Anda di halaman 1dari 46

KESULTANAN TERNATE DALAM LINTAS PERDAGANGAN

ABAD XVI - XVII


SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Humaniora
Oleh:
Pery Achmad Sapari
NIM. 105022000850
PROGRAM STUDI JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
KESULTANAN TERNATE DALAM LINTAS PERDAGANGAN
ABAD XVI-XVII
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Syarat-syarat
Mencapai Gelar Sarjana Humaniora
Oleh:
Pery Achmad Sapari
NIM. 105022000850
Di Bawah Bimbingan:
Drs. H. Azhar Saleh, M.A.
NIP. 195810121992031004
PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Kesultanan Ternate dalam Lintas Perdagangan Abad XVIXVII, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 Maret 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada program
Studi Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta, 25 Maret 2011
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. H. M. Maruf Misbah, MA. Sholikatus Sadiyah, M.Pd.
NIP: 195912221991031003 NIP: 197504172005012007
Anggota
Penguji, Pembimbing,
Imas Emalia, M.Hum Drs. H. Azhar Saleh, MA
NIP: 197302081998032001 NIP: 195810121992031004

i
ABSTRAKSI
Kesultanan Ternate pada abad ke-16-17 M, merupakan sebuah kesultanan
yang memperoleh kejayaan dari perdagangan rempah-rempah. Letaknya yang
menjorok ke arah lautan, memudahkan datangnya pedagang baik dari dalam
maupun dari luar Kesultanan Ternate untuk berlabuh dan mengadakan hubungan
dagang. Sumber daya alam berupa cengkeh dan pala merupakan komoditi yang
diperdagangkan ketika itu, rempah-rempah tersebut hanya terdapat di Maluku.
Kejayaan Kesultanan Ternate tidak terlepas dari perdagangan rempahrempah yang membawa keuntungan besar. Karena kebutuhan pasar akan rempahrempah pada saat itu sangat besar, menjadikan harga rempah-rempah menjadi
sangat mahal, maka tak mengherankan jika para pedagang bangsa asing saling
berburu untuk mendapatkan rempah-rempah secara langsung dari produsennya.
Oleh karena itu, tak mengherankan jika rempah-rempah telah membawa
Kesultanan Ternate dalam percaturan politik dan ekonomi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kesultanan Ternate sebagai
bandar niaga di Kepulauan Timur Nusantara. Melalui sumber-sumber tertulis
yang didapat telah diketahui bahwa kejayaan Kesultanan Ternate amat
dipengaruhi oleh perdagangan.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, penulis panjatkan puji serta syukur ke hadirat Ilahi Rabbi,
Dzat Yang Maha Pengatur dan Pemberi Kemudahan, Allah SWT. Akhirnya, jerih
payah dan kesabaran menanti kepastian yang telah digoreskan Sang Penguasa
kehidupan telah terjawabkan, tanpa keridhoan dari-Nya mimpi ini tidak akan
pernah jadi kenyataan. Hanya Dia yang setia menemani ketika jiwa ini dalam
kerapuhan, pikiran, dan hati yang tersesat, kelelahan yang tiada tara, waktu yang
terus merongrong. Demi Dzat Yang Maha Sempurna, penulis tidak akan bisa
bertahan tanpa inayah dan hidayah dari-Nya.
Untaian shalawat dipersembahkan untuk Khatam Al-Nabiyyin, pemimpin
sejati, pembawa pesan cahaya Ilahi, Muhammad saw.
Dalam pengantar skripsi ini, dengan segala kerendahan dan ketulusan hati,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua tercinta; ayahanda H. Kaman dan ibunda Hj. Naya Safitri.
Terima kasih yang tulus, rasa tadzim dan hormat penulis haturkan atas
kesabaran, nasihat, dan kasih sayang yang tiada pernah berujung. Ini
wujud bangga untuk ayahanda dan ibunda dari ananda, semoga Allah
selalu memberi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Amien.
2. Prof. Dr. H. Badri Yatim (alm), Dr. H. Abdul Chair, MA, selaku mantan
Dekan Fakultas Adab dan Humanira, dan Dr. H. Abdul Wahid Hasyim,
M.Ag, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora.

3. Prof. Dr. H. Budi Sulistiono, M.Hum, selaku mantan Ketua Jurusan


Sejarah Peradaban Islam, dan Drs. H. M. Maruf Misbah, M.A, selaku
Ketua Jurusan Sejarah Peradaban Islam.
4. Usep Abdul Matin, S.Ag, MA, MA, selaku mantan Sekretaris Jurusan
Sejarah Peradaban Islam, dan Sholikatus Sadiyah, M.Pd, selaku
Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
iii
5. Drs. H. Azhar Saleh, M.A, selaku pembimbing dalam menyusun skripsi
ini dan salah satu dosen yang memiliki komitmen dan loyalitas dalam
mengajar mahasiswa-mahasiwanya.
6. Imas Emalia, M.Hum, selaku penguji dalam ujian skripsi, terima kasih atas
segala saran dan masukkan dalam proses perbaikan skripsi.
7. Seluruh dosen Fakultas Adab dan Humaniora, yang telah memberikan
ilmu pengetahuan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis.
8. Kakak dan adik-adikku, Nur Wahinah, Zaka Khairuddin, dan Rosmawati.
Serta teman-teman seperjuangan SPI 2005. Ibnu, terima kasih atas bukubukunya. Arif, Agung, dan Ion, terima kasih atas bantuannya. Wilda
buletku, makasih ya.
Jakarta, 10 Maret 2011
iv
GLOSSARIUM
1 bahar 309 kg
1 ducat 5,25 Gulden
Bala Warga, rakyat
Barakati Berkah
Batu Cina de Moro Sebutan Maluku oleh orang Cina Halmahera
oleh Portugis
Benteng Pusat kegiatan pemerintahan sipil sekaligus markas
militer
Bobato Arti harfiah: pelaksana peraturan. Secara umum
digunakan untuk menunjukkan kepala persekutuan.
Chetti Pedagang
Dvipantara Nusantara dalam bahasa India
Emas hijau Nama lain untuk Indonesia Timur diberikan oleh
Portugis karena sumber daya alamnya
Fala Raha Empat penasehat agung, sebagai lembaga penasehat
kolano
Gam Raha Empat kekuatan bangsa, sebagai dewan tertinggi
yang memilih dan mengangkat kolano serta
menyatakan perang dan damai
Gapi Nama lain Ternate pada masa awal
Gobernador Gubernur

Hikayat Cerita, kisah


Iberia Wilayah Eropa, meliputi Spanyol dan Portugal
Imam Pemimpin dalam agama Islam, pembantu sultan
dalam bidang agama Islam
Jogugu Perdana Menteri, pemegang kekuasaan
pemerintahan (eksekutif)
Juanga Kora-kora, perahu untuk berperang. Juanga ukuran
sedang dapat memuat sampai 200 orang. Juanga
besar dapat memuat 300-400 orang
v
Kaicil Raja/pangeran
Kolano Raja
Lavanga Cengkeh dalam bahasa India
Momole Sebutan untuk seorang pimpinan sebuah komunitas
(raja)
Ngofangares Budak
Sabua Raha Empat hakim agung dan hakim agama
Sangaji Pemerintah wilayah, Gubernur
Silk Road Jalur sutra, jalur perdagangan antara Asia dengan
Eropa
Siwa Sembilan
Soa Kampung
VOC Verenigde Oost Indische Companie, Persatuan
Umum Persekutuan Dagang Hindia Belanda
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI.. i
KATA PENGANTAR... ii
GLOSSARIUM.. iv
DAFTAR ISI.. vi
BAB I PENDAHULUAN.. 1
A. Latar Belakang Masalah.. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 6
D. Metodologi Penelitian. 7
E. Tinjauan Pustaka. 8
F. Sistematika Penulisan. 9
BAB II TERNATE DALAM LINTASAN SEJARAH.. 10
A. Letak Geografis... 12
B. Sumber Daya Alam : Cengkeh sebagai Komoditi Utama. 14
C. Iklim. 16
D. Posisi Ternate dalam Dunia Perdagangan.. 17

BAB III KESULTANAN TERNATE. 23


A. Berdirinya Kesultanan Ternate... 23
B. Awal Masuknya Islam ke Ternate... 28
C. Struktur Sosial Masyarakat Ternate 33
vii
BAB IV KESULTANAN TERNATE DALAM LINTAS PERDAGANGAN
A. Ternate dalam Lintas Perdagangan Abad ke-XVI-XVII.. 37
A.1. Jenis Barang Ekspor dan Impor 40
A.2. Alat Tukar Perdagangan 44
B. Hubungan dengan Bangsa Asing.. 44
B.1. Bangsa Cina....... 46
B.2. Bangsa Portugis..... 47
B.3. Bangsa Belanda. 50
BAB V PENUTUP..... 56
A. Kesimpulan 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perairan Asia Tenggara berada dalam jalur pelayaran yang
menghubungkan negeri Cina dengan India, Persia dan negeri-negeri Arab di
Timur Tengah yang berlanjut ke Eropa. Jalur laut menjadi sangat penting
setelah jalur darat dirasakan tidak aman lagi setelah berkecamuk peperangan di
wilayah Asia Tengah. Secara khusus jalur perdagangan antara Asia dengan
Eropa disebut dengan jalur sutera (silk roads). Silk roads adalah nama puitis
yang diberikan kepada jalur perdagangan yang terbentang dari Timur ke Barat
sejak dahulu kala.1
Ternate merupakan salah satu kesultanan yang mengalami
perkembangan dalam bidang perdagangan sejalan dengan meningkatnya
perdagangan rempah-rempah di kawasan Timur Nusantara. Berdiri sejak sekitar
abad ke-15 M,2 Kesultanan Ternate kemudian berkembang menjadi kesultanan
terkemuka di Maluku setelah kedatangan para pedagang Melayu dan Jawa
untuk mendapatkan rempah-rempah. Bahkan, dalam perkembangannya
kemudian, tepatnya setelah kejatuhan Malaka ke tangan Portugis, Kesultanan
Ternate juga dikunjungi para pedagang internasional, khususnya bangsa Arab
1RZ. Leirissa, dkk., Ternate Sebagai Badar Jalur Sutra (Jakarta: CV. Ilham Bangun
Karya, 1999), h. 1.
2 Yaitu pada masa Kolano Marhum antara tahun 1465-1486, dapat dilihat pada buku M.
Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara12501950
(Makassar: Nala Cipta Litera, 2007), h. 63.

2
dan Persia, yang berusaha mencari wilayah utama penghasil rempah-rempah.3
Sejalan dengan perkembangan tersebut, Kesultanan Ternate mengalami
perkembangan pesat, baik di bidang ekonomi maupun politik, melampaui
kerajaan-kerajaan lain di Maluku; seperti Tidore, Jailolo, dan Bacan.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Ternate merupakan pangkalan penting
dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar-bangsa. Lokasinya merupakan
jalur yang menghubungkan antara Jawa dan belahan bumi bagian Timur
Nusantara yang telah melahirkan suatu peninggalan-peninggalan purbakala.
Peninggalan-peninggalan tersebut sebagai bukti masuknya aneka ragam
kebudayaan dan produksi dagang dari berbagai penjuru dunia seperti Arab,
India, Cina, dan Eropa, dengan produksi dagang seperti kain sutra, keramik,
porselin, alat-alat rumah tangga, serta alat persenjataan, dll.
Abad ke-3 SM bangsa kita sudah melakukan hubungan dagang dengan
para pedagang Cina khususnya dalam perdagangan rempah-rempah.
Perdagangan rempah-rempah mulai ramai pada abad ke-7 M, dan bangsa Cina
menyebut daerah penghasil rempah-rempah ini dengan sebutan Mi-li-ku. Dalam
dokumen Spanyol dan Portugis bangsa Cina menamakan Maluku dengan
sebutan Batu Cina de Moro yang artinya (Batu atau kepulauan milik orang
Cina).4
Rempah-rempah khususnya cengkeh merupakan tulang punggung
perekonomian kesultanan Ternate. Cengkeh juga merupakan komoditi eksport
yang sangat dibutuhkan oleh pasar dunia, hal inilah yang menyebabkan Ternate
3 Prof. Dr. Taufik Abdullah, dkk, ed. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara
jilid V (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve), h. 51.
4 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate (Ternate:T.pn., 1998), h. 18.
3
banyak dikunjungi oleh berbagai suku bangsa, pelaut, dan pedagang yang ingin
mengadakan hubungan dagang yang lebih terbuka. Dengan demikian barangbarang dagangan seperti sutera, porselin, keramik, senjata, dan bahan makanan
yang dibawa oleh para pedagang dari luar Ternate telah membuat Ternate
semakin makmur dan berjaya.
Bangsa Eropa yang pertama menemukan Kepulauan Maluku adalah
Portugis tahun 1512 M. Pada tahun itu dua armada Portugis, masing-masing di
bawah pimpinan, Anthonio dAbreu dan Fransisco Serau, mendarat di pulau
Banda dan Pulau Penyu. Segera mereka menjalin persahabatan dengan
penduduk dan raja-raja setempat, seperti dengan Kerajaan Ternate, sehingga
Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikapoli, Negeri Hitu Lama,
dan Mamala.5
Kehadiran bangsa Portugis dan Spanyol yang semula hanya mengurus
perdagangan rempah-rempah saja, ternyata kemudian menggiatkan pula usaha
penyeberan agama Kristen. Hal ini menimbulkan kegusaran penduduk
khususnya di daerah Maluku Utara yang sejak abad ke-15 M, sudah menjadi

pemeluk agama Islam yang taat. Keadaan ini menyebabkan sering terjadi
benturan dan pertentangan antara Portugis dengan penduduk setempat.
Hubungan yang kurang baik antara Portugis dan Kesultanan Ternate menjadi
semakin meruncing setelah Portugis mulai memaksakan kehendaknya
memonopoli perdagangan rempah-rempah.
5 Kementrian Dalam Negri, Profil Provinsi Republik Idonesia Maluku (Jakarta: Yayasan
Bhakti Wawasan Nusantara, 1992), h. 8.
4
Pada tahun 1530 M persahabatan antara kerajaan Ternate dengan
Portugis berakhir, setelah para pedagang dari benua Eropa merampas hasil
cengkeh milik sultan Hairun yang tewas di benteng6 Santo Paulo, Ternate. Sejak
saat itu hubungan antara Portugis dan Ternate tidak pernah harmonis lagi.
Selain itu usaha Portugis untuk menguasai Ternate yaitu, Gobernador
Gonzales de Pareira (1530-1532 M) membunuh putera mahkota Deyale dengan
meracuni makanan yang akan dimakan pangeran. Begitu juga Pangeran Abdul
Hayat ditawan Portugis. Sultan Tabarija naik tahta (1532-1535 M) dengan tetap
mempertahankan wilayah serta jalur perniagaan tradisional seperti bandar
Ternate Jawa Aceh Malaka. 7 Akibatnya Sultan Tabarija ditawan di Goa
India dan dipaksa menandatangi kesetiaan pada penguasa Iberia, King Alfonso
di Lisabon.
Penggantinya adalah Sultan Khairun Jamil (1535-1570 M)8 dengan
memimpin perang melawan Portugis. Untuk menghancurkan Portugis putera
mahkota Baabullah mengadakan hubungan dengan Sulawesi, Makasar, dan
kepulauan Nusa Tenggara. Selain itu hubungan tradisional dengan Aceh, dan
Demak dilanjutkan lagi. Dalam pertempuran yang hebat Sultan Khairun
dibunuh secara biadab oleh Gobernador Lopez de Mosquito tanggal 27 Februari
1570 M. Sultan Baabullah naik tahta (1570-1583 M) dan kembali memimpin
perang setelah berhasil mengadakan konsolidasi kekuatan. Pada waktu
6 Benteng adalah pusat kegiatan pemerintahan sipil sekaligus merupakan markas militer.
7 RZ. Leirissa, Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, h. 59.
8 Terdapat perbedaan tahun pada awal masa kepemimpinan Sultan Khairun Jamil. Abdul
Hamid Hasan menyebut dalam buku Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, awal
kepemimpinan
Sultan Khairun yaitu tahun 1537-1570. Sedangkan, M. Adnan Amal menyebutkan
tahun 15351570, dapat dilihat dalam bukunya Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah
Maluku Utara
1250-1950.
5
sebelumnya perang antara kerajaan dengan Portugis masih bersifat
mempertahankan wilayah kerajaan. Pada masa Sultan Baabullah perang sudah
ditingkatkan dengan perang pengusiran Portugis dari Ternate.9

