Abubakar Kabakoran
Diterbitkan oleh:
LP2M IAIN Ambon
Jl. H. Tarmidzi Taher Kebun Cengkeh Batumerah Atas Ambon 97128
Telp. (0911) 344816
Handpone 0853 2252 6106
Faks. (0911) 344315
e-mail: Lp2miainambon16@gmail.com
www.lp2m_iainambon.id
Membicarakan Islam, lebih khusus lagi tentang warna, corak, dan karaktek Islam
di dalam dinamika ruang dan waktu tertentu pada hakekatnya adalah berbicara tentang
bagaimana Islam direproduksi oleh lingkungan sosialnya. Kenyataan membuktikan
bahwa dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan banyak pakar, ditemukan berbagai
corak dan karakter Islam pada berbagai tempat dengan berbagai macam coraknya.
Masyarakat Islam Kei yang dijadikan sebagai subyek di dalam penelitian buku ini
lebih disebabkan oleh karena alasan bahwa di dalam lingkungan mereka masih
ditemukan beragam praktik keberagamaan Islam yang di dalamnya menyimpan
semangat dan nilai-nilai yang menjadi spirit bagi perkembangan Islam. Untuk
menampilkan kembali semangat Islam dengan berbagai warna dan corak yang ada di
dalamnya tentu tidak lepas dari sejarah penyebaran Islam awal yang dimainkan para
penyiar, dimana mereka telah menyebarluaskan Islam di Kepulauan Kei. Hal itu
menjadi argumentasi pentingnya pembahasan tentang bagaimana reproduksi dalam
tradisi keberagamaan yang terjadi di lingkungan masyarakat IslamKei.
Fokus Penelitian antropologi yang dibukukan ini adalah pertama, reprodukdi
tradisi Ye Lim dan Nit Ni Wang yang dilihat sebagai sebuah gejala sisiologis yang
berlangsung dalam knteks struktur tertentu, yakni struktur sosial masyarakat Kei Kota
Tual. Struktur sosial yang di maksud di sini adalah mengacu kepada hubungan-
hubungan sosial antara individu-individu, individu-kelompok, kelompok dengan
kelompok pada saat tertentu dan menunjuk pada perilaku(tindakan) yang diulang-ulang
dengan bentuk dan cara yang sama.jadi dia merupakan hubungan timbal balik antara
posisi-posisi sosial tertentu dan antara peranan-peranan sosial tertentu. Menurut
peneliti di sini pasar dilihat sebagai sebuah institusi sosial yang didalamnya sekaligus
sebagai sebuah organisasi sosial. Kedua ; Reproduksi tradisi Ye Lim dan Nit Ni Wang
di sini dimaksudkansebagai lingkup sosial (social sphere) yang memiliki dua dimensi
yakni dimensi vertical dan horizontal. Tindakan ekonomi yang dilakukan di level makro
akan mempengaruhi dinamika ekonomi di tingkat local (pasar nagari), begitu juga
sebaliknya. Sedangkan pasar dalam dimensi horizontal akan melihat actor ekonomi
yang bermain pada level mikro; dalam artian bentuk perjuangan antar actor ekonomi
yang terjadi di tinkat mikro yang akan mempengaruhi proses pembentukan harga di
pasar. Dengan demikian penjelasan mengenai pasar nagari di minangkabau, tidak
hanya cukup di jelaskan dengan analisis mikro (lokal) tetapi juga harus dilakukan pada
analisis level meso dan makro, dengan bentuk keterkaitannya pada perekonomian di
masing-masing level tersebut. Dan Ketiga; teori konstrusi sosial dan resiprositas
menjadi acuan kerja dalam penelitian ini. Teori ini merupakan teori antropologi yang
muncul sebagai bentuk keinginan untuk saling menyapa dan saling meneguhkan
dengan sosiologi Weber dan sebagai pelengkap dalam aliran kelembagaan yang
diharapkan akan memberikan rambu-rambu dalam upaya memperoleh pemahaman
mengenai ketahanan tradsis Ye Lim dan Nit Ni Wang bagi masyarakat Islam Kei Kota
Tual.
