Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Dengan adanya perkembangan zaman modern yang mempengaruhi kebudayaan yang

ada di Indonesia yang pada akhirnya secara perlahan budaya tersebut akan mulai di

lupakan oleh masyarakat, karena lebih memilih sistem modrn. Dari kajian tersebut, maka

perlu mempelajari sejarah-sejarah masa lampau yang tersebar di nusantara.

Khusus peradaban Islam di Indonesia, sebagian masyarakat Indonesia yang beragama

islam tidak mengetahui tentang peradaban tesebut. Hal ini dikarenakan kurangnya

informasi yang diperoleh. Untuk mengkaji kembali peradaban tersebut, maka perlu di

susun suatu tulisan yang membahas tentang masalah peradaban islam di Indonesia. Salah

satu bentuk tulisan itu adalah penulisan makalah ini, yang diharapkan mampu

memberikan informasi secara singkat tentang peradaban islam di Indonesia.

b. Permasalahan

Dari perumusan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penulisan makalah

ini adalah “Bagaimana gambaran tentang peradaban islam di Indonesia”.

c. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang peradaban islam

di Indonesia.

d. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi kepada para

pembaca tentang peradaban islam di Indonesi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradaban Sebelum Kemerdekaan

Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh sampai abad

ke delapanmasehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan seorang wanita

muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat Surabaya bertahun 475 H

atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir Maroko Ibnu Batutah yang

mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada tahun 1345 M.

Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap disana selama se abad, oleh karena itu

berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap sebagai awal masuknya agama islam ke

Indonesia. Daerah yang pertama-pertama dikunjungi ialah pesisir Utara pulau Sumatera,

yaitu di peureulak Aceh Timur, kemudian meluas sampai bisa mendirikan kerajaan islam

pertama di Samudera Pasai, Aceh Utara. Pesisir Utara pulau Jawa kemudian meluas ke

Maluku yang selama beberapa abad menjadi pusat kerajaan Hindu yaitu kerajaan Maja

Pahit. Pada permulaan abad ke XVII dengan masuk islamnya penguasa kerajaan

Mataram, yaitu: Sultan Agung maka kemenangan agama islam hampir meliputi sebagai

besar wilayah Indonesia. Pada tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara

untuk berdagang, namun pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini.

Belanda datang ke Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh

wilayah Nusantara dikuasainya kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di

Nusantara belum sempat membentuk aliansi atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan

proses penyebaran dakwah terpotong.

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-

aspek kehidupan tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat
itu. Ketika penjajahan datang, para ulama mengubah pesantren menjadi markas

perjuangan, para santri (peserta didik pesantren) menjadi jundullah (pasukan Allah) yang

siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perang. Potensi-potensi

tumbuh dan berkembang di abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah.

Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang syair-

syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah

Belanda. Belanda mengalami kewalahan yang akhirnya menggunakan strategi-strategi:

Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba

antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan

perang Diponegoro di Jawa.

Mendatangkan Prof. Dr. Snouk Cristian Hourgonye alias Abdul Gafar, seorang Guru

Besar ke-Indonesiaan di Universitas Hindia Belanda, yang juga seorang orientalis yang

pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda

membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhoh (khusus) dan dilarang

berbicara atau sampai melakukan politik praktis. Gagasan tersebut dijalani oleh

pemerintahan Belanda dan salah satunya adalah pembatasan terhadap kaum muslimin

yang akan melakukan ibadah Haji, karena pada saat itulah terjadi pematangan pejuangan

terhadap penjajahan.

Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-

Din Afghani dan Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo,

Mesir banyak berperan dalam menyebarkan ide-ide tersebut, diantara mereka ialah

Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh

begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah pembaruan seperti Adabiah

(1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatera Thawalib (1915). Pada tahun 1906, Tahir bin

Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun kemudian,
di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.

Sejak pertengahan abad ke XIX, agama islam di Indonesia secara bertahap mulai

meninggalkan sifat-sifatnya yang Singkretik (mistik). Setelah banyak orang Indonesia

yang mengadakan hubungan dengan Mekkah dengan cara menunaikan ibadah haji, dan

sebagiannya ada yang bermukim bertahun-tahun lamanya.

Ada tiga tahapan “masa” yang dilalui atau pergerakan sebelum kemerdekaan, yakni :

1. Pada Masa Kesultanan

Daerah yang sedikit sekali disentuh oleh kebudayaan Hindu-Budha adalah

daerah Aceh, Minangkabau di Sumatera Barat dan Banten di Jawa. Agama islam

secara mendalam mempengaruhi kehidupan agama, social dan politik penganut-

penganutnya sehingga di daerah-daerah tersebut agama islam itu telah

menunjukkan dalam bentuk yang lebih murni. Dikerajaan tersebut agama islam

tertanam kuat sampai Indonesia merdeka. Salah satu buktinya yaiut banyaknya

nama-nama islam dan peninggalan-peninggalan yang bernilai keIslaman.

Dikerjaan Banjar dengan masuk islamnya raja banjar. Perkembangan islam

selanjutnya tidak begitu sulit, raja menunjukkan fasilitas dan kemudahan lainnya

yang hasilnya membawa kepada kehidupan masyarakat Banjar yang benar-benar

bersendikan islam. Secara konkrit kehidupan keagamaan di kerajaan Banjar ini

diwujudkan dengan adanya Mufti dan Qadhi atas jasa Muhammad Arsyad Al-

Banjari yang ahli dalam bidang Fiqih dan Tasawuf.

Islam di Jawa, pada masa pertumbuhannya diwarnai kebudayaan jawa, ia

banyak memberikan kelonggaran pada sistem kepercayaan yang dianut agama

Hindu-Budha. Hal ini memberikan kemudahan dalam islamisasi atau paling tidak

mengurangi kesulitan-kesulitan. Para wali terutama Wali Songo sangatlah berjasa

dalam pengembangan agama islam di pulau Jawa.


Menurut buku Babad Diponegoro yang dikutip Ruslan Abdulgani dikabarkan

bahwa Prabu Kertawijaya penguasa terakhir kerajaan Mojo Pahit, setelah

mendengar penjelasan Sunan Ampel dan sunan Giri, maksud agam islam dan

agama Budha itu sama, hanya cara beribadahnya yang berbeda. Oleh karena itu ia

tidak melarang rakyatnya untuk memeluk agama baru itu (agama islam), asalkan

dilakukan dengan kesadaran, keyakinan, dan tanpa paksaan atau pun kekerasan.

2. Pada Masa Penjajahan

Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak

dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India yang beragama islam,

kaum pedagang barat yang beragama Kristen melakukan misinya dengan

kekerasan terutama dagang teknologi persenjataan mereka yang lebih ungggul

daripada persenjataan Indonesia. Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan

kerajaan-kerajaan islam di sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada

mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang,

karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin

memonopoli perdagangan tersebut. Waktu itu kolonial belum berani

mencampuri masalah islam, karena mereka belum mengetahui ajaran islam

dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem social islam. Pada tahun 1808

pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi kepada para bupati agar urusan

agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka agama dibiarkan untuk

memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan kewarisan. Tahun

1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada

tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya instruksi

kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar tidak


melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur Jendral.

Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama yang

dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan, perwalian,

dan perwakafan.

Apalagi setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi

penasehat urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani

membuat kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck

mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan

Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik

islamnya. Dengan politik itu, ia membagi masalah islam dalam tiga kategori :

a. Bidang agama murni atau ibadah

Pemerintahan kolonial memberikan kemerdekaan kepada umat islam

untuk melaksanakan agamanya sepanjang tidak mengganggu kekuasaan

pemerintah Belanda.

b. Bidang sosial kemasyarakatan

Hukum islam baru bisa diberlakukan apabila tidak bertentangan

dengan adapt kebiasaan.

c. Bidang politik

Orang islam dilarang membahas hukum islam, baik Al-Qur’an maupun

Sunnah yang menerangkan tentang politik kenegaraan dan ketata negaraan.

3. Pada Masa Kemerdekaan

1) Departemen Agama
Sebagaimana telah disebutkan, sejak awal kebangkitan nasional, posisi agama

sudah mulai dibicarakan kaitannya dengan politik atau Negara. Ada dua pendapat

yang didukung oleh dua golongan yang bertentangan tentang hal itu. Satu golongan

berpendapat, Negara Indonesia merdeka hendaknya merupakan sebuah Negara

“sekuler”, negara yang dengan jelas memisahkan persoalan agama dan politik,

sebagaimana diterapkan di Negara Turki oleh Mustafa Kamal. Golongan lainnya

berpendapat, Negara Indonesia merdeka adalah “Negara Islam”. Kedua pendapat itu

terlihat  misalnya, sebelum kemerdekaan, dalam polemic antara Soekarno dengan

Agus Salim, kemudian dengan M. Natsir di akhir tahun 1930-an dan awal 1940-an;

diskusi dan perdebatan di dalam siding-sidang BPUPKI yang menghasilkan Piagam

Jakarta. Setelah kemerdekaan, persoalan itu juga terangkat kembali di dalam siding-

sidang konstituante hasil pemilihan umum 1955 M yang berakhir dengan keluarnya

Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu kembali kepada UUD 19

 Meskipun persoalan itu belum selesai dipecahkan, tampaknya para pemimpin

bangsa Indonesia sudah bergerak jauh ke depan, memikirkan alternative “jalan

tengah” dari dua [endapat tersebut. Mereka menganjurkan suatu Negara yang

mempunyai dasar keagamaan secara umum dan pemerintahan engakui nilai

keagamaan yang positif, karena itu akan memajukan kegiatan keagamaan. Dalam

kerangka itulah, Departemen Agama didirikan.

           
Tujuan dan fungsi Departemen Agama yang dirumuskan pada tahun 1967 adalah

sebagai berikut

1.      mengurus serta mengatur pendidikan agama di sekolah-sekolah, serta membimbing

perguruan-perguruan agama

2.      mengikuti dan memperhatikan hal yang bersangkutan dengan agama dan keagamaan

3.      member penerangan dan penyuluhan agama

4.      mengurus dan mengatur peradilan agama serta mengelesaikan masalah yang

berhubungan dengan hokum agama

5.      mengurus dan memperkembangan IAIN, perguruan tinggi agama swasta dan pesantren

luhur, serta mengurus dan mengawasi pendidikan agama pada perguruan-perguruan tinggi

6.      mengatur, mengurus, dan mengawasi penyelenggaraan ibadah haji.

2)      Pendidikan

            Sebagaimana telah disebutkan, salah satu tugas penting yang dilakukan Departemen

Agama adalah menyelenggarakan, membimbing, dan mengawasi pendidikan agama.

Lembaga-lembaga pendidikan Islam sudah berkembang dalam beberapa bentuk pendidikan

Islam zaman penjajahan Belanda. Salah satu bentuk pendidikan Islam tertua di Indonesia

adalah pesantren yang tersebar di berbagai pelosok. Tidak ada hubungan antara satu dengan

yang lain. Lembaga ini dipimpin oleh seseorang ulama atau kiai. Untuk tingkat kelanjutan,

tidak ada kurikulum yang jelas pada lembaga ini. Kemajuan seorang penuntut sangat

ditentukan oleh kerajinan, kesungguhan, dan ketekunan masing-masing.


            Setelah merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan

pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite

Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjutkan agar pendidikan madrasah

diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan kepada madrasah.

Departemen Agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun

pelajaran dan pendidikan agama Islam dan Kristen, mengawasi pengangkatan guru-guru

Agama, dan mengwasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama

mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang diantaranya kemudian diangkat sekolah guru

dan hakim Islam di Solo.

3)      Hukum Islam

            Salah saatu lembaga Islam yang sangat penting yang juga ditangani oleh Departemen

Agama adalah hokum atau syariat. Pengadilan Islam di Indonesia membatasi dirinya pada

soal-soal hokum muamalat bersifat peribadi. Hokum muamalat pun terbatas pada masalah

nikah, cerai, rujuk; hokum waris itu. (paraid/manicure faraidh, wakaf hibah dan baitul mal.

Keberadaan lembaga keadilanagama di masa Indonesia merdeka adalah kelanjutan dari masa

colonial belanda. Pada masa pendudukan adalah kