Anda di halaman 1dari 16

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS NILAI MORAL DALAM KABATA CUCI PARIGI PUSAKA


NEGERI LONTHOIR

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN HATTA-SJAHRIR
BANDA NAIRA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Banda Neira atau Banda Naira adalah salah satu pulau di Kepulauan Banda, dan
merupakan pusat administratif Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku,
Indonesia. Kepulauan Banda terdiri dari sepuluh pulau vulkanis yang tersebar di Laut Banda,
±140 km sebelah selatan Pulau Seram dan ±2.000 km sebelah timur Pulau Jawa. Kepulauan
seluas 180 km² ini termasuk dalam wilayah Provinsi Maluku. Kota terbesarnya, Banda Naira,
terletak di pulau dengan nama yang sama. Sekitar 15.000 jiwa tinggal di kepulauan ini.
Kepulauan ini populer bagi penggemar selam scuba dan snorkeling. Hingga pertengahan abad
ke-19, Kepulauan Banda merupakan satu-satunya sumber rempah-rempah pala, Kepulauan
Banda pun didaftarkan sebagai salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2005.
Keanekaragaman budaya dan adat istiadat asli dan hasil akulturasi budaya Arab, Cina,
Eropa, Jawa, Melayu membuat khazanah budaya Banda Neira semakin kaya dan tetap lestari.
Salah satu diantaranya adalah Ritual Cuci Parigi Pusaka, ritual adat cuci sumur pusaka di
Desa Lonthor, biasanya diadakan 7-10 tahun sekali
Cuci parigi adalah sebuah adat untuk mencuci sebuah sumur tua kembar yang berada
di desa Lonthor, desa tertua yang ada di kepulauan Banda, dan sumur ini merupakan satu
satunya sumur yang ada di desa ini. Cuci parigi dikenal masyarakat setempat dengan istilah
Rofaerwar. Ritual utama cuci parigi ini adalah membersihkan dua buah sumur kembar yang
berusia ratusan tahun di Desa Lonthoir, yang berada pada ketinggian 300 meter di atas
permukaan laut, dengan kedalaman sekitar empat meter.
Prosesi Cuci Parigi Pusaka Lonthoir ini, konon mengingatkan warga setempat akan
penyebaran agama Islam di Negeri Lonthoir. Kala itu, sejumlah ulama penyebar agama Islam
dari Timur Tengah sedang berada di daerah tersebut dan mencari air wudhu ketika akan
menunaikan shalat. Tiba-tiba seekor kucing muncul dari semak-semak. Dari lokasi kucing itu
muncul, ternyata ada sumber mata air, yang kemudian menjadi parigi pusaka ini.
Bagi kebanyakan orang, letak sumur pada posisi ketinggian seperti itu, sebenarnya
mustahil terdapat sumber air yang melimpah, apalagi hanya dengan kedalaman empat meter.
Tapi itulah keajaiban dan magis yang ada. Sumur kembar ini juga tidak kering saat musim
kemarau tiba.
Mengawali seluruh proses Cuci Parigi Pusaka ini, ada 99 lelaki mengarak belang
(perahu) darat diiringi tarian cakalele dari rumah adat Lonthoir menuju Parigi Pusaka. Dari
mereka, ada 81 orang yang kemudian menjadi pasukan utama untuk membersihkan parigi.
Jumlahnya 81 orang, karena ada sembilan anak tangga, dengan perhitungan setiap anak
tangga ditempati sembilan orang.
Diiringi tembang kabata (nyanyian dengan bahasa tanah atau adat) para lelaki tadi
langsung membersihkan air di dalam parigi itu. Irama tifa, menambah semangat saat mereka
menguras sumur dengan cara menimba airnya dengan ember, lalu secara estafet dikeluarkan
dari dalam sumur.
Proses membuang air dari dalam parigi berlangsung sekira 2 jam. Di tengah proses
mengosongkan air dari dalam sumir ini, puluhan lelaki dan wanita penari cakalele asal Negeri
Kampung Baru, yang punya ikatan kekerabatan gandong atau adik dengan Negeri Lonthoir,
masuk ke areal parigi. Mereka juga ikut bersama cuci parigi pusaka ini.
Sesekali, air yang diangkat dari dalam sumur itu, dihempaskan ke arah kerumunan warga.
Bahkan sejumlah orang sengaja menyiram dan menggosok wajah dan bagian tubuh warga
dengan air bercampur lumpur serta tanah dari dalam perigi itu. Meski disiram dengan air
kotor dan tanah lumpur namun warga tidak merasa gatal. Sejumlah warga malah berebutan
air kotor dari dalam parigi itu untuk sekedar dibawa pulang dan menyiram tubuh mereka,