Tahun 1575 M, bangsa Portugis menyerah, bendera mereka diturunkan


dari atas benteng dan diganti dengan bendera Ternate. Penganut Kristen dari
Bacan lari ke Ambon. Tahun 1578 M, sultan mengirim utusan ke Lisabon
menuntut kerugian atas kematian ayahnya. Sayangnya, jawaban itu diterima
setelah Sultan Baabullah wafat. Isi jawaban itu bahwa de Masquito akan
diserahkan ke Ambon. Hanya saja perahu yang membawanya dilanda angin
ribut dan terdampar di pantai Jawa. Perahu itu dibajak orang dan sekalian
penumpangnya dibunuh, termasuk de Masquito (1579 M). Sultan Baabullah
wafat (awal tahun 1583)10 setelah seluruh Maluku dapat dikuasainya.11 Sultan
Baabullah adalah penguasa Kesultanan Ternate ke-24 yang berkuasa antara
tahun 1570 1583 M, Ia merupakan sultan Ternate dan Maluku terbesar
sepanjang sejarah yang berhasil mengalahkan Portugis dan mengantarkan
Ternate ke puncak keemasan di akhir abad ke-16 M. Sultan Baabullah juga
dijuluki sebagai penguasa 72 pulau.
9 RZ. Leirissa, Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, h. 59.
10 Terdapat 3 versi mengenai kematiannya. Pertama, tidak pasti diracuni oleh orang
Eropa
maupun orang Maluku. Kedua, dikarenakan terkena guna-guna oleh wanita. Ketiga,
diculik untuk
di bawa ke Goa lalu entah bagaimana ia meninggal dalam perjalanan. Dilihat
dalam buku Des
Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon (Jakarta: PT. Dian
Rakyat,
2005), h. 389-390.
11 Tim penulis IAIN Syarif Hidyatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 1992), h. 150.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk menghindari melebarnya pembahasan dalam penulisan skripsi ini,
maka penulis membatasi pembahasan pada Kesultanan Ternate dalam lintas
perdagangan abad XVI - XVII.
Adapun pembahasan skripsi ini dirumuskan dalam tiga poin:
1. Bagaimana Peran Kesultanan Ternate dalam mempertahankan
perdagangan dari monopoli bangsa asing ?
2. Faktor apa yang Mendukung Kesultanan Ternate menjadi pusat
perdagangan di wilayah Timur Nusantara ?
3. Apa sebab bangsa Eropa datang ke Ternate ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Selama ini penelitian Sejarah banyak terpusat di Jawa karena sumbersumbernya lebih banyak. Di luar Jawa belum banyak diteliti barangkali karena
sumber-sumbernya kurang. Sekarang tiba waktunya untuk mengusahakan
penelitian sejarah di luar Jawa perlu dikembangkan, sehingga gambaran sejarah
nasional menjadi makin lengkap. Seperti sejarah lokal lainnya sejarah Ternate
adalah memiliki lokalitas dan karakteristik tersendiri, sehingga unik dan

komplek. Namun demikian sepanjang pengetahuan penulis belum banyak


sarjana Indonesia meneliti sejarah Ternate.
Oleh karena itu studi sejarah lokal di luar Jawa seperti kajian sejarah
Ternate ini sangat penting artinya. Selain itu untuk menemukan faktor-faktor
yang mendukung terbentuknya Kesultanan Ternate sebagai bandar niaga.
7
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengungkapkan ketertarikan bangsa asing
tentang komoditi utama daerah Maluku, khususnya cengkeh.
Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah:
Pertama, menambah wawasan intelektual khususnya wawasan
kesejarahan, terkait sejarah nusantara, khususnya Kesultanan Ternate dalam
perdagangan Nusantara abad ke-XVI - XVII.
Kedua, menyumbang hasil karya penelitian bagi UIN Syarif
Hidayatullah pada umumnya dan Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan
Sejarah Peradaban Islam khususnya.
D. Metodologi Penelitian
Skripsi ini ditulis dengan menggunakan metode penelitian sejarah dengan
melalui empat tahap:
1) Heuristik: mengumpulkan sumber-sumber berupa buku, dan beberapa
tulisan ahli sejarah Maluku, khususnya yang membahas tentang Kesultanan
Ternate baik masa-masa awal berdiri, masa kedatangan bangsa-bangsa asing,
hingga Kesultanan Ternate menjadi pusat perdagangan rempah-rempah.
2) Kritik: sumber-sumber yang terkumpul kemudian dilakukan kritik
sumber. Baik kritik terhadap sumber primer ataupun kritik terhadap para peneliti
mengenai sejarah dan kondisi kesultanan Ternate pada abad ke-16 sampai 17 M.
3) Interpretasi: interpretasi adalah pemahaman yang mendalam mengenai
teks-teks yang telah melalui fase kritik, di mana penulis sudah menemukan
korelasi dan pemahaman yang baru mengenai tema yang dibahas
8
4) Historiografi: pemahaman yang diperoleh setelah melalui beberapa
tahap kemudian diaplikasikan dalam bentuk karya tulis sejarah yaitu cengkeh
Kesultanan Ternate, analisa perdagangan khususnya perdagangan cengkeh.
E. Tinjauan Pustaka
Setidaknya ada beberapa sumber yang membahas tentang Maluku
umumnya, dan Kesultanan Ternate khususnya. Namun, di sini penulis lebih
cenderung kepada buku M. Adnan Amal Kepulauan Rempah-rempah
Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950.12 M. Adnan Amal dalam
bukunya menjelaskan tentang perdagangan rempah-rempah yang sedikit banyak
telah membawa daerah ini menjadi pusat perdagangan rempah-rempah hingga
kedatangan bangsa asing yang ingin memonopoli perdagangan di Ternate. Pada
saat itu rempah-rempah menjadi barang langka dan menjadi primadona
dikarenakan keuntungan dari hasil perdagangan rempah-rempah yang sangat

menjanjikan. Selain itu adalah buku karya Abdul Hamid Hasan yaitu Aroma
Sejarah dan Budaya Tenate.13 Buku ini menjelaskan peranan cengkeh dalam
mengangkat perekonomian bangsa Ternate yang juga sekaligus membawa
Kesultanan Ternate masuk dalam sejarah percaturan ekonomi dan politik
nusantara maupun dunia.
Dari sumber-sumber tersebut lebih menekankan peranan cengkeh yang
telah membawa kejayaan Kesultanan Ternate lalu tanpa disadari juga nanti akan
membawa Kesultanan Ternate menuju kehancuran dikarenakan terjadinya
12 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara12501950 (Nala Cipta Litera, 2007).
13 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate (Ternate:T.pn., 1998).
9
konflik perebutan kekuasaan dalam perdagangan rempah-rempah yang tak
kunjung berhenti.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini tersusun dari lima bab di antaranya:
Bab I adalah pendahuluan berisi tentang signifikansi tema yang diangkat
sebagai latar belakang penulisan, pembatasan dan perumusan masalah,
metodologi penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan,
serta sistematika penulisan.
Bab II, menjelaskan bagaimana kondisi geografis Ternate, sumber daya
alamnya, dan juga iklim yang mempengaruhi kedatangan pedagang-pedagang
dari luar untuk datang ke Ternate.
Bab III, membahas tentang Islamisasi di Ternate hingga terbentuknya
sebuah kesultanan dan bagaimana struktur sosial masyarakat Ternate.
Bab IV, membahas tentang periode di mana Kesultanan Ternate telah
berperan dalam perdagangan Internasional, kedatangan para bangsa asing, serta
melihat hubungan perdagangan Kesultanan Ternate dengan daerah-daerah lain
di Nusantara, hingga pengaruh perdagangan terhadap kondisi politik kesultanan
Ternate, yang mengakibatkan mundurnya perdagangan di Ternate.
Bab V, berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran-saran untuk
penelitian lanjutan.
10
BAB II
TERNATE DALAM LINTASAN SEJARAH
Ternate muncul sekitar abad ke-13 M sekitar tahun 1257 karena
permusyawarahan antara 3 kerajaan14 di wilayah Ternate yang ingin mengakhiri
pertikaian di antara mereka, yang bisa membawa pada kerugian masing-masing
hingga terjadilah kemufakatan dengan terpilihnya Momole Cico sebagai pucuk
pimpinan kerajaan. Setelah menjadi penguasa tunggal atas ketiga komunitas
tersebut, Cico mengubah gelarnya menjadi Kolano.
Wilayah Ternate mulai ramai dikunjungi para pedagang dari Jawa dan

Melayu sekitar permulaan abad ke-14 M, menyusul setelahnya yaitu para


pedagang dari luar wilayah Nusantara. Sejarah mencatat agama Islam datang ke
Ternate pada masa kepemipinan Kolano Marhum. Akan tetapi proses Islamisasi
di Kesultanan Ternate terjadi setelahnya yaitu pada masa Sultan Zainal Abidin.
Tahun pun terus berganti, Ternate kemudian berkembang menjadi
kerajaan/kesultanan terbesar di Maluku ini dibuktikan dengan dapat dikuasainya
72 pulau yang selalu membayar upeti kepada Kesultanan Ternate yakni terjadi
pada masa kepemimpinan Sultan Baabullah.
Setelah berakhirnya masa Baabullah menjadi Sultan Ternate lambat laun
Kesultanan Ternate mengalami kemunduran yang siginifikan ini bisa
diasumsikan dengan tidak banyak cakapnya sultan-sultan di Ternate sehingga
14 Pada masa pra-Kolano (raja), dikenal dengan sebutan Momole yang berarti pemimpin
atas suatu komunitas. 3 Momole tersebut adalah Momole Guna yang berkedudukan
di Tobona,
Momole Matiti yang berkedudukan di Foramadiyahhi, lalu Momole Cico yang
berkedudukan di
Sampalu. Lihat buku M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan
Sejarah Maluku
Utara 1250-1950. (Nala Cipta Litera: 2007), h. 54.
11
memudahkan bangsa asing, yakni Portugis, Spanyol, dan Belanda yang secara
silih berganti memonopoli perdagangan rempah-rempah dan memegang
kekuasaan atas wilayah Kesultanan Ternate.
Letak Ternate yang dekat dengan laut mengakibatkan Alfred Thayer
Mahan, seorang ahli yang membahas pengaruh laut terhadap sejarah,
menyatakan bahwa apabila keadaan pantai suatu negeri memungkinkan orang
turun ke laut maka penduduk negeri itu akan bergairah mencari hubungan ke
luar untuk berdagang, kecenderungan ini selanjutnya memunculkan kebutuhan
untuk memproduksi komoditasi.15 Meskipun letak Ternate dekat dengan pantai,
bukanlah hasil laut yang jadi primadona perdagangan saat itu. Melainkan
rempah-rempah yang merupakan hasil dari perkebunan.
Pendapat Mahan tersebut mengacu pada dua hal penting, yaitu kondisi
wilayah dan penduduk. Kondisi wilayah bukan hanya menyangkut letak dan
keadaan alam tetapi juga kedudukannya dalam dunia perdagangan. Sementara
yang terakhir menyangkut matapencaharian penduduk serta pemerintahan.
Menurut pemahaman penulis bahwa pada masa-masa awal kerajaankerajaan yang berada di Nusantara memiliki dua corak yaitu, kerajaan yang
bercorak maritim karena letaknya yang berada di pesisir pantai, dan kerajaan
yang bercorak agraris karena letaknya yang berada di pedalaman. Kerajaan
maritim biasanya lebih menitik beratkan kehidupannya pada perdagangan yaitu
suatu ciri yang erat kaitannya dengan kenyataan bahwa para pedagang lebih
15 J. C Van Leur dan F.R.J Verhoeven, Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan Indonesia
(Jakarta: Bharatara, 1974), h. 6

12
sesuai hidup dalam masyarakat kota bercorak maritim.16 Ciri kerajaan maritim
ini biasanya dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Islam. Sebaliknya kerajaan yang
bercorak agraris dalam kehidupan ekonominya lebih menitik beratkan pada
pertanian, sedangkan kekuatan militernya lebih dititik beratkan pada angkatan
darat. Ciri ini biasanya dimiliki oleh kerajaan-kerajaaan pada zaman Indonesia
Hindu. Namun, tidak semua kerajaan pada zaman Indonesia-Hindu bercorak
agraris, contoh kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak
campuran agraris-maritim.17
A. Letak Geografis
Maluku Utara adalah daerah kepulauan yang terletak pada lintasan garis
Khatulistiwa dan berada pada 124 Bujur Timur dan 3 Lintang Selatan. Ada
sekitar 353 pulau besar dan kecil baik yang berpenghuni maupun yang belum
berpenghuni di wilayah ini. Pulau terbesarnya dan paling utama adalah
Halmahera, menyusul pulau-pulau penting lainnya seperti Obi, Sula, Morotai,
Bacan, Makian, Ternate, dan Tidore. Luas wilayah Maluku Utara mencapai
32.000 km , sementara kawasan lautnya sebesar 107.381 km . Di sebelah Utara
kawasan ini berbatasan dengan Samudera Pasifik, di sebelah Selatan dengan
Laut Seram, di sebelah Timur dengan Laut Halmahera, dan di sebelah Barat
dengan Laut Maluku. Wilayah kota Ternate terletak antara 0 - 2 Lintang Utara
dan berada pada posisi 126 - 128 Bujur Timur, dengan luas wilayah 249,75
16 Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia
(Kudus: Menara Kudus, 2000), h. 46
17 Ibid,
13
km, seluruh wilayah daerah ini dikelilingi laut, dengan batas-batasnya meliputi:
Sebelah Timur dengan Selat Halmahera dan Sebelah Barat dengan Laut
Maluku.18
Wilayah kota Ternate merupakan daerah kepulauan karena wilayahnya
terdiri dari delapan buah pulau, lima pulau berukuran sedang, dan tiga pulau
lainnya berukuran kecil yang hingga sekarang belum dihuni penduduk. Nama
dan luas pulau tersebut serta kategorinya seperti pada uraian berikut:19
1. Pulau Ternate (110,7 km/ dihuni)
2. Pulau Hiri (12,4 km/ dihuni)
3. Pulau Moti (24,6 km/ dihuni)
4. Pulau Mayau (78,4 km/ dihuni)
5. Pulau Tifure (22,1 km/ dihuni)
6. Pulau Maka (0,50 km/ tidak dihuni)
7. Pulau Mano (0,50 km/ tidak dihuni)
8. Pulau Gurida (0,55 km/ tidak dihuni)
Nama Maluku pada awalnya hanya menunjuk kepada sebuah mata rantai
lima pulau kecil yaitu Ternate, Tidore, Morotai, Bacan, dan Makian yang
membentang sepanjang 25 mil2 dan berada hanya 5 mil2 dari pantai pesisir

pulau yang relatif cukup besar yaitu Jailolo (6,950 mil2)20 yang dewasa ini
disebut Halmahera. Letaknya di sebelah Utara Khatulistiwa dan arah ke Selatan
18 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah perjalanan Sejarah Maluku Utara 12501950, (Nala Cipta Litera: 2007), h. 4.
19 BPS 2002, dalam laporan penelitian Abu Sanmas, Kedudukan dan Fungsi Lembaga
Adat Kesultanan Ternate dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Jakarta: LIPI), h. 42-43.
20 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 289.
14
dari Filipina. Kepulauan kecil ini yang memiliki jumlah daratan tidak kurang
dari 200 mil2 pada zaman dahulu dihuni oleh 25.000 jiwa (dibandingkan dengan
50.000 jiwa dewasa ini). Pemegang peranan di kepulauan ini adalah pulau
kembar Ternate dan Tidore yang masing-masing luasnya sekitar 40 mil2. Kedua
pulau tersebut merupakan gunung berapi yang menyembul dari dasar laut
sampai ketinggian lebih dari satu mil di atas permukaan laut.
Secara alamiah kedua pulau ini pada awalnya merupakan sumber
penghasil cengkeh dunia. Pulau-pulau ini merupakan kedudukan dari para kaicil
(yaitu pemimpin-pemimpin tertinggi atau raja-raja kecil) yang menguasai
kawasan yang membentang ke Barat sampai ke Sulawesi, Mindanao di Utara,
Papua di Timur, Seram, serta Ambon di Selatan.
B. Sumber Daya Alam
Maluku sebagai daerah yang mendapat julukan emas hijau
mempunyai hasil utama dalam bidang pertanian yaitu jagung, sagu, dan padi.
Hasil utama perkebunan berupa kelapa, pala, cengkeh, dan kopi, dalam bidang
kehutanan yaitu kayu putih. Hasil utama perikanan berupa ikan laut, rumput
laut, dan mutiara. Dalam bidang industri antara lain; minyak pala, minyak
kelapa, kayu lapis, dan kayu olahan; bidang pertambangan; minyak bumi,
mangaan, batu perhiasan, dan lain-lain.
15
Julukan emas hijau ini karena komoditi berupa rempah-rempah,
seperti tulisan Tom Pires dalam bukunya The Suma Oriental of Tom Pires,21
yang menjelaskan bahwa cengkeh, pala dan bunga pala (fuli) hanya terdapat di
Indonesia bagian Timur dan terdapat dalam jumlah besar, oleh karena itu
cengkeh dapat diupayakan menjadi barang ekspor guna memenuhi kebutuhan
yang selalu berubah, terutama di pasaran Eropa.
Orang-orang Maluku memanfaatkan rempah-rempah sebagai bumbu
penyedap masakan dan untuk pengobatan. Ketika Francis Drake mengunjungi
Ternate, ia dijamu Sultan Baabullah dengan berbagai jenis masakan yang
semuanya diramu dengan aroma cengkeh. Orang-orang Cina, pada zaman
dahulu, menggunakan cengkeh untuk pengobatan dan stimulasi selera makan.
Bahkan, mereka percaya bahwa cengkeh dapat meningkatkan kemampuan
seksual manusia.
Pada zaman pemerintahan dinasti Han di Cina, cengkeh digunakan para

hakim untuk melegakan tenggorokan sebelum mengucapkan putusan atau


mejatuhkan hukuman kepada seorang terdakwa. Para punggawa juga
diharuskan mengunyah cengkeh untuk mengharumkan suasana audiensi mereka
atau ketika menghadap kaisar menerima titah, supaya mereka bisa berbicara
dengan suara bagus dan lancar. Di Eropa, selain untuk pengobatan dan
penyedap masakan, cengkeh juga digunakan sebagai parfum. Bubuk cengkeh
dipakai sebagai obat hirup yang biasanya merupakan asesori kalangan
21 Tome Pires, The Suma Oriental of Tome Pires 1512-1515, terj. Armando
Cortesao
(London: Hakluyt Society, 1944) h. 204.
16
menengah ke atas. Tetapi, karena harganya sangat mahal, ia hanya dapat
dinikmati oleh golongan berduit.22
C. Iklim
Ternate sama dengan wilayah di Nusantara lainnya, mengenal musim
kemarau dan hujan. Perubahan musim ini bergantung pada keadaan muson.
Musim hujan berlangsung antara November hingga April berkat angin muson
Barat, musim penghujan berakhir pada bulan Mei hingga Oktober ketika angin
muson Barat berhenti dan digantikan oleh angin muson Timur. Angin muson tidak
hanya mempengaruhi perubahan musim tetapi juga pelayaran dan perdagangan.
Perubahan angin yang terjadi di Indonesia setiap setengah tahun dipengaruhi oleh
dua faktor. Pertama, peredaran bumi mengitari matahari yang menyebabkan
daerah angin mati berpindah-pindah dari Lintang Mengkara (Tropic of Cancer)
ke Lintang Padayat (Tropic of Capricorn). Maka, angin pasat Tenggara pada
waktu melintas garis Khatulistiwa akan berubah menjadi Barat Daya, sedangkan
apabila angin pasat Timur Laut melintas Khatulistiwa dalam perjalanan ke Selatan
ia akan berubah menjadi angin laut. Faktor kedua ialah lokasi Indonesia di antara
dua kontinen, Asia dan Australia. Iklim panas di salah satu benua ini akan
mengakibatkan suatu tekanan rendah yang cukup mempengaruhi daerah angin
mati tersebut bergeser lebih jauh ke Selatan atau Utara menurut musimnya
sehingga merubah arah angin yang bersangkutan. Dengan demikian terjadilah
22 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara12501950 (Nala Cipta Litera, 2007), h. 229.
17
angin musim yang berubah tujuan setiap setengah tahun sehingga angin memutar
haluannya 1800.23
Perubahan musim ini sudah lama dikenal pelaut-pelaut Nusantara. Dengan
memanfaatkan perubahan angin, pada bulan Oktober kapal-kapal sudah berangkat
dari Maluku menuju pusat-pusat perdagangan di kota-kota sebelah barat, adapun
pada bulan Maret dengan menggunakan angin barat biasanya dimanfaatkan oleh
pedagang yang berada di bagian Barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia,
untuk berlayar ke arah Timur.

D. Posisi Ternate dalam Dunia Perdagangan


Hall24 yakin bahwa pada sekitar abad ke-XIV dan permulaan abad keXV terdapat lima jaringan perdagangan (commercial zones). Pertama, jaringan
perdagangan Teluk Bengal yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan,
Sri Langka, Birma (kini Myanmar), dan pesisir Utara dan Barat Sumatera.
Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka. Ketiga, jaringan perdagangan yang
meliputi pesisir Timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan
(untuk memudahkan, kita sebut jaringan perdagangan Laut Cina Selatan).
Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir Barat Luzon,
Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir Utara Kalimantan (Brunei Darussalam).
Kelima, jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara,
Kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian Selatan
23 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17,(Jakarta:
Komunitas Bambu, 2008), h. 3
24 Kenneth R. Hall, Maritime Trade and State Development in Early Southeast
Asia
(Honolulu: University of Hawai Press. 1985), h. 24.
18
Sumatera. Jaringan perdagangan yang di sebut terakhir berada di bawah
hegemoni Majapahit.25
Sejarah jalur lautan mempunyai arti penting bagi sejarah awal Indonesia
dan masa-masa berikutnya, karena mengandung episode penting dalam sejarah
politik dan sejarah kebudayaan yang terkait erat dengan perdagangan dan jalur
perdagangan.26
Dengan pulau dan lautan yang lebih luas dari daratannya, Indonesia
mempunyai letak yang strategis dan potensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan kebudayaan. Pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan
tersebut antara lain didorong faktor lautan yang menjadi jalur pelayaran
internasional. Dengan jalur pelayaran tersebut, terjadilah jaringan perdagangan
antar-pulau dan antar-suku bangsa yang kemudian berkembang menjadi
jaringan perdagangan internasional atau perdagangan antar-bangsa.27
Ternate sebagai bandar jalur sutera mengalami masa jaya pada abad ke16 M. Pada masa itu Ternate berhasil meluaskan kekuasaannya di seluruh
wilayah yang terbentang antara Sulawesi dan Irian Jaya. Ke Barat kekuasaannya
diakui sampai ke pesisir Timur Sulawesi termasuk Sulu dan Kepulauan
Banggai, ke Selatan Ternate meluaskan kekuasaannya ke Seram Barat (Jazirah
Hoamal) dan kepulauan Ambon. Kekuasaan yang begitu jelas didukung oleh
sumber daya manusia dan sarana yang cukup kuat, seperti perahu, junk, atau
kapal sebagai alat untuk menjangkau antar-pulau yang membutuhkan cengkeh.
Tanpa dukungan yang kuat tidak mungkin mampu mengadakan ekspansi
25 Majapahit runtuh pada abad ke-15 M, antara tahun 1475-1478.
26 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta: PT. Gramedia, 2009), h. 37.
27 Ibid., h. 38.

19
politik. Hal ini erat kaitannya dengan peranan Ternate sebagai bandar jalur
sutera. Munculnya Ternate sebagai bandar jalur sutera berkaitan erat dengan
interaksi jalur dagang darat maupun jalur dagang laut.
Di Ternate terdapat Pelabuhan Samudera Ahmad Yani dan Bandar
Udara Babullah. Kota Ternate sendiri berlokasi di pesisir Timur pulau
Ternate menghadap pulau Halmahera, posisi ini sangat potensial28. Kedudukan
yang demikian ini menyebabkan kota Ternate memiliki peranan yang sangat
penting dalam ekonomi perdagangan lintas Halmahera. Selain itu, letak pulau
Ternate adalah dekat dengan kota Manado ibukota Propinsi Sulawesi Utara.
Posisi strategis yang berhadapan dengan kawasan Dodinga, sebuah
persimpangan jalan di pulau Halmahera yang menyebabkan kota ini
berkembang dalam jalur perdagangan di daerah Maluku Utara.
Rempah-rempah dari Maluku menemukan pasar yang makin meluas,
karena dibawa dalam jumlah besar ke Eropa lewat Mesir dan Venesia. Karena
Maluku hampir merupakan satu-satunya produsen rempah-rempah, maka segera
menjadi tempat yang penting secara politik.
Kedatangan Portugis ke Maluku mulai berupaya memonopoli
perdagangan rempah-rempah. Namun, menurut Howard Federspiel, usaha
Portugis tidak terlalu berhasil, akibat tidak mampu menggantikan sistem
perdagangan yang telah ada.29 Lebih lanjut, Des Alwi menjelaskan, bahwa
perdagangan rempah-rempah yang dilakukan oleh Portugis di Maluku tidak lain
semacam sistem barter yang sangat memberi keuntungan besar kepada Portugis
28 RZ. Leirissa, Ternate Sebagai Bandar Jalur Sutra, h. 80.
29 Howard M. Federspiel, Sultans, shamans, and saints : Islam and Muslims in Southeast
Asia, (USA : University of Hawaii Press, 2007), h.23.
20
sedangkan Maluku menerima keuntungan yang sangat kecil saja.
Membandingkan dengan harga dewasa ini maka volume dan nilai perdagangan
Portugis di Maluku dapat diperkirakan kira-kira pemasukan dan pengeluaran
per tahun hanya sekitar 3.000 ton senilai 2 sampai 3 juta dollar AS. Tetapi 2-3
juta dollar pada abad ke-16 M setara dengan 20-30 juta dollar AS atau bahkan
50-100 juta dollar AS sekarang. Pada jalur Ternate-Lisabon, Portugis berhasil
memuat sekitar setengah juta pound setiap tahun dan seperempat juta pound
pala dan fuli dengan nilai total yang dilaporkan sebesar sekitar 2 juta dollar AS
di pasaran Eropa.30 Keuntungan sepihak inilah yang mengindikasikan Portugis
menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku dan Ternate tidak
mengalami sukses secara signifikan.
Di Eropa, selama abad Pertengahan, rempah-rempah ini dijual dengan
harga sangat mahal, tapi harga itu sangat sedikit, karena masalah biaya produksi
atau jumlah yang tersedia. Pembudidayaan cengkeh hanya membutuhkan
sedikit kerja, dan pohon itu terus berproduksi selama tigaperempat abad, yang
sangat cukup menutupi ongkos selama periode lama pertumbuhan sebelum

mulai berbunga hampir 12 tahun. Yang membuat biayanya begitu mahal ialah
biaya transportasi, serta resiko tinggi perjalanan panjang di laut. Penduduk
kepulauan Maluku tidak banyak beruntung dari perdagangan itu dibandingkan
pedagang-pedagang Jawa, Gujarat, dan Cina.31
30Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 318-319.
31 Ibid, h.100.
21
Kepulauan rempah-rempah sudah menjadi legenda di Eropa sebagai
sumber kekayaan terbesar di kawasan Timur. Cengkeh dan pala adalah
produknya. Cengkeh, kuncup bunga yang dikeringkan dari pohon cengkeh.
Dengan perkembangan perdagangan cengkeh yang menyebabkan
perluasan perkebunan cengkeh dan menurunnya produksi bahan pangan, maka
bahan makanan harus didatangkan dari luar, terutama dibawa oleh orang Jawa
dan Melayu. Orang Cina pun mula-mula berlayar sampai ke Maluku, akan
tetapi sesudah abad ke-14 M mereka tidak lagi berhubungan langsung dengan
Maluku, mungkin karena tidak bisa menghadapi saingan berat dari pedagang
Jawa dan Melayu. Yang jelas ialah bahwa pedagang Cina memperoleh rempahrempah Maluku dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa. Keadaan ini mungkin
berubah pada abad ke-16 M. Sebab ketika orang Belanda khususnya VOC tiba
di Maluku (awal abad ke-17 M)32 mereka bertemu dengan banyak orang Cina
yang memainkan peranan penting di Maluku sebagai juru bahasa dan penilai
rempah-rempah. Mereka ini mungkin datang dari kepulauan Filipina (bersama
orang Spanyol).
Sekitar tahun 1630 M, Belanda telah mencapai banyak kemajuan dalam
meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan hegemoni perdagangan atas
perniagaan laut di Indonesia. Mereka berkuasa di Ambon, di pusat kepulauan
penghasil rempah-rempah, dan mendirikan markas besar di Batavia yang
terletak di Nusantara bagian barat. Pada tahun 1641 M, Malaka Portugis jatuh
ke tangan VOC, dan pada tahun 1648 M, Perang Delapan Puluh Tahun di Eropa
32 Tim Penulis PUSPINDO, Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia Pra Sejarah Hingga
17 Agustus 1945 (Jakarta: PUSPINDO, 1990), h. 45.
22
berakhir, mengakhiri permusuhan antara Belanda dan Spanyol. Akan tetapi,
pada pertengahan abad XVII, menjadi jelas bawa hegemoni VOC tidak dapat
ditegakkan hanya dengan perjanjian-perjanjian perdamaian, pembangunan
benteng-benteng, dan dipertahankannya keunggulan angkatan lautnya.
Kekuasaan-kekuasaan di Indonesia, baik yang besar maupun yang kecil, masih
tetap dapat megacaukan rencana-rencana VOC. Oleh karena itu, VOC harus
melakukan suatu kebijakan militer yang bahkan lebih agresif, dengan campur
tangan secara langsung dalam urusan dalam negeri beberapa negara di
Indonesia. Dengan demikian, diletakanlah dasar-dasar bagi apa yang disebut
sebagai imperium Belanda di Indonesia.33

33M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2008), h. 135.
23
BAB III
KESULTANAN TERNATE
A. Berdirinya Kesultanan Ternate
Di seluruh wilayah Nusantara, pada masa lampau banyak terdapat
kerajaan-kerajaan yang secara historis kelahirannya berbeda antara kerajaan
yang satu dengan kerajaan yang lainnya.
Sejarah Maluku sebelum kedatangan Portugis adalah sejarah yang
diterka atau rekaan saja, karena memang tidak ada catatan sejarah dan
peninggalan-peninggalan arkeologis penting. Bahkan Maluku juga sama sekali
tidak mendekati kepada arus civilisasi yang maju sampai masa mulai
menyebarnya Islam pada abad ke-15 M. Sebelum masa itu para imigran dari
daerah Melayu telah datang dan menetap di pulau-pulau di sepanjang pesisir
yang sampai hari ini masih bisa kita temukan.34
Berdirinya kesultanan Ternate tidak dapat dilepaskan pada awal sejarah
terbentuknya Kerajaan Ternate atau yang disebut awal masa pra-kolano (raja).
Awal berdirinya kerajaan Ternate berkaitan dengan beberapa sumber mitos dan
legenda.
Menurut Des Alwi35 yang bersumber dari naskah tua Ternate, pada
awalnya Ternate diduduki oleh pelarian-pelarian yang telah menentang
kekuasaan penguasa lalim dari Jailolo. Profil pemimpin Ternate pertama yang
cukup berpengaruh adalah seorang yang bernama Guna seorang kepala Desa
34 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 294.
35 Ibid, h. 296.
24
Tobona yang bertempat tinggal di ketinggian lereng kepundan Merapi. Ketika
pada suatu hari ia sedang berkelana mencari kelapa untuk melegakkan
tenggorokan dengan airnya, kaki Guna tersentuh sebongkah batu yang
kemudian ternyata terbuat dari emas murni. Harta ini yang pada awalnya
dianggap bekas milik jin yang dianggap bisa membuat pemiliknya mendapatkan
kekuatan magis yang pada zaman dahulu dianggap sebagai kelengkapankelengkapan yang dimiliki seorang pemimpin. Oleh karena itu Guna dan para
pengikutnya dianggap sebagai penguasa-penguasa seluruh pulau Ternate.
Menurut Abu Sanmas36 dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa
Kerajaan Ternate bermula dari beberapa Momole di antaranya; Momole Guna
yang berkedudukan di Tobona yang menemukan benda berupa bongkahan
emas, tetapi karena terjadi huru-hara yang menyertai keberadaan benda tersebut,
lalu beliau menyerahkan kepada Momole Matiti yang berkedudukan di
Foramadiyahi, namun Momole Matiti juga tak sanggup menahan benda yang
dianggap mempunyai kekuatan magis, maka diserahkan kepada, Momole Cico

yang berkedudukan di Sampalu, Momole Cico ternyata berhasil mengendalikan


huru-hara masyarakat yang berasal dari benda aneh dan dianggap mempunyai
magis tersebut. Akhirnya para Momole setuju untuk mengangkat Momole Cico
sebagai Kolano pertama Kerajaan Ternate.
Menurut M. Saleh Kota (staf Keraton) yang diwawancarai oleh Abu
Sanmas, proses terbentuknya Kerajaaan Ternate dimulai sejak menyatunya
empat persekutuan hukum adat yakni, Tobona, Tobanga, Sampalu, dan Momole
36Abu Sanmas, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Adat Kesultanan Ternate dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Laporan Penelitian (Jakarta: LIPI,t.t.), h. 40.
25
Toyo melalui suatu forum yang dikenal dengan nama Foramadiyahhi yang
artinya duduklah kebenaran dan keadilan. Proses pernyataan empat persekutuan
itu sendiri diprakarsai oleh Mashur Malamo, putra keempat dari Siti Nursafah
dengan Jafar Sadik yaitu seorang penyiar agama Islam yang tiba di Ternate
pada tahun 1250 M.
Sedangkan menurut Abdul Hamid Hasan,37 Kerajaan Ternate berdiri
karena pertikaian antara sesama Momole di Ternate, yang menyebabkan
kerugian para kelompok-kelompok Momole, hingga diadakanlah suatu
permufakatan bersama pada tahun 1251 yang dikenal dengan persetujuan
Foramadiahi artinya duduklah kebenarannya.
Dari beberapa versi di atas, bahwa asal-usul berdirinya kerajaan Ternate
dimulai dari penyatuan beberapa wilayah persekutuan hukum adat yang ada di
pulau Ternate. Pada versi kedua, kerajaan Ternate terbentuk pada saat sebelum
masuknya pengaruh Islam di wilayah itu, yang ditandai dengan ditemukannya
sebuah benda aneh, di mana Cico-lah yang diangkat menjadi (Kolano) raja
pertama. Sementara versi ketiga, menunjukkan bahwa kerajaan Ternate
terbentuk setelah terjadi perkawinan antara Jafar Sadik dengan Siti Nursafah,
setelah masuknya pengaruh agama Islam, semua Momole pada persekutuanpersekutuan hukum tersebut semua berada dalam satu garis keturunan
genealogis. Terkecuali pada versi pertama, sumber yang berasal dari cerita
rakyat yang disebut legenda atau mitos yang dipengaruhi unsur animisme,
sehingga tingkat keotentikan sumber tersebut sangat lemah. Namun, cerita
37Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate (Ternate: 1998), h. 28.
26
rakyat tersebut, dapat dijadikan kekayaan Nusantara sebagai wacana
pembuktian lebih lanjut mengenai kerajaan Ternate.
Pada masa kerajaan pucuk pimpinan dinamakan, Kolano, dari kata
Koko-la-nao, yang artinya tegak diatas kekuatan dimana kekuatan-kekuatan
dibawahnya terdiri dari lembaga-lembaga kerajaan, yaitu:38
1. Gam Raha = Empat Pilar Besar, sebagai dewan tertinggi yang
memilih dan mengangkat kolano serta menyatakan perang dan
damai.

2. Bobato Nyagimoi de Tufkange = Dewan Delapan Belas, sebagai


lembaga penetapan hukum-hukum adat dan berhak mengajukan
kandidat kolano.
3. Soasio = Dewan Menteri
4. Falahara = Dewan Pertimbangan Agung
5. Sabua Raha = Mahkamah Agung
6. Sangaji-sangaji = Pemerintahan Wilayah
7. Heku Cim = Angkatan Bersenjata
8. Bala Kusu se Kano-kano = Rakyat
Pada sub-judul sebelumnya, diterangkan bahwa Ternate pertama kali
bersentuhan dengan Islam, yaitu pada masa Kolano Marhum. Namun, secara
struktur pemerintahan gelar kolano sebagai raja belum digantikan dengan gelar
38 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate (Ternate: 1998), h.
23.
Tentang struktur lengkap lembaga-lembaga kerajaan maupun struktur pemerintahan
kerajaan lihat,
Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 28.
27
sultan, itu berarti intensitas Islamisasi yang terjadi di kerajaan Ternate pada
masa Marhum masih dalam masa transisi.
Ketika masa kepemimpinan Marhum berakhir, tahta kerajaan Ternate
digantikan anaknya Zainal Abidin. Awal kepemimpinannya, gelar sultan mulai
diterapkan sebagai identitas pemimpin kerajaan. Dengan demikian, secara de
facto struktur pemerintahan kerajaan Ternate telah berganti menjadi kesultanan
Ternate, seiring dengan pergantian gelar tersebut. Meski pada masa Marhum
Islamisasi baru pada tahap transisi, tampaknya Marhum menyadari betul bahwa
Islam benar-benar sebuah pilihan sehingga berimplikasi pada pentingnya
mempelajari dan mendalami Islam. Oleh karena itu, Marhum berupaya
mendidik anaknya, Zainal Abidin, mempelajari Islam di bawah bimbingan
Maula Husein, dan memperoleh pendidikan Islam secara formal di sekolah
tinggi Islam Gresik yang dipimpin langsung oleh Sunan Giri (1495).39
Adanya perubahan dalam sistem pemerintahan ini mengakibatkan fungsi
ganda Sultan, yaitu sebagai pemegang kekuasaan duniawi (pemerintah) dan
juga sebgai pemegang kekuasaan spiritual (keagamaan). Secara teoritis sultan
adalah pengganti Rasul atau dikenal dengan istilah Tubaddi al Rasul, yaitu
sultan memiliki tanggung jawab memimpin negara sekaligus menyiarkan dan
memelihara agama Islam. selain itu, sultan memiliki kewajiban memperluas
wilayah kekuasaannya dan menundukkan daerah-daerah lain.
39 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara
1250-1950 (Nala Cipta Litera: 2007), h.62-65.
28
B. Awal Masuknya Islam ke Ternate

Menurut Ricklefs, penyebaran Islam di Nusantara berlangsung melalui


dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan pemeluk agama
Islam yang datang ke wilayah Nusantara kemudian penduduk pribumi
menganut agama Islam. Kedua, orang-orang asing, seperti Arab, India, dan Cina
yang telah beragama Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah,
kemudian melakukan perkawinan campur dan mengikuti gaya hidup lokal.40
Jadi, pendapat Ricklefs, faktor yang lebih berpengaruh dalam proses
penyebaran agama Islam adalah melalui proses perkawinan.
Sedangkan menurut De Graaf, penyebaran Islam di Nusantara
melibatkan tiga fase penting yang saling melengkapi, yaitu yang pertama
melalui fase perdagangan, kedua fase tasawuf (sufi), ketiga melalui fase
politik.41 Pendapat De Graaf mengindikasikan antara ketiga fase tersebut
memiliki korelasi yang saling berkesinambungan, terutama pada fase
perdagangan dan tasawuf, yang memungkinkan para pedagang tersebut juga
merupakan seorang ulama (sufi).
Sementara pada fase politik, para penguasa di Nusantara memeluk Islam
demi memperoleh dukungan dari para pedagang Muslim secara ekonomis dan
politis.42
Lebih jauh lagi motif penyebaran Islam merupakan akibat dari ancaman
agama Kristen yang mendorong penduduk Nusantara masuk Islam. Jadi,
40 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, h. 27.
41 H. J de Graff, Southeast Asian Islam To The Eighteenth Century, dalam P.M. Holt, The
Cambridge History of Islam, vol 2A (London: Cambridge University Press: 1987), h.
123.
42 Lihat J.C. Van Leur, Indonesian Trade and Society, h. 110-117.
29
masuknya Islam akibat dari persaingan antara Islam dan Kristen untuk
memenangkan pemeluk baru di Indonesia. Penyebaran Islam di Nusantara
terjadi ketika persaingan dan konflik semakin sengit di antara bangsa Portugis
dan para pedagang Muslim.43
Namun, secara umum proses masuk dan berkembangnya agama Islam
ini disepakati berjalan secara damai, meskipun ada juga penggunaan kekuatan
oleh penguasa Muslim untuk mengislamkan rakyat atau masyarakat. Secara
umum mereka menerima Islam tanpa meninggalkan kepercayaan praktek
keagamaan lain.
Perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan Islam, ada
yang memberikan pengertian Islam dengan kriteria formal yang sangat
sederhana seperti pengucapan dua kalimat syahadat atau pemakaian nama
Islam, sebagian lain mendefenisikan Islam secara sosiologis, yakni masyarakat
itu dikatakan telah Islam, jika prinsip-prinsip Islam telah berfungsi secara aktual
dalam lembaga-lembaga sosial, budaya dan politik, jadi mereka menganggap
bacaan kalimat syahadat tidak dapat dijadikan bukti adanya penetrasi Islam
dalam suatu masyarakat.44
Hal tersebut menyebabkan konsep masuknya Islam atau Islamisasi

masih dicampuradukkan antara datang (terdapat bekas Islam disuatu tempat),


43 B.J.O. Schrieke, Indonesian Sociological Studies, vol II, (The Hague dan Bandung: W.
van Hoeve, 1957), h. 232-237.
44 Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan
Kekuasaan
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 30.
30
berkembang (mesjid ditemukan), dan munculnya Islam sebagai kekuatan
Politik (sultan memerintah).45
Bahwa, apapun teori Islamisasi yang dijelaskan di atas, kedatangan
Islam ke daerah Maluku sangat mengandalkan jalur perdagangan yang
terbentang antara pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan
Maluku. Menurut tradisi setempat, bangsa Arab datang ke Maluku sejak abad
ke-14 M. Raja Ternate yang ke-12 bernama Molomasetija (1350-1357 M) telah
bersahabat akrab dengan orang Arab, tetapi hubungan kekerabatan tersebut
tidak berpengaruh pada penyebaran Islam. Islam mulai menyebar di Ternate
ketika masa pemerintahan Kolano Marhum46 (1465-1468 M) oleh seorang
ulama dari Jawa bernama Maula Husein. 47 Pendatang dari Jawa ini telah
membuat raja dan orang-orang di Maluku tertarik akan ajaran Islam. Dengan
demikian maka Maula Husein berhasil meng-Islamkan banyak orang di daerah
itu.
Setelah Kolano Marhum, raja Ternate yang telah memeluk agama Islam
adalah Zainal Abidin (1486-1500 M), beliau tidak hanya sekedar masuk Islam
melainkan juga berupaya dalam proses perkembangan Islam di Maluku. Ia
45 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja Dan Perkembangan Ekonomi (Jakarta:
LP3ES,
1979), h. 1.
46 Kolano Marhun adalah raja pertama yang menerima Islam. Namun, sampai
akhir
hayatnya beliau tidak memakai gelar Sultan, tetapi dimakamkan secara Islam. Lihat
M. Adnan
Amal Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950 (Nala
Cipta
Litera: 2007), h. 62.
47 M. Adnan Amal Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 12501950 (Nala Cipta Litera: 2007), h.62
Nama Maula Husein terdapat perbedaan dalam pengejaan nama, menurut Uka
Tjandrasasmita, Maulana Husein, lihat Arkeologi Islam, (Jakarta: Gramedia, 2009), h.60.
Namun,
beliau juga mengutip perbedaan nama tersebut dari bukunya TW. Arnold dengan ejaan
Datu Mulia
Husein, lihat Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam, h.27
31

mendapat ajaran agama tersebut dari madrasah Giri di Jawa48. Dalam kunjungan
ke pusat Islam ini, Sultan Ternate bertemu dengan kepala daerah Hitu dari
Ambon. Antara keduanya diadakan persetujuan mengenai persekutuan.
Masuknya pengaruh agama Islam pada abad ke-15 M (masa Kolano
Marhum 1468) mempengaruhi juga pertumbuhan dan perkembangan dalam
bidang politik dan pemerintahan. Kepemimpinan dalam bentuk Kolano Ternate
menjadi Kesultanan Ternate dan Zainal Abidin diangkat sebagai Sultan
pertama.
Menurut pengetahuan umum bahwa masuknya Islam di Ternate dalam
tiga periode, yaitu periode awal, periode pertengahan dan periode diterimanya
Islam oleh Kesultanan.49
1. Periode Awal
Periode ini dimulai pada masa perdagangan orang-orang Arab ke daerah
ini untuk membeli rempah-rempah, berupa cengkeh, pala, dan fuli, lalu dibawa
ke Eropa. Periode ini berlangsung pada pertengahan abad VII Masehi.
Masuknya orang-orang Arab ke daerah ini paling tidak memberi pengaruh
terhadap masyarakatnya, terjadinya interaksi antara dua orang atau lebih, akan
memberi peluang untuk memberi pengaruh antara satu dengan yang lainnya.
2. Periode Pertengahan
Periode ini dimulai pada abad XII, pada periode ini penyiaran Islam
telah disampaikan kepada penduduk, bahkan telah memasuki kawasan kerajaan,
48 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, h. 60.
49 Abd. Rahman I. Marasabessy, Masuknya Agama Islam di Ternate dalam Pandangan
Tokoh-tokoh di Ternate (Sebuah Telaah Pemurnian Islam di Ternate) dalam Ed, G.A.
Ohorella,
Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera (Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997), h. 83-89.
32
baik Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Bahkan masyarakat pada umumnya.
Periode ini ditandai dengan munculnya nama-nama raja yang sudah dipengaruhi
nama-nama Arab, dan diduga keras adalah pengaruh ajaran Islam, seperti
Mashur Malamo (1257-1272) yang nama aslinya adalah Cico untuk kerajaan
Ternate, lalu Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331). Dari nama-nama raja yang
telah dikemukakan, jelas bahwa telah ada pengaruh langsung dari bangsa Arab
yang masuk ke daerah ini, terhadap para raja dari kerajaan-kerajaan yang ada di
daerah ini.
3. Periode Penerimaan Islam oleh Kesultanan
Sultan Zainal Abidin adalah penguasa Ternate yang ke-19, yang juga
merupakan orang pertama di Ternate yang memakai gelar Sultan. Ini
dikarenakan beliau sudah belajar ajaran Islam sedari kecil dan memperoleh
didikan formal dari Maula Husein, hingga ia belajar di sekolah tinggi Islam
Gresik di bawah pimpinan Sunan Giri, inilah yang disebut dengan penerimaan
Islam oleh Kesultanan. Dari hasil belajar Islam beberapa bulan di Giri, Zainal
Abidin berhasil membangun persahabatan dengan orang-orang yang

berpengaruh besar di Jawa. Beliau juga kemudian bersahabat dengan penguasa


lokal yang dikunjunginya dalam perjalanan pulang setelah belajar agama Islam,
seperti penguasa Ambon dan Makasar. Bukan hanya kembali ke kerajaan,
Zainal Abidin juga membawa serta para sufi dari Jawa ke Ternate untuk
membantu dalam menyiarkan Islam pada kalangan istana maupun juga kepada
masyarakat Ternate. Sehingga mampu membentuk budaya masyarakat Islam
pada masanya di daerah ini.
33
C. Struktur Sosial Masyarakat Ternate
Menurut Uka Tjandrasasmita, sangat sulit menganalisa dan menyajikan
struktur masyarakat kota pelabuhan Ternate, berkaitan dengan langkanya
sumber-sumber mengenai masyarakat kota tersebut serta agaknya terlalu
kompleks memahami teori struktur masyarakat (social structure).50 Biasanya
struktur masyarakat terjadi dari berbagai aturan kelembagaan dan
lingkungannya, cara inilah yang dianggap sebagai proses pemeliharaan dan
hubungan satu dengan lainnya dan menentukan kesatuan dan komposisi suatu
struktur masyarakat. Namun, aturan kelembagaan selalu terbentur dengan
aturan politik, kekuasaan, militer, dan ekonomi.51
Antonio Galvao sedikitnya mampu menggambarkan struktur masyarakat
Ternate sebelum Islam, berdasarkan penerapan peranan sosial dan status
ekonomi masing-masing dan mengklasifikasikannya sesuai dengan nama gelar.
Momole adalah sebutan atau gelar pemimpinnya, kemudian berganti menjadi
kolano, atau istilah yang hampir sama dengan istilah raja. Kolano atau raja
adalah posisi tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate. Di bawah kolano
terdapat golongan elit birokrat, mereka adalah Sangaji atau para adipati,
kemudian Marsaoli atau para ksatria, dan Menteri atau para pembesar kerajaan.
Pada level bawah terdapat Chetti atau para pedagang, terkecuali para pedagang
yang memiliki modal besar. Sedangkan golongan budak disebut Ngofangares.
50 Uka Tjandrasasmita, Struktur Masyarakat Kota Pelabuhan Ternate Abad XIVXVII,
dalam Ed, G.A. Ohorella, Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera (Jakarta: CV. Putra
Sejati Raya,
1997), h. 39.
51 Ibid., h.39-40
34
Raja-raja atau kolano-kolano beserta saudara-saudaranya, sengaji dan
anak-anaknya menyandang gelar-gelar yaitu untuk laki-laki bergelar Kaicil
(Pangeran) untuk wanita bergelar Naicil. Hanya saudara-saudara laki maupun
perempuan dari sengaji-sengaji dan para adipati memakai gelar-gelar yang
diberikan oleh kolano.52
Para Sengaji di daerahnya masing-masing dan daerah kekuasaannya
ditaati rakyatnya, ditakuti, dan dihormati seperti raja-raja. Ia mengurusi

peradilan sipil dan kejahatan beserta memakai lencana kerajaan. Para sengaji itu
memelihara perbatasan-perbatasan dan tanda-tanda bagi pertanahan, di seluruh
wilayahnya, kekuasaannya, tempat-tempat, desa-desa, dan kota-kota yang
dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut soa-soa (kampung-kampung).
Jumlah penduduk dikatakan yang terbesar daerah itu mempunyai penduduk
tidak sampai 2.000 orang. Penduduk itu kebanyakan menempati sepanjang
pesisir atau sepanjang alur-alurnya, dengan rumah-rumahnya di atas tiang-tiang
disertai tangga yang diambil pada malam hari.
Setelah Islam masuk, seorang Sultan dibantu oleh para Imam (pemimpin
dalam agama Islam, pembantu sultan dalam bidang agama Islam), pada masa ini
kedudukan para Imam menjadi sangat penting. Mereka juga sering dipilih
menjadi anggota Soasiwa (Soa: kampung, siwa: sembilan atau dalam
pengertiannya 9 sengaji).53 Tidak jarang mereka turut menentukkan nasib
kesultanan sekaligus ikut berperan dalam perang melawan para bangsa asing,
52 Ibid, h. 48.
53R.Z. Leirissa, Sultan Ternate Emir el Mukminin Hamzah Nasarun Minallahi Shah
(Sultan Hamzah 1627-1648) dan Politiknya di Kerajaan Ternate antara Tahun
1628-1643
Berdasarkan Dokumen VOC yang telah diterbitkan, (Skripsi Sarjana Fakultas Sastra,
Universitas
Indonesia, 1965), h. 3.
35
selain sebagai penetap hukum keagamaan karena merekalah yang paling
mengerti hukum-hukum agama.
Di Ternate, Raja adalah kunci utama perdagangan, mengumpulkan
cengkeh dari tangan masyarakat sebagai hasil pajak, dan hanya memberikan
sedikit imbalan kepada masyarakat, atau dalam keadaan tertentu mengambil
dengan paksa atau menyita hasil bumi itu untuknya. Sehingga perdagangan
rempah-rempah tidak membawa keuntungan bagi masyarakat biasa, yang
mendapat untung besar hanyalah raja dan bawahan-bawahannya.54
Jogugu (menteri) dan Fala Raha (kata ini secara harfiah berarti empat
rumah dan dianggap di sini sebagai Raja Penasehat) terpilih untuk membantu
raja dalam menjalankan kerajaan. Fala Raha merupakan perwakilan dari empat
klan bangsawan yang merupakan pilar penting dari Kerajaan Ternate. Dapat
dikatakan bahwa Fala Raha merupakan pengganti empat momole pada periode
pra-Islam. Selain itu ada beberapa posisi yang dibentuk untuk membantu raja
seperti Nyagimoi Bobato (Dewan 18), Sabua Raha (empat hakim agung), Heku
Cim (angkatan laut dan darat), Salahakan (Gubernur), dan Sangaji.55
Kepercayaan atau keagamaan penduduk di daerah Maluku dan Ternate
sebagian besar masih animisme dan dinamisme dan sebagian kecil pada lapisan
atas terutama golongan raja dan bangsawan berikut anggota birokratnya sudah
menganut agama Islam. Golongan atau lapisan masyarakat seperti telah
digambarkan oleh Antonio Galvao dari mulai kolano atau sultan setelah Islam
masuk dan tersebar di daerah itu lambat laun makin bertambah dan bukan

54 Des Alwi, Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 319.
55 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 29.
36
penduduk asli saja tetapi sudah bercampur dengan etnik lainnya akibat
kedatangan pedagang-pedagang dari etnis lainnya yang berdagang di situ.
Perhubungan yang erat sekali berasal dari Jawa atau kebudayaan Jawa masuk
dan bercampur dengan kebudayaan setempat seiring dengan pertumbuhan
jaringan pelayaran dan perdagangan.
Seluruh sistem pertanian, industri, dan sosial di Maluku didasari pada
pemahaman bahwa tanah atau lahan dan pengusahaan lahan, termasuk juga laut
dan ikan di dalamnya, adalah milik masyarakat.56 Artinya setiap penduduk
mempunyai hak untuk mengelola sistem-sistem ini akan tetapi sebagian dari
hasil panen diserahkan kepada para penguasa.
Masyarakat Ternate divariasikan dalam hal pekerjaan mereka. Karena
Ternate terkenal dengan hasil panen seperti rempah-rempah, dan cengkeh,
sebagian besar orang menjadi petani. Mereka yang biasanya bertanam cengkeh,
pala, kenari, dan kayu manis tinggal di daerah bukit. Sementara orang-orang
yang tinggal dekat pantai biasanya menanam kelapa atau menjadi nelayan.
Selain itu, beberapa dari mereka adalah pedagang. Huda yang terbuat dari beras,
sagu, atau singkong yang biasanya dimasak dengan cara tertentu adalah
makanan pokok Ternate.
56 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 305.
37
BAB IV
KESULTANAN TERNATE DALAM LINTAS
PERDAGANGAN ABAD XVI-XVII
A. Ternate dalam Lintas Perdagangan Abad XVI-XVII
Jalur sutera adalah nama puitis dari jalur perdagangan yang berkembang
antara Asia dan Eropa sejak abad-abad pertama masehi. Nama Seidentrasse
yang pada abad ke 19 M, diberi oleh seorang pakar geografi Jerman, Baron
Ferdinand von Richthofen, kini telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa,
dan sejak tahun 1978 M, menjadi nama sebuah proyek penelitian Unesco yang
diberi judul : Integral Study of the Silk Roads: Roads of Dialogue. Dengan
memilih nama demikian hendak diperingatkan bahwa melalui jalur itu tidak
hanya mengalir barang dagangan seperti sutera, rempah-rempah, dan
sebagainya tetapi juga gagasan dan pemikiran, nilai dan norma, dan sebagainya
yang telah memperkaya, malah mengubah kebudayaan setempat.57
Jalur sutera ini juga meliputi atau melewati perairan Indonesia. Jalur ini
menyatu dengan jalur rempah-rempah yang berawal dari Maluku, penghasil
pala dan cengkeh. Sampai akhir abad ke-13 M, rempah-rempah Maluku dahulu
hanya diperdagangkan ke Ambon dan Banda oleh para pedagang lokal. Para
pedagang Jawa dan Melayu kemudian membawanya dari Ambon atau tepatnya

Hitu dan Banda ke Pelabuhan Gresik, Tuban, Pasai, dan Malaka. Tetapi para
pedagang Hitu dan Banda ketika itu juga membawa rempah-rempah Maluku ke
57 Adrian B. Lapian, Ternate Sekitar Pertengahan Abad XVI Menurut Catatan Antonio
Galvao, Kapitan di Ternate (1536-1539), dalam Ed, G.A. Ohorella, Ternate Sebagai
Bandar di
Jalur Sutera (Jakarta: CV. Putra Sejati Raya, 1997), h. 59.
38
pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur dan Malaka.58 Pada awal abad ke-14 M,
pelabuhan Ternate, Tidore, Makian, dan Bacan mulai dikunjungi para pedagang
Nusantara yaitu Jawa dan Melayu lalu menyusul pedagang-pedagang Cina dan
Arab. Agaknya perdagangan cengkeh mulai ramai kala itu. Dengan datangnya
para pedagang dari Arab, agama Islam mulai masuk namun belum dianut oleh
para bangsawan maupun oleh kalangan penduduk lainnya.
Barulah pada pertengahan abad ke-15 M agama Islam mulai dianut oleh
para bangsawan kemudian menyusul kalangan penduduk lainnya. Namun,
rupanya bukan bangsa Arab yang mengislamisasi penduduk Ternate melainkan
orang Jawa atau tepatnya berasal dari Giri (Gresik) yaitu Maula Husein. Pada
pertengahan abad ini jugalah motivasi para pelayar ataupun para pedagang
asing untuk memperoleh rempah-rempah ini secara langsung (tanpa pedagang
perantara seperti pada abad-abad sebelumnya) telah mendorong mereka
melakukan pelayaran hingga menemukan daerah asal produsennya. Mula-mula
terbatas pada orang Portugis dan Spanyol saja, tetapi sejak akhir abad ke 16 M
orang Inggris, Perancis, Belanda, dan kemudian juga orang Denmark,59 mulai
terlibat dalam pertarungan sengit yang terjadi ketika kapal-kapal Eropa tersebut
saling memperebutkan hegemoni dan monopoli perdagangan pada masa
globalisasi awal ini.
Cengkeh merupakan komoditi dagang yang dibawa dari Indonesia oleh
pedagang India. Cengkeh yang merupakan hasil dari wilayah Timur Indonesia
58 M.Adnan Amal, Maluku Utara. Perjalanan Sejarah 1250-1800 (Universitas Khairun
Ternate, 2002) h. 230.
59 Adrian B. Lapian, Ternate Sekitar Pertengahan Abad XVI Menurut Catatan Antonio
Galvao, Kapitan di Ternate (1536-1539), h. 60.
39
rupa-rupanya telah dikenal lama dalam tradisi India ini dibuktikan dalam kitab
Raghuvamsa yang ditulis Kalidasa disebut lavanga yang berarti cengkeh yang
berasal dari Dvipantara yang artinya nama lain dari Indonesia.60 Cengkeh oleh
orang India digunakan antara lain untuk campuran bahan obat yang
diperkenalkan oleh seorang tabib raja.
Digunakannya jalur laut ke kepulauan rempah-rempah oleh para
pedagang bangsa asing untuk mencapai dan membawa ke pelabuhan-pelabuhan
lain. Karena jalur darat dirasakan tidak aman dan beresiko tinggi selain
berhadapan dengan para perampok, para pedagang yang melewati jalur ini harus

mengeluarkan biaya yang terlalu tinggi belum lagi terjadi pungutan dalam
sepanjang perjalanan oleh orang-orang yang bermukim di wilayah jalur niaga.
Kerajaan atau kesultanan-kesultanan di Maluku sangat mengandalkan
penghasilannya pada sektor perdagangan rempah-rempah. Hingga pada abad
ke-16 M, Ternate berhasil mencapai kejayaannya.61 Menurut catatan sejarah
tentang dunia perniagaan cengkeh merupakan niaga utama yang mempengaruhi
dunia perniagaan karena mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Jadi
tidaklah mengherankan para pedagang terdorong untuk menemukan wilayah
produsen rempah-rempah, walaupun jalan menuju tujuan ke Maluku tidaklah
mudah.
Pengaruh rempah-rempah telah mengangkat perekonomian Ternate,
pengaruh rempah-rempah juga membuat percaturan politik antara kerajaan
60Tim Penulis Puspindo, Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia Pra Sejarah hingga 17
Agustus 1945, (Jakarta: Yayasan PUSPINDO, 1990), h. 11.
61M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara 12501950, h. 233.
40
maupun kesultanan daerah sekitar Maluku saling memperluas wilayahnya.
Kedatangan para bangsa asing khususnya bangsa Eropa pada abad ke-16, telah
membawa perubahan dalam perniagaan rempah-rempah. Kebanyakan dari
mereka ingin menguasai dan memonopoli perdagangan dengan cara politik
bujuk rayu dan adu domba antar-kesultanan hingga menyebabkan kerajaan atau
kesultanan-kesultanan di Maluku terperangkap dengan siasat itu.
A. 1. Jenis Barang Ekspor dan Impor
Sejalan dengan penyebaran barang perdagangan yang diduga dibuat di
dalam maupun di luar kesultanan, maka didapatkan sistem ekspor dan impor.
Sistem ekspor dimaksudkan adalah penjualan barang-barang ke luar wilayah dari
Kesultanan Ternate. Baik berupa hasil pertanian dan non-pertanian. Sedangkan
sistem impor adalah penjualan barang-barang yang didatangkan dari luar wilayah
kekuasaan Kesultanan Ternate, baik berupa bahan makanan seperti beras, benda
seni seperti keramik yang didatangkan dari Jawa dan Cina, dan peralatan seharihari.
Mengacu pada sumber-sumber yang ada saat ini. Sulit sekali untuk
mendapatkan rincian tertulis mengenai komoditi ekspor dan impor di Ternate.
telah diketahui bahwa pada umumnya barang yang diekspor oleh Kesultanan
Ternate antara lain, cengkeh, pala, dan kayu manis. Kesulitan data ini
mengakibatkan pengambaran komoditi ekspor dan impor ini hanya di pilih
beberapa saja. Dari sumber yang ada, barang ekspor antara lain cengkeh dan pala.
Barang Impor yaitu Beras.
41
Cengkeh, bentuk komoditi cengkeh yang diperdagangkan berupa putik
bunga cengkeh yang dikeringkan. Awalnya tanaman ini tumbuh subur di pulau-

pulau kecil di Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai Barat
Halmahera. Kegunaan cengkeh sebelum Masehi sampai sekarang masih
dimanfaatkan untuk pengobatan, parfum, dan bumbu masak.62 Selama abad ke-16
penanaman jenis tanaman tropis ini mulai meluas ke Selatan yakni ke Ambon dan
Seram. Pada abad ke-17 kepulauan di sebelah Selatan ini merupakan pusat
produksi utama. Kombinasi antara tanah subur walaupun berbatu, kabut
pegunungan, angin laut, dan matahari serta hujan tropis adalah kondisi alam yang
sangat baik bagi pertumbuhan cengkeh. Tidak memerlukan tenaga ekstra untuk
memproduksi cengkeh.
Ketika pohon cengkeh mendekati masa berbunga pada Agustus atau
September, maka orang-orang siap memanen yang berlangsung selama beberapa
pecan.63 Pada awalnya cengkeh hanya dijual ke Ambon dan sekitarnya kemudian
para pedagang dari Ambon membawanya ke Jawa. Setelah kedatangan bangsa
Eropa, perdagangan rempah-rempah Maluku dimonopoli oleh mereka. Hal ini
menjadikan harga cengkeh di Maluku sangat rendah sedangkan di pasaran Eropa
sangat mahal. Dengan kisaran harga 1 bahar (456 lb, atau setara dengan 309 kg)
di Maluku hanya 2 ducat (1 ducat=f5,25). Sementara di Malaka harganya
mencapai 10 ducat (525 Gulden). Di Calcutta, harga cengkeh naik tajam menjadi
500-600 fanom (1fanom=1 real) sedang cengkeh dengan kualitas terbaik seharga
mencapai 700 fanom. Pada tahun 1600 harga 1 pon cengkeh (1 pon=0,54 kg) di
62 M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara
1250-1950, (Nala Cipta Litera, 2007), h. 230.
63 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 305.
42
Maluku hanya penny (penny, mata uang Inggris. 100 penny=1 poundsterling),
tetapi di Eropa harganya bisa mencapai 16 poundsterling atau naik menjadi
32.000%64.
Pala, berbentuk agak bulat biasa dipakai sebagai bumbu masakan. Sama
halnya dengan cengkeh. Komoditas yang termasuk dengan rempah-rempah ini
hanya ada di Maluku. di Banda pohon pala berbuah sepanjang tahun dan para
pemetiknya menggunakan bambu panjang yang ujungnya terdapat keranjang agar
kualitas buah pala dapat terjaga.65 Dalam memanennya jauh lebih ringan daripada
memanen cengkeh.
Oleh para pedagang rempah-rempah (cengkeh dan pala) dibawa menuju
Eropa. Pada tahun 1390-an. sekitar 6 metrik ton cengkeh dan 1 metrik pala
mencapai daerah Eropa. Pada abad sesudahnya terjadi peningkatan dalam
pengiriman rempah-rempah yaitu menjadi 52 ton untuk cengkeh dan 26 ton untuk
pala.66 Jalur perdagangan ini melalui Timur Tengah hingga sampai di Italia
tepatnya kota Venesia. Kebutuhan pasarlah yang mnyebabkan meningkatnya
pengiriman rempah-rempah.
Sulit untuk menjelaskan berapa nominal harga pala pada saat itu, kesulitan
dalam pencarian sumber-sumber yang menjelaskan harganya. Membuat penulis
tidak dapat menerangkan dan menjelaskannya. Yang bisa dijelaskan, menurut
sumber-sumber yang diperoleh keuntungan yang didapat dari perdagangan lada

64 Datu Jamal Ashley Abbas, Mindanao and the Spice Islands, (The Philippine Post, 11
Maret 2.000), dalam M. Adnan Amal, Portugis & Spanyol di Maluku, (Depok:
Komunitas Bambu,
2009), h. 357.
65 Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h. 309.
66 Anthony Reid, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara,(Jakarta: Pustaka LP3ES, 2004),
h. 10.
43
telah menjadikan raja dan para bangsawan cepat kaya, rempah-rempah sangat
laku dan banyak membawa keuntungan.
Beras, barang impor terpenting yang didatangkan dari luar contohnya
adalah Beras. Beras merupakan salah satu hasil pertanian terpenting. Untuk
masyarakat Indonesia beras merupakan bahan makanan pokok yang dikonsumsi
sehari-hari. Tetapi makanan pokok ini tidak terlalu berpengaruh bagi penduduk di
wilayah Maluku, karena pada umumnya rakyat Maluku lebih banyak yang
mengkonsumsi sagu.
Dengan perkembangan perdagangan cengkeh yang menyebabkan
perluasan lahan perkebuanan cengkeh dan menurunnya produksi bahan pangan,
maka bahan makanan harus didatangkan dari luar, terutama dibawa oleh orang
Jawa dan Melayu.
Selain bahan pangan, Ternate juga mendatangkangkan berbagai macam
bahan pakaian, seperti kain sutra dari Cina termasuk juga bermacam-macam
porselin. Tidak didapatkannya banyak data mengenai komoditi impor di
Kesultanan Ternate namun komoditi tersebut sangat bernilai penting untuk
memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di KesultananTernate.
Semua barang ekspor dan impor tersebut sangatlah berpengaruh bagi
kehidupan Kesultanan Ternate dan masyarakatnya. Karena di samping
perdagangan rempah-rempah yang telah mendatangkan kemakmuran bagi
Kesultanan Ternate, mendatangkan bahan pangan dan sandang, seperti beras
yang amat penting peranannya untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat
44
Ternate. Semuanya itu merupakan barang-barang yang diperdagangkan di
Ternate.
A. 2. Alat Tukar Perdagangan
Di Ternate juga telah dikenal penggunaan mata uang yang telah di
gunakan sebagai alat transaksi pembelian suatu barang. Namun, berbeda dengan
Aceh pada zaman Iskandar Muda (w. 1607-1636), yang menggunakan mata uang
kesultanan yang dibuat oleh pemerintah yang berupa mata uang emas untuk
menggantikan mata uang real Spanyol.67 Kesultanan Ternate sama seperti bandar
dagang di Nusantara lainnya, bertransaksi dengan penggunaan mata uang real
Spanyol,68 terkadang juga mengunakan mata uang gulden Belanda, karena hal ini
lebih memudahkan dalam transaksi baik di dalam maupun ke luar. Hal ini wajar

karena mata uang real Spanyol telah banyak beredar dan berlaku di berbagai
tempat, seperti Malaka, Banten, Sulawesi, dan tempat lain.
B. Hubungan dengan Bangsa Asing
Dalam sebuah lintas perdagangan, akan didapati keterlibatan berbagai
kelompok bangsa yang berperan penting dalam kehidupan ekonomi suatu kota
perdagangan. Karena mereka itu merupakan pemain yang aktif dalam
perdagangan baik lokal maupun internasional. Hal ini telah menjadikan sebuah
67 Denys Lombard, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) (Jakarta:
Kepusatakaan Populer Gramedia, 2006), h. 152-156.
68 real Spanyol mata uang yang terbuat dari perak. Satu real = 6 dollar lihat, Van Leur,
Indonesian Trade and Society, h. 368
45
kota perdagangan yang bersifat pluralistik menjadi titik temu antar bangsa-bangsa
dari seluruh wilayah.69
Pada abad ke-XVI, yang merupakan puncak kemakmuran Kesultanan
Ternate, telah banyak didatangi oleh berbagai bangsa yang ikut meramaikan
perdagangan. Seringnya mereka melakukan perdagangan, lambat laun mereka
berdomisili di Ternate. Berbagai bangsa itu datang dari kawasan sekitar Nusantara
maupun asing, antara lain bangsa: Cina, Arab, Portugis, Spanyol, Belanda, Jawa,
dan Melayu. Para pedagang Cina, Arab, dan para pedagang dari bumi Nusantara,
pada umumnya datang ke Ternate hanya untuk berdagang. Namun, tak dipungkiri
pedagang-pedagang dari Arab maupun pedagang Nusantara membawa misi
mengislamkan penduduk sekitar. Berbeda dengan para pedagang dari Eropa yang
selain berdagang dan misi penyebaran agama Kristen mereka juga berupaya untuk
memonopoli perdagangan hingga menimbulkan pertentangan dengan penguasapenguasa lokal.
Jika melihat dari data yang ada dalam abad ke-XVI, dari semua negara
di atas, Cina, Portugis, dan Belanda-lah yang memiliki peran yang amat berarti
bagi perdagangan di Kesultanan Ternate. Peran penting ini dapat dilihat dari
sejauh mana mereka dapat memainkan pengaruh dalam faktor ekonomi dan
politik.
69Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia
Tenggara 1450-1680, Jilid II terj, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 88
46
B. 1. Bangsa Cina
Orang-orang Cina berabad-abad lamanya telah merahasiakan negeri asal
cengkeh.70 Penemuan kompas oleh orang Cina, telah memberi jalan
pengetahuannya tentang kelautan, sehingga dapat dipastikan orang Cina-lah yang
pertama kali datang ke kepulauan rempah-rempah, kemudian menyusul
setelahnya para pedagang asing lainnya dengan tujuan yang sama pula.
Diperkirakan pada abad ketiga sebelum masehi telah ada hubungan
dagang antara Indonesia dan Cina dalam perdagangan rempah-rempah atau antara

Maluku dengan Cina.71 Hubungan dagang mengalami perbedaan pada era


Majapahit berkuasa. Semua hasil komoditi Indonesia Timur terutama cengkeh
harus dikumpulkan oleh kapal pengangkut dari Jawa ke pelabuhan-pelabuhan
besar Majapahit sebelum dibawa oleh para pedagang asing. Ini karena komoditi
cengkeh merupakan komoditi dagang ketika itu.
Diberlakukannya sistem perdagangan ala Majapahit menyebabkan bangsa
Cina mengurangi pelayarannya menuju Maluku. Sistem perdagangan pada masa
ini adalah barter, Cina mendatangkan kain sutra, keramik, dan logam. Barangbarang tersebut kemudian ditukar dengan cengkeh dari Maluku yang dikumpulkan
terlebih dahulu di pelabuhan-pelabuhan besar Majapahit.72
70Tulisan Deineem, lihat Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang
berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, (Jakarta: Lembaga Pendidikan
Sejarah
Maluku), h. 50.
71Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 18.
72Tim Penulis PUSPINDO, Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia, h. 30-31.
47
B. 2. Bangsa Portugis
Jalur-jalur perdagangan Nusantara menjadi daya tarik bangsa-bangsa
Eropa. Didorong oleh kebutuhan masyarakat Eropa akan rempah-rempah, maka
bangsa-bangsa ini mencari jalan untuk menuju ke daerah penghasil rempahrempah, kemudian menagadakan hubungan dagang dengan penguasa-penguasa
setempat.
Pada tahun 1511 M, Portugis sebagai salah satu pendatang dari benua
Eropa, berhasil menguasai Malaka yang merupakan Bandar terbesar di perairan
Barat Nusantara. Setelah penaklukan Malaka, Portugis melakukan ekspedisi yang
mengarah menuju akhir dari jalur pelayarannya ke bagian Timur Nusantara, untuk
mencari dan mencapai daerah penghasil rempah-rempah yang konon katanya
berada di Timur Nusantara. Daerah penghasil rempah-rempah inilah sasaran
utama Portugis dari berpuluh-puluh tahun menjelajahi jalur pelayaran
internasional.
Kedatangan Portugis yang dipimpin oleh Fransisco Serrao pada tahun
1512 M, di kepulauan Maluku disambut oleh penguasa Ternate yang pada waktu
itu sedang mencari sekutu untuk memenangkan persaingan sebagai penguasa
tunggal daerah Maluku. Sultan Ternate ketika itu adalah Bayan Sirullah,73
menjanjikan persahabatan dan mengangkat Serrao sebagai penasehat dalam
bidang militer. Pada tahun 1513 M pendirian kantor dagang Portugis di Ternate.74
Bahkan di tahun 1513 M Sultan meminta Portugis mendirikan benteng dan
73 Nama Sultan Bayan Sirullah atau Kaichil Bolief, kadang dalam berbagai naskah dapat
berubah-ubah ejaannya, seperti Bayang Allah. Lihat, Willard A. Hanna dan Des Alwi,
Ternate dan
Tidore Masa Lalu Penuh Gejolak, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 11.
74D.G.E Hall, Sejarah Asia Tenggara, terj. L.P. Soewarsha dan M. Habib Mustopo,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h. 212.

48
mengadakan perjanjian berupa pemberian hak monopoli perdagangan cengkeh
kepada Portugis.75
Tahun 1522 M mulai berdiri benteng pertamaPortugis di Ternate.76
Benteng ini selain memperkuat kedudukan perdagangan Portugis di Ternate juga
memberikan jaminan kekuatan politik dan militer, sehingga dapat menjadi pusat
perdagangan cengkeh bagi seluruh daerah Maluku.77 Setelah Sultan Bayan
meninggal dunia tahun 1522 M, kericuhan mulai timbul dikarenakan campur
tangan Portugis dalam negeri mengenai pengangkatan sultan baru Ternate.
Portugis akhirnya menggunakan pengaruhnya setelah terjadi beberapa kali
perubahan kepala pemerintah dengan menempatkan Sultan Tabarija tahun 1535,
tetapi akhirnya ia juga ditahan dan diasingkan ke Goa. Namun tidak berlangsung
lama, yang menjadi Sultan Ternate setelah Tabarija adalah Sultan Khairun.
Pada masa pergantian sultan ini, telah ada dokumen-dokumen penting
pewarisan tahta, surat wasiat dari Tabarija kepada seorang bangsawan Portugis
bernama Jurdao de Freitas dan juga testamen dari Sultan Khairun tentang
pewarisan Kesultanan Ternate.78 Hal ini mencerminkan sudah adanya pengaruh
75Ibid, h. 213.
76Awal pembangunan 24 Juni 1522 atau bertepatan dengan perayaan hari Santa
John
Baptiste, sehingga dinamakan benteng San Joao Baptiste de Ternate. Tetapi, setelah
pembangunan
benteng usai tahun 25 Februari 1523 berubah kembali namanya menjadi Nostra
Senhora del
Rosario (gadis cantik berkalung bunga mawar). Rupanya nama ini terlalu sulit
dalam ejaannya
sehingga orang Ternate menyebutnya Benteng Gamlamo, mengikuti nama kota
dimana benteng
tersebut didirikan. Lihat, M. Adnan Amal, Portugis dan Spanyol di Maluku, (Depok:
Komunitas
Bambu, 2009), h. 42-43.
77 Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon
Bunga Rampai Sejarah Maluku, h. 249.
78Sultan Tabarija akhirnya ditahan dan diasingkan ke Goa karena sultan tidak
dapat
menerima intrik-intrik Portugis dan ia dipersalahkan dengan tindakan anti-Portugis.
Sultan
penggantinya yaitu Sultan Khairun ternyata juga mempunyai pandangan yang sama
dengan Sultan
Tabarija, bahkan agar kesultanan tidak jatuh ke tangan Portugis, ia bersiasat membuat
surat wasiat.
Isinya dinyatakan bahwa Ternate merupakan vassal Portugis, tetapi ia minta agar putra
sulungnya

Baabullah diakui resmi sebagai putra mahkota dan anak-anak lainnya diakui sebagai
pewaris tahta.
49
pemikiran Barat, bahwa segala sesuatu harus diatur secara legal dan ditulis hitam
di atas putih. Sultan Khairun berusaha mengukuhkan kekuatan dan memperluas
daerah Kesultanan Ternate selain membantu kegiatan Portugis di wilayahnya.
Masa pemerintahan Sultan Khairun berakhir ketika tahun 1570 M terjadi
pembunuhan atas dirinya, setelah selesai mengadakan persetujuan mengenai
penjualan rempah-rempah dengan Portugis yang kemudian melanggar
kesetiaannya melalui pembunuhan tersebut.79
Dengan terbunuhnya Sultan Hairun seluruh rakyat Ternate merasa terhina
dan dengan serentak bangkit menyerang Benteng Gamlamo di bawah pimpinan
Sultan Baabullah (1570-1583). Baabullah menuntut balas atas pembunuhan
ayahnya, ia beserta para pengikutnya mengumumkan perang jihad untuk
memerangi Portugis selama 5 tahun.80 Tahun 1575 akhirnya Portugis berhasil
diusir dari Ternate dan bentengnya dipindahkan ke Tidore. Pengusiran bangsa
Portugis oleh Sultan Baabullah adalah kemenangan besar suatu bangsa dalam
menegakkan kewibawaan dan martabat. Kemenangan Sultan Baabullah
memberikan kredibilitas kepemimpinannya dalam menyusun kekuatan bangsa
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan seluruh wilayah kesatuan.
Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Ternate mengalami kemajuan
yang luar biasa. Berkat keterampilan politiknya, ia meluaskan daerah
Lihat, Paramita R. Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di
Ambon
Bunga Rampai Sejarah Maluku, h. 256.
79 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 40, menyebutkan bahwa
Sultan Hairun diserang oleh Antonio Pimental (keponakan dari Diego Lopes de
Mesquita) setelah
menerima perintah dari de Mesquita, dengan menikamkan sebuah keris di dalam
Benteng
Gamlamo, pada saat itu pulalah Sultan Hairun tewas seketika.
80Pada waktu itu dilakukan pengepungan terhadap benteng Portugis dan tiap usaha dari
pemukim-pemukim benteng untuk mendapatkan bahan makanan dicegah. Lihat,
Paramita R.
Abdurrahman, Peninggalan-peninggalan yang berciri Portugis di Ambon Bunga Rampai
Sejarah
Maluku, h. 257.
50
kekuasaannya. Pada masa pemerintahan Baabullah juga bangsa Eropa lainnya
datang ke Kesultanan Ternate. Francis Drake seorang pedagang petualang Inggris
datang pada tahun 1579. Saat itu sultan yang sedang kesal dan dendam dengan
Portugis, bersumpah untuk mengadakan persahabatan dan kesetiaan kekal kepada

Ratu Elisabeth dan mempercayakan sebuah cincin materai berhias batu merah
delima untuk diserahkan kepada ratu serta menawarkan padanya suatu perjanjian
dan pengangkutan rempah-rempah.81
B. 3. Bangsa Belanda
Setelah orang-orang Portugis diusir ke luar dari Ternate oleh Sultan
Baabullah. Ternate juga harus menghadapi Bangsa Spanyol, inilah yang
menyebabkan Kesultanan Ternate mencari kekuatan baru dalam upayanya
mengusir bangsa Spanyol dari Ternate. Pada 22 Mei 1599 kapal Belanda yang
pertama tiba di Ternate di bawah pimpinan Wijbrand van Warwijk82 kemudian
menyusul Jacob Corneliszoon van Neck dalam upaya mencari rempah-rempah.
Sultan Said yang ketika itu menjabat sebagai kepala pemerintahan
Kesultanan Ternate segera mengundang saingan orang Portugis dan Spanyol
untuk berkunjung ke daerahnya. Maksud tujuan utama Belanda untuk berdagang
segera tercapai. Ternate merangkul Belanda sebagai mitra dagang dan sebagai
sekutu untuk mengusir Spanyol maupun Portugis yang ingin kembali ke Terante.
Sementara itu, pada bulan Maret 1602 M dibentuklah Persatuan Umum
Persekutuan Dagang Hindia Belanda atau VOC (Verenigde Oost Indische
81Des Alwi, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, h.380.
82 Willard A. Hanna dan Des Alwi, Ternate dan Tidore Masa Lalu Penuh Gejolak,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), h. 113.
51
Companie). Terbentuknya VOC untuk menyatukan perusahaan-perusahaan
ekspedisi Belanda yang saling bersaing memperebutkan rempah-rempah.83
Menurut Boxer,84 ada dua sebab utama dibentuknya persatuan perusahaan dagang
ini, yaitu: guna meneimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan Tanah
Air. Para pendiri VOC benar-benar sadar bahwa setiap usaha untuk memperkukuh
dan memperluas perdagangan Belanda di Asia, tidak boleh tidak melibatkan
persengketaan bersenjata dengan orang-orang Portugis maupun Spanyol,
kendatipun perang dengan mereka telah diperhitungkan, oraganisasi VOC
pertama kalinya hanya ditujukan untuk maksud-maksud dagang.
Tahun 1606 Spanyol menyerang Ternate dengan suatu kekuatan armada
yang besar. Mereka menduduki bagian Barat Ternate, Sultan Said ditangkap dan
diasingkan ke Manila.85 Terancam dengan Spanyol, sultan yang baru bersekutu
dengan VOC dan berhasil mengadakan perjanjian pada tahun 1607. Isi perjanjian
tersebut adalah:
Belanda diperbolehkan mendirikan benteng di Ternate, Belanda membantu dalam
melindungi dari kemungkinan ancaman Spanyol, Ternate mengakui pembesarpembesar Belanda, ongkos pemeliharaan tentara Belanda ditanggung oleh
Ternate, Belanda memperoleh monopoli rempah-rempah, saling menghormati
agama masing-masing, tanpa persetujuan kedua belah pihak tidak boleh
mengadakan perjanjian dengan Spanyol maupun Tidore.86
83M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2008), h. 71.
84C.R. Boxer, Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602-1799, terj.

Bakri Siregar (Jakarta: Sinar Harapan, 1983), h. 9-10.


85 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 43.
86Merupakan kutipan Valentjin, lihat Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya
Ternate, h. 43-44.
52
Di tahun 1609, VOC membuat perjanjian lagi dengan pihak Kesultanan
Ternate, masih seputar perdagangan rempah-rempah dan pengamanan dari
persaingan orang-orang Iberia yaitu Spanyol dan Portugis. Dalam perdagangan
setiap barang yang masuk dikenakan tarif atau bea masuk, oleh karena itu VOC
juga membuat peraturan mengenai hal ini, seperti tercantum pada perjanjian tahun
1610 yang salah satu syaratnya adalah setengah dari penghasilan bea cukai adalah
untuk Sultan sendiri.87 Dalam rangka pengamanan perdagangan, akhirnya VOC
mulai turut campur dalam urusan dalam negeri, seperti pendirian badan
administrasi Gouverment der Molukken yang berpusat di Ternate, tercantum
dalam perjanjian tahun 1623, 1652, 1667, dan 1683.88
Monopoli VOC telah menentukan akan dibawa kemana Kesultanan
Ternate, kalangan istana maupun rakyat Ternate sadar akan konsekuensinya
dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat VOC kepada Kesultanan Ternate
maupun sebaliknya akan menimbulkan percikan pertikaian yang berujung pada
peperangan antara Ternate dengan VOC. Monopoli VOC mengakibatkan
kerugian, kegelisahan, dan penyeludupan rempah-rempah oleh para pedagang
gelap dari belahan Bumi Nusantara, misalnya, Makassar. Perdagangan gelap terus
berlangsung di tahun 1636 dan berpusat di Makassar. Karena itu pada tahun 1683
dibuat pejanjian VOC dengan Sultan Hamzah yang memerintah pada masa itu di
Ternate, mengenai pengakuan hak-hak pengusahaan di kepulauan rempah87Uka Tjandrasasmita, ed., Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka,
1993),
h. 171.
88R.Z. Leirissa, Tiga Pengertian Istilah Maluku dalam Sejarah Bunga Rampai
Sejarah
Maluku, (Jakarta: Lembaga Penelitian Sejarah Maluku, Pusat Dokumentasi Ilmiah
Naional LIPI,
1973), H. 5.
53
rempah, penyerahan hak untuk penangkapan dan penghancuran kapal-kapal
Makassar yang dijumpai di dekatnya.
Tahun 1649 Gubernur Arnold de Vlaming van Oudshoorn mengeluarkan
kebijakan menghancurkan pohon rempah-rempah yang berkelebihan di daerah
Seram Barat.89 Maksud mula-mula adalah sebagai senjata untuk menghukum
penyelundup yang melanggar hak monopoli VOC dan menakutkan saudagarsaudagar yang masih berniaga dengan orang-orang di Maluku. Maksud kedua
adalah untuk membatasi produksi dengan menghancurkan atau menebang

sebagian pohon-pohon cengkeh agar harga itu tetap tinggi.90 Kebijakan ini dipakai
terus selama 2 abad berikutnya 1618-1857 tanpa ada yang bisa melanggarnya,
termasuk Sultan Ternate sendiri.
Meskipun terdapat kekuasaan VOC di Maluku, namun perebutan wilayah
kekuasaan antara Kesultanan Ternate dan Kesultanan Tidore masih tetap terjadi,
bahkan dimanfaatkan oleh penguasa asing tersebut. Pihak penguasa VOC di
Maluku maupun di Belanda pada tahun 1649 menyetujui siasat pejabat VOC di
Maluku bahwa Sultan Ternate harus selalu dilibatkan dalam peperangan dengan
Sultan Tidore dan diusahakan agar kedua kesultanan ini jangan pernah berdamai
karena hal ini sebenarnya dapat mencegah jatuhnya cengkeh ke tangan pedagang
Spanyol ataupun pedagang lainnya. Perebutan kekuasaan ini terus meluas, sampai
tahun 1665 ketika Kerajaan Goa memaksakan pengukuhan kekuasaan kepada
raja-raja daerah Kepulauan Sula, Banggai, dan Tambuku yang sebelumnya
89D.G.E Hall, Sejarah Asia Tenggara, h. 278.
90Tim Penyusun Monografi Daerah Maluku, Monografi Daerah Maluku. Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan
RI, h. 13.
54
merupakan daerah kekuasaan Ternate. Kesultanan Ternate membentuk aliansi
dengan VOC dan mendapatkan perlawanan dari pihak Kerajaan Goa yang
beraliansi dengan Kesultanan Tidore.91 Akhirnya Kerajaan Goa berhasil
ditaklukan dan daerah Kesultanan Ternate semakin meluas, tetapi karena semakin
besarnya ketergantungan sultan terhadap VOC, untuk masa selanjutnya
kedudukan sultan di daerahnya mulai tergeser oleh kekuatan asing.92
Pihak Kesultanan Ternate juga merasa dirugikan dengan adanya hak
monopoli VOC. Merasa dirugikan Sultan Sibori pun memberontak terhadap VOC.
Sultan yang dikenal dengan nama Raja Amsterdam ini mencoba mengambil
bagian dalam perdagangan rempah-rempah yang menghasilkan keuntungan besar.
Tahun 1675 Sultan Amsterdam memulai perang melawan Belanda. Namun
usahanya gagal, ternyata VOC telah siap siaga melakukan tindakan pencegahan
untuk menggagalkan niat sultan. Akhirnya Sibori ditangkap dan diasingkan ke
Batavia.93 Kemenangan VOC atas Ternate 1683 mengecilkan posisi Kesultanan
Ternate yang dijadikan sebagai negara di bawah naungan VOC dan Sultan harus
melepaskan semua klaimnya atas kedaulatan Laut Sulawesi.94 Tetapi segala upaya
yang dilakukan oleh Sultan Sibori ternyata pada akhirnya membawa kerugian
besar.
91Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari Emporium
sampai Imperium, jilid I. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama), h. 97.
92Hal ini disebabkan oleh adanya perjanjian mengenai hak-hak monopoli dan
kesepakatan
mengenai daerah taklukan. Kesepakatan pada intinya adalah apabila wilayah yang baru
ditaklukan

berpenduduk Kristen, maka akan menjadi milik VOC, sedangkan mereka yang beragama
Islam di
bawah yurisdiksi Kesultanan Ternate, dengan demikian wilayah kekauasan VOC menjadi
semakin
luas. Kemunduran Ternate juga disebabkan adanya kenyataan bahwa Sultan Ternate telah
banyak
berhutang dengan VOC. Adrian B. Lapian, Perebutan Samudera Laut Sulawesi Pada
Abad XVIXVII, Prisma No, 11 Th. XIII, h. 38.
93Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, h. 46.
94R.Z. Leirissa, Masyarakat Halmahera dan Raja Jailolo: Studi tentang Sejarah
Masyarakat Maluku Utara, (Disertasi, Universitas Indonesia, 1990), h. 40.
55
Sepanjang dua puluh tahun terkahir dari abad ke-17 M, kekuasaan atas
wilayah Timur berada di tangan Belanda. Tidak diperlukan lagi tindakan besar,
kecuali sesekali melakukan ekspedisi untuk memadamkan pemberontakan
setempat. Hal ini terlebih karena perhatian Belanda semakin tertuju ke Pulau
Jawa. Perdagangan rempah-rempah semakin kurang berarti jika dibandingkan
dengan hasil perkebunan di Jawa dan Sumatera. Karenanya, pada saat itu tidak
terjadi perluasan wilayah lagi.
56
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu yang telah menjelaskan
mengenai tahap-tahap berkembangnya Kesultanan Ternate dalam lintas
perdagangan pada abad ke-XVI-XVII, maka dapatlah diketahui bahwa
berkembangnya Kesultanan Ternate sebagai salah satu pusat perdagangan di
Nusantara diakibatkan peran Kesultanan Ternate. Disebut demikian karena
rempah-rempah yang berupa cengkeh dan pala telah mengharumkan nama
Indonesia sampai ke tingkat internasional, berabad-abad lamanya. Sejak abad
ke-7 M, rempah-rempah merupakan salah satu hasil bumi Indonesia yang
diperdagangkan. Pada waktu itu cengkeh merupakan tanaman yang hanya
terdapat di Maluku. Pulau Ternate sebagai salah satu daerah penghasil cengkeh
terpenting, dianggap tanah asal bagi jenis rempah-rempah yang sangat vital di
daerah Maluku. Dalam upayanya mempertahankan dari monopoli bangsa asing,
langkah yang ditempuh Kesultanan Ternate adalah mencoba merangkul bangsa
Eropa demi mendapatkan dukungan militer, seperti, dengan VOC. Walaupun
demi menempuh tujuannya, Kesultanan Ternate harus mengalami suatu dilema
di mana harus menerima segala resiko atas koalisinya dengan VOC atau
ancaman dari kerajaan lainnya. Beberapa perjanjian yang dibuat oleh VOC dan
Ternate maupun sebaliknya berujung pada kerugian di pihak Ternate yang juga
pada akhirnya menimbulkan peperangan di antara mereka. Memang terdapat

keuntungan dari koalisi antara Kesultanan Ternate dengan VOC. Seperti,


57
meluasnya wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate. Namun, seiring berjalannya
waktu pengaruh sultan di Ternate mulai memudar, ini dikarenakan VOC
mendominasi Kesultanan Ternate.
Sedangkan faktor yang mendukung Kesultanan Ternate menjadi pusat
perdagangan di wilayah Timur Nusantara tak lain adalah letak geografis dan
sumber daya alamnya. Kesultanan Ternate dalam perkembangannya tidak dapat
terpisahkan dari letaknya yang strategis dan sumber daya alam yang dimiliki
oleh daerah tersebut. Maluku sebagai daerah yang mendapat julukan emas
hijau mempunyai potensi sumber daya alam berupa hasil pertanian,
perkebunan, dan pengolahan hutan, serta kelautan yang merupakan komoditi
perdagangan yang telah menarik para pedagang untuk singgah dan melakukan
transaksi perdagangan di wilayah Maluku. Julukan emas hijau ini terutama
karena komoditi berupa rempah-rempah.
Selain itu peran bangsa asing juga turut berperan dalam meramaikan
perdagangan di Kesultanan Ternate. Didorong oleh kebutuhan masyarakat
Eropa akan rempah-rempah, maka bangsa-bangsa ini mencari jalan untuk
menuju ke daerah penghasil rempah-rempah, kemudian mengadakan hubungan
dagang. Dimulai dari bangsa Portugis hingga Belanda, dan Inggris pada abad
sesudahnya. Namun yang terjadi bukanlah hubungan dagang yang saling
menguntungkan. Kita ketahui dalam sejarah dunia, kepulauan Banda, Ternate,
Tidore, dan Ambon telah menjadi magnet yang sangat menarik pehatian dan
keserakahan bangsa Eropa. Karena kekayaan alam yang melimpah, khususnya
pala dan cengkeh, merupakan harta tak terkira dan sekaligus membawa derita
58
panjang bangsa. Tak pelak, bangsa-bangsa Eropa yaitu, Portugis, Inggris, dan
Belanda saling bergantian menguasai dan mencurangi penduduk di sana selama
hampir empat abad. Saat itu rempah-rempah sungguh menjadi ratu dunia.
Merupakan fakta bahwa kedatangan bangsa-bangsa asing ke Ternate, tak
lain karena rempah-rempah yang mempunyai keuntungan yang luar biasa
menjanjikan. Bahkan para pedagang Arab dan Gujarat menuturkan pengakuannya
bahwa apabila pedagang datang membawa 3 atau 4 kapal berisi rempah-rempah
dari Maluku, lalu beberapa kapal yang bermuatan rempah-rempah itu hancur di
tengah perjalanan. Maka 1 kapal yang tersisa sudah cukup untuk menutup
kerugian atas hancurnya kapal-kapal tersebut bahkan bukan hanya itu 1 kapal
yang berisi rempah-rempah masih memperoleh keuntungan. Jadi tak
mengherankan jika bangsa Eropa berlomba-lomba datang ke Ternate dan Maluku
umumnya untuk membuka hubungan dagang dengan penduduk sekitar. Meskipun
jalan menuju ke Timur Nusantara jauh tak terkira dan memakan waktu. Tak
menyurutkan niat mereka untuk datang ke Maluku.

59
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumber yang Belum Diterbitkan
Leirissa, R.Z, Masyarakat Halmahera dan Raja Jailolo: Studi tentang Sejarah
Masyarakat Maluku Utara, Disertasi, Depok: Universitas Indonesia, 1990
Leirissa, R.Z, Sultan Ternate Emir el Mukminin Hamzah Nasarun Minallahi Shah
(Sultan Hamzah 1627-1648) dan Politiknya di Kerajaan Ternate antara
Tahun 1628-1643 Berdasarkan Dokumen VOC yang telah diterbitkan,
Skripsi Sarjana Fakultas Sastra, Depok: Universitas Indonesia, 1965
Sanmas, Abu, Kedudukan dan Fungsi Lembaga Adat Kesultanan Ternate dalam
Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: t.t, LIPI
2. Sumber yang Sudah Diterbitkan
Abdullah, Taufik, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta:
LP3ES, 1979
Abdullah, Taufik, dkk, ed, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Asia Tenggara Jilid
V, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve
Abdurrahman, Paramita R, Peninggalan-peninggalan yang Berciri Portugis di
Ambon Bunga Rampai Sejarah Maluku, Jakarta: t.t., Lembaga Pendidikan
Sejarah Maluku
Alwi, Des, Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore dan Ambon, Jakarta:
PT. Dian Rakyat, 2005
60
Amal, M. Adnan, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara
1250-1950, Makassar: Nala Cipta Litera, 2007
Amal, M. Adnan, Portugis & Spanyol di Maluku, Depok: Komunitas Bambu,
2009
Anthony Reid, Dari Ekspansi Hingga Krisis: Jaringan Perdagangan Global Asia
Tenggara 1450-1680, Jilid II terj, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998
Azra, Azyumardi Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999
Boxer, C.R, Jan Kompeni Sejarah VOC dalam Perang dan Damai 1602-1799,
terj. Bakri Siregar, Jakarta: Sinar Harapan, 1983
Federspiel, Howard M, Sultans, Shamans, and Saints : Islam and Muslims in
Southeast Asia, USA : University of Hawaii Press, 2007
Hall, Kenneth R, Maritime Trade and State Development in Early Southeast Asia,
Honolulu: University of Hawai Press, 1985
Hanna, Willard A dan Des Alwi, Ternate dan Tidore Masa Lalu Penuh Gejolak,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996
Hasan, Abdul Hamid, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate. Ternate: T.pn., 1998
Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 dari
Emporium sampai Imperium, Jilid I, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1987

61
Kementerian Dalam Negri, Profil Provinsi Republik Idonesia Maluku, Jakarta:
Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara, 1992
Lapian, Adrian B, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17,
Jakarta: Komunitas Bambu, 2008
Lapian, Adrian B, Perebutan Samudera Laut Sulawesi Pada Abad XVI-XVII,
Prisma No, 11 Th. XIII, 1984
Leirissa, R.Z, dkk., Ternate Sebagai Badar Jalur Sutra, Jakarta: CV. Ilham
Bangun Karya, 1999
Leirissa, R.Z, Tiga Pengertian Istilah Maluku dalam Sejarah Bunga Rampai
Sejarah Maluku, Jakarta: Lembaga Penelitian Sejarah Maluku, Pusat
Dokumentasi Ilmiah Naional LIPI, 1973
Lombard, Denys, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636),
Jakarta: Kepusatakaan Populer Gramedia, 2006
Ohorella, G.A, ed., Ternate Sebagai Bandar di Jalur Sutera, Jakarta: CV. Putra
Sejati Raya, 1997
Pires, Tome, The Suma Oriental of Tome Pires 1512-1515, terj. Armando
Cortesao London: Hakluyt Society, 1944
Reid, Anthony, Sejarah Modern Awal Asia Tenggara, Jakarta: Pustaka LP3ES,
2004
62
Ricklefs, M. C, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2008
Schrieke, B.J.O, Indonesian Sociological Studies, vol II, The Hague dan Bandung:
W. van Hoeve, 1957
Tim Penulis IAIN Syarif Hidyatullah, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta:
Penerbit Djambatan, 1992
Tim Penulis PUSPINDO, Sejarah Pelayaran Niaga di Indonesia Pra Sejarah
Hingga 17 Agustus 1945, Jakarta: PUSPINDO, 1990
Tim Penyusun Monografi Daerah Maluku, Monografi Daerah Maluku, Proyek
Pengembangan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, tt
Tjandrasasmita, Uka ed., Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: Balai Pustaka,
1993
Tjandrasasmita, Uka, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: PT. Gramedia, 2009
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di
Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 2000
Van Leur, J.C dan F.R.J Verhoeven, Teori Mahan dan Sejarah Kepulauan
Indonesia, Jakarta: Bharatara, 1974
Van Leur, J.C, Indonesian Trade and Society, The Hague dan Bandung: Van
Hoeve, 1955
63

Vlekke, Bernard H. M, Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia,


2008
3. Sumber Elektronik/Internet
http://cerminsejarah.wordpress.com/2010/05/12/spice-islands-1/
http://en.wikipedia.org/wiki/Ternate#Ternate_Island
http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=44186486
http://cerminsejarah.wordpress.com/2010/05/12/spice-islands-1/
http://www.google.co.id/images?um=1&hl=id&biw=1280&bih=581&tbs=isch:1
&aq=f&aqi=&oq=&q=baabullah
64
Lampiran: 1
Daftar Para Momole, Kolano, dan Sultan Ternate95
Versi Pertama
Nama Raja Tahun Berkuasa
1. Momole Guna Tobona 1250-1251
2. Momole Matiti Foramadiyahi 1251-1253
3. Momole Sia 1253-1257
4. Kolano Cico Bunga (Mashur Malamo) 1257-1277
5. Kolano Jamin 1277-1284
6. Kolano Komalo 1284-1298
7. Kolano Bakuku 1298-1304
8. Kolano Ngaralamo 1304-1317
9. Kolano Pastarang Malamo 1317-1322
10. Kolano Aiya (Sidang Arif Malamo) 1322-1331
11. Kolano Paji Malamo 1331-1332
12. Kolano Syah Alam 1332-1343
13. Kolano Tolu Malamo 1343-1347
14. Kolano Kie Mabiji 1347-1350
15. Kolano Ngolo Macaya 1350-1357
16. Kolano Momole 1357-1359
17. Kolano Gapi Malamo 1359-1372
18. Kolano Gapi Baguna 1372-1377
19. Kolano Komalo 1377-1432
20. Kolano Sia 1432-1465
21. Kolano Gapi Baguna (Marhum) 1465-1480
22. Sultan Zainal Abidin 1480-1500
23. Sultan Bayan Sirullah 1500-1522
95 Abdul Hamid Hasan, Aroma Sejarah dan Budaya Ternate, Ternate: T.pn., 1998. h, 2831.
65
24. Duko Lamo

25. Daiyalo 1522-1535


26. Bohayat
27. Tabariji 1535-1537
28. Sultan Hairun 1537-1570
29. Sultan Babullah 1570-1584
30. Sultan Said Barakati 1584-1606
31. Sultan Mudaffar 1606-1628
32. Sultan Hamjah 1628-1648
33. Sultan Mandarsyah 1648-1675
34. Sultan Muhammad Nuri Islam (Amsterdam) 1675-1691
35. Sultan Said Fatahullah 1691-1714
36. Sultan Amir Iskandar Zulkarnain 1714-1751
37. Sultan Alaudin Mansur 1751-1754
38. Sultan Syah Mardan 1754-1763
39. Sultan Zwardekroon 1763-1777
40. Sultan Aerun Syah 1777-1780
41. Sultan Ahral 1780-1796
42. Sultan Sarkan 1796-1801
43. Sultan Muhammad Yasin 1801-1807
44. Sultan Muhammad Ali 1807-1822
45. Sultan Muhammad Haeruddin 1822-1823
46. Sultan Muhammad Jen 1823-1859
47. Sultan Muhammad Arsad 1859-1876
48. Sultan Muhammad Ayanhar 1876-1896
49. Sultan Muhammad Ilham 189650. Sultan Muhammad Usman 1896-1930
51. Sultan Muhammad Jabir Syah 1930-1951
66
Lampiran: 2
Daftar Para Kolano Ternate96
Versi Kedua
(sebelum Masuknya Agama Islam)
Nama Raja
Tahun Berkuasa
1. Ciko, setelah menjadi raja menyebut dirinya sebagai 1257-1277
Mashur Malamo.
2. Poit, dikenal juga dengan nama Kaicil Yamin 1277-1284
3.
4. Siale, disebut juga Kaicil Kamalu 1284-1298
5. Kalabatta, alias Kaicil Bakuku 1298-1304
6. Komala, alias Ngara Malamo 1304-1317
7. Patsyaranga Malamo 1317-1322
8. Sida Arif Malamo 1322-1331
9. Paji Malamo 1331-1332
10. Sah Alam 1332-1343

11. Tulu Malamo 1343-1347


12. Boheyat alias Kaicil Kie Mabiji 1347-1350
13. Ngolo Macahaya atau Cahaya Laut 1350-1357
14. Momole 1357-1359
15. Gapi Malamo 1359-1372
16. Gapi Baguna I 1372-1377
17. Kumala Putu 1377-1432
18. Gapi Baguna II 1432-1405
Para Sultan Ternate (setelah Masuknya Agama Islam)
19. Marhum 1466-1486
20. Zainal Abidin 1486-1500
21. Bayan Sirullah alias Bolief 1500-1522
22. Deyalo (karena di bawah umur, ibunya Nyai Cili Boki Raja
96 M. Adnan. Amal, Kepulauan Rempah-rempah Perjalanan Sejarah Maluku Utara
1250-1950, Nala Cipta Litera: 2007, h. 519-520.
67
menjadi Mangkubumi dan Taruwese menjadi
wakil sultan 1529-1530) 1522-1529
23. Boheyat 1529-1532
24. Tabariji 1532-1535
25. Khairun Jamil 1535-1570
26. Babullah Datu Syah 1570-1583
27. Saidi atau Sahid atau Saifuddin 1583-1606
28. Hidayat, Jogugu yang bertindak selaku Mangkubumi, karena
Mudaffar di Bawah umur 1606-1610
29. Mudaffar 1610-1627
30. Hamzah 1627-1648
31. Mandar Syah 1648-1672
32. Sibori Amsterdam 1672-1690
33. Kekuasaan kerajaan Ternate dijalankan para Bobato 1690-1692
34. Kaicil Toloko 1692-1714
35. Kaicil Raja Laut 1714-1751
36. Oudhoorn 1751-1754
37. Sahmardan 1754-1777
38. Arunsah 1777-1796
39. Sarka atau Sarkan 1796-1801
40. Muhammad Yasin 1801-1807
41. Sarmole van der Parra 1807-1823
42. Muhammad Zain 1823-1861
43. Muhammad Arsyad 1861-1876
44. Ayanhar 1876-1900
45. Haji Muhammad Ilham 1900-1902
46. Haji Muhammad Usman 1902-1914
47. Kesultanan Ternate lowong setelah pengasingan

Haji Muhammad Usman ke Bacan kemudian ke Bandung


karena dituduh merencanakan pemberontakan Jailolo 1914-1927
48. Iskandar Muhammad Jabir Syah 1927-1975
68
Lampiran: 3
Sebuah Gambaran Lukisan Kota Ternate dan Perairannya yang Dibuat
sekitar 1700 M, dengan Latar Belakang Gunung Gammalama sebagai Ciri Khas
Kota ini.97
97 http://cerminsejarah.wordpress.com/2010/05/12/spice-islands-1/
69
Lampiran: 4
Peta Kepulauan Maluku98
98 http://en.wikipedia.org/wiki/Ternate#Ternate_Island
70
Lampiran: 5
Benteng Portugis di Ternate99
99 http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=44186486
71
Lampiran: 6
Maluku Utara Kini100
100 http://cerminsejarah.wordpress.com/2010/05/12/spice-islands-1/
72
Lampiran: 7
Sultan Baabullah 1570-1583, Masa Kejayaan Ternate101
101http://www.google.co.id/images?
um=1&hl=id&biw=1280&bih=581&tbs=isch:1&aq=f
&aqi=&oq=&q=baabullah
73
Lampiran: 8
Peta Perkembangan Agama Islam Abad VII-XVII102
74
Lampiran: 9

Peta Pusat dan Jalur Pelayaran Abad XVI-XVII103


102Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend Kebudayaan
Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 268.
103 Mc. Suprapti, dkk., Peta Sejarah Indonesia, (Jakarta: Depdikbud Dirjend
Kebudayaan
Djitaranitra PIDSN, 1991-1992), h. 267.

Anda mungkin juga menyukai