Anda di halaman 1dari 11

Bab II Pembahasan

Profil Daerah Kepulauan Maluku


Peta Maluku
Kepulauan Maluku adalah sekelompok pulau di Indonesia yang merupakan
bagian dari Nusantara. Kepulauan Maluku terletak di lempeng Australia. Ia
berbatasan dengan Pulau Sulawesi di sebelah barat, Papua di timur, Samudera
Pasifik di utara dan Timor di sebelah selatan, Palau di timur laut. Pada zaman
dahulu, bangsa Eropa menamakannya "Kepulauan rempah-rempah"
Maluku memiliki nama asli Jazirah al-Mulk yang artinya kumpulan atau
semenanjung kerajaan yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil. Maluku dikenal
dengan kawasan Seribu Pulau serta memiliki keanekaragaman sosial budaya dan
kekayaan alam yang berlimpah. Orang Belanda menyebutnya sebagai the three
golden from the east (tiga emas dari timur) yakni Ternate, Banda dan Ambon.
Sebelum kedatangan Belanda, penulis dan tabib Portugis, Tome Pirez menulis
buku Summa Oriental yang telah melukiskan tentang Ternate, Ambon dan
Banda sebagai the spices island.
Masuknya Islam ke Wilayah Maluku Tenggara dan kepulauan Kei
Keberadaan Agama Islam di Kepulauan Kai bersamaan dengan kedatangan para
leluhur orang Kai di wilayah ini. Masuknya Agama Islam di Kepulauan Kai
sangat erat kaitannya dengan datangnya gelombang dan irama perpindahan
penduduk ke daerah tersebut. Pada awalnya perpindahan penduduk dari Luang
Mabes, Tidore, Ternate, Seram dan Banda Naira, mereka semua telah memeluk
agama Islam, namun karena kurang adanya pembinaan keagamaan, serta
terkuras oleh waktu dan kondisi sehingga beberapa tempat kehilangan syariat
Islam bahkan musnah, dan kembali menyatu dengan keadaan lingkungan yang
ateis/anemis namun ada yang tetap mengembangkan syiar Islam.
B.

PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI KEPULAUN KAI

Kepulauan Kai
1.

BANDA ELI DAN BANDA ELAT

Masyarakat Banda Eli dan Banda Elat adalah penduduk Kai yang berasal dari
Banda Naira, mereka meninggalkan Banda Naira karena pertikaian antara
masyarakat Banda Naira dengan VOC di bawah pimpinan Yan Piterszoon Coen
pada taun 1621. Saat inipun masyarakat tersebut masih tetap mempertahankan
Agama Islam, Budaya ( Adat Istiadat ) dan Bahasa Banda Naira. Mereka ini yang
memperkuat dan menjadi penerus adat dan budaya Banda Naira
2.

PULAU KUR

Pulau Kur dengan 11 Desanya mulai dari masuknya penduduk yang beragama
Islam sampai sekarang masih ietap mempertahan kan Agama Islam, Adat

Istiadat dan Bahasa. Raja pertama Kur adalah seorang keturunan Arab yang
bernama Muhammad dan nama Kerajaannya adalah Makara.

3.

KEPULAUAN TAYANDO (DESA OHOITON)

Masuknya Agama Islarn di Tayando untuk pertama kali dibawa oleh Marungun
Banyal pada tahun 1550 dari Langgiar Fer setelah itu di susul oleh tiga orang
mubaligh yaitu
Tawakaluddin, Tafakadin dan Safakadin dari Banda Naira
melalui Kur ke Desa Langgiar Fer baru kemudian kembali ke Tayando.
4.

DESA DULLAH

Agama Islam untuk pertama kali di bawa oleh Sultan Tahiruddin


dari
Kesultanan Jailolo Maluku Utara pada tahun 1591 ke Desa Dullah. Namun
putusnya hubungan da'wah telah menimbulkan hilangnya syariat Islam di sana
dan akhirnya mereka kembali menyatu dengan kepercayaan leluhurnya.
Pada masa pemerintahan Raja Daung Val beliau mengadakan hubungan dengan
Kerajaan Langgiar Fer lalu beliau menyatakan masuk Islam dan kemudian
kembali ke Desa Dullah untuk dimandikan bersama masyarakatnya secara
Islam.

5.
a)

DESA LANGGIAR FER


Permulaan Masuknya Islam

Sampai saat ini sejarah masuknya agama Islam di Desa Langgiar Fer masih
tetap merupakan penuturan lisan yang dituturkan dari mulut ke mulut, dari satu
generasi ke generasi berikut tanpa didukung dengan data otentik. Sehingga
perlu diadakan penelitian terus menerus serta mempelajari literatur dan
peninggalan sejarah untuk mendapatkan hasil sejarah Islam yang bermanfaat.
Jalur masuknya Agama Islam di desa Langgiar Fer melalui Aceh, Banda, Kur dan
Tayando, namun Kur dan Tayando hanya merupakan tempat persinggahan saja.
Pembawanya adalah Datuk Abdullah bin Abdul Muthholib bin Abu Bakar bin
Hasyim dari Magribi (Maroko).
Menurut Ahmad Fakaubun bahwa ayah Datuk Abdullah bernama Abdul Mutholib,
lahir Banda Naira sedangkan Neneknya adalah tawanan Portugis dalam
peperangan dengan Sultan Johar pada tahun 1511 yang pada waktu itu di buang
ke Banda Naira.
Kedua pendapat tersebut setelah di teliti ada suatu kejanggalan yang sangat
mencolok yaitu: cerita perjalanan mereka ditemukan bahwa Datuk Abdullah
lahir di Banda Naira dan cucunya yang bernama Sarkol kawin dengan anak
perempuan dari Raja Sawe di Kilmas Kur. Dari hasil perkawinan tersebut lahir

seorang putera yang bernama Farne Vul, setelah dewasa ia pindah ke Desa
Dullah lalu kawin dan memperoleh dua orang putera yaitu Arba Huren pindah
ke Desa Larat kemudian kawin dengan Sikremin dan Mel Ren pindah ke Desa
Taar.
Dari hasil penemuan di atas maka dapatlah dipastikan babwa yang datang ke
Desa Langgiar Fer adalah keturunan Datuk Abbdullah yang bernama Arba
Huren dan diperkirakan tiba di Tenan Savav pada tahun 1661.
Hubungan antara Kepulauan Kai dengan Pulau-pulau Banda Naira sudah
berlangsung sebelum datangnya VOC di Banda Naira. Terjadinya pertikaian
antara VOC dengan rakyat Banda Naira pada tahun 1602 menyebabkan
sebahagian dari pemuka-pemuka
Agama
berangkat meninggalkan Banda
Naira menuju Kepulauan Kai, untuk pertama kalinya mereka tiba di Desa
Ngilngof.
Beberapa waktu kemudian keluarga Seknun, Rumkel dan Rumaf dibawah
pimpinan Datuk Abdullah Seknun pada tahun 1605 yang merupakan turunan
Datuk Maulana pindah menetap di Desa Fer bersama anaknya yang tertua
bernama Muhammad Ali Fatha yang kemudian diangkat menjadi Imam pertama
di Desa Fer, Beliau meninggal pada tahun 1617 M/1026 H, makam di FerLanggiar.
Keluarga Rumaf menjadi Imam di Desa Mastur dan keluarga Rumkel
beserta sebagian keluarga Rumaf berangkat ke Tayando, setelah mereka tiba di
Tayando diangkat menjadi Imam. Keluarga Rumkel diangkat menjadi Imam di
Desa Meo Langgiar, pengangkatan Imam tersebut. ditandai dengan 1 kati emas
sehingga marga Rumkel berubah nama menjadi Katmas.(Mahmud.M. 2003).
Tamaslu Seknun anak dari Datuk Abdullah diangkat menjadi Imam di Ohuikurun
(Desa Langgiar Fer sekarang) dan dari sinilah Agama Islam mulai berkembang
dan melembaga di Desa Langgiar Fer yang kemudian berkembang menjadi
pusat pengembangan Agama Islam di kepulauan Kai pada akhir abad ke 18
(1704 M/1124 H) dimasa pemerintahan Bal Tub Vuar (Muhammmad Baluddin
Matdoan). Beliau mengajarkan ilmu akidah dan ilmu tasawuf kepada masyarakat
sehingga beliau terkenal sangat alim.
Riwayat lain mengisahkan bahwa, agama Islam di Desa Langgiar-Fer untuk
pertama kali dibawa oleh Muhammad Muqis (Ubtim Matdoan) pada abad 11 atau
12 Masehi, anak dari Sultan Muhammad Isa dari Kota Basra yang dikenal di
daerah Luang Maubessy beliau diperkirakan tiba di sana pada tahun 1136
(wilayah ter Selatan Maluku, sekarang menjadi Kabupaten Maluku Barat Daya)
dengan sebutan Raja Melayu karena beliau datang ke Pulau Luang melalui
Kerajaan Melayu, dan agama Islam berkembang pesat di Kepulauan Kai pada
generasi ketujuh yaitu saat berkuasa Larat Matdoan (1536). Suntuk ini dapat
ditelusuri riwayat sejarah beberapa Kerajaan Islam di Kepulauan Kei, Aru, Irian
dan Pulau Ambon (LeihituSeit, Negeri Lima dll.).

6. DESA MATWEAR
Menurut sejarah yang diakui masyarakat bahwa Raja Kerajaan Matwear yang
pertama bernama Hasan Maqbir Bidian berasal dari Kesultanan Adonara dan
pusat kerajaannya adalah Desa Matwear sekarang. Raja Hasan Maqbir tidak
mempunyai anak laki- laki untuk menggantikan tahta kerajaan sehingga
tahta
kerajaan dijabat kembali oleh Un El Renfan. Dilihat dari silsilah perkawinan Raja
Hasan Maqbir dengan Dit Nangan anak dari Tebtut Ohoi Vuur diperkirakan beliau
datang ke desa Matwear pada akhir abad ke 17 Masehi. Kehidupan beragama
masyarakat sepeninggal Raja Hasan Maqbir adalah bahwa sebagian rakyat
Matwear masih menganut Agama Islam, sebagian lagi beralih memeluk Agama
Kristen Protestan

Wilayah Maluku dan Maluku Utara


Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku
khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate
masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab
yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah
menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun
keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan
bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Diperkirakan, Islam sudah lama masuk secara diam-diam ke Ternate melalui jalur
perdagangan. Hal ini ditandai dengan banyaknya pedagang Arab yang datang ke
wilayah tersebut untuk berdagang, bahkan ada yang bermukim. Selain melalui
perdagangan, penyebaran Islam juga dilakukan lewat jalur dakwah. Muballigh
yang terkenal dalam menyebarkan Islam di kawasan ini adalah Maulana Hussain
dan Sunan Giri

Ada dugaan, sebelum Kolano Marhum, sudah ada Raja Ternate yang memeluk
Islam, namun, hal ini masih menjadi perdebatan. Secara resmi, Raja Ternate
yang diketahui memeluk Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486 M), Raja
Ternate ke-18. Anaknya, Zainal Abidin (1486-1500) yang kemudian
menggantikan ayahnya menjadi raja, pernah belajar di Pesantren Sunan Giri di
Gresik. Saat itu, ia dikenal dengan sebutan Sultan Bualawa (Sultan Cengkeh).
Ketika menjadi Sultan, Zainal Abidin kemudian mengadopsi hukum Islam sebagai
undang-undang kerajaan. Ia juga mengganti gelar Kolano dengan sultan. Untuk
memajukan sektor pendidikan, ia juga membangun sekolah (madrasah). Sejak
saat itu, Islam berkembang pesat di Ternate dan menjadi agama resmi kerajaan.

Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang
diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti
Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa langkah

yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan
menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan,
syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam
dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti
kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan
madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam
ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau
dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).