Walhasil, puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya
sehingga Buku “REPRODUKSI SOSIAL TRADISI YE LIM DAN NIT NI WANG PADA
MASYARAKAT KEI KOTA TUAL ini telah dapat diselesaikan. Terima kasih kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut membantu dan memberikan konstribusi
dari awal penulisan sampai dengan diterbitkannya buku ini. Kami menyadari masih
terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap
penyempurnaan buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi
maanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis.
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PRODUKSI DAN REPRODUKSI SOSIAL
ATAS TRADISI
ISLAM KEI
INTERNAL PRODUKSI
OBJEKTI
TRADISI YELIM
ISASI DAN FASI
NITNIWANG
EKSTERNALI
SASI
EKSTERNALI
SASI
TRADISI YELIM
DAN NIT
NIWANG
39
BAB III
TIPOLOGI MASYARAKAT KEI
30,000
25,000
20,000
15,000 laki-laki
10,000 perempuan
5,000
0
P.P. Kur Tayando Dullah Dullah
Tam Utara Selatan
41
Perguruan Tinggi
Jumlah
Mahasiswa
Nama Status Jurusan
Laki- Perem
laki puan
1 2 3 4 5
1. Politeknik THP, TBP,
Negeri 275 250
Perikanan TPQ dan AGP
Studi
pembangunan
2. STIE
Swasta dan 276 203
Umel
Manajemen
keuanagn dan
3. STIA Adm Negara
Darul Swasta dan Adm 210 260
Rachman Niaga
4. STIT As-
Swasta Tarbiyah 140 384
Salama
Jumlah 761 1.079
6) Saniri (Viska)
- Berfungsi sebagai perwakilan masyarakat dari
mata rumahnya/marganya dan menyampaikan
aspirasinya pada setiap kali ada musyawarah
desa.
- Mengatasi setiap permasalahan yang timbul di
dalam mata rumahnya.
52
Marin
Raja/Hakim Pulau
Viska
Soa Soa Oro Soa Soa Soa
4. Pemerintah (Kuvni)
Dalam satu daerah sudah barang tentu memiliki satu
kepemimpinan dalam meagatur, membina dan menjalankan
kehidupan sosial mereka, Nuhu Evav atau lebih di kenal
dengan kepulauan Kei, memiliki 3 (tiga) tingkatan masyarakat
yaitu Adaat, Kuvni, dan Agam, tetapi yang lebih disorot pada
bagian ini adalah PEMERINTAH atau Kuvni. Hal ini telah
terjadi dan telah di ataur oleh para leluhur sejak dahulu dalam
membijaki masyarakat Kei dalam tipologi-tipologi.Dalam
pengelompokan ini telah diatur dimana sebagian dari
kelompok atau marga-marga pada masyarakat Kei
dipercayakan untuk memangku pemerintahan atau kuvni
dalam masyarakat Kei.Tetapi seiring dengan perkembangan
dunia politik hal itu kemudian berubah sesuai dengan
kemajuan dunia politik, pemahaman politik Demokrasi
kemudian masuk dan menjadi dasar pijakan masyarakat Kei
pada saat ini untuk membijaki pemerintahan di Tanat evav
atau tanah Kei. Ciri-ciri dari dari aturan Kuvni (pemerintah)
yang telah diatur sejak dahulu oleh leluhur yang telah
dipercayakan pada marga-marga tertentu di elemen
masyarakat Kei, telah berubah dan tidak terjadi pada
pemerintahan Struktural atau pemerintahan Negara, namun
pemerintahan yang dititipkan oleh para leluhur masih terdapat
pada pemerintaha ADAT dan sampai pada saat ini, atau kata
lain pengalihan ke pemerintahan Adat, atas dasar telah di
berikan kepercayaan oleh leluhur dalam mengatur pemerintah
sejak dulu.
Seiring dengan berkembangnya zaman ke zaman alih-
alih kepercayaan pemerintahan atau Kuvni, telah menagalami
58
5. Agam (Agama)
Secara umum masyarakat di kepulauan Kei (Nuhu
Evav), memiliki pluralitas agama yaitu Islam, Kristen
Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha.Dengan kepluralitasnya
Agama pada masyarakat Kei, turut mengundang lehuluhur
untuk membagi kelompok atau marga-marga yang dinilai
memiliki kemampuan dalam bidang agama atau kelompok
yang bertugas dalam memangku urusan
keagamaan.Fenomologi ini bukan hanya berlaku pada satu
keagamaan tetapi berlaku pada semua agama-agama yang
ada pada masyarakat Kei.
Seperti yang sudah di jelaskan pada Adaat, Kuvni, dan
Agam bahwa, di masarakat Kei sudah memiliki sub-sub
59
BAB IV
MEMAHAMI MASYARAKAT ISLAM KEY,
TRADISI SOSIALYE LIM DAN NIT NI WANG
pada dekade ke empat abad itu juga. Sangat boleh jadi orang-
orang jawa, Melayu dan Cina tersebut telah memeluk agama
Islam. (Azumardi Azra: 2002)
Berkaitan dengan informasi tersebut, Islam tersebar di
Maluku terkait dengan usaha syiar oleh empat orang ulama
dari Irak yaitu: (1) syeh Mansur yang menyiarkan Islam di
Ternate dan Halmehera Utara(pesisir barat Halmahera yang
berhadapan dengan Ternate), (2), syaikh ya’kub yang
berdakwa di Tidore dan Makean,(3) syaikh Amin bersama (4)
syaikh Umar menyiarkan Islam di Halmahera belakang di
pesisr timur Halmahera. Dalam memori masyarakat Maluku,
keempat syaikh itulah merupakan orang Arab Islam yang
menyiarkan Islam di Maluku. (putuhena:2006)
Menurut Shaleh Putuhena dan J.A Pattikaihatu dkk,
meskipun waktu-waktu penerimaan agama Islam oleh pribumi
dan struktur Islam tidak diketahui dengan pasti, tetapi kuat
dugaan semuanya terjadi pada paruh kedua abad ke XV.
Setelah pulau Hitu, Huamual, dan Banda komunitas Muslim
terbentuk dibeberapa pulau lainnya di Maluku Tengah dan
kepulauan Kei di Kota Tual.
Setelah agama Islam di terima oleh masyarakat, maka
tahap selanjutnya adalah terstrukturnya agama Islam dalam
masyarakat pribumi. Tahap ini diawali dengan perubahan
bentuk kerajaan tradisonal menjadi kesultanan pada akhir
abad ke XV. Kolano Ternate menjadi kesultanan dengan
dilantiknya Zainal Abidin (1486-1500) sebagai sultan pertama
sekembalinya dari pondok pesantren Giri di Jawa Timur.
Perubahan selanjutnya disusul oleh kesultanan Tidore,
kesultanan Jailolo, dan kesultanan Bacan. Dengan
terbentuknya kesultanan di Maluku, maka agama Islam
sebagai suatu budaya dalam politik dan memasuki struktur
masyarakat, sementara budaya Islam yang mengatur pola
77
Artinya:
Kapal perahu telah terbuka
Dipelabuhan bali (pelabuhan lerohoilim sebelumya)
Dan itu adalah milik jingrat.
Ngabal/tobak telah ditancap
Diantara pasir dan air laut
Sebagai tanda.