sebab diyakini akan mendapat berkah dari air parigi pusaka tersebut.
Setelah air di dalam parigi pusaka benar-benar kering, pasukan cakaleke lantas menuju rumah
adat untuk menjemput Kain Gajah. Kain dengan panjang 99 depa itu diantar warga dengan
diringi tetabuhan tifa serta nyanyian kabata, menuju lokasi Parigi Pusaka. Kain gajah
berwarnah putih itu kemudian dimasukan ke dalam parigi pusaka dan digunakan untuk
menyerap air di dalam parigi hingga kering.
Waluyo (2002:68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud nyata
imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara pengarang yang satu
dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan cerita fiksi. Proses tersebut bersifat
individualis artinya cara yang digunakan oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan
itu meliputi beberapa hal diantaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara
mengekspresikan apa yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang
digunakan.
Sastra sebagai hasil pekerjaan seni kreasi manusia tidak akan pernah lepas dari bahasa
yang merupakan media utama dalam karya sastra. Sastra dan manusia erat kaitannya karena
pada dasarnya keberadaan sastra sering bermula dari persoalan dan permasalahan yang ada
pada manusia dan lingkungannya, kemudian dengan adanya imajinasi yang tinggi seorang
pengarang tinggal menuangkan masalah-masalah yang ada disekitarnya menjadi sebuah
karya sastra.
Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga. Suatu
kebudayaan yang disebarluaskan secara turun-temurun atau dari mulut ke mulut (Hutomo,
1990:1). Setiap daerah biasanya memiliki sastra lisan yang terus dijaga. Sastra lisan ini
adalah salah satu bagian budaya yang dipelihara oleh masyarakat pendukungnya secara
turun-temurun. Artinya, sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat yang
harus dipelihara dan dilestarikan.
Sastra lisan lisan mengandung nilai-nilai luhur yang perlu dikembangkan dan
dimanfaatkan dalam hubungan usaha pembinaan serta penciptaan sastra. Pelestarian sastra
lisan ini dipandang sangat penting karena sastra lisan hanya tersimpan dalam ingatan orang
tua atau sesepuh yang kian hari berkurang. Sastra lisan berfungsi sebagai penunjang
perkembangan bahasa lisan, dan sebagai pengungkap alam pikiran serta sikap dan nilai-nilai
kebudayaan masyarakat pendukungnya. Sastra lisan juga merupakan budaya yang
menjadikan bahasa sebagai media dan erat ikatannya dengan kemajuan bahasa masyarakat
pendukungnya. Perlu adanya penyelamatan agar tidak hilang sehingga generasi selanjutnya
dapat mengenal dan menikmati kekayaan budaya lisan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka dapat dikemukankan rumusan
masalah sebagi berikut :
1. Bagaimana nilai historis dari Kabata Cuci parigi Pusaka Desa Lonthoir?
2. Bagaimanakah nilai moral yang terkandung dalam Kabata Cuci parigi Pusaka Desa
Lonthoir?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mendiskripsikan nilai historis dari Kabata Cuci parigi Pusaka Desa Lonthoir
2. Mendiskripsikan nilai moral yang terkandung dalam Kabata Cuci parigi Pusaka Desa
Lonthoir
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi para pembaca, baik bersifat
teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu sastra
lisan.
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya penggunaan teori-teori sastra secara
teknik analisis terhadap karya sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pengarang penelitian ini dapat memberikan masukan untuk dapat menciptakan
karya sastra yang lebih baik.
b. Bagi pembaca penelitian ini dapat menambah minat baca dalam mengapresiasikan
karya sastra tentang kabata cuci parigi pusaka Desa Lonthoir
c. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra dan menambah
khasanah penelitian sastra Indonesia tentang kabata cuci parigi pusaka Desa Lonthoir
sehingga bermanfaat bagi perkembangan sastra Indonesia.

1.5 Batasan Istilah

Batasan konsep merupakan batasan terhadap masalah-masalah variabel, yang dijadikan


pedoman dalam penelitian, sehingga tujuan dan arahnya tidak menyimpang. Batasan
konsep dalam penelitian ini yaitu :
1. Kabata
Bahasa Tana di Kepulauan Banda dibekukan dalam syair atau nyanyian adat yang dikenal
dengan sebutan Kabata. Kabata menjadi elemen penting dan menjadi satu kesatuan dengan
rangkaian adat lainnya. Kabata menjadi magnet dan menambah nilai sakral dalam setiap
upacara adat.

2. Cuci Sumur Pusaka


Cuci parigi adalah sebuah adat untuk mencuci sebuah sumur tua kembar yang berada di
desa Lonthor, desa tertua yang ada di kepulauan Banda, dan sumur ini merupakan satu
satunya sumur yang ada di desa ini. Ritual utama cuci parigi ini adalah membersihkan
dua buah sumur kembar yang berusia ratusan tahun di Desa Lonthoir, yang berada pada
ketinggian 300 meter di atas permukaan laut, dengan kedalaman sekitar empat meter.
3. Desa Lonthoir
Desa Lonthoir adalah salah satu desa adat yang terkenal di kecamatan Banda
sebagai desa adat yang tertua, letak desanya tepat di sebelah barat. Di desa ini tidak
hanya terkenal dengan legenda sumur pusaka tetapi ada tarian cakalele, siamale, belang,
serta yang membedakan desa adat ini dengan desa adat yang lain adalah tarian siamale
serta dengan upacara adat cuci sumur pusaka yang di adakan 10 tahun sekali sumur ini
pun terletak di Kele Liang desa Lonthoir RT 02 tepat dibagian tengah desa Lonthoir.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Sastra Lisan
Sastra lisan adalah berbagai tuturan verbal yang memiliki ciri-ciri sebagai karya sastra
pada umumnya, yang meliputi puisi, prosa, nyanyian, dan drama lisan. Sastra lisan (oral
literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya dikembangkan
dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-
kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya
(Vansina, 1985: 27-28).
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan yang jelas bahwa sastra lisan itu sekumpulan
karya sastra atau teks-teks lisan yang memang disampaikan dengan cara lisan, atau
sekumpulan karya sastra yang bersifat dilisankan yang memuat hal-hal yang berbentuk
kebudayaan, sejarah, sosial masyarakat, ataupun sesuai ranah kesusasteraan yang dilahirkan
dan disebarluaskan secara turun temurun, sesuai kadar estetikanya.
Sastra juga disebut sebagai seni berbahasa dengan posisi yang sama dengan bentuk kesenian
lainnya. Sastra dipertimbangkan sebagai karya seni karena pada pembangunan badan karya
itu sendiri para pengarang tidak bebas memilih kata namun setiap kata yang dipilih
mengandung nilai keindahan yang akhirnya menjadi bagian wajib pada karya sastra. Para ahli
mengemukakan bahwa melihat karya sastra sebagai seni tidak hanya pada bahasanya, tetapi
juga pada tiap unsur kesusastraan mengandung nilai-nilai keindahan. Keindahan yang
terdapat pada karya sastra menjadi aspek kesenian yang menonjol dan sering menjadi bahan
perbincangan para kritikus sastra. Keindahan yang dimaksud meliputi nilai-nilai kebenaran
yang nyata, pengalaman pengarang dan terpancar pada karya sastra yang dihasilkan, dan
keindahan yang hanya sebatas keindahan yang tertangkap pada panca indera kita.
Menurut Taum (2011:6) ada dua alasan manusia menjadi penggiat sastra. Pertama, karena
manusia memiliki insting meniru. Sejak masa kanak-kanaknya, manusia suka meniru bahkan
sifat meniru manusia ini yang membedakannya dengan binatang. Melalui tindakan meniru
inilah manusia mempelajari berbagai hal yang telah dilewatinya. Kedua, fakta adanya sebuah
gejala universal bahwa ketika melakukan peniruan tersebut, manusia merasakan sensasi-
sensasi yang indah dan menyenangkan. Setiap komunitas suku memiliki khazanah sastra lisan
yang amat kaya yang sesungguhnya mengandung berbagai kearifan lokal.
Bentuk dari sastra lisan itu sendiri dapat berupa prosa (seperti mite, dongeng, dan legenda),
puisi rakyat (seperti syair, dan pantun), seni pertunjukan seperti wayang, ungkapan
tradisional (seperti pepatah dan peribahasa), nyanyian rakyat, pertanyaan tradisional, mantra
dan masih banyak lagi. Perkembangan sastra lisan dalam kesusastraan Indonesia dipengaruhi
oleh beberapa budaya lain, seperti budaya Cina, Hindu-Budha, India, dan Arab. Sastra lisan
yang dipengaruhi oleh budaya-budaya tersebut dibawa dengan cara perdangangan,
perkawinan, dan agama.
Sastra lisan merupakan bentuk kesusastraan yang memegang kunci kesejarahan sastra
yang akan menuntun kita pada masa-masa sebelum prasejarah, contohnya para pendahulu
kita belum mengenal aksara. Sastra lisan sering dianggap sebagai bentuk awal kesusastraan
dunia yang berkembang dari waktu ke waktu karena perkembangannya memerlukan waktu
yang lama dan tidak tercatat oleh sejarah dunia.

