebon kuat, Walangsungsang dan
Rara Santang naik haji.
Setelah naik haji Walangsungsang menetap
sementara di Mesir untuk menyaksikan
pernikahan adiknya Rara Santang dengan
Sultan Mesir.
Dari pernikahan itu lahirlah Syarif
Hidayatullah. Kemudian Walangsungsang
kembali ke Cirebon.
Setelah cukup besar Syarif Hidayatullah
datang ke Cirebon.
Syarif Hidayatullah diberikan petuah untuk
memimpin kerajaan oleh pamanya.
Syarif Hidayatullah naik tahta pada tahun
1479.
Setelah berhasil meng-islam-kan Cirebon
Syarif Hidayatullah lebih banyak
menyebarkan agama islam ke daerah-daerah
jawa barat dan banten.
Syarif Hidayatullah mempercayakan
tonggak kekuasaan kerajaan banten pada
putranya Pangeran Pasarean.
Pada saat menyebarkan agama islam ke
Banten Syarif Hidayatullah harus
berhadapan dengan Pajajaran.
Raja Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi adalah
kakek dari Syarif Hidayatullah konfrontasi
langsung dengan anak muda yang
memerintah kerajaan islam dengan kekuatan
gaib.
Setelah meng-islam-kan banten dan pajajaran,
Syarif Hidayatullah menjadi pemimpin banten.
Kemudian, ia kembali ke Cirebon.
Wilayah banten diberikan kepada putranya
Hassanudin.
Di cirebon Syarif Hidayatullah memperdalam
lagi ilmu agamanya. Kemudian Syarif
Hidayatullah mengundurkan diri ke daerah
Gunung Jati dan mendapat julukan Sunan
Gunung Jati.
Tak lama kemudian Belanda datang ke Cirebon
dan Banten. Terjadi peperangan antara rakyat
Cirebon dan banten dengan Belanda.
Kerajaan Demak mengirim Fatahillah ke
cirebon dan banten untuk membantu Cirebon
dan Banten melawan Belanda.
Fatahillah menikah dengan anak Sunan
Gunung jati yaitu Ratu Ayu.
Pangeran Pasarean mengikuti jejak ayahnya
untuk menjadi ulama dan menyebarkan
agama islam dan kedudukannya pun
digantikan oleh Fatahillah.
Bertahun-tahun peperangan antara Cirebon
dan banten melawan Belanda semakin
membuat Cirebon dan Banten terdesak.
Akhirnya Belanda mampu dengan leluasa
mencampuri urusan kerajaan Cirebon.
Belanda memecah kerajaan cirebon menjadi
kesultanan kasepuhan dan kanoman.
Belanda memecah lagi kesultanan kanoman
menjadi kasultanan kanoman dan kasultanan
kacirebonan.
Ekonomi:
Cirebon mengandalkan perekonomiannya
pada perdangangan jalur laut. Dimana
terletak Bandar-bandar dagang yang
berfungsi sebagai tempat singgah para
pedagang dari luar Cirebon. Juga memiliki
fungsi sebagai tempat jual beli barang
dagangan. Dengan kedatangan Belanda
keadaan ekonomi di Cirebon dikuasai penuh
oleh VOC. Dengan diadakannya perjanjian
antara Belanda dengan Cirebon 30 April 1981



Politik:
Perkembangan politik yang terjadi pada
Cirebon berawal dari hubungan politiknya
dengan Demak. Hal inilah yang menyebabkan
perkembangan Cirebon. Babad Cirebon
menceritakan tentang adanya kekuasaan
kekuasaan Cakrabuana atau Haji Abdullah
yang menyebarkan agama islam di kota
tersebut sehingga upeti berupa terasi ke
pusat Pajajaran lambat laun dihentikan.
Selain hubungannya dengan Demak,
kehidupan politik pada kala itu juga
dipengaruhi oleh beberapa konflik. Konflik
yang terjadi ada konflik internal
dan menjadi vassal VOC.

1. Telah terpenuhinya prasarana dan sarana pisik essensial
pemerintahan dan ekonomi dalam ukuran suatu Kerajaan
Pesisir.
2. Telah dikuasainya daerah-daerah belakang (hinterland)
yang dapat diharapkan mensuplay bahan pangan
termasuk daerah penghasil garam, daerah yang cukup
vital bagi income nagari pesisir dengan luas yang
memadai.
3. Telah adanya sejumlah pasukan lasykar dengan semangat
yang tinggi, yang dipimpin oleh para panglima (dipati-
dipati) yang cukup berwibawa dan bisa dipercaya
loyalitasnya.
4. Adanya sejumlah penasehat-penasehat baik dibidang
pemerintahan maupun agama.
5. Terjalinnya hubungan antar negara yang sangat erat
antar Cirebon dengan Demak.
6. Mendapat dukungan penuh dari para wali.
7. Tidak terdapat indikasi tentang ancaman Prabu Siliwangi
untuk menghancurkan eksistensi cirebon.
Sesudah perpecahan kedua, pemerintah Kolonial
Belanda pun semakin ikut campur dalam
mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah
peranan dari keraton-keraton Kesultanan Cirebon
di wilayah-wilayah kekuasaannya.
Pada tahun-tahun 1906 dan 1926, dimana
kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon
secara resmi dihapuskan dengan disahkannya
Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang
mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk
sekitar 20.000 jiwa. Tahun 1942, Kota Cirebon
kembali diperluas menjadi 2.450 hektare.

Syawalan Gunung Jati
Setiap awal bula syawal masyarakat wilayah
Cirebon umumnya melakukan ziarah ke
makam Sunan Gunung Jati. Di samping itu
juga untuk melakukan tahlilan
Ganti Welit
Upacara yag dilaksanakan setiap tahun di
Makam Kramat Trusmi untuk mengganti atap
makam keluarga Ki Buyut Trusmi yang
menggunakan Welit (anyaman daun kelapa).
Upacara dilakukan oleh masyarakat Trusmi.
Biasanya dilaksanakan pada tanggal 25 bulan
Mulud.
Rajaban
Upacara dan ziarah ke makam Pangeran
Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon.
Umumnya dihadiri oleh para kerabat dari
keturunan dari kedua Pangeran tersebut.
Dilaksanakan setiap 27 Rajab. Terletak di
obyek wisata Plangon Kelurahan Babakan
Kecamatan Sumber kurang lebih 1 Km dari
pusat kota Sumber.
Ganti Sirap
Upacara yang dilaksanakan setiap 4 tahun
sekali di makam kramat Ki Buyut Trusmi
untuk mengganti atap makam yang
menggunakan Sirap. Biasanya dimeriahkan
dengan pertunjukan wayang Kulit dan
Terbang.


Muludan
Upacara adat yang dilaksanakan setiap bulan
Mulud (Maulud) di Makam Sunan Gunung Jati.
Yaitu kegiatan membersihkan / mencuci
Pusaka Keraton yang dikenal dengan istilah
Panjang Jimat. Kegiatan ini dilaksanakan
pada tanggal 8 s/d 12 Mulud. Sedangkan
pusat kegiatan dilaksanakan di Keraton.
Salawean Trusmi
Salah satu kegiatan ziarah yang dilaksanakan
di Makam Ki Buyut Trusmi. Di samping itu
juga dilaksanakan tahlilan. Kegiatan ini
dilaksanakan setiap tanggal 25 bulan Mulud.

N a d r a n
Nadran atau pesta laut seperti umumnya
dilaksanakan oleh nelayan dengan tujuan
untuk keselamatan dan upacara terima kasih
kepada Sang Pencipta yang telah
memberikan rezeki. Dilaksanakan dihampir
sepanjang pantai (tempat berlabuh nelayan)
dengan waktu kegiatan bervariasi.
Cuci Jimat Tradisional
Di Keraton Kesepuhan, acara paling menonjol
dalam menyambut 1 Suro hanya pencucian
benda-benda pusaka yang tersimpan di
museum keraton. Itu pun tidak dilakukan
persis pada malam peralihan tahun. Tapi
secara bertahap, antara 1 hingga 10 Suro,

Kerajaan Banten/Kesultanan Banten
merupakan sebuah kerajaan Islam yang
pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia.
Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerjaan
Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan
pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan
beberapa kawasan pelabuhan kemudian
menjadikannya sebagai pangkalan militer
serta kawasan perdagangan.