Marilah,
Kami senatiasa menghormatinya,
Engkau (jingra) adalah panutan kami.
terdiri atas tujuh (7) pasal yang bersumber dari hukum adat
lokal dengan rincian sebagai berikut:
a. Hukum nevnev yakni mengatur tentang kehidupan
manusia dan terdiri atas 4 pasal (pasal satu, dua, tiga,
empat).
b. Hukum hanilit yakni mengatur tentang
kesusilaam/moral dan terdiri atas 2 pasal (pasal lima,
enam)
c. Hukum haukarbaiwirin yakni mengatur tentang hak dan
keadilan sosial yang terdiri atas 1 pasal (pasal 17)
Selain pasal-pasal hukum adat larvul ngabal yang
mengandung perintah/anjuran/ajakan kepada masyarakat Kei
untuk mentaati, menjunjung tinggi dan menjaga nilai-nilai
kesakralannya dalam mengatur kehidupan, menata moral hak
dan keadilan baik tersirat maupun tersurat, maka terdapat juga
larangan-larangan yang tidak boleh dilakukan serta sesuai
tingkat, pelanggarannya yang disebut dengan “sasa sorvit”
(tujuh lais/tingkat) kesalahan/larangan baik pada hukum
nevnev, hanilit, hawear balwirin”.
Berikut ini adalah urayan tentang pasal-pasal hukum
adat larvul ngabal serta larangan-larangan (sasah sorfit)
sesuai hukum dasar nevnev, hanilit, dan hawear balwirin
sebagai berikut:
1. Ketentuan-ketentuan dalam Hukum Adat Larvul ngabal
Padal 1. Uud Entauk Etvunad
Artinya: kepala kita bertumpu pada pundak kita.
Secara harfiah pasal ini berarti, kepla kita
bertumpu atau bersatu pada tengkuk/pundak klita. Bagi
orang Kei memandang bahwa “kepala” sebagai bagian
tubuh yang terpenting. Kepala adalah organtubu yang
paling terpenting. Kepala adalah organ tubuh yang
terletak paling tinggi, olehnya itu harus memperhatikan,
120
2. Sasa sorvit.
Sasa singkat sa berarti kesalahan-kesalahan atau
pelanggaran-pelanggaran terhadap sesuatu perbuatan yang
menyebabkan orang lain rugu atau menderita, sedangkan
“sor” artinya lapisan atau tingkatan dan vit artinya tujuh. Jadi
sasa sorvit atau sasar sorvit adalah tujuh lapisan atau tingkat
kesalahan atau pelanggaran. Sasa sorvit di susun menurut
hukum dasar yakni hukum nevnev, hukm hanilit dan hukum
haweiar balwirin dengan jenis pelanggaran terhadap hukum
larvul ngabal sebagai berikut:
a. Sa sor vit hukum nevnev (pasal 1, 2, 3, 4 hukum adat
larvul ngabal)
1. Muur na, subanvakla = mengumpat me nyumpah.
2. Haum hebang= berniat/bencana jahat.
3. Rasung smu, rudang dad= mencelekai, mengguna-
gunai
4. Kev bangil= memukul
5. Tev ahai, sung tavat= melempar, menikam, menusuk.
6. Vedan na, avat fo nga= membunuh, memotong-
motong.
7. Tivak, luduk fo vavain= menguburkan,
menenggelamkan hidup-hidup
Jika memperhatikan, tingkat kesalahan dari ketuju
pasal tersebut diatas maka dapat meberikan intrerpretasi
dengan pendekatan pada empat pasal, baik dari pasal 1,
2, 3 dan 4 dalam hukum nevnev dalam hukum larvul
ngabal maka dapat dikatakan sebagai berikut:
1. Pasal satu dari sasavit hukm nevnev merupakan
bentuk kongkrit dari pasal 3 hukm larvul ngabal.
(jangan memfitnah). Pasal ini melarang hal-hal seperti
berbicara buruk tentang orang lain dan melarang
penyumpahan terhadap orang lain.
132
dari pihak suami. Tidak ada satu pun sidang kepala adat (rat)
yang berhak memberikan surat “cerai”. Jadi cerainya satu
perkawinan tergantung pada pihak suami. Apabila suami
mengatakan: “meski engkau (istri) pergi kawin dengan seribu
lelaki, tetapi engkau tetap istriku satusatunya”. Maka saat itu
juga tidak ada percerayan. Tetapi jika sang suaami berkata: “
mulai sekarang (saat terbongkarnya kasus perkawinan baru
itu) engkau (istri) bukan istriku”, maka saat itu juga ada
percerayaan secara adat. (setitit: 1981) kaistimewa dari suami
ini disebabkan “hukum berada di pihak lelaki, yang justru
memberikan harta pengikat perkawinannya”. Keputusan suami
tentang percerayan itu biasanya diberikan dalam suatu sidang
adat.
