Afftario Fauqa W (MIA 7/03) Afiq Ilma (MIA 7/04) Difa Reynikha F (MIA 7/12) Timotius Andy S (MIA 7/26)
Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan islam pertama di wilayah jawa barat. Pusatnya ada di kota Cirebon. Kerajaan Cirebon memiliki keterkaitan dengan kerajaan Pajajaran. Cirebon sebelumnya adalah daerah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Dibawah Walangsungsang Cirebon menjadi cukup kuat. Walangsungsang membuat kebijakan agar rakyat Cirebon tidak membayar upeti ke Pajajaran. Kebijakan tersebut membuat Raja Pajajaran marah dan melakukan penyerangan ke Cirebon. Serangan itu dapat dipatahkan Walangsungsang. Kemudian Walangsungsang memproklamirkan kemerdekaan Cirebon sekaligus mendirikan kerajaan Cirebon. Walangsungsang menjadi raja pertama Cirebon. Sebelum mendirikan kerajaan Cirebon Walangsungsang dan adiknya Rara Santang sudah masuk islam. Setelah Cirebon kuat, Walangsungsang dan Rara Santang naik haji. Setelah naik haji Walangsungsang menetap sementara di Mesir untuk menyaksikan pernikahan adiknya Rara Santang dengan Sultan Mesir. Dari pernikahan itu lahirlah Syarif Hidayatullah. Kemudian Walangsungsang kembali ke Cirebon. Setelah cukup besar Syarif Hidayatullah datang ke Cirebon. Syarif Hidayatullah diberikan petuah untuk memimpin kerajaan oleh pamanya. Syarif Hidayatullah naik tahta pada tahun 1479. Setelah berhasil meng-islam-kan Cirebon Syarif Hidayatullah lebih banyak menyebarkan agama islam ke daerah-daerah jawa barat dan banten. Syarif Hidayatullah mempercayakan tonggak kekuasaan kerajaan banten pada putranya Pangeran Pasarean. Pada saat menyebarkan agama islam ke Banten Syarif Hidayatullah harus berhadapan dengan Pajajaran. Raja Pajajaran yaitu Prabu Siliwangi adalah kakek dari Syarif Hidayatullah konfrontasi langsung dengan anak muda yang memerintah kerajaan islam dengan kekuatan gaib. Setelah meng-islam-kan banten dan pajajaran, Syarif Hidayatullah menjadi pemimpin banten. Kemudian, ia kembali ke Cirebon. Wilayah banten diberikan kepada putranya Hassanudin. Di cirebon Syarif Hidayatullah memperdalam lagi ilmu agamanya. Kemudian Syarif Hidayatullah mengundurkan diri ke daerah Gunung Jati dan mendapat julukan Sunan Gunung Jati. Tak lama kemudian Belanda datang ke Cirebon dan Banten. Terjadi peperangan antara rakyat Cirebon dan banten dengan Belanda. Kerajaan Demak mengirim Fatahillah ke cirebon dan banten untuk membantu Cirebon dan Banten melawan Belanda. Fatahillah menikah dengan anak Sunan Gunung jati yaitu Ratu Ayu. Pangeran Pasarean mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi ulama dan menyebarkan agama islam dan kedudukannya pun digantikan oleh Fatahillah. Bertahun-tahun peperangan antara Cirebon dan banten melawan Belanda semakin membuat Cirebon dan Banten terdesak. Akhirnya Belanda mampu dengan leluasa mencampuri urusan kerajaan Cirebon. Belanda memecah kerajaan cirebon menjadi kesultanan kasepuhan dan kanoman. Belanda memecah lagi kesultanan kanoman menjadi kasultanan kanoman dan kasultanan kacirebonan. Ekonomi: Cirebon mengandalkan perekonomiannya pada perdangangan jalur laut. Dimana terletak Bandar-bandar dagang yang berfungsi sebagai tempat singgah para pedagang dari luar Cirebon. Juga memiliki fungsi sebagai tempat jual beli barang dagangan. Dengan kedatangan Belanda keadaan ekonomi di Cirebon dikuasai penuh oleh VOC. Dengan diadakannya perjanjian antara Belanda dengan Cirebon 30 April 1981
Politik: Perkembangan politik yang terjadi pada Cirebon berawal dari hubungan politiknya dengan Demak. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan Cirebon. Babad Cirebon menceritakan tentang adanya kekuasaan kekuasaan Cakrabuana atau Haji Abdullah yang menyebarkan agama islam di kota tersebut sehingga upeti berupa terasi ke pusat Pajajaran lambat laun dihentikan. Selain hubungannya dengan Demak, kehidupan politik pada kala itu juga dipengaruhi oleh beberapa konflik. Konflik yang terjadi ada konflik internal dan menjadi vassal VOC.
1. Telah terpenuhinya prasarana dan sarana pisik essensial pemerintahan dan ekonomi dalam ukuran suatu Kerajaan Pesisir. 2. Telah dikuasainya daerah-daerah belakang (hinterland) yang dapat diharapkan mensuplay bahan pangan termasuk daerah penghasil garam, daerah yang cukup vital bagi income nagari pesisir dengan luas yang memadai. 3. Telah adanya sejumlah pasukan lasykar dengan semangat yang tinggi, yang dipimpin oleh para panglima (dipati- dipati) yang cukup berwibawa dan bisa dipercaya loyalitasnya. 4. Adanya sejumlah penasehat-penasehat baik dibidang pemerintahan maupun agama. 5. Terjalinnya hubungan antar negara yang sangat erat antar Cirebon dengan Demak. 6. Mendapat dukungan penuh dari para wali. 7. Tidak terdapat indikasi tentang ancaman Prabu Siliwangi untuk menghancurkan eksistensi cirebon. Sesudah perpecahan kedua, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin ikut campur dalam mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari keraton-keraton Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Pada tahun-tahun 1906 dan 1926, dimana kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente Cheirebon (Kota Cirebon), yang mencakup luas 1.100 Hektar, dengan penduduk sekitar 20.000 jiwa. Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2.450 hektare.
Syawalan Gunung Jati Setiap awal bula syawal masyarakat wilayah Cirebon umumnya melakukan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati. Di samping itu juga untuk melakukan tahlilan Ganti Welit Upacara yag dilaksanakan setiap tahun di Makam Kramat Trusmi untuk mengganti atap makam keluarga Ki Buyut Trusmi yang menggunakan Welit (anyaman daun kelapa). Upacara dilakukan oleh masyarakat Trusmi. Biasanya dilaksanakan pada tanggal 25 bulan Mulud. Rajaban Upacara dan ziarah ke makam Pangeran Panjunan dan Pangeran Kejaksan di Plangon. Umumnya dihadiri oleh para kerabat dari keturunan dari kedua Pangeran tersebut. Dilaksanakan setiap 27 Rajab. Terletak di obyek wisata Plangon Kelurahan Babakan Kecamatan Sumber kurang lebih 1 Km dari pusat kota Sumber. Ganti Sirap Upacara yang dilaksanakan setiap 4 tahun sekali di makam kramat Ki Buyut Trusmi untuk mengganti atap makam yang menggunakan Sirap. Biasanya dimeriahkan dengan pertunjukan wayang Kulit dan Terbang.
Muludan Upacara adat yang dilaksanakan setiap bulan Mulud (Maulud) di Makam Sunan Gunung Jati. Yaitu kegiatan membersihkan / mencuci Pusaka Keraton yang dikenal dengan istilah Panjang Jimat. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 8 s/d 12 Mulud. Sedangkan pusat kegiatan dilaksanakan di Keraton. Salawean Trusmi Salah satu kegiatan ziarah yang dilaksanakan di Makam Ki Buyut Trusmi. Di samping itu juga dilaksanakan tahlilan. Kegiatan ini dilaksanakan setiap tanggal 25 bulan Mulud.
N a d r a n Nadran atau pesta laut seperti umumnya dilaksanakan oleh nelayan dengan tujuan untuk keselamatan dan upacara terima kasih kepada Sang Pencipta yang telah memberikan rezeki. Dilaksanakan dihampir sepanjang pantai (tempat berlabuh nelayan) dengan waktu kegiatan bervariasi. Cuci Jimat Tradisional Di Keraton Kesepuhan, acara paling menonjol dalam menyambut 1 Suro hanya pencucian benda-benda pusaka yang tersimpan di museum keraton. Itu pun tidak dilakukan persis pada malam peralihan tahun. Tapi secara bertahap, antara 1 hingga 10 Suro,
Kerajaan Banten/Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerjaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Secara geografis, Kerajaan Banten terletak di propinsi Banten. Wilayah kekuasaan Banten meliputi bagian barat Pulau Jawa, seluruh wilayah Lampung, dan sebagian wilayah selatan Jawa Barat. Awalnya Banten adalah daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Fatahillah, Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten menjadi pelabuhan penting Pada tahun 1552 M, Syarif Hidayatullah menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya,Hasanuddin. Di bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552- 1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar..
Hasanuddin membangun benteng pertahanan di Banten. Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia juga berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut. Selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut. Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana, Banten yang sebelumnya berasal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570, melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579.
1. Ekonomi Pada masa Sultan Ageng antara 1663-1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30-40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, ada sekitar 30000-40000 ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa. 30000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk oran Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu juga mulai dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan.
2. Sosial Kehidupan sosial rakyat Banten berlandaskan ajaran- ajaran yang berlaku dalam agama Islam. Saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, kehidupan sosial masyarakat Banten semakin meningkat. Usaha yang ditempuh oleh Sultan Ageng Tirtayasa adalah menerapkan sistem perdagangan bebas dan mengusir VOC dari Batavia. Di kerajaan Banten agama Islam benar-benar menjadi pedoman hidup rakyat. Meskipun agama Islam mempengaruhi sebagian besar kehidupan Kesultanan Banten, namun penduduk Banten telah menjalankan praktek toleransi.
3. Politik Pada awal berkembangnya Banten, Banten adalah daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Namun pada tahun 1524 wilayah Banten berhasil dikuasai oleh Kerajaan Demak di bawah pimpinan Syarif Hidayatullah. Setelah itu, kekuasaan Banten diserahkan kepada Sultan Hasanudin, putra Syarif Hidayatullah. Sultan Hasanudin dianggap sebagai peletak dasar Kerajaan Banten. Banten semakin maju di bawah pemerintahan Sultan Hasanudin karena didukung oleh faktor-faktor berikut ini: a. Letak Banten yang strategis, terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Banten menjadi bandar utama perdagangan karena dilalui jalur perdagangan laut. b. Banten menghasilkan rempah-rempah lada yang menjadi perdagangan utama bangsa Eropa.
4. Budaya Masyarakat yang berada di wilayah Kesultanan Banten terdiri dari beragam etnis, antara lain: Sunda, Jawa, Melayu, Bugis, Makassar, dan Bali. Ragam suku tersebut memberi pengaruh terhadap perkembangan budaya di Banten dengan tetap berdasarkan aturan agama Islam. Pengaruh budaya Asia lain didapatkan dari migrasi penduduk Cina akibat perang Fujian tahun 1676, serta keberadaan pedagang India dan Arab yang berinteraksi dengan masyarakat setempat. Dalam seni bangunan Banten meninggalkan seni bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun pada abad ke-16. Selain itu, Kerajaan Banten memiliki bangunan istana dan bangunan gapura pada Istana Kaibon yang dibangun oleh Jan Lucas Cardeel, seorang Belanda yang telah memeluk agama Islam. Sejumlah peninggalan bersejarah di Banten saat ini menjadi tempat wisata sejarah yang banyak menarik kunjungan wisatawan.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682) dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdaganagan dalam menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis.
Dibantu orang Inggris, Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina, dan Jepang. Di bawah Sultan Ageng Tirtayasa, Banten memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas contoh bangsa Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana /Kerajaan Tanjungpura (Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin memerintah pada tahun 1552 1570 2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan memerintah pada tahun 1570 1585 3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana memerintah pada tahun 1585 1596 4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu memerintah pada tahun 1596 1647 5. Sultan Abu al-Maali Ahmad memerintah pada tahun 1647 1651 6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah memerintah pada tahun 1651-1682 7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar memerintah pada tahun 1683 1687 8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya memerintah pada tahun 1687 1690 9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin memerintah pada tahun 1690 1733 10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin memerintah pada tahun 1733 1747 11. Ratu Syarifah Fatimah memerintah pada tahun 1747 1750 12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri memerintah pada tahun 1753 1773 13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin memerintah pada tahun 1773 1799 14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1799 1803 15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin memerintah pada tahun 1803 1808 16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin memerintah pada tahun 1809 1813
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Banten.Tapi akhirnya VOC menjalankan politik adu domba antara Sultan Ageng dan putranya, Sultan Haji. Berkat politik adu domba tersebut Sultan Ageng Tirtayasa kemudian berhasil ditangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga wafat pada tahun 1629 Masehi. Bantuan dan dukungan VOC kepada Sultan Haji mesti dibayar dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April 1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat perang tersebut kepada VOC.
Setelah Sultan Haji meninggal tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya diangkat mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar 3 tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin yang dikenal juga dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten. Perang saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan masa berikutnya. Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin, di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten telah menjadi kekuasaan dari VOC. Pada tahun 1808 Herman Willem Deandles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan. Sultan dan keluarganya disekap di Puri Intan (Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa tersebut merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten. Sekitar tahun 1680 muncul perselisihan dalam Kesultanan Banten, akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische (VOC) yang memberikan dukungan kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak dapat dielakkan. Dalam memperkuat posisinya, Sultan Haji / Sultan Abu Nashar Abdul Qahar, sempat mengirimkan 2 orang untuk menemui Raja Inggris di London tahun 1682 agar mendapatkan dukungan dan bantuan persenjataan.
Dalam perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa. Tapi pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng bersama putranya yaitu, pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng tertangkap dan ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan mematahkan perlawanan pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada 5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan Syekh Yusuf.
Setelah terdesak akhirnya Pangeran Purbaya menyerahkan diri. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya. Dalam perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia, mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara mereka. Puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan Willem Kuffeler dihancurkan. Lalu Untung Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC. Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri sampai di Batavia pada 7 Februari 1684. Di Banten dan sekitarnya, kini masih terdapat beberapa peninggalan yang berasal dari zaman kerajaan Islam Banten (abad XVI XVIII) Peninggalan tersebut ada yang masih utuh, tapi banyak yang tinggal reruntuhannya saja, bahkan tidak sedikit yang berupa fragmen-fragmen kecil. Peninggalan berupa artefak kecil yang dikumpulkan dalam penelitian dan penggalian kini telah disimpan di Museum Situs Kepurbakalaan yang terletak di halaman depan bekas Keraton Surosowan. Peninggalan - peninggalan tersebut adalah :
1. Komplek Keraton Surosowan 2. Komplek Mesjid Agung 3. Meriam Ki Amuk 4. Mesjid Pacinan Tinggi 5. Komplek Keraton Kaibon 6. Mesjid Koja 7. Benteng Spelwijk 8. Watu Gilang 9. Makam Kerabat Sultan 10. Mesjid Agung Kenari