2.2 Pengertian Kabata


Kepulauan Banda merupakan kepulauan yang terletak di bagian tenggara Pulau
Ambon. Secara administratif Kepulauan Banda adalah bagian dari Kabupaten Maluku
Tengah.  Banda adalah satu-satunya sumber rempah-rempah yang bernilai tinggi hingga
pertengahan abad ke-19. Beberapa pulau di kepulauan Banda sangat dikenal bahkan
memengaruhi sejarah dunia seperti Naira, Pulau Hatta, dan Pulau Rhun.
Dikutip dari Banda dalam Sejarah Perbudakan Nusantara, pada 1621 telah terjadi
genosida di Kepulauan Banda dan hanya tersisa sekitar 400 orang asli setelah kejadian itu.
Selanjutnya orang asli tersebut hidup berdampingan dengan berbagai etnik (seperti Cina,
Melayu, Bugis, Makassar, Jawa, dan Buton) yang didatangkan ke Pulau Banda untuk
dijadikan budak. Hal ini yang menyebabkan tidak ditemukannya bahasa daerah dalam
komunikasi masyarakat Banda sehari-hari. Bahasa yang digunakan saat ini sering disebut
sebagai bahasa Melayu Banda. Akan tetapi, jika dilihat dari kosakatanya  sebagian besar
sama dengan bahasa Melayu Ambon yang telah menjadi lingua franca (bahasa pengantar) di
Maluku. Berbeda halnya dengan penggunaan bahasa dalam ritual atau upacara adat. Di
Maluku, bahasa yang digunakan dalam ritual atau ranah adat biasanya disebut sebagai bahasa
Tana. Bahasa Tana dianggap lebih tinggi dan sakral dibanding dengan bahasa yang
digunakan sehari-hari. Olehnya itu bahasa Tana di Maluku sebagian besar hanya diketahui
dan dipahami oleh penutur yang sudah tua.
Bahasa Tana di Kepulauan Banda dibekukan dalam syair atau nyanyian adat yang
dikenal dengan sebutan Kabata. Kabata menjadi elemen penting dan menjadi satu kesatuan
dengan rangkaian adat lainnya. Kabata menjadi magnet dan menambah nilai sakral dalam
setiap upacara adat. Kabata tidak hanya menyimpan sejarah masa lalu namun menjadi
pembeku dan pemelihara bahasa Tana. Tidak banyak masyarakat bahkan tidak semua tetua
adat di negeri/kampung adat di Pulau Banda yang mampu dan menguasai semua isi dalam
kabata, namun melalui peran Natu, Kabata di kepulauan Banda dapat dikatakan masih
lestari. Natu adalah orang yang bertugas untuk melantunkan Kabata. Akan tetapi, kesakralan
kabata menyebabkan banyak masyarakat yang tidak paham maksud dan tujuan yang
terkandung di dalamnya.
Contoh penggalan kabata yang dilantunkan ketika perhelatan cuci sumur keramat
yaitu: bismillahi laubelang fiate, jadi bae akate Nirawati watro, imam-imam ee, jorehatib ee
lebe baca surat Qur’an, Londore wailondore, kirim salamualaikum wailondore, Lee walakaa
sumba leo walakaa Fiat kirim salam wailonodore. Arti dari keempat baris kabata ini yaitu
bismillah katakan kepada kampung Fiat, jadi berkat dari Nirawatiwatro, Imam-imam dan
Hatib-hatib, lebih baik baca ayat Alquran, Lonthor Raja Lonthor, Raja Warataka sembah
Raja Warataka, Fiat kirim salam kepada Raja Lonthor (Bungin, Destinasi Banda Neira).
Contoh lainnya yaitu Bismillahi Lailahaillah Subhanallah, Bismillahi alam teko-teko, teko
aire. Selain dalam upacara adat cuci sumur keramat, juga terdapat dalam upacara lainnya 
yaitu Laut e laut e, burung hamba laut e, Maruka burung, burung hamba laut eol, Walane-
walane marapati walane, Kasi turun katorang lima dikota sini. Masih banyak kabata yang
dilantunkan dalam ritual adat, namun tidak diperkenankan atau dilarang untuk
didokumentasikan. Keyakinan masyarakat bahwa jika syair dalam Kabata ditulis atau pun
diketahui oleh masyarakat laus maka akan mengurangi nilai kesakralannya.
Selain kabata, di dalam ritual adat tersebut pun tersimpan istilah-istilah dalam bahasa
tanah seperti amakaka (tetua adat), karaso (sesajen yang akan dipersembahkan kepada para
leluhur), aulia umbia (istilah yang digunakan untuk menyebut para leluhur), ursia (tetua adat
yang terdiri atas sembilan pasang suami dan istri), orlima (tetua adat yang terdiri atas lima
pasang suami dan istri, lot-lot (seperangkat tifa dan gong), poe (menghambur-hamburkan
benda upacara), dan sebagainya. Bahasa Tana hidup dalam kabata yang menjadi bagian tidak
terpisahkan dari ritual adat. Bahasa selamatkan adat dan adat menjaga bahasa. Kabata,
bahasa Tana, dan ritual adat adalah budaya yang menandakan ciri atau kekhasan masyarakat
Kepulauan Banda.
Bahasa daerah atau bahasa Tana menjadi bagian yang amat penting dalam menunjang
dan mendukung terlaksananya upacara adat di suatu daerah juga menambah kesakralan
upacara tersebut. Melalui kabata kesakralan upacara dalam lantunan bahasa Tana dapat
dirasakan. Kabata tak hanya sekadar nyanyian, namun menyimpan banyak makna dan nilai-
nilai luhur, juga menjadi media pemelihara bahasa Tana di Kepulauan Banda.

2.3 Pengertian Nilai Historis dalam Karya Sastra


Pada hakikatnya sejarah merupakan kisah silam yang terjadi dalam kehidupan
manusia. Kisah silam tersebut ada yang sampai saat ini masih membumi dalam kehidupan
manusia, hal ini dikarenakan adanya suatu peristiwa penting atau menimbulkan kesan
tersendiri sehingga peristiwa tersebut memiliki nilai sejarah yang tinggi sampai saat ini.
Selain itu, nilai sejarah juga merupakan suatu nilai yang terkandung dalam peristiwa sejarah
yang dapat dijadikan sebagai suatu acuan bagi manusia zaman sekarang untuk lebih
memahami dan menghargai berbagai peristiwa zaman silam bahkan lebih menghargai siapa
saja yang memiliki andil dalam peristiwa tersebut.
Menurut Sugihastuti (2007:161), menjelaskan bahwa “Sejarah dalam arti sempit
mempelajari manusia masa lampau, sepanjang hal itu dapat diteliti dari keterangan-
keterangan tertulis yagng berasal dari zamannya dan kemudian sampai kepada kita. Dalam
arti luas sejarah berusaha mengungkapkan manusia masa lalu dalam menjalani riwayatnya
sejak dari mula, tidak peduli apakah keterangan yang ditinggalkannya berupa keterangan
tertulis atau bukan”. Dapat dipahami bahwa sejarah merupakan suatu hal yang
mengungkapkan berbagai peristiwa atau kehidupan pada masa lalu yang tentunya memiliki
kesan atau suatu pertinggal yang masih dikenang oleh manusia pada masa sekarang.
Nilai sejarah merupakan pendekatan karya sastra yang melihat satu fenomena atau
gejala sejarah. Karya sastra dipahami selalu berkaitan dengan masa lalu karena karya sastra
terlahir sebagai buah karya seorang pengarang, maka keterkaitan masa lalu itu juga berlaku
untuk pengarang, sejarah sastra dengan implikasi para pengarang, karya sastra dan periode-
periode tertentu.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa nilai historis atau sejarah
adalah hal-hal yang erat kaitannya dengan sejarah. Waktu yang telah lewat sudahlah lewat,
tidak dapat diraih atau dikejar lagi. Begitu juga dengan peristiwa-peristiwa yang hanya sekali
terjadi. Oleh karena itu, semua peristiwa yang telah lewat tidak dapat ditemui ;lagi dan tidak
akan terulang kembali. Peristiwa yang telah lewat itu dapat dapat juga sampai kepada
manusia karena meninggalkan jejak. Jejak tersebut menjadi komponen penting yang tidak
dapat ditinggalkan dalam penulisan sejarah.
2.4 Pengertian Nilai Moral
Menurut Suseno (1987: 19) kata moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia
sebagai manusia. Pengertian moral tidak hanya mengacu pada baik buruknya saja, misalnya
sebagai dosen, tukang masak, pemain bulu tangkis atau penceramah, melainkan sebagai
manusia yang bertanggung jawab terhadap profesinya. Bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral
adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari
segi baik- buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.
Bertenz (2007: 4) menjelaskan definisi arti kata moral berasal dari bahasa latin mos (jamak:
mores) yang berarti: kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan bahasa lain, termasuk bahasa
Indonesia, kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Secara etimologi kata “etika”
sama dengan etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: yang pertama dari bahasa Yunani dan yang kedua
berasal dari bahasa Latin.
Pesan moral merupakan bagian yang penting untuk kita dapat, agar menambah pengetahuan
tentang nilai kehidupan. Dalam kehidupan ini bukan hanya sekerdar mendapatkan
pengethuan tentang intelektula saja, tetapi juga pengetahuan tentang moral, karena
bagaimanapun moral adalah variabel yang harus pertama kita miliki dalam kehidupan kita.
Oleh sebab itu, pengetahuan moral dalam kehidupan manusia merupakan hal yang saling
membutuhkan.