Mengenai perceraian adat ini, Ter Har mensinyalir
adanya pengaruhIslam yang memperkenalkan tradisi talaq
dengan hak istimewa atas istri, akan tetapi pengaruh Islam ini
mungkin bisa disanksikan mengingat adanya Kei hanya
mengenal alasan pencurian, yakni adanya kasus perkawinan
baru secara tidak sah, sedangkan alasan-alasan seperti istri
cacat atau istri mandul dalam tradisi Islam, tidak dikenal
sebagai alasan percerayan.
Perceraian harus disebut sebagai salah satu
penolakan terhadap kerja sama antara dua manusia dalam
satu perkawinan. Tetapi dilain pihak, agaknya perlu dicatat
bahwa percerayan itu merupakan satu jalan keluar untuk
keadaan yang lebih aman dan bersatu. Berikutnya, kasus
poligami dengan alasan-alasannya, mendukung pandangan
orang Kei tentang kesuburan wanita dan sekaligus
menyatakan pula satu ikatan erat yang dicita-citakan antara
keluarga sendiri (perkawinan saudara) wanita sebagai lambing
kesuburan dan sumber penghasilan (bandingkan: kesuburan
tanah sebagai sumber panen), harus dinyatakan dalam
145
ini terletak pada asal sang pria apalgi pria tersebut berasal
dari luar Ohoi atau dlam Ohoi itu sendiri, kalau dari luar Ohoi
maka penetapan harta besar. Untuk pria asal Ohoi maka harta
kawinnya umpanya ditetapkan lela tiga, mas tiga dan gong
tiga bahkan yang termasuk harta besar semuanya tigatiga.
Apabilah pihak mempelai laki- laki itu berasal dari laur
Ohoi maka harta besar akan menjadi lima-lima, namun ada
pertimbangan-pertimbangan khusus dari orang tua kandung
sang gadis terhadap hubungannya dengan sang pria,dan asal
usul sang pria itu.
Dengan demikian apabilah tepat waktu yang disepakati
maka pihak keluarga pria datang ke pihak wanita untuk
menyelsesaikan harta kecil seperti:
1. Mas ikat 1 buah berbentuk gelang yang disebut
fungsinya untuk memeluk sang gadis agar tidak
boleh bebeas bergaul. Karena suda ada yang
mengikatnya. (selama masah menunggu saat
perkawinan) Masa ini bernilai 3 tail mas.
2. Satu lela sebagai sasih agar semua orang
taubahwa sang gadis telah disasih atau telah
menjadi milik orang.
3. Satu pasang vuvu (anting-anting) fungsinya untuk
menyambut telinga sang gadis agar jangan mudah
terpancing fitnah atau bujuk rayu orang dan biar
kapanpun ia harus setia menunggu calon sang
suami.
4. Satu mas lagi untuk membuat senang hati ibu dari
sang gadis yang lazim disebut man malolin.
5. Satu mail lagi untuk air susu ibu yang disebut
Ovtet yar.
Sawe kot adalah bentuk pertemuan adat dalam
rangkah penyerahan bingkisan (harta adat) pertunangan.
172
Sanksi
Barang siapa yang melanggar ketentuan hukum dan
janji luhur tersebut baik Mel maupun Ren akan
dihukum dengan cara ditenggelamkan di laut.
Penetapan pembagian kasta dan pelaksanaan hukum
Lud Luduk (ditenggelamkan di laut) di Kepulauan Kei
merupakan pengaruhh dari budaya Luang Maubessy.
204
Tiga tungku
Adat, kuvni,
agam
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini, kiranya dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut: Pertama, Kearifan Lokal Tradisi Ye Lim dan
Nit Ni Wang pada masyarakat Kei, pada hakikatnya bertumpu
pada medan budaya Makam dan Masjid. Medan budaya dapat
mempertemukan berbagai varian di dalam penggolongan
sosial religius dan menjadi medan interaksi sebagai wadah
untuk transformasi, legitimasi dan habitualisasi. Melalui medan
budaya, pewarisan tradisi dilakukan dari generasi ke generasi.
Untuk pewarisan tradisi, peran besar dilakukan oleh kaum elit
yang terdapat di dalam masing-masing penggolongan sosio
religius. Dalam proses konstruksi sosial, inti upacara
hakikatnya adalah memperoleh berkah dari Allah dan para
leluhur. Ketika memandang berkah berkaitan dengan makam,
dan masjid maka terdapat dialektika alam sebagai subjek,
objek dan subjek objek, sehingga juga menghasilkan
dialektika sakralisasi, mistifikasi dan mitologi, ke desakralisasi,
demistifikasi dan demitologi dan ke resakralisasi, remitologi
dan remistifikasi. Dialektika tersebut muncul dalam kaitannya
dengan interaksi antara tiga tungku adat kuvni dan agam
(adat,pemerintah dan agama). Dewasa ini muncul ke
permukaan adalah rasionalisasi berkah, sebagai hasil
273
B. Refleksi Teoritik
Kajian Geertz tentang The Religion of Java (1981)
memberikan gambaran bahwa terdapat trikhotomi mengenai
varian agama Jawa, yaitu abangan yang berpusat di
pedesaan, santri berpusat di pasar dan priyayi berpusat di
kota. Kajian Geertz, sesungguhnya telah menjadi jendela bagi
berbagai kajian tentang Islam di Indonesia, baik mereka yang
mendukung maupun yang menolak. Di antara yang
mendukung, misalnya berasumsi bahwa Islam di Jawa
memang bercorak sinkretik, artinya terdapat pemaduan
diantara dua atau lebih budaya (Islam, Hindu, Budha,
Animisme) yang disebut sebagai agama Jawa. Agama yang
kelihatannya dari luar Islam, tetapi ketika dilihat secara
mendalam, sebenarnya adalah agama sinkretis.Kajian yang
mendukung Geertz tersebut adalah Beatty (1994) dalam
tulisannya yang bertopik: Adam and Eve and Vishnu:
Syncretism in the Javanese Slametan. Dalam kajian tersebut,
dia menggambarkan bahwa sesungguhnya slametan sebagai
inti upacara di dalam kehidupan orang Jawa adalah gambaran
mengenai sinkretisme antara Islam dengan berbagai
keyakinan lokal lainnya.1
1
Dalam tulisannya yang lain, Andrew Beatty juga menyoroti tentang agama Jawa
yang berporos pada slametan dianggapnya sebagai tindakan sinkretis. Melalui pendekatan
polisemi dan multivokalitas, sebagaimana yang digunakan oleh Leach (1954) dan Turner
(1967) ditemukan bahwa slametan merupakan medium untuk mempertemukan berbagai
275
penggolongan sosial. Oleh karena itu terdapat ambiguitas simbol ritual yang berhubungan
dengan variasi dan tingkatan di dalam struktur sosial. Periksa Andrew Beatty, The Varieties of
Javanese Religion" (Princeton: Princeton University Press, 1999).
2
Dalam bukunya yang lain, Mulder menegaskan bahwa kejawen atau Jawanisme
sesungguhnya merupakan kesadaran kultural Orang Jawa untuk melestarikan warisan budaya
Jawa secara sungguh-sungguh. Kejawen adalah produk pertemuan antara Islam dan
kebudayaan Jawa kuno, produk dari penjinakan kerajaan-kerajaan Jawa oleh Kongsi Dagang
Belanda (VOC), hasil dari pertemuan kolonial antara orang Jawa dengan Belanda. Jawanisme
bukanlah kategori religius akan tetapi menunjuk pada etika dan gaya hidup yang dijiwai oleh
pemikiran Jawa, sehingga ketika orang berbicara tentang mistisisme Jawa, maka sebenarnya ia
berbicara melampaui agama-agama atau trans-religius. Sebagai produk dialog, kejawen seriny
dalam posisi diametris dengan Islam, misalnya. Oleh karena itu, masa Orde Bam adaliili main
kebangkitan kejawen, dengan kemunculan Aliran Kebatinan dalam kancah politik Dengan
kabangkitan kejawen dalam kehidupan masyarakai, Mulder beranggapan Mistisisme Jawa
adalah sebuah ideojogi. Periksa, Niels Mulder, Mistisisme Jaw,-), Indonesia (Yogyakarta:
LKiS, 2001), h 1-20.
276
3Selain konsep sinkretisme dan akulturasi, ada juga konsep inkulturasi dan
enkulturasi. Konsep inkulturasi memang bukanlah konsep yang lazim digunakan dalam
antropologi, tetapi banyak digunakan dalam kajian pastoral atau misiologi sebagai desain
tugas atas usaha-usaha misionari, Inkulturasi sendiri mengacu kepada pengertian proses
pertemuan dua budaya atau prosoa interaksi antara dua budaya. Pertemuan antara dua
budaya itu melahirkan bentuk eksprnsi budaya tersendiri. Sedangkan enkulturasi adalah
proses belajar budaya atau proses pewarisnn budaya. Budaya bukan sesuatu yang diwariskan
secara biologis tetapi diperoleh melalui prosim belajar. Periksa Pancratius Mariatma,
"Incu/turation and Socio-Cultural Change, The Case nl Indonesia" dalam Joachim G. Piepke
(ed.).Anthropology and Mission, SVD International Consul tation on Anthropology for Mission
(Nettetei: Steyler Verl. Wort u. Werk, 1988), h. 82—83.
280
4
Konsep tentang sakralisasi, mistifikasi dan mitologi serta alam sebagai subjek,
objek dan subjek/objek dalam tulisari ini menukil tulisan Koentowijoyo ketika melihat
fenomena semakin maraknya upacara di dalam kehidupan masyarakat. Periksa Koentowijoyo,
"Mistifikasi dan Mitologi dalam Pemikiran Jawa" dalam Kompas, 30 Desember 2000, h. 4.
284
5 Jika Weber menyebut sebagai motif tujuan, artinya individu melakukan tindakan
didasarkan nl;i» tujuan apa dibalik tindakan itu, sedangkan Schutz menambahkan bahwa
individu melukukiin tindakan didasarkan atas faktor penyebab, maka Berger menambahkan
bahwa individu moliikukrtii tindakan didasarkan atas motif kepentingan. Jika motif tujuan
bernuansa psikhologis, molll lenyebab juga bernuansa psikhologis,"maka motif kepentingan
kelihatan dipengaruhi oloh cnm werpikir kaum Marxian, yaitu motif yang bersifat pisik atau
materi.
286
dalam selang waktu yang lama. Periksa, Peter L Berger, Langit Suci: Agama sebagai Realitas
Sosial (Jakarta: LP3ES, 1991), h. 49.
7Mengenai sumbangan agama terhadap pembangunan dunia, periksa Peter L
yang memiliki kemahakuasaan (omnipotent) ternyata juga memiliki dualisme sikap menyintai
dan menghukum bahkan menciptakan setan untuk kepentingan itu. Periksa Bryan S. Turner,
Religion and Soda! Theory (London: Sage Publications, 1991), 80-84. Mengikuti pendapat
Weber, Berger menyatakan bahwa ada empat tipe teodisi rasional, yaitu janji dan ganjaran di
dunia ini, janji dan ganjaran di "sana", dualisme, doktrin karma. Periksa juga Peter L. Berger,
Langit Sue/..., h. 64—65.
9
Yang numinus memiliki dua sifat, yaitu kekaguman dan ketakutan, dan juga
ketertarikan atau keterpikatan.Tuhan itu tremendum tetapi sekaligus juga facsinosum.Yang
numinus memiliki dua sifat, yaitu kekaguman dan ketakutan, dan juga ketertarikan atau
keterpikatan.Tuhan itu tremendum tetapi sekaligus juga facsinosum. Karena yang tremendum
dan facsinosum itu mengandung misteri, maka tidak dapat ditangkap dengan rasio belaka,
akan tetapi membutuhkan sesuatu yang beyond rationality. Yang llahi itu tidak dapat
sepenuhnya diterangkan, ditangkap dan dimengerti oleh akal manusia, karena "Yang llahi itu
Misteri, Yang tak dapat diterangkan, Yang lain sama sekali, Yang melebihi." Periksa,
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 104—105.
289
Tuhan banyak dijumpai di kalangan penganut sufisme. Di dalam dunia mistik (mistisisme) aiau
dunia pengalaman manusia dalam berhubungan dengan Tuhan yang bersifat esoteris,
terdapat dua keyakinan, yaitu manusia diserap oleh kekuatan Tuhan atau disebut sebagai
Hulul dan Tuhan diserap oleh kekuatan manusia yang disebut sebagai wihdatui wujud. Dalam
sejarah pergumulan Islam di Jawa dijumpai nama Syaikh Siti Jenar yang dianggap
mempraktekkan ajaran agama yang bersifat wihdatui wujud.
290
sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder, internalisasi dan struktur sosial, teori identitas
serta organisme dan identitas.Terkait dengan teori identitas, identitas merupakan elemen
kunci dari realitas subjektif dan dialeklikanya. Identitas dibentuk oleh proses sosial dan
kemudian identitas tersebut mereaksi balik terhadap masyarakat. Periksa uraian lebih lanjut
dalam Peter Berger and Thomas Luckman: The Soda! Construction of Reality dalam Ramlan
Surbakti, Formal Organization, dihimpun dari Berbagai Internet, Bahan Perkuliahan llmu-llmu
Sosial, 2001.
291
13
Dalam bukunya yang lain, secara sarkastis Berger menunjuk bahwa dewasa ini,
hampir semua lembaga edukasi dan masyarakat telah di bombardir sedemikian kuat dengan
berbagai ide, gambaran-gambaran dan model-model tingkah laku yang secara intrinsik
berhubungan dengan produksi berteknologi. Selain itu birokrasi juga menjadi sarana
modernisasi yang efektif, karena melalui birokrasi itulah pesan-pesan modernisasi
dikukuhkan. Periksa Peter L. Berger, Pikiran Kembara, Modernisasi dan Kesadaran Manusia
(Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 43 dan 61.
14 Di awal tulisannya di bab IV, Ross Poole mengutip Weber tentang rasionalisme
sebagai ciri modernisme sebagai berikut: "Nasib zaman kita dicirikan dengan rasionalisasi dan
intelektualisasi dan mengatasi semua itu, dengan hilangnya pesona dunia". Satu di antara
rasio yang memicu ke arah liberalisme dan individualisme adalah rasionalitas instrumental
yang berwujud dalam pasar, organisasi produksi kapitalis dan efeknya hampir di segala
kegiatan dan hubungan manusia lainnya. Periksa Ross Poole, Moralitas dan Modernitas, di
bawah Bayang-bayang Nihilisme. (Yogyakarta: Kanisius, 1993).
293
15 Uraian lebih panjang mengenai ini da"pat dibaca dalam Peter Beyer, Religion in
agama tidak hanya sebagai sumber nilai dalam pembentukan gaya hidup tetapi lebih sebagai
instrumen bagi gaya hidup itu sendiri. Haji Plus tidak hanya sebagai perjalan spiritual tetapi
juga untuk menegaskan identitas diri. Selain itu agama juga menjadi faktor dalam
pembentukan identitas diri yang sekali lagi menjadi alat dalam menegaskan pluralitas agama
296
dan penganutnya Periksa Irwan Abdullah, "Privatisasi Agama: Globalisasi Gaya Hidup dan
Komodifikasi Agama di Indonesia" dalam Jurnal Wacana, Vol. 2, No.1, Juni 2002, h. 5-3.
297