Anda di halaman 1dari 7

RUMUSAN HASIL

SEMINAR HISTORIOGRAFI ISLAM INDONESIA


Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat
Departemen Agama
Tahun Anggara 2007

A. Pendahuluan
Agama Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 Masehi atau tahun
ke-1 Hijriyah, langsung dibawa oleh para Saudagar Arab berasal dari
Yaman dan Hadramaut yang datang langsung ke gugusan pulau-pulau di
semenanjung Melayu, di antaranya pulau Sumatera. Agama Islam masuk ke
Yaman dibawa oleh Muaz bin Jabal Gubernur Yaman yang diangkat oleh
Rasulullah Saw pada tahun 630 M. Oleh sebab itu, para Saudagar Yaman
ini berlayar dengan menggunakan Armada Laut peninggalan kerajaan Saba’
yang ditaklukkan oleh kerajaan Himyar, mereka membawa barang
perniagaan menelusuri kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara seperti
Tiongkok, India, Somalia sampai ke Sumatera. Perjalanan tersebut
tergantung kepada angin Barat Laut yang bertiup pada bulan September
dan akhir Desember, dan pada saat menunggu itu para saudagar Arab
singgah terlebih dahulu di Semenanjung Melayu selama 2 bulan, dan saat
itu digunakan oleh mereka menyampaikan dakwah Islam baik bi al-lisan
maupun dengan menikahi perempuan pribumi lalu masuk Islam. Kemudian
setelah itu secara bertahap Islam disebarkan oleh para Saudagar dari
Gujarat dan India pada abad ke-13.
Sejarah perjuangan para kiai menjelang kemerdekaan RI pada beberapa
daerah dalam penyebaran Islam jarang ditulis pelakunya selain dari cerita
dalam bentuk dongeng secara turun-temurun. Cerita para tokoh Islam baik
pada awal penyebaran Islam maupun di era kemerdekaan tidak banyak
ditulis dan tidak dikenal lagi oleh generasi muda penerus bangsa, sehingga
komunitas muslim lokal tidak lagi mengenal para leluhur tokoh muslim di
wilayahnya. Pada awalnya nama-nama pejuang Islam lokal tercatat dalam
sejarah nasional Indonesia dan menjadi pelajaran wajib bagi siswa-siswi SD
sampai dengan SLTA, namun dalam perkembangan berikutnya kurikulum
sekolah sudah berubah dan sejarah lokal tidak lagi banyak dimunculkan
dalam tatanan sejarah Nasional, termasuk sejarah Islam Indonesia. Oleh
karena itu, perlu diingatkan kembali bangsa ini akan pentingnya sejarah
masa lalu yang dapat dijadikan cermin hidup bagi ngenerasi berikut yang
sudah barang tentu akan banyak hikmah yang diambil dibalik sejarah itu.
Penyelenggaraan Seminar historiografi Islam Indonesia berangkat dari
sebuah asumsi bahwa sejarah Islam Indonesia saat ini kurang mendapat
tempat yang layak dalam penulisan sejarah nasional Indonesia, padahal
secara obyektif para sejarawan nasional dan mancanegara dalam
tulisannya sudah mengakui peran pemuka Islam dan umat Islam Indonesia
cukup besar dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah dalam
rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik
sebelum maupun sesudah proklamasi kemerdekaan RI. Dalam
perkembangan terkini pada sebagian pemerintah daerah yang penduduknya
mayoritas muslim merasa perlu mengadopsi tatanan dan syariat Islam
dalam bentuk peraturan daerah (Perda) untuk mengatasi dampak
globalisasi yang telah merusak tatanan kehidupan masyarakat yang sudah
menjadi bahaya laten seperti perjudian, miras, prilaku seksual pada
kalangan pekerja seks komersial (PSK) yang meresahkan masyarakat,
karena berbuntut kepada perilaku kriminal para pelakunya.
Di sisi lain, penelitian tentang sejarah Islam lokal yang diselenggarakan
oleh Puslitbang Lektur Keagamaan bekerja sama dengan unit kerja terkait di
daerah telah menunjukan kekhawatirannya, bahwa dokumen autentik
berupa naskah klasik yang berisi sejarah Islam sebagiannya tidak terawat,
di antaranya ada yang hilang atau tidak diketahui pemiliknya bahkan
sebagiannya dijual kepada para kaum orientalis yang berusaha
mengumpulkan naskah-naskah kuno di Indonesia yang bernilai religi untuk
keperluan misinya. Untuk itu penelitian merekomendasikan kepada
Puslitbang Lektur Keagamaan agar segera dilakukan pengumpulan naskah-
naskah klasik yang berisi sejarah Islam, selanjutnya naskah-naskah klasik
tersebut sebagai bahan dan rujukan dalam penulisan sejarah Islam lokal
maupun sejarah Islam nusantara bekerja sama dengan unit kerja terkait
pada lingkup lokal maupun nasional.
Kaitannya dengan penyelenggaraan seminar ini dimaksudkan untuk
memperoleh tanggapan dan masukan dari para narasumber dan peserta
seminar tentang keberadaan sejarah Islam dan umat Islam Indonesia kini
dan masa yang akan datang, yang diperkuat dengan data-data akurat yang
telah dihasilkan para peneliti di lapangan sehubungan dengan sejarah
masuk dan berkembangnya agama Islam di daerah penelitian. Bahan-bahan
tersebut akan memperkaya khazanah dalam penulisan sejarah Islam lokal
maupun sejarah Islam nusantara yang akan dilaksanakan oleh Pusltibang
Lektur Keagamaan bekerja sama dengan unit kerja terkait di daerah dan di
pusat. Di samping itu, dapat dijadikian bahan argumen terhadap usulan
penyempurnaan penulisan sejarah nasional Indonesia yang digagas oleh
tim dari Departemen Agama dan Majlis Ulama Indoensia (MUI).
Seminar Historiografi Islam Indonesia diselenggarakan tanggal 10–12
Desember 2007 di Hotel Permata Alam, Cisarua-Bogor, Jawa Barat,
menampilkan para pemakalah dari disiplin ilmu terkait seperti: Prof. Dr.
Azyumardi Azra, Prof. Dr. Badri Yatim, Prof. Dr. Maidir Harun, Prof. Ahmad
Mansur Suryanegara, Dr. Mafri Amir, Dr. Amir Tambunan, dan Dr. Syarif
Hidayatullah. Adapun para peserta yang diundang dalam seminar tersebut
terdiri dari unsur Perguruan Tinggi Agama Islam, seperti dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Jati Bandung, IAIN Banten,
Universitas Islam Assyafiiyah Jakarta, Universitas Islam Attahiriyyah
Jakarta, Uiniversitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Paramadina
Jakarta, Universitas Juanda Bogor, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, dan
STAIN Cirebon. Adapun lembaga dan organisasi Islam yang hadir adalah
MUI Pusat, PP Muhammadiyah. PP Nahdhatul Ulama, PP Persis, PP
Dewan Dakwah Islam Indonesia, dan unsur Peneliti serta para Pejabat
Departemen Agama.
B. Hasil yang Dicapai
Hasil yang diperoleh dari seminar historiografi Islam Indonesia dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Sejarah Islam Indonesia kurang dikenal dan jarang disebut, terutama
oleh para penulis bangsa Arab pada masa lalu, karena buku-buku
sejarah Islam yang ditulis oleh sejarawan Indonesia belum disadur ke
dalam bahasa Arab. Di samping itu, buku-buku sejarah Islam yang ditulis
oleh para sejarawan Indonesia belum memuat sejarah Islam Indonesia,
(dari zaman klasik sampai dengan zaman kolonial). Baru setelah zaman
kemerdekaan RI ada beberapa penulis sejarah Islam yang
mencantumkan sejarah Islam Indonesia seperti Prof. Dr. Hamka dalam
bukunya sejarah Islam Indonesia.
2. Secara umum, sejak awal buku-buku sejarah Islam di Indonesia lebih
sedikit jumlahnya daripada buku-buku keagamaan lainnya. Sementara
naskah klasik keagamaan yang ada isinya lebih banyak memuat tentang
fikih, tasawuf, akidah, dan sangat sedikit yang memuat tentang sejarah.
Dalam berbagai lembaga pendidikan, buku sejarah yang digunakan
kebanyakan ”Nurul Yaqin”, bahkan ”Khulashah”-nya atau ringkasannya.
Buku lain adalah al-Barjanzi, Qisas al-Anbiya, dan Sirah Nabi saw. Buku-
buku tersebut tidak lebih dari kumpulan fakta.
3. Sejarah Islam masa lalu agak gelap, karena sumber yang dianggap
paling cepat mengantarkan kita kepada interpretasi adalah data tertulis.
Walaupun Indonesia sudah lama masuk zaman sejarah, tetapi tradisi
tulis belum maju sehingga bukti tertulis yang banyak ditemukan baru
sekitar abad ke-16 M. Berbeda dengan zaman klasik Islam di Timur
Tengah, banyak hal yang dicatat, seperti orang sakit, orang meninggal,
atau nama-nama tempat. Ibnu Nadim misalnya mendata semua buku
yang ada pada masanya.
4. Tentang teori kedatangan Islam di Indonesia, ada tiga hal dalam
penentuan pembabakan sejarah, Menurut Hodgson: Islam datang (ada
makam), Islam berkembang (ada masjid), dan Islam menjadi kekuasaan
politik (ada kerajaan). Dengan pola ini, kita tidak terlalu akan dipusingkan
dengan teori-teori datangnya Islam ke Indonesia. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 M;
kemudian berkembang pada abad ke-8-9 M, dan selanjutnya menjadi
kekuatan politik abad ke-9, yaitu pada masa kerajaan Perlak, atau abad
ke-13, Samudera Pasai.
5. Tentang opini Aceh sebagai serambi Mekah; perlu penelitian tentang
Barus di Sumatera Utara; daerah ini perlu dilihat sebagai tempat pertama
yang menerima Islam; Demikian juga sejarah Islam di Timur, seperti
Fakfak (Papua), Maluku, dan lain-lain, perlu dikaji agar sejarah Islam di
Indonesia tidak ”Aceh Oriented”. Wilayah Timur Indonesia sementara ini
identik dengan Kristen dan Katolik, padahal kenyataannya tidak
demikian; pernah ada kerajaan Islam di Ternate misalnya.
6. Tentang Sejarah Nasional dan Sejarah Islam dalam nation state; Sejarah
Negara-Negara Muslim yang sekarang menjadi nation state seperti
Mesir, Turki, dan lain-lain, kesannya Islam berada di luar konteks.
Demikian juga di Indonesia, posisi sejarah Islam kadang dipresentasikan
oleh gerakan partai politik Islam atau ormas Islam. Sementara dalam
kenyataannya, umat Islam ada di mana-mana. Sejarah Islam tampaknya
termarjinalkan dalam sejarah nasional. Sejarah Islam ditempatkan di luar
range sejarah bangsa. ”Pemarjinalan” Islam, khususnya di Indonesia
adalah karena ada ketakutan terhadap Islam, ketakutan yang tidak
berdasar dan hal ini tidak perlu terjadi.
7. Umat Islam adalah pemberi kontribusi terbesar dalam mencapai
kesatuan bangsa Indonesia hingga menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Oleh karena itu, umat Islam harus mengisi dengan baik
Pancasila sebagai kontribusi terbesar umat Islam kepada bangsa ini.
Umat Islam harus mempunyai nuansa baru dalam memahami politik, dan
dalam praktik politik Islam perlu dikedepankan nilai-nilai Islam.
8. Sejarah Islam yang dimaksud sebenarnya adalah ”Sejarah Umat Islam”.
Karena itu, Hamka dalam tulisannya menyebutkan ”Sejarah Umat Islam”,
bukan sejarah ”agama Islam”; Sejarah Umat Islam artinya sejarah Islam
dari zaman Nabi Saw. sampai dengan zaman kontemporer sekarang ini.
Jurusan Sejarah Islam di Fakultas Adab PTAIN kurang diminati karena
orientasi pragmatis, ”akan menjadi apa kelak?”, sementara secara
akademis sangat diperlukan.
9. Hubungan Indonesia dengan negara-negara lain perlu ditinjau ulang,
misalnya dengan Timur Tengah; apakah dengan pengiriman tenaga
kerja posisi Indonesia di mata negara-negara asing mendapat tempat
yang semestinya.
10. Beberapa peristiwa nasional yang perlu dipertimbangkan dan dikaji lagi
kebenarannya, antara lain: 1) Keputusan Kabinet Hatta (1948 M) tentang
20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional; 2) Boedi Oetomo sebagai
organisasi kebangsaan; 3) Pancasila sebagai penemuan Soekarno; dan
lain-lain.
11. Sejauh ini belum ada buku tentang ”Sejarah Dinasti-Dinasti Islam di
Indonesia”, dan ini perlu segera disusun untuk menggambarkan Islam di
Indonesia.
12. Budaya baca-tulis Arab Melayu atau Arab-Jawi dan penanggalan
kalender hijriyah hampir punah di masyarakat, bahkan di Departemen
Agama sekalipun. Ke depan, hal ini perlu dimasyarakatkan kembali, dan
dapat dipelopori oleh institusi-institusi keagamaan, seperti Departemen
Agama, Kantor Urusan Agama, Penerangan Agama, Pengadilan Agama,
UIN, IAIN, atau STAIN.
13. Perkembangan pemikiran dan pemahaman keagamaan dalam
berbangsa dan bernegara telah mengalami diversifikasi, tidak hanya
sebatas politik. Kini telah berkembang pemikiran di bidang hukum.
Dalam bidang ekonomi, tumbuh pemikiran mendirikan Bank Muamalat
dan bank-bank syariah; di bidang budaya, adanya semangat
multikultural; di bidang pendidikan, simbol-simbol agama sudah mulai
diakui, dan ada juga jurusan ekonomi syariah di perguruan tinggi Islam;
dan dalam bidang sosial, munculnya organisasi yang peduli terhadap
kaum dhuafa (miskin), maka lahirlah lembaga filantrofi Islam dari
organisasi profesi atau perusahaan, seperti Dompet Dhuafa Republika,
dan lain-lain.
14. Perkembangan penulisan sejarah Islam di Indonesia setidaknya dapat
dibagi menjadi dua: Konvensional (lama) dan Modern (baru); 1) Sejarah
konvensional lebih banyak menggunakan pendekatan politik, kerajaan
atau tokoh atau disebut pula ”sejarah lama” atau ”sejarah naratif”. 2)
Sedangakan sejarah modern sudah menggunakan berbagai pendekatan
(pendekatan multi disiplin/multydisciplinary approach). Ada banyak nama
untuk menyebut sejarah modern, antara lain ”sejarah baru”, ”sejarah
analisis”, atau ”sejarah sosial”. Di antara ciri sejarah sosial adalah
”analitis” dengan meminjam teori-teori sosiologi, antropologi, psikologi,
dan lain-lain.
15. Sedangkan dari segi periode, penulisan sejarah dapat pula dibagi
menjadi dua, yaitu remote history dan contemporary history; 1) Remote
history adalah sejarah masa lalu yang lama sekali sehingga agak sulit
mengerjakannya dan memerlukan banyak ilmu bantu. 2) Berbeda
dengan contemporary history, yakni sejarah yang masih berjalan dan
lebih mudah dilakukan karena tidak membutuhkan banyak ilmu bantu.
16. Sejarah sosial, secara garis besar terdiri atas tiga macam: 1) sejarah
sosial sebagai total history, yaitu sejarah tentang segala aspek
kehidupan manusia, yang disebut pula ”history of daily life” (sejarah
kehidupan sehari-hari umat manusia); 2) sejarah sosial sebagai history
of social movement, yaitu sejarah yang mengkaji gerakan-gerakan sosial
atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; dan 3) Sejarah
sosial yang mengemukakan aspek yang paling penting dalam kehidupan
manusia, seperti sejarah intelektual, ekonomi, arsitektur, institusi,
pendidikan, dan lain-lain.
17. Sejauh ini, buku tentang historiografi Islam Indonesia masih tergolong
langka, setidaknya baru ada tiga buku, yaitu karya Muin Umar tentang
”Historiografi Islam” yang mengulas sedikit ”penulisan sejarah Islam
Indonesia”, dan dua buku tentang ”Historiografi Islam di Indonesia” oleh
Prof. Badri Yatim dan Prof. Azyumardi Azra.
18. Peran umat Islam dalam Sejarah Nasional Indonesia hampir tidak
ditampilkan. Ada semacam distorsi peran ulama atau kiai dan santri
dalam memperjuangkan Republik Indonesia, khususnya ketika melawan
penjajah.
19. Dalam penulisan sejarah Islam Indonesia belum dikembangkan model
penulisan yang mengintegrasikan antara aspek doktrin atau normatif
(yang melangit) dan aspek historis atau realitas (yang membumi).
20. Sejarah lokal yang ditulis oleh penulis asing tidak dapat menggambarkan
secara tepat kondisi Indonesia karena sebagian orientalis menulis
sejarah hanya untuk kepentingan kolonial, seperti Snouck Hurgronje.
Bahkan buku Deliar Noer masih dipengaruhi oleh pandangan kolonialis,
karena ada dikotomi antara tradisionalis dan modernis. Karena, dikotomi
ini ditujukan oleh kolonial untuk kepentingan politik adu domba.
21. Sejarah daerah (lokal) sejauh ini belum banyak diungkap, sementara
setiap daerah memiliki sejarahnya sendiri-sendiri.
22. Sejarah Lokal dapat dikaji melalui naskah. Bagaimana kita
merekonstruksi masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia dari
masing-masing lokasi. Misalnya tentang karakteristiknya, Islam-nya dari
mana? Coraknya bagaimana? dan seterusnya.

C. Rekomendasi
Seminar historiografi Islam Indonesia telah merekomendasikan beberapa
saran dan harapan terkait dengan sejarah Islam Indonesia sebagai berikut:
1. Sejarah Nasional Indonesia perlu direvisi untuk menempatkan posisi
umat Islam sebagaimana mestinya, yakni bahwa umat Islam lah yang
telah mempersatukan bangsa Indonesia hingga mencapai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu dengan kesediaan kurang
lebih 40 kerajaan Islam Nusantara bergabung ke dalam NKRI, dan yang
terakhir adalah Kesultanan Yogyakarta. Juga, agar tidak ada distorsi
peran ulama, santri, dan umat Islam umumnya dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia.
2. Penelitian tentang ”historiografi Islam Indonesia” perlu segera dilakukan
untuk melihat perkembangan penulisan sejarah Islam Indonesia dan
menyediakan bahan pustaka di bidang historiografi Islam yang tergolong
langka.
3. Kajian sejarah Islam di Indonesia harus dimulai dengan meneliti
perkembangan Islam di daerah-daerah (sejarah Islam lokal); kemudian
merekonstruksi sejarah Islam secara nasional.
4. Penulisan sejarah Islam Indonesia harus mengedepankan ”sejarah
sosial” (sejarah analisis) untuk menunjukkan keunggulan-keunggulan
yang dimiliki umat Islam Indonesia. Beberapa penelitian yang dapat
dilakukan antara lain: 1) sejarah arsitektur masjid; 2) sejarah
perkembangan busana muslimah; 3) sejarah pemukiman muslim; 4)
sejarah sosial-intelektual Indonesia, dan lain-lain.
5. Mengawali kajian sejarah Islam secara nasional dapat dilakukan dengan
menulis buku tentang ”Sejarah Dinasti-Dinasti Islam Indonesia”.
6. Untuk melihat perkembangan Islam lokal, juga perlu dilakukan terlebih
dahulu ”Seminar Perkembangan Islam Lokal” misalnya di Aceh, Medan,
Papua, NTT, Jawa Barat, Jakarta, dan seluruh wilayah di Indonesia.
7. Budaya baca-tulis Arab Melayu atau Arab Jawi dan penanggalan
kalender hijriah perlu dimasyarakatkan kembali dan dipelopori oleh
institusi-instusi keagamaan, seperti Departemen Agama, Kantor Urusan
Agama, Penerangan Agama, Pengadilan Agama, UIN, IAIN, atau STAIN.
8. Perlu dikembangkan penulisan informasi-informasi historis; data-data
sejarah; cerita tentang peristiwa-peristiwa meskipun pragmentaris,
misalnya ”peristiwa Seminar Historiografi Islam Indonesia” kali ini.
Informasi tersebut dikirim ke Arsipnas, PNRI, Pusat Data-Dokumentasi
Ilmiah LIPI, dan pusat dokumentasi lainnya.
9. Pendataan buku-buku keagamaan yang terbit di Indonesia selayaknya
menjadi tanggung jawab Puslitbang Lektur Keagamaan agar generasi
yang akan datang mengetahui informasi tentang perkembangan lektur
keagamaan di masa kini.
10. Dalam rangka memperkenalkan tulisan orang muslim Indonesia tentang
sejarah Islam Indonesia perlu menerjemahkannya ke dalam bahasa
asing dan diserbarluaskan ke luar negeri agar dikenal secara lebih luas.
11. Naskah-naskah kuno akan sangat berguna jika dijadikan sebagai
sumber kajian untuk melihat historiografi Islam Indonesia. Dan, hasil
kajian naskah tersebut dapat diintegrasikan ke dalam ”Sejarah Nasional
Bangsa Indonesia”, sehingga sejarah tidak dikotak-kotakan, tetapi
merupakan satu kesatuan dalam rangka menjaga dan memelihara
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
12. Puslitbang Lektur Keagamaan perlu melakukan langkan lebih maju
dalam bidang penelitian naskah, yakni tidak hanya ”inventarisasi” dan
”deskripsi” atau ”anotasi”, tetapi melakukan analisis. Antara lain dengan
melakukan klasifikasi atau kategorisasi atas tema naskah yang dapat
direkonstruksi, misalnya yang bercorak tasawuf, fikih, kalam, dan lain-
lain. Atau tentang wahdatul wujud pada abad 16-17 dibandingkan
dengan naskah yang terakhir; dan lain-lain. Ini perlu dilakukan untuk
merekonstruksi, misalnya, perkembangan pemikiran di bidang fikih,
tasawuf, kalam, dan lain-lain.

LAIN-LAIN
1. Seminar Historiografi Islam Indonesia tahun 2007 tersebut perlu
ditindaklanjuti dengan kegiatan Seminar Nasional tentang Penulisan
Sejarah Islam Lokal yang diawali dengan kegiatan penelitian bekerja
sama dengan lembaga terkait di daerah.
2. Dana untuk kgiatan tersebut di atas tidak tersedia dalam DIPA-RKKL
tahun 2008 Puslitbang Lektur Keagamaan, untuk itu perlu bantuan dana
tambahan dari sumber lain.

Jakarta, Desember 2007

Anda mungkin juga menyukai