2.5 Kerangka Berpikir

Sastra Lisan

Kabata

Cuci Sumur Pusaka


di Desa Lonthoir

Nilai Nilai Moral


Historis
BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara yang teratur untuk mencapai tujuan. Metode yang ada
harus mampu merumuskan ide dan pikiran yang didasarkan pada pendekatan ilmiah.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Waktu Penelitian ini berlangsung selama ... bulan. Lokasi diadakannya penelitian yang
berjudul “Analisis Nilai Moral dalam Kabata Cuci Parigi Pusaka Negeri Lonthoir di Negeri
Lonthoir Kecamatan Banda Kabupaten Maluku Tengah.

3.2 Objek penelitian


Setiap penelitian mempunyai ojek yang akan diteliti. Adapun objek yang akan diteliti dalam
penelitian ini adalah Nilai Moral dalam Kabata Cuci Parigi Pusaka Negeri Lonthoir.

3.3 Sumber Data


Sumber data merupakan tempat ditemukannya data-data yang akan ditulis. Adapun sumber
data dalam penelitian ini berupa sumber data dari Sekdes Negeri Lonthoir dan Bapak Adat
Negeri Lonthoir.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik pustaka yaitu dengan
menganalisis isi. Pada analisis ini peneliti menyimak kemudian mencatat dukomen-dokumen
yang diambil dari data primer yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian. Datanya
berupa Kabata, maka peneliti mencoba menelaah isi novel.
Adapun langkah-langkah pengumpulan data dalam Kabata Negeri Lonthoir yaitu:
1. Wawancara Narasumber
2. Mencatat kalimat yang menggambarkan adanya nilai moral dalam Kabata cuci Parigi
Pusaka Negeri Lonthoir
3. Menganalisis nilai moral dalam Kabata cuci Parigi Pusaka Negeri Lonthoir

3.5 Instrumen Penelitian


Instrumen mengacu kepada alat untuk mengumpulkan data. Alat pengumpul data
digunakan untuk menghimpun data yang diperlukan sesuai dengan penilitian dan
permasalahan yang muncul dalam penelitian. Instrument yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu alat perekam dan panduan wawancara.
1. Wawancara
Dalam persiapan wawancara selain penyusunan pedoman, yang sangat penting
adalah membina hubungan baik dengan responden.Keterbukaan responden untuk
memberikan jawaban atau respon secara objektif sangat ditentukan oleh hubungan baik
yang tercipta antara pewawancara dengan responden.Sebaliknya, rusaknya hubungan baik
dengan responden dapat mengakibatkan kegagalan wawancara.
Hal penting yang perlu mendapatkan perhatian serius dari pewawancara adalah
perekaman atau pencatatan data.Oleh karena itu, alat perekam dapat digunakan untuk
merekam data yang didapat.Sebelum wawancara dilaksanakan sebaiknya disiapkan alat
pencatat yang mencukupi.Alat pencatat dapat bersatu dengan pertanyaan atau pernyataan
yang disusun dalam suatu format, ataupun dibuat terpisah. Alat pencatat yang bersatu
dengan daftar pertanyaan dapat memudahkan dalam pengisian, karena berada pada
lembar yang sama. Dalam pembuatan catatan hasil wawancara, selain mencatat jawaban
atau respon-respon dari responden yang langsung berhubungan dengan pertanyaan, juga
dicatat reaksi-reaksi lainnya baik yang dinyatakan secara verbal maupun nonverbal.
2. Rekam
Dalam melakukan penilitian ini agar peniliti tidak terlewatkan disetiap tuturan dari
narasumber, maka peniliti berinisiatif untuk menggunakan alat perekam sehingga peniliti
tidak terlewatkan point penting dalam setiap tuturan dari narasumber disamping itupun
peniliti tidak merepotkan narasumber yang mana apabila peniliti lupa untuk menulis
maka tinggal diputar kembali, sehingga hasil dari rekaman tersebut bisa menjadi catatan
lapangan.

3.6 Teknik Pengambilan Data


1. Wawancara
Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari narasumber,
bertujuan untuk menghimpun data-data sekaligus untuk mensosialisasikan instrumen
penelitian yang diungkapkan dalam bentuk wawancara. Peniliti melakukan wawancara
langsung pada Ketua Adat, Imam, dan kepala Desa.
2. Merekam
Teknik merekam, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara
merekam percakapan narasumber, terutama yang berhubungan dengan masalah yang
teliti. Teknik rekam digunakan dengan pertimbangan bahwa data yang diteliti berupa data
lisan. Teknik ini dilakukan dengan berencana, sistematis dengan serta merta.
3. Dokumentasi
Untuk mengumpulkan data yang sudah ada, penulis menggunakan beberapa alat
dokumentasi seperti kamera digital, dan rekaman handphone yang penulis gunakan dalam
melakukan wawancara serta merta merekam tuturan dari narasumber. Selain
menggunakan alat perekam, penulis juga menggunakan foto sebagai alat dokumentasi
yang penulis gunakan untuk menunjang hasil penelitian. Foto yang diambil penulis saat
wawancara dengan tetua adat bertempat dikediaman Desa Lonthoir kampong silawane
RT 06. Alat rekam dan dokumentsi data yang penulis gunakan dalam penelitian ini
memiliki peran penting untuk mendukung penelitian dalam mengambil data-data.

3.7 Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (Milles dan Huberman,
2009) berikut penjelasannya.
1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukan, makin lama peneliti ke lapangan,
maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera
dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih
hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu. Mereduksi data merupakan langkah pertama yang harus
dilakukan, karena cakupan penelitian ini cukup luas.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, diagram dan sejenisnya. Dengan menyajikan data, maka akan
memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
Data pada penelitian ini akan disajikan dalam bentuk narasi singkat hasil pengamatan
tentang implementasi teknik proses berorientasi pada pembelajaran inkuiri terbimbing
dalam meningkatkan kemampuan kognitif siswa. Data yang masih berebentuk uraian dan
tabel tersebut selanjutnya akan dianalisis agar dapat ditarik kesimpulan.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan
pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali
ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel. Dalam hal ini, setelah data direduksi, display, selanjutnya
verifikasi atau penarikan kesimpulan, data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
mencatat.
DAFTAR PUSTAKA

https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2019/05/kabata-dan-bahasa-tana-di-kepulauan-
banda/

https://kantorbahasamaluku.kemdikbud.go.id/2016/12/sastra-lisan-sebagai-warisan-seni-dan-
budaya/

http://repository.ump.ac.id/5460/3/BAB%20II_ADI%20SURYANTO_PBSI%2713.pdf

https://pesona.travel/keajaiban/1220/cuci-parigi-pusaka-lonthoir-ritual-syukur-rakyat-banda

http://ciimuanies.blogspot.com/2016/06/analisis-nilai-historis-dalam-novel.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Banda_Neira

Anda mungkin juga menyukai