Secara geografis,
Kerajaan Banten
terletak di propinsi
Banten. Wilayah
kekuasaan Banten
meliputi bagian
barat Pulau Jawa,
seluruh wilayah
Lampung, dan
sebagian wilayah
selatan Jawa
Barat.
Awalnya Banten adalah daerah kekuasaan Kerajaan
Pajajaran.
Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan
Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya
kekuasaan Demak.
Fatahillah, Demak berhasil menduduki Banten,
Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten
menjadi pelabuhan penting
Pada tahun 1552 M, Syarif Hidayatullah menyerahkan
pemerintahan Banten kepada putranya,Hasanuddin.
Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-
1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar..

Hasanuddin membangun benteng pertahanan di
Banten.
Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke
daerah penghasil lada di Lampung.
Ia juga berperan dalam penyebaran Islam di kawasan
tersebut.
Selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang
dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan
Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi
keris oleh raja tersebut.
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah
meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya
berasal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri
dan menjadi kerajaan yang mandiri.
Maulana Yusuf anak dari Hasanuddin, naik tahta pada
tahun 1570, melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan
pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan
Pajajaran tahun 1579.

1. Ekonomi
Pada masa Sultan Ageng antara 1663-1667 pekerjaan
pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan
pertanian. Antara 30-40 km kanal baru dibangun dengan
menggunakan tenaga sebanyak 16000 orang. Di
sepanjang kanal tersebut, ada sekitar 30000-40000 ribu
hektar sawah baru dan ribuan hektar
perkebunan kelapa. 30000-an petani ditempatkan di
atas tanah tersebut, termasuk oran Bugis dan Makasar.
Perkebunan tebu juga mulai dikembangkan. Di bawah
Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten
meningkat signifikan.

2. Sosial
Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran-
ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Saat
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan
sosial masyarakat Banten semakin meningkat.
Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa
adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan
mengusir VOC dari Batavia.
Di kerajaan Banten agama Islam benar-benar menjadi
pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam
mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan
Banten, namun penduduk Banten telah menjalankan
praktek toleransi.

3. Politik
Pada awal berkembangnya Banten, Banten adalah
daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai
oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif
Hidayatullah.
Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan
Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin
dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten
semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin
karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Letak Banten yang strategis, terutama setelah Malaka
jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar
utama perdagangan karena dilalui jalur perdagangan
laut.
b. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang
menjadi perdagangan utama bangsa Eropa.


4. Budaya
Masyarakat yang berada di wilayah Kesultanan Banten
terdiri dari beragam etnis, antara lain: Sunda, Jawa,
Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali.
Ragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap
perkembangan budaya di Banten dengan tetap
berdasarkan aturan agama Islam.
Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi
penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta
keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi
dengan masyarakat setempat.
Dalam seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan
Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16.
Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan
bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh
Jan Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk
agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten
saat ini menjadi tempat wisata sejarah yang banyak
menarik kunjungan wisatawan.

Masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682)
dipandang sebagai masa kejayaan Banten.
Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim
dan mengandalkan perdaganagan dalam
menopang perekonomiannya.
Monopoli atas perdagangan lada di Lampung,
Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi
salah satu pusat niaga yang penting pada masa
itu.
Perdagangan laut berkembang ke seluruh
Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis.

Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa,
Banten berdagang dengan Persia, India, Siam,
Vietnam, Filipina, Cina, dan Jepang.
Di bawah Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
memiliki armada yang mengesankan, dibangun
atas contoh bangsa Eropa, serta juga telah
mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan
Banten.
Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten
juga mengirimkan armada lautnya ke
Sukadana /Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan
Barat sekarang) dan menaklukkannya
tahun 1661.
Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari
tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya
telah melakukan blokade atas kapal-kapal
dagang menuju Banten.

1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin
memerintah pada tahun 1552 1570
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada
tahun 1570 1585
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana
memerintah pada tahun 1585 1596
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran
Ratu memerintah pada tahun 1596 1647
5. Sultan Abu al-Maali Ahmad memerintah pada tahun 1647
1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul
Fattah memerintah pada tahun 1651-1682
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar
memerintah pada tahun 1683 1687
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada
tahun 1687 1690
9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah
pada tahun 1690 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin
memerintah pada tahun 1733 1747
11. Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 1750
12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun
1753 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah
pada tahun 1773 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
memerintah pada tahun 1799 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin
memerintah pada tahun 1803 1808
16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
memerintah pada tahun 1809 1813


Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang
gigih menentang pendudukan VOC di Banten.Tapi
akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara
Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji.
Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng
Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan
di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi.
Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti
dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di
antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung
diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat
Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral
kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian
tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC
memperoleh hak monopoli perdagangan lada di
Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17
April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian
akibat perang tersebut kepada VOC.

Setelah Sultan Haji meninggal tahun 1687, VOC mulai
mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan
dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia.
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan
Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar 3 tahun, selanjutnya
digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan
gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin yang dikenal
juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan
ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya.
Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak
ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC
dalam urusan Banten.
Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir
pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin,
di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat
konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta
bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya
sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi kekuasaan dari VOC.
Pada tahun 1808 Herman Willem Deandles, Gubernur Jenderal
Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan
Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris.
Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu
kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk
membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung
Kulon.
Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels
memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana
Surosowan.
Sultan dan keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan)
dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk.
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian
diasingkan dan dibuang ke Batavia.
Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya
di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam
wilayah Hindia Belanda.


Kesultanan Banten resmi dihapuskan
tahun 1813 oleh pemerintah
kolonial Inggris.
Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin
Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
dilucuti dan dipaksa turun tahta
oleh Thomas Stamford Raffles.
Peristiwa tersebut merupakan pukulan
pamungkas yang mengakhiri riwayat
Kesultanan Banten.
Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan
Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan
antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji.
Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische
(VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji,
sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan.
Dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji / Sultan Abu
Nashar Abdul Qahar, sempat mengirimkan 2 orang untuk
menemui Raja Inggris di London tahun 1682 agar
mendapatkan dukungan dan bantuan persenjataan.


Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari
istananya dan pindah ke kawasan yang disebut
dengan Tirtayasa. Tapi pada 28 Desember 1682 kawasan ini
juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng
bersama putranya yaitu, pangeran Purbaya dan Syekh
Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman
Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap
dan ditahan di Batavia.

Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan
perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada
dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang
berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung
dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van
Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur,
di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan
Syekh Yusuf.

Setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyerahkan
diri.
Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj
untuk menjemput Pangeran Purbaya. Dalam perjalanan
membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa
dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler,
namun terjadi pertikaian di antara mereka. Puncaknya
pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler
dihancurkan. Lalu Untung Surapati beserta pengikutnya
menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya
sendiri sampai di Batavia pada 7 Februari 1684.
Di Banten dan sekitarnya, kini masih terdapat
beberapa peninggalan yang berasal dari zaman
kerajaan Islam Banten (abad XVI XVIII)
Peninggalan tersebut ada yang masih utuh, tapi
banyak yang tinggal reruntuhannya saja, bahkan
tidak sedikit yang berupa fragmen-fragmen kecil.
Peninggalan berupa artefak kecil yang
dikumpulkan dalam penelitian dan penggalian kini
telah disimpan di Museum Situs Kepurbakalaan
yang terletak di halaman depan bekas Keraton
Surosowan.
Peninggalan - peninggalan tersebut adalah :

1. Komplek Keraton Surosowan
2. Komplek Mesjid Agung
3. Meriam Ki Amuk
4. Mesjid Pacinan Tinggi
5. Komplek Keraton Kaibon
6. Mesjid Koja
7. Benteng Spelwijk
8. Watu Gilang
9. Makam Kerabat Sultan
10. Mesjid Agung Kenari





TERIMA
KASIH
:* ({}) :3

Anda mungkin juga menyukai