Kerajaan Islam di Maluku


A. Ternate
Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan
Ternate (mengikuti nama ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di
Maluku dan merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Nusantara. Didirikan
oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran
penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.
Kesultanan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat
perdagangan rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya
kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur
dan tengah, bagian selatan kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall
di pasifik.
1.

Asal Usul

Pulau Gapi (kini Ternate) mulai ramai di awal abad ke-13, penduduk Ternate awal
merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4
kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga),
merekalah yang pertama tama mengadakan hubungan dengan para pedagang
yang datang dari segala penjuru mencari rempah rempah. Penduduk Ternate
semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan
Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah
ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole
Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat
sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (12571272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan
selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga
sebagai Gam Lamo atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam
Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga

kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan


Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate
berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil
menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia
khususnya Maluku.

2.

Kedatangan Islam

Tak ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku
khususnya Ternate. Namun diperkirakan sejak awal berdirinya kerajaan Ternate
masyarakat Ternate telah mengenal Islam mengingat banyaknya pedagang Arab
yang telah bermukim di Ternate kala itu. Beberapa raja awal Ternate sudah
menggunakan nama bernuansa Islam namun kepastian mereka maupun
keluarga kerajaan memeluk Islam masih diperdebatkan. Hanya dapat dipastikan
bahwa keluarga kerajaan Ternate resmi memeluk Islam pertengahan abad ke-15.
Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang
diketahui memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti
Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin (1486-1500). Beberapa
langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar Kolano dan
menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan,
syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam
dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti
kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan
madrasah yang pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam
ajaran Islam dengan berguru pada Sunan Giri di pulau Jawa, disana beliau
dikenal sebagai "Sultan Bualawa" (Sultan Cengkih).
3.

Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal
Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan
sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M.
Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan
Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor.
Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
4.Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan
Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga
pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing
datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk
ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan
keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat
membangun laut yang cukup kuat.

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan


sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada
saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran. Hasil
kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian
masyarakatnya membuat kapal, seperti kapal kora-kora.
5.

Kemunduran Kerajaan Ternate

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan


Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan
Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis
dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempahrempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja
yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

B. Tidore
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di wilayah Kota Tidore,
Maluku Utara Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya (sekitar abad ke-16
sampai abad ke-18 ), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera selatan,
Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu
untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu
dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun
1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 16571689), Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap
menjadi daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalahMuhammad Naqal yang naik
tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di
kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan.
Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh
Mansur dari Arab.
1.

Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan


Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,

Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus


meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean
Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah
adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah
kembali.
2.

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan


sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada
saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh
Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
Portugis, Spanyol, dan Belanda.
3.

Kemunduran Kerajaan Tidore

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan


Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan
strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi
yang kuat.
KERAJAAN ISLAM DI MALUKU
Arif Soumena 21:03:00
KERAJAAN ISLAM DI MALUKU

KERAJAAN TERNATE

v Awal Perkembangan Kerajaan Ternate


Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan
Ternate terletak di Sampalu (Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku
juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore, Bacan, dan Obi. Di antara
kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate banyak
dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.
A.

Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal
Abidin giat menyebarkan agamaIslam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan
sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M.
Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan
Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan
Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor.
Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.
B.

Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga


pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing
datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk
ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan
keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat
membangun laut yang cukup kuat.Sebagai kerajaan yang
bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari
Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan
mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran. Hasil kebudayaan yang cukup
menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat kapal,
seperti kapal kora-kora.
C Kemunduran Kerajaan Ternate.
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan
Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan
untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan
Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis
dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempahrempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja
yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

KERAJAAN TIDORE

v Awal Perkembangan Kerajaan Tidore


Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja
Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik
tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam masuk di
kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan.
Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh
Mansur dari Arab.

A.

Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan


Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus
meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean
Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah
adiknya, Zainal Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah
kembali.
B.

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan


sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada
saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan
perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Quran.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.
Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh
Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain
Portugis, Spanyol, dan Belanda.

C.

Kemunduran Kerajaan Tidore

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan


Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis
dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai
perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan
strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi
yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai