Anda di halaman 1dari 25

Islam Dan Budaya Di Nusantara: Sebuah Tinjauan Historis.

Restu Dimas Prasetya.


UIN Sunan Ampel Surabaya.
Abstrak

Islam Dan Budaya seringkali dipertentangkan sebagai dua hal yang tidak bisa saling berpadu
satu sama lain.Orang sekali skeptis pada budaya-budaya Nusantara yang berkaitan dengan
Islam.Hal ini banyak sekali terjadi di masyarakat kita.

Pertentangan Islam dan Budaya tidak hanya terjadi di masa sekarang.Di masa lalu hal itupun
sudah terjadi.Peristiwa Perang Padri pada abad ke-19 M di Sumatra Barat antara Kaum Padri
yang teguh memegang Syariat Islam dengan Kaum Adat yang senang melakukan budaya-
budaya yang bertentangan dengan Islam mengakibatkan banyak orang yang terbunuh dan
Sumatra Barat akhirnya jatuh ke tangan Belanda karena kelemahan daerah tersebut serta
perpecahan yang terjadi.

Maka disini, penulis ingin kembali mengingatkan bahwasannya Islam dan budaya bukanlah
dua hal yang tidak bisa mencapai harmoni.Banyak momen dimana Islam dan budaya mampu
berdamai membentuk suatu lingkungan yang indah.Kesultanan Mataram di masa
pemerintahan Sultan Agung Hanyrokusumo menjadi contoh akan hal tersebut.Dimana
akulturasi budaya Islam dan Jawa tercermin dalam bentuk makanan yang kita kenal hingga
sekarang yaitu nasi uduk.

Nasi uduk sendiri asalnya adalah Bahasa Jawa yaitu Sego Wudhu yang kemudian ditambahi
ayam ingkung sebagai simbol sujudnya seorang hamba kepada Allah.Begitupula Sunan
Kudus ketika membangun menara Masjid Kudus ketika itu tidak mempermasalahkan ketika
masjidnya dimodel seperti candi Hindu karena kebanyakan masyarakat Kudus ketika itu
masih beragama Hindu-Budha.

Makalah ini akan memuat bagaimana harmonisasi Islam dan budaya di Nusantara dan
bagaimana proses itu membentuk Indonesia yang kita ketahui sekarang ini.Bagaimana Islam
ternyata menginspirasi banyak sekali budaya kita yang sampai hari ini masih lestari.

Penulis,

Restu Dimas Prasetya.

Malang, 22 Oktober 2023.


Daftar Isi.

1.Abstrak.

2.Daftar Isi.

3.Pendahuluan.

4.Tinjauan Pustaka.

5.Metodologi.

6.Pembahasan:

1.Masuknya Islam ke Indonesia.


2.Kebudayaan Islam dalam awal mula masuknya Islam ke Jawa.

3.Dakwah Islam Dinasti Mataram.

4.Perang Jawa dan Perkembangan Budaya Islam-Jawa.

5.Perang Padri: Konflik Budaya dan Agama di Minangkabau.

7.Penutup.

8.Daftar Pustaka.
Pendahuluan.

;Latar Belakang Penelitian: Di Indonesia, isu Islam dan budaya seringkali menjadi sebuah
pertentangan dan hal itu membuat sebagian orang merasa bahwa Islam tidak moderat karena
anti terhadap budaya dan lain sebagainya.Akhirnya muncullah label ekstrim, garis keras dan
lain sebagainya.

Padahal secara historis, Penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari penggunaan budaya
sebagai sarana dakwah yang membuat banyak masyarakat masuk Islam kala itu.Budaya dan
Islam saat ini seringkali dianggap sebagai dua hal yang tidak bisa bersatu.

Rumusan Masalah:

1.Bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia?

2.Apa yang dilakukan para Penyebar Islam di Jawa terhadap budaya setempat?

3.Bagaimana para Penyebar Islam di Jawa menyebarkan Islam melalui produk budaya yang
digemari masyarakat kala itu?
4.Bagaimana Kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak di Pesisir Utara Jawa
mengharmoniskan antara Islam dan budaya?

5.Bagaimana dakwah Dinasti Mataram dalam memadukan antara Islam dan adat istiadat Jawa
menjadi sebuah kebudayaan yang kita kenal saat ini?

6.Apa saja produk dakwah dari Dinasti Mataram yang dapat kita nikmati saat ini, serta
bagaimana perkembangan sastra Jawa di era Penjajahan Inggris?

7.Bagaimana Pangeran Diponegoro memadukan Agama Islam dan Budaya Jawa dalam
membangkitkan semangat masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah melawan Penjajahan
Belanda?

8.Bagaimana akulturasi Budaya Islam Timur Tengah dan Budaya Jawa yang diterapkan
Pangeran Diponegoro dalam mengatur pasukannya.

9.Bagaimana konflik Islam dan budaya di Minangkabau?

10.Bagaimana Tuanku Imam Bonjol mengatasi konflik tersebut?

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan memberikan sebuah pandangan baru bagi Umat
Islam bahwasannya budaya tidak sepenuhnya bertentangan dengan Islam.Dan secara historis,
dahulu para Penyebar Islam di negeri kita maupun tokoh-tokoh Islam penting di Indonesia
seperti Pangeran Diponegoro sangat toleran terhadap budaya selama tidak bertentangan
dengan Syariat Islam.

Batasan Penelitian:

1.Kurangnya akses ke situs-situs yang berhubungan.

2.Kebanyakan sumber-sumber lokal menggunakan bahasa daerah kuno dan sedikit yang
diterjemahkan.

3.Terbatasnya terjemahan manuskrip-manuskrip lama.

Tinjauan Pustaka.

Dalam penelitian ini saya menggunakan beberapa sumber diantaranya adalah sumber lokal
yang ditulis pada zaman modern maupun sumber barat yang ditulis pada abad ke-18-19 An
maupun yang lebih modern.Sumber-sumber tersebut saya peroleh dari koleksi pribadi.Saya
juga menggunakan beberapa artikel dari beberapa jurnal ilmiah, seperti National Geographic.

Sumber-sumber Inggris:

Saya menggunakan sumber Inggris modern yang ditulis pada abad ke-21 M, salah satunya
adalah Inggris Di Jawa 1811-1816 M karya Peter Carey yang diterbitkan Penerbit Buku
Kompas pada 2019 M dan pertama kalinya terbit dalam Bahasa Inggris pada 2017 M.Karya
Peter ini menjelaskan Sejarah Kerajaan Mataram selama berada dalam Jawa berada dalam
Penjajahan Inggris.Dan Merupakan hasil penelitian Peter atas salah satu sumber primer yaitu
Babad Bedhah Ing Ngayogakarta karangan Pangeran Arya Panular.

Peter juga menulis karya lain yang menjelaskan Sejarah Mataram era Pangeran Diponegoro
dan Perang Jawa yang berjudul Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro 17855-1855 yang
juga diterbitkan oleh Penerbit Kompas pada 2014 M.

Untuk sumber-sumber Inggris, data sejarah yang bisa diambil hanyalah berkisar antara abad
ke-17-19 M saja.Karena terbatasnya terjemahan sumber-sumber Inggris ke dalam Bahasa
Indonesia.

Catatan Penjelajah Arab.

Sumber penting lainnya adalah Catatan Penjelajah Arab mengenai awal Islamisasi di
Indonesia.Sumber yang saya gunakan disini adalah Rihlah Ibnu Batutah yang sudah
diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan diterbitkan Penerbit Alvabet dengan judul Rihlah
Ibnu Batutah Catatan Perjalanan Sang Musafir Abad Pertengahan.

Disini, tidak banyak catatan tentang proses Islamisasi di Indonesia.Hanya dicantumkan


perihal Islamisasi di Utara Sumatra yang dikenal dengan Kerajaan Samudra
Pasai.Kebanyakan halamannya membahas perjalanan sang ulama ke negeri-negeri Timur
Tengah dan Eropa Timur.

Sumber ini adalah salah satu sumber primer mengingat Ibnu Batutah menulisnya saat momen
tersebut berlangsung.

Buku-buku Para Ulama Indonesia berkait Sejarah Islam Di Indonesia.

Dalam sejarah masuknya Islam ke Indonesia berikut dakwah para penyebar Islam di Tanah
Jawa saya menggunakan karya DR.Kasori Mujahid, Dibawah Panji Estergon yang
membahas Islamisasi Indonesia dan hubungannya dengan Khilafah Utsmaniyyah.Karya ini
merupakan babon yang cukup lengkap dalam Sejarah Indonesia abad ke-16 M.

Karya lainnya yang lebih tebal adalah Api Sejarah sebanyak dua jilid karya Ahmad Mansur
Suryanegara yang kerap menjadi sumber bagi Ustadz Adi Hidayat dalam kajian-kajiannya
tentang sejarah.Proses Islamisasi awal di Indonesia, terutama di Tatar Sunda yang mana
diceritakan bahwa Raja Sunda terbesar yaitu Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja masuk
Islam terdokumentasikan dengan sangat baik.Sayang sekali penulis tidak menyertakan
sumber primer yang mencatat proses Islamisasi Prabu Siliwangi seperti prasasti dan catatan
Syaikh Qurro yang ditemukan baru-baru ini di Sukabumi, Jawa Barat.Padahal jika sumber-
sumber primer itu dicantumkan akan bermanfaat untuk memperkuat argumen sejarah yang
disampaikan.

Selain dua karya diatas ada satu karya lagi dari Ustadz Salim A.Fillah yang berjudul Kisah-
kisah Pahlawan Nusantara.Yang bisa dibilang meskipun kedudukannya tidak setinggi Api
Sejarah tapi merangkum dengan sangat baik perjuangan Islam di Indonesia.Kekurangannya -
adalah tidak adanya daftar pustaka.Meski begitu, kita masih bisa menelusuri sumber-sumber
yang digunakan penulis untuk menyusun karya ini karena penulis biasanya menyebut di
paragraf:”Dikutip dari buku ini bahwa yang terjadi adalah begini dan seterusnya”

Jurnal dan lain-lain yang tidak diterbitkan.

Untuk sejarah Kerajaan Sunda dan islamisasinya yang sulit sekali dilacak sumber-sumber
tekaitnya saya menggunakan jurnal-jurnal yang ditulis oleh beberapa peneliti seperti Mumuh
Muhsin yang menulis sebuah jurnal berjudul Sri Baduga Maharaja (1482-1521): Tokoh
Mitos yang melegenda dan Eksistensi Kerajaan Pajajaran dan Prabu Siliwangi serta Kujang
Pajajaran Dan Prabu Siliwangi serta Penyebaran Islam Di Jawa Barat.Naskah-naskah itu
menceritakan tentang Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja berikut masanya dan
penyebaran Islam di Tanah Sunda.

Tentang Kerajaan Sunda atau yang biasa kita kenal sebagai Kemaharajan Padjajaran,
National Geographic menerbitkan sebuah artikel yaitu Subang Larang, Wanita Muslim di
Pajajaran dalam Cerita Rakyat Subang – National Geographic (grid.id)

Adapun untuk sejarah Kerajaan Demak terdapat sebuah penelitian yang cukup bagus tentang
silsilah raja-raja Demak dan kerajaan-kerajaan Jawa abad ke-16 M yang ditulis oleh Navida
Febrina Syafaaty dengan judul Masalah Keagamaan Dan Genealogi Raden Fatah (1483-
1518)

Metodologi.

Jenis Penulisan: Makalah ini ditulis secara deskriptif-analisis.Yaitu mendeskripsikan dan


menggambarkan serta menjelaskan suatu masalah berdasarkan hasil telaah pustaka yang
menunjang atau studi literatur.Dalam hal ini menganalisis masalah yang terjadi pada saat ini
melalui suatu pendekatan sejarah.

Fokus Penulisan: berfokus pada pertentangan Islam dan budaya saat ini dan saya mencoba
memberikan solusi dengan mengajak pembaca menengok kembali ke masa lalu untuk melihat
harmonisasi Islam dan budaya.

Sumber data: sumber data disini diperoleh dengan cara sekunder.Yaitu melalui buku atau
jurnal, maupun artikel dari situs web yang terpercaya.

Teknik pengumpulan data: data disini dikumpulkan dengan cara membaca buku atau jurnal
yang terkait dengan masalah yang dibahas.

Analisis data: yaitu dengan mempelajari, menelaah dan membandingkan dengan berbagai
sumber setelah seluruh data terkumpul.
Pembahasan:

1.

Menurut M.C.Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern Penyebaran Islam di Indonesia


merupakan salah satu peristiwa yang penting namun masih kurang jelas.

Daerah yang pertama kalinya dimasuki Islam di Indonesia adalah Aceh yang terletak di
bagian paling utara Pulau Sumatra.Anthony Reid dalam bukunya Sumatra Tempo Doeloe
mencantumkan catatan Marcopolo, seorang Penjelajah Italia yang sempat mendarat di Pulau
Sumatra yang melaporkan bahwa di Pulau Sumatra Bagian Utara Islam sudah masuk dan ada
sebuah kerajaan islam kecil yang bernama Perlak.Hal ini juga diperkuat catatan penjelajah
sebelumnya Ibnu Bathuthah dalam bukunya yang fenomenal Rihlah Ibnu Bathuthah
mencatatkan bahwa pada masanya yaitu abad ke-14 M di Sumatra bagian utara telah berdiri
sebuah kerajaan Islam bernama Kesultanan Samudra Pasai.

Menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1.Islam mulai masuk ke Indonesia
sejak abad ke-7 M atau masa kekhilafahan Islam awal.DR.Kasori Mujahid dalam bukunya
Dibawah Panji Estergon juga menyebutkan bahwa terdapat seorang Raja Sriwijaya di
Sumatra Selatan yang menjalin hubungan dengan Khalifah Bani Umayyah Umar bin Abdul
Aziz.
Pelancong Arab Abu Faqih yang mengunjungi Sriwijaya pada 902 M menyebutkan bahawa di
Sriwijaya sudah ada orang-orang Arab, Persia, Tionghoa dan India.1

Pada awal abad ke-VIII, Kerajaan Sriwijaya sudah menjalin hubungan dengan Khilafah
Umayyah.

Pada 1082 M di Kediri, Jawa Timur ditemukan makam seorang wanita Muslimah bernama
Fathimah binti Maimun Hibatillah di Gresik.Yang menandakan pada masa itu sudah banyak
Orang Islam di Pulau Jawa.

Penyebaran Islam ke Indonesia sudah dilakukan sejak masa-masa awal.Bahkan Raja


Sriwijaya yang bernama Sri Indrawarman yang memerintah pada 702-728 M masuk
Islam.Sriwijaya ketika itu adalah kerajaan yang kuat dan menguasai Selat Malaka dan Selat
Sunda.

Candi Gapura adalah salah satu peninggalan Kerajaan


Sriwijaya, Sumber:Toriqa.com.

Agama Islam masuk ke Kepulauan Melayu pada abad-abad pertama Hijriyyah.Kaum


Muslimin biasanya tinggal di kota-kota pesisir di Sumatra.

Ibnu Batutah mencatat berdirinya Kerajaan Islam awal di Sumatra dalam catatannya yang
terkenal yaitu Rihlah Ibnu Batutah,Ibnu Batutah sempat mengunjungi langsung kerajaan ini
sehingga karyanya menjadi sebuah sumber primer yang penting bagi awal masuknya Islam ke
Indonesia, Ibnu Batutah mencatat:
“Sultan Jawa2, Al-Malik Az-Zahir adalah seorang penguasa termasyhur dan terbuka, dan
pecinta Ulama.Dia terus menerus terlibat dalam perang demi Iman ( melawan orang kafir) 3

Ibnu Batutah juga mencatat tentang kondisi ibukota Kerajaan Islam tersebut:

1
Mujahid, Kasori: Dibawah Panji Estergon,Penerbit Istanbul 2022 M.Hal.45.
2
Zaman itu Sumatra juga disebut sebagai Jawa.Sebagaimana Sejarawan Nicko Pandawa dalam pembahasan-
pembahasannya pun juga menyebut seluruh wilayah Indonesia modern sebagai Kepulauan Jawi.Yang mana
nama ini pernah eksis di masa lalu.
3
Batutah: Ibnu, Rihlah Ibnu Batutah: Catatan Perjalanan Sang Musafir Abad Pertengahan, diterjemahkan dari
Bahasa Inggris oleh Adi Toha, Pustaka Alvabet, Februari 2023 M, hal.283.
“Kota Sumatra, sebuah kota besar yang dikelilingi oleh tembok kayu dengan menara-menara
kayu.4

Menurut DR.Kasori Mujahid, Kerajaan Islam tersebut adalah Kerajaan Samudra


Pasai.5Kerajaan Pasai menurut DR.Kasori, mengutip keterangan Penjelajah Portugis Tome
Pires bahwasannya Kerajaan Pasai ada dibawah hegemoni Kekaisaran Tiongkok, terbukti
dengan datangnya utusan Pasai ke Tiongkok untuk menyerahkan upeti.

Di Jawa , diatas bekas reruntuhan Majapahit telah berdiri Kesultanan Demak.Kesultanan


Demak bermula dari sebuah keluarga Muslim Tionghoa di Gresik yang kemudian salah satu
anggota keluarga ini mengabdi pada Penguasa Majapahit di Demak yang kala itu masih
belum Muslim.Kemudian orang ini diangkat menjadi panglima perang dan ditugaskan
menyerang Cirebon pada 1470 M.Orang ini lalu diberi gelar Patih.

Pad 1513 M, cucunya yaitu Raden Patah tampil sebagai Penguasa Demak.Sejak saat itulah
Demak menjadi sebuah kesultanan.6

Pires, seorang penjelajah Portugis menyebutkan bahwasannya Kaum Muslimin di Pantai


Utara Jawa kebanyakan berasal dari bangsa-bangsa yang berdatangan kesana yaitu Persia,
Arab,Gujarat,Bengali, Melayu, dan lainnya.Kemudian mereka berdagang dan menjadi kaya
disana sehingga mampu membangun masjid-masjid dan mengislamkan para penguasa Non-
Muslim di Jawa.

Ahmad Mansur Suryanegara, mengutip keterangan dari John Crawfurd mengatakan:


“Para wiraswasta Muslim tidak datang sebagai penakluk seperti yang dikerjakan oleh
bangsa Spanyol pada abad ke-16 M.Mereka tidak menggunakan pedang dalam dakwahnya,
juga tidak memiliki hak untuk melakukan penindasan terhadap rakyat bawahnya.Para dai
hanya sebagai wirauswasta yang memanfaatkan kecerdasan dan peradaban mereka yang
lebih tinggi untuk kepentingan dakwahnya.Harta perniagaannya lebih mereka utamakan
sebagai modal dakwah daripada memperkaya diri.7

Jadi masa itu adalah masa dimana Islam tumbuh pesat di Pantai Utara Jawa.Dimana dua kota
pentingnya adalah Demak dan Jepara.

4
Batutah, hal.283.
5
Kasori, hal.105.
6
Burhanuddin, Jajat: Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia, Hal.42, Penerbit Kencana 2017 M.
7
Suryanegara, Ahmad Mansur: Api Sejarah 1, Penerbit Suryadinasti,2015 M.Hal.123.
Pada 1416 M, di pesisir utara telah datang seorang Muslim Tionghoa bernama Ma Huan yang
mencatat tentang komunitas orang-orang di Pantai Utara Jawa yang terdiri dari,

1.Orang-orang Muslim dari barat.

2.Orang Tionghoa yang sebagian sudah masuk Islam.

3.Orang Jawa yang masih menyembah berhala.

M.C.Ricklefs menyebutkan bahwa para bangsawan Majapahit telah memeluk Islam lima
puluh tahun lalu sebelum datangnya Ma Huan.8

Di Jawa bagian barat yang dikenal dengan Tatar Sunda, Tersebut sebuah kerajaan besar
bernama Kerajaan Sunda-Galuh atau biasa kita kenal dengan nama Kerajaan Pakuan
Padjajaran, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada akhir abad ke-15 M dibawah
pimpinan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.

Navida Febrina Syafaaty memperkirakan Sri Baduga lahir sekitar 1450 M9 dengan
berdasarkan pada catatan sejarah dalam sumber abad ke-16 M, yaitu Kitab Al-Fatawi.Sri
Baduga naik tahta pada usia 32 tahun.

Sri Baduga disebutkan menikah dengan seorang wanita Muslimah bernama Nyai Subang
Larang10 dan dikisahkan dari pernikahan itu mereka memiliki 3 anak yaitu
Walangsungsang ,Rara Santang, dan Radja Sangara ( Kian Santang), ketiga anak ini dididik
secara Islami oleh sang ibu dan kelak ketika dewasa mereka menjadi Ulama-ulama
terkemuka di Jawa Barat.11

Untuk masalah Sri Baduga, keluarganya dan Islamisasi di Tanah Sunda Insya Allah akan
dibahas lain waktu.

Di Tanah Sunda, tepatnya di pesisir utaranya terdapat sebuah kerajaan Islam lain yang juga
tidak kalah berpengaruh dibandingkan Kesultanan Demak yaitu Kesultanan Cirebon.Kronik
Tionghoa dari Kelenteng Talang yang bertarikh 1552 M menyebutkan bahwa kesultanan itu
didirikan bekas panglima perang Demak, Syarif Hidayat atas permintaan seorang pemuka
8
Suryanegara, hal.125.
9
Navida Febrina Syafaaty, Masalah Genealogi dan Keagamaan Raden Patah,hal.41.
10
Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah menyebutkan bahwa Sri Baduga adalah seorang Muslim.
11
Mumuh Muhsin, Sri Baduga Maharaja (1482-1521): Tokoh Sejarah Yang Memitos dan Melegenda,hal.11 dan
Subang Larang, Wanita Muslim di Pajajaran dalam Cerita Rakyat Subang - National Geographic (grid.id), diakses
tanggal 25 Oktober,2023, Pukul.9.25 WIB.
agama setempat yang berdarah Tionghoa yaitu Haji Tan Eng Hoat dengan tujuan bahwa
pendirian kesultanan itu dapat membimbing masyarakat Tionghoa Islam di Cirebon.Syarif
Hidayat pun menjadi sultan Cirebon pertama setelah menikahi putri Haji Tan Eng Hoat dan
membentuk pasukan yang kuat.Haji Tan Eng Hoat menjadi adipati dengan gelar Adipati
Wirasenjaya yang tugasnya adalah mendampingi sultan.Pada 1564 M, Cirebon mencoba
merebut Kerajaan Galuh yang beragama Hindu setelah menyebarkan Islam di Priangan dan
Garut, yang mana upaya ini berakhir dengan wafatnya Tan Eng Hoat.12

Kerajaan Demak turut membantu pengislaman di Wilayah Kalimantan.Disebutkan bahwa


Sultan Demak kala itu bersedia membantu Pangeran Samudra dari Banjarmasin untuk
merebut kembali tahta yang dirampas pamannya, Pangeran Temanggung dengan syarat sang
pangeran masuk Islam.Pasukan Demak dibawah Khatib Dayyan berhasil mengalahkan
Pangeran Temanggung dan akhirnya Pangeran Samudra masuk Islam dengan gelar Sultan
Suriansyah.13

Islamisasi di Sulawesi tengah terjadi melalui seorang Musafir Arab yang datang ke Buton, di
Lombok terjadi melalui dakwah Pangeran Prapen, putra Sunan Giri yang hidup sekitar 1548-
1605 M.Sedangkan di Ternate, Maluku Utara terjadi dengan perantara para pendakwah
Minangkabau.

Kebudayaan Islam Dalam Awal masuknya Islam ke Jawa.

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya,Kerajaan-kerajaan Islam awal di Jawa berdiri di


pesisir pantai.Yang mana salah satunya adalah Kesultanan Demak.

Kerajaan Demak adalah kerajaan yang sangat toleran terhadap Non-Muslim.Disebutkan


bahwa Raden Patah menghormati Orang-orang Tionghoa yang berbeda keyakinan
dengannya.Dalam sebuah kasus misalnya saat orang-orang Tionghoa itu mengubah Masjid
Semarang menjadi keleteng, Raden Patah membiarkan mereka, lalu membangun masjid
baru.14

Pada masa awal Islam di Jawa, Kaum Muslimin sangat toleran terhadap budaya selama tidak
bertentangan dengan Syariat Islam.Masjid-masjid di masa ini kebanyakan menggunakan atap

12
Muljana, Prof.DR.Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa Dan berdirinya negara-negara Islam di
Nusantara., Penerbit LKIS, 2005. Hal.228-229.
13
Burhanuddin, hal.55.
14
Muljana, hal.193-194.
tumpang yang mirip dengan candi-candi Hindu di Indonesia, contohnya Masjid Agung
Demak, Giri Kedhaton, Masjid Sunan Ampel dan Masjid Sendhang Dhuwur.15

Tata letak masjid di Indonesia pada periode Kerajaan Islam memiliki 5 unsur pokok yang
menggambarkan kosmis:
1.Sebuah lapangan luas yang disebut sebagai alun-alun dan berada di tengah-tengah lima
unsur tersebut.

2.Pusat pemerintahan dan Pendopo biasanya berada di sebelah utara alun-alun.

3.Gedung penjara di sebelah timur alun-alun.

4.Masjid di barat alun-alun.

Di bagian barat masjid terdapat pemakaman, terdapat sebuah pemakaman dan kompleks
masjid di Masjid Giri Kedhaton, Sendang Duwur maupun menara Kudus terinpirasi dari
percandian Panataran/Palah di Blitar, Jawa Timur.

Ragam seni hias yang digunakan untuk sarana Islamisasi pada periode awal adalah seni ukir
bermotif bunga-bunga yang berbahan dasar kayu, batu, batu bata dan marmer.Bahan dari
kayu seperti ada di makam Sunan Kalijaga, Kadilangu dan kompleks makam di Cirebon.

Selain menggunakan seni hias dan arsitektur, Islamisasi juga dilakukan melalui kesusasteraan
yang beredar pada saat itu, pada masa itu sastra yang populer di kalangan masyarakat adalah
epos Mahabharata dan Ramayana.

Kedua kisah ini disampaikan melalui wayang oleh Sunan Kalijaga dan ditambahi nilai-nilai
Islam.Contoh lakon wayang yang paling populer adalah Jamus Kalimasada ( Jimat Kalimat
Syahadat) yang mana lakon ini mengisahkan tokoh mitos Dharmakusuma ( Prabu Yudhistira,
Raja Hastinapura dalam wiracarita Mahabharata ) yang membawa satu jimat sakti bernama
Jimat Kalimasada yang isinya adalah kalimat Syahadat dan ia sendiri tidak bisa membacanya
sehingga tidak bisa meninggal dengan tenang.Akhirnya Prabu Yudhistira mencari orang yang
bisa mengajarinya membaca jimat sakti tersebut hingga bertemu Sunan Kalijaga yang
mengajarinya membaca jimat itu dan akhirnya Prabu Yudhistira wafat secara Islam. 16

Kisah ini bukanlah kisah nyata yang historis, melainkan hanya sebuah simbol hilangnya
Kerajaan Hindu Majapahit yang lalu digantikan oleh Kesultanan Demak.

15
Mukarrom, Prof.DR.Akhwan: Sejarah Islam Indonesia 1, UIN Sunan Ampel, 2014 M, hal.81.
16
Mukharrom:Hal.86.
Sunan Kalijaga tidak pernah meminta upah dari pertunjukan wayangnya melainkan hanya
meminta penonton mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai syarat menonton
pertunjukannya.

Para penyebar Islam juga berdakwah melalui syair-syair berbahasa Jawa yang hingga saat ini
masih populer antara lain:
“Tombo Ati iku Lima Perkarane.

Moco Quran angen-angen sak maknane.

Kaping pindo Shalat wengi lakonono.

Kaping papat dzikir wengi ingkang suwe.

Kaping Lima kudu weteng ingkang luwe.

Terjemahan bebas dari syair diatas adalah obat hati yaitu membaca Al-Quran dan
memahaminya, mengerjakan shalat malam, selalu bersahabat dengan orang-orang shaleh,
memperpanjang dzikir di waktu malam, dan tidak boleh terlalu kenyang.

Sunan Bonang menulis beberapa buku tentang dakwahnya antara lain Suluk Wujil,Suluk
Sukarsa dan Suluk Malangsumirang.

Pemakaman di Masjid Raya Demak.

Sumber gambar: Republika.co.id.

Dakwah Dinasti Mataram.

Dinasti Mataram didirikan oleh Panembahan Senopati yang lalu dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Raden Mas Jolang dengan gelar Panembahan Hanyrakawati yang memerintah
tidak lama, hanya antara tahun 1601-1613 M.17

17
Fillah,Salim.A:Kisah-kisah Pahlawan Nusantara,Pro-U Media 2022 M, hal.205.
Panembahan Hanyrakawati memiliki seorang putra bernama Raden Mas Jatmika yang
kemudian bertahta sebagai Sultan Agung Hanyrakasuma mulai 1613 M.

Sultan Agung Hanyrakasuma melakukan beberapa operasi militer antara lain kampanye
peperangan melawan Kerajaan Surabaya dan Madura untuk menyatukan Jawa dan juga
menyerang posisi Penjajah VOC di Batavia pada 1628 M.18

Sultan Agung berupaya menciptakan sinkretasisasi antara budaya Jawa dan ajaran-ajaran
Islam.Antara lain di masanya menciptakan kalender baru yang mengompilasikan antara
Kalender Saka dan Kalender Hijriyyah serta menetapkan Bahasa Jawa modern yang hingga
saat ini dituturkan sebagian besar orang di Pulau Jawa ini yang terdiri dari Ngaka, Madya,
dan Krama.

Sultan Agung juga menciptakan kreasi kuliner yang Islami yaitu Sega Wudhu yang kini
menjadi nasi uduk.

Diantara karya-karya Sultan Agung Hanyrakasuma adalah Sastragendhing, Nitisruti, dan


Nitiman.

Perang Jawa Dan Perkembangan Budaya Islam-Jawa.

Perang Jawa adalah sebuah perang yang panjang antara serpihan-serpihan Dinasti Mataram
melawan kekuatan Imperialis besar yaitu Belanda dan Inggris.

Kraton Mataram kala itu berpusat di Kartasura dan akhirnya hancur karena Pemberontakan
Tionghoa dan Raden Mas Garendi yang akhirnya ditumpas oleh adik Sultan Mataram,
Pakubuwana II yang bernama Pangeran Mangkubumi.Pangeran Mangkubumi akhirnya
mengusulkan Pakubuwana II memindahkan istana ke daerah Sala ( Solo) dan membangun
Ibukota baru dengan nama Surakarta.Berdirilah Kraton Mataram yang baru di Ibukota
Surakarta hingga akhirnya pecahlah provokasi Belanda yang menyebabkan peperangan sengit
antara Pasukan Mataram yang diimpin Pangeran Mangkubumi dan menantunya, Raden Mas
Said dan Pasukan VOC Belanda yang mana perang ini berakhir dengan Perjanjian Giyanti
pada 13 Februari 1755 di Karanganyar yang membagi Mataram menjadi dua: Kasunanan
Surakarta dibawah kepemimpinan Sunan Pakubuwana III, dan Kesultanan Yogyakarta
dibawah Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengkubuwana I.Sampai saat ini

18
Fillah, hal.213.
gelar Pakubuwana dan Hamengkubuwana masih diwariskan kepada para penguasa di daerah
itu sampai saat ini.19

Perang Jawa masa awal ini berakhir dengan takluknya Belanda di tangan Penjajah Inggris
pada tahun 1806 M dimana Laksamana Inggris Sir Thomas Throwbridge menghancurkan
Armada Belanda di Teluk Batavia.Pemerintahan Belanda di Jawa pun digantikan oleh
Pemerintahan Prancis yang dipimpin Herman Willem Daendels pada 1808 M sebelum
akhirnya pada 1811 M Daendels telah digantikan pemimpin lain yang lebih lemah yaitu
Janssens yang akhirnya menyebabkan jatuhnya Jawa ke Tangan Inggris setelah Pertempuran
Meester Cornelis pada 26 Agustus 1811 M.20

Pada masa Penjajahan Inggris inilah hidup seorang sastrawan jenius yang bernama Bendoro
Pangeran Aryo Panular yang lahir di Yogyakarta pada 1772 M dan merupakan putra dari
Sultan Hamengkubuwana I.Pangeran Panular memiliki jasa besar dalam penulisan Sejarah
Jawa.

Pangeran Aryo Panular adalah seorang Muslim yang taat dan beliau dikenal karena menulis
sebuah karya sejarah yang menceritakan penjajahan Inggris di Jawa pada abad ke-19 M yaitu
Babad Panular atau biasa dikenal juga dengan Babad Bedhah Ing Ngayogyakarta.Babad
Panular mengandung banyak detail menarik tentang masyakarat dan kebudayaan Jawa pada
abad ke-19.

Kejadian utama yang dicatat Panular dalam karya monumentalnya tersebut adalah Serangan
Inggris ke Kraton Yogyakarta pada 1812 M dimana terjadi penjarahan Tentara Inggris di
Kraton Yogyakarta disitulah Panular mengkritik keruntuhan moral pada lingkungan kraton.

Babad Panular terdiri dari 61 Pupuh yang menggambarkan kejadian-kejadian tentang masa -
masa sulit saat Yogyakarta berada dibawah jajahan Inggris.Berikut ringkasan Babad Panular
berdasarkan buku Inggris di Jawa karya Peter Carey.

Pupuh I-XX:Serangan Inggris ke Kraton Yogyakarta dan keadaan saat kejadian tersebut
terjadi dan juga tertangkapnya Mangkudiningrat dan penobatan Hamengkubuwana III
sebagai Sultan Yogyakarta oleh Inggris.

Pupuh XXI-XXVI:Situasi Kraton setelah serangan tersebut serta kehidupan


Hamengkubuwana III bersama istri-istrinya.
19
Fillah, hal.237-238.
20
Carey, Peter: Inggris Di Jawa 1811-1816, Penerbit Kompas,2017.Hal.46-47.
Pupuh XLIV-L:Pernikahan anak-anak raja dan mimpi Panular.Pemberian tanah apanase dari
Sultan Hamengkubuwana III pada Aryo Panular serta pemecatan Kyai Adipati Danurejo III.

Pupuh LI-LXII:Kunjungan Raffles, Letnan Gubernur Inggris di Jawa ke Kraton Yogyakarta


serta pengangkatan Kapten Robert Clerment Graham sebagai residen dari pihak Inggris di
Kraton Yogyakarta menggantikan John Crawfurd.Perselisihan Panular dan Pakualam I hingga
pernikahan Sultan Hamengkubuwana IV dengan Putri Danurejo II ( Ratu Kencono)21

Tidak hanya dari kalangan pria, muncul pula sastrawan dari kalangan wanita saat itu yaitu
Ratu Ageng Tegalrejo nenek buyut Pangeran Diponegoro yang menulis sebuah karya yang
berjudul Menak Amir Hamzah dan karya ini setebal 3.0.40 halaman serta mengisahkan
tentang kepahlwanan Sayyidina Hamzah bin Abdul Muthalib.

Raden Ayu Mangkorowati, ibu Pangeran Diponegoro juga menulis sebuah buku yang
mengisahkan tentang putranya, Pangeran Diponegoro.

Dalam Perang Diponegoro (1825-1830 M) terjadi sebuah ledakan akulturasi antara budaya
Islam dan Jawa yang lalu berakhir perselisihan yang menyebabkan Pasukan Diponegoro
mengalami kekalahan.

Kyai Mojo, pendamping spiritual Pangeran Diponegoro lah yang mendesak Pangeran
Diponegoro agar mendirikan sebuah kesultanan sendiri di luar kraton-kraton pecahan
Mataram yang sudah ada ( Kesultanan Yogyakarta, Kesunanan Surakarta, Kadipaten
Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualam) dengan Pangeran Diponegoro memakai gelar
khas yang merupakan perpaduan dari Budaya Jawa dan Budaya Islam yang berbunyi:

“Sultan Abdul Hamid Herucakra Kabiril Mukminin Senapati Ing Alaga Sayidin Ratu Paneteg
Panatagama Ingkang Jumeneng Satanah Jawa.22

Dikutip dari penuturan Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah 1 bahwa Kraton
Yogyakarta kala itu sangat bobrok terutama tingkah laku Sultan Hamengkubuwana IV yang
senang mabuk hingga mati karenanya.23

Pemikiran Pangeran Diponegoro ketika itu adalah membangun suatu kraton baru dengan
pernak-pernik monarkinya dengan warna Islam Jawa yang khas.Sayangnya Diponegoro

21
Carey,hal.57-64.
22
Fillah, hal.223-224.
23
Suryanegara, Hal 197.
sendiri dilanda kebingungan akan mendirikan suatu kraton baru atau menegakkan kembali
Islam sebagai tatanan moral.24

Dan yang menambah parah keadaan adalah perselisihan antara Pangeran Diponegoro dan
penasihat spiritualnya Kyai Mojo.Kyai Mojo mengusulkan pembagian jabatan antara ratu
( raja),Wali (Penyebar Islam), Pandita ( ahli hukum) dan Mukmin ( orang beriman.Seraya
menyarankan jika misalkan Pangeran Diponegoro memilih jabatan raja maka yang menjadi
wali adalah Kyai Mojo.Kyai Mojo merasa sebagai orang yang paham tentang Agama
Islam.Pangeran Diponegoro menolak hal itu sehingga menyebabkan sebuah perselisihan.25

Kyai Mojo sendiri terus dibujuk oleh Belanda untuk memisahkan diri dari Pangeran
Diponegoro.Hingga akhirnya setelah dikepung Pasukan Belanda yang cukup besar, Kyai
Mojo mau menyerah kepada Belanda.26

Perselisihan antara ulama yang memegang teguh ajaran Islam dengan bangsawan yang
memegang teguh budaya ini akhirnya menjadi semacam sinyal kekalahan Perang Jawa akan
menimpa kubu Diponegoro.

Pada 28 Maret 1830 M, Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap oleh Belanda.Pangeran


Diponegoro mendapat hukuman seumur hidup yaitu pengasingan di Manado.

Dalam pengasingan inilah Pangeran Diponegoro menciptakan karya sejarah yang tak
terlupakan dalam Sastra Jawa yaitu Babad Diponegoro yang ditulis dalam aksara
Pegon.Babad ini mengisahkan tentang Sejarah Jawa mulai dari jatuhnya Majapahit pada
1510 M hingga Perjanjian Giyanti pada 1755 M pada bagian awalnya.Kemudian bagian
keduanya mengisahkan tentang kehidupan Pangeran Diponegoro itu sendiri.27

Pangeran Diponegoro menggunakan pembagian Pasukan ala Turki untuk membagi


pasukannya.Misalkan dengan menggunakan tanda-tanda pangkat dan resimen-resimen ala
Utsmani untuk menamai pasukannya.Hal ini terlihat dari pembagian pasukannya yang
menggunakan nama-nama Turki seperti Arkio, Bulkio, dan Turkio.Dan itu mengikuti model

24
Carey, Peter:Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855, Penerbit Kompas 2014, hal.321.
25
Ibid, hal.322-323.
26
Fillah, hal.225.
27
Carey, hal.399.
Boluki (dari boluk, satu regu).Para komandan senior dan yuniornya diberi gelar Basah yang
berasal dari kata Pasha dan Dullah atau Sadullah adalah untuk perwira muda.28

Pada saat itu, Turki Utsmani yang menjadi kekuatan terbesar di dunia Islam sangat populer
dalam Sastra Jawa.Kala itu Turki Utsmani sering disebut Ngerum.Contohnya dalam kisah Aji
Saka diceritakan bahwa Sultan Ngerum adalah raja yang tampil mengusir kekuatan-kekuatan
asing dari Tanah Jawa.29

Sayangnya upaya sinkretisasi budaya Jawa dan Islam dalam rangka membentuk suatu
pemerintahan yang kuat untuk mengusir kekuatan asing dari Tanah Jawa akhirnya mengalami
kegagalan.

Perang Padri: Konflik Agama dan Budaya di Minangkabau.

Perang Padri di Sumatra barat bermula dari pulangnya 3 Orang Minangkabau yang berhaji
dari Tanah Suci Makkah yaitu Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik.Beliau bertiga
ingin memurnikan keislaman di Minangkabau.Mereka kemudian kelompok ulama yang
disebut Harimau Nan-Salapan yang salah satu diantara mereka adalah Tuanku Imam
Bonjol.Mereka inilah yang kemudian disebut Kaum Padri.Salah satu diantara mereka yang
paling bersemangat adalah Tuanku Nan Renceh yang berkeinginan memurnikan Islam persis
seperti di Arab Saudi.Dan mereka harus berhadapan dengan para bangsawan lokal yaitu
Kaum Adat yang mana mereka senang menyabung ayam, mengisap madat, minum minuman
keras dan macam-macam pelanggaran Syariat.30

Salah satu ulama Padri yaitu Tuanku Lintau dikirim kepada pemimpin Kaum Adat yaitu
Sultan Arifin Muningsyah supaya menyerukan Kaum Adat meninggalkan perkara-perkara
itu.Kaum Adat menolak dengan keras sehingga pecahlah peperangan sengit antara Kaum
Padri dan Kaum Adat.31

Kaum Adat pun meminta dukungan dari Belanda dan akhirnya Belanda mengangkat
pemimpin kaum Adat yaitu Sultan Tangkal Alam Bagagar sebagai bawahan Belanda yang
memimpin daerah Tanah Datar.

28
Carey, hal.71.
29
Ibid, hal.69.
30
Fillah, hal.56.
31
Fillah, hal.57.
Pada 1825 M Belanda menarik semua pasukan dari Sumatra untuk fokus menghadapi
Pangeran Diponegoro di Jawa.peperangan berhenti sejenak.Waktu itu dimanfaatkan oleh
Tuanku Imam Bonjol untuk berdakwah dalam rangka mempersatukan Kaum Adat dan Kaum
Padri dan menyadarkan mereka bahwa Belanda adalah musuh bersama.Tuanku Imam Bonjol
kemudian mengadakan perjanjian yang disebut sebagai Perjanjian Puncak Pato di Bukit
Marapualam, isinya adalah sebuah pepatah yang sampai sekarang terkenal di Minangkabau:
“Adat basandi Syara,Syara basandi Kitabullah.

Arti dari pepatah tersebut adalah adat itu sendirinya haruslah berasal dari syariat yang tidak
boleh dilanggar dan syariat sendiri itu sumbernya dari Kitabullah (Al-Quran).Maka bisa
diartikan bahwa adat haruslah sesuai dengan Syariat Agama Islam.

Pada 1831 M, Belanda datang lagi ke Sumatra barat dan kala itu Kaum Adat maupun Kaum
Padri telah bersatu.Pasukan Islam Minangkabau mampu membuat Belanda kuwalahan dan
berkali-kali memukul mundur Pasukan Belanda.

Akhirnya dengan taktik licik yaitu menjebak berunding, Pasukan Belanda mampu
menangkap Tuanku Imam Bonjol dan mengakhiri peperangan ini.Tercatat bahwa Tuanku
Imam Bonjol diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.

Penutup.

Dari semua pemaparan diatas, bisa kita ambil kesimpulan bahwa salah satu sebab kejayaan
negeri kita adalah ketika Islam dan budaya mampu rukun sebagai sebuah harmoni.

Jika kita baca Sejarah Kesultanan Demak, kita akan melihat bahwa kerajaan ini sangat
gemilang.Hal ini bahkan diakui oleh orang-orang asing yang mengunjungi kerajaan itu
seperti Tome Pires ataupun Fernando Mendez Pinto.

Pada abad ke-16 M, Demak mampu menjadi sebuah kekuatan yang besar dan berkuasa di
bandar-bandar penting dari Banten hingga Surabaya.

Pinto mencatat bahwasannya armada Perang Demak yang berangkat untuk mengekspansi
wilayah Pasuruan terdiri dari 40.000 pasukan dan 1000 kapal.Hal itu terjadi saat Demak
berada di puncak kejayaannya di masa Sultan Trenggono.Pada 1540-an lah Demak mencapai
kejayaannya dan Sultan Trenggono mampu menguasai Jawa maupun pulau-pulau
sekitarnya.32

Tentu saja kejayaan Kesultanan Demak tidak hanya bertumpu terhadap sektor militer
saja.Ada satu hal yang membuat Demak mampu berjaya dalam waktu yang lama yaitu tidak
adanya pertentangan antara agama dan budaya.

Sebagai contoh, sebagaimana telah dibahas tadi.Bahwasannya Kesultanan Demak dalam


menghadapi kebudayaan masyarakat sebelumnya yang masih kental dengan Hindu-Budha
nya tidak menggunakan kekerasan.Justru mereka tetap mengizinkan masjid-masjid dibangun
dengan arsitektur ala candi, bukan dengan arsitektur ala Timur Tengah yang kala itu masih
asing di masyarakat.Para penyebar Agama Islam di Jawa pun juga menggunakan kesenian
yang disenangi oleh masyarakat kala itu yaitu wayang sebagai sarana penyebaran Islam.

Pendekatan ini berhasil menjadikan masyakarat Jawa banyak yang masuk Islam akan tetapi
mereka tidak merasa dipaksa dengan pedang.Hal itulah yang menguatkan Kesultanan Demak
hingga mampu berkuasa dalam waktu yang lama, bahkan salah satu prestasinya adalah
mampu mencegah Portugis menjajah Pulau Jawa pada 1526 M.Jika misalkan Demak tidak
toleran terhadap budaya, maka yang terjadi pastinya akan ada perpecahan di dalam negeri dan
bisa jadi Portugis berhasil menjajah Pulau Jawa.

Pada abad ke-16 M, Kekuatan Islam yang diwakili Kesultanan Demak dengan Kekuatan
Imperialis barat yang diwakili Portugis bersaing menguasai Pulau Jawa, pertanyaannya
adalah mengapa Kesultanan Demak mampu mengusir Portugis dan menguasai seluruh Jawa?
Bukankah secara persenjataan Portugis justru jauh lebih canggih?

Jawabannya.Ini bukan hanya masalah persenjataan.Tapi masalah bagaimana strategi


Kesultanan Demak yang mampu merangkul masyarakat setempat yang masih kental dengan
budayanya.Bandingkan saja dengan Portugis yang mampu berkuasa dengan mengandalkan
terorisme antara lain tindak brutal Komandan Portugis, Vasco Da Gama yang membakar
hidup-hidup 200-400 penumpang kapal di Cannanore.Begitupula pada 1526 M Portugis
merampas kapal Aceh yang hendak berangkat ke Makkah.

Maka disini penting keharmonisan antara Islam dan budaya.Kerajaan Demak dengan
keharmonisan antara Islam dan budaya setempat.Serta kemampuan merangkul budaya
menyebabkan kejayaannya dalam waktu yang lama.

32
Kasori: hal.340.
Dan bisa juga kita ambil pelajaran bahwa perpecahan antara agama dan budaya serta
pertentangan antara budayawan dan agamawan dapat mengakibatkan perpecahan yang
nantinya membuka pintu bagi masuknya penjajah, kita sudah lihat contohnya seperti dalam
Perang Jawa ketika terjadi perselisihan antara Pangeran Diponegoro yang condong pada
budaya melawan Kyai Mojo yang condong pada agama.Akhirnya Pasukan Diponegoro
mampu dikalahkan oleh Belanda.

Maka agama dan budaya harus dirukunkan.Tapi dengan syarat bahwa budaya itu sendiri tidak
bertentangan dengan Syariat Islam sebagaimana tindakan Tuanku Imam Bonjol di daerah
Sumatra barat yang menetapkan bahwa adat itu harus sesuai dengan Syariat Islam, tidak
dibenarkan adat itu melanggar syariat.

Di masa sekarang ini, sudah semestinya kita mengharmoniskan antara Islam dan budaya, saya
terkadang mendengar orang yang berkata bahwa budaya dan Islam itu tidak selaras.Menurut
saya itu tidak benar.Contohnya saja orang yang menganggap bahwa tradisi-tradisi masyarakat
setempat seperti wayang sebagai sarana penyebaran Islam sebagai sesuatu yang harus
ditinggalkan, karena merupakan bagian dari budaya dan Islam tidak boleh menjadi bagian
dari budaya dan tradisi.Di masa saat ini saja banyak orang yang berdakwah menggunakan
media sosial seperti instagram dan Tiktok, pertanyaan saya apakah instagram dan tiktok tidak
termasuk budaya?Apakah di masa depan kelak ada yang mengatakan itu sebagai bidah?

Maka, dari seluruh pembahasan tadi dapat saya ambil kesimpulan sebagai berikut:

1.Islam dan budaya tidak boleh saling bertentangan.Harus ada upaya damai dalam
menjadikan Islam dan budaya harmonis.

2.Budaya tidak boleh bertentangan dengan Syariat Islam.

3.Pertentangan antara budaya dan agama menyebabkan kehancuran yang membuka pintu
bagi para penjajah pula.Maka, pentinglah bagi kita untuk tidak mudah mengatakan bidah atau
sesat pada suatu masyarakat yang masih menjalankan suatu tradisi yang merupakan
perpaduan antara budaya dan agama dengan syarat bahwa sekali lagi, itu tidak bertentangan
dengan Syariat Islam.

4.Moderasi beragama, termasuk dalam hal budaya sebagaimana diterapkan Kesultanan


Demak adalah kunci kemenangan bangsa kita, sementara ekstrimisme seperti yang dilakukan
Penjajah Portugis adalah kunci kehancuran.
Daftar Pustaka.

Sumber Terjemahan:

Buku cetak.

Carey, Peter:Inggris di Jawa 1811-1816,Penerbit Kompas, 2017 M

Carey, Peter: Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro, Penerbit Kompas 2014 M.

Batutah, Ibnu:Rihlah Ibnu Batutah, Pustaka Alvabet 2023 M.

Sumber berbahasa Indonesia:

Buku cetak:

Kasori, Mujahid: Dibawah Panji Estergon, Penerbit Istanbul, 2022 M.

Suryanegara, Ahmad Mansur: Api Sejarah 1, Penerbit Suryadinasti, 2015 M.

Fillah, Salim.A.: Kisah-kisah Pahlawan Nusantara, Pro-U Media, 2022 M.

Burhanuddin, Jajat:Islam Dalam Arus Sejarah Indonesia, Penerbit Kencana, 2017 M.

Muljana, Slamet: Runtuhnya Kerajaan Hindu Budha dan Berdirinya Negara-negara Islam di
Nusantara, Penerbit LKIS,2005 M.
Artikel dan jurnal:|:
Subang Larang, Wanita Muslim di Pajajaran dalam Cerita Rakyat Subang - National
Geographic (grid.id), diakses 27 Oktober 2023 M pukul 22:07.

Muhsin, Mumuh:Sri Baduga Maharaja (1482-1521), Tokoh Sejarah Yang Melegenda dan
Memitos. Disampaikan dalam seminar Sri Baduga dalam Sejarah, Filologi, dan Sastra Lisan
Diselenggarakan oleh Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga 31 Oktober 2012 di
Hotel Baltika, Jl. Gatot Subroto, Bandung.

- EKSISTENSI KERAJAAN PAJAJARAN DAN PRABU SILIWANGI, disampaikan dalam


Seminar Prodi Ilmu Sejarah pada hari Senin 28 Maret 2011 di Fakultas Sastra Universitas
Padjadjaran Jatinangor.

- KUJANG, PAJAJARAN, DAN PRABU SILIWANGI MASYARAKAT SEJARAWAN


INDONESIA CABANG JAWA BARATPRESS BANDUNG 2012.

-PENYEBARAN ISLAM DI JAWA BARAT, Disampaikan dalam Saresehan Nasional


Sejarah Perjuangan Syaikhuna Badruzzaman (1898 – 1972) Diselenggarakan pada tanggal 13
Juni 2010 Di Pondok Pesantren al-Falah, Mekargalih, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.

Syafaaty, Navida Febrina: Masalah Keagamaan Dan Genealogi Raden Patah, Tesis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2021.

Anda mungkin juga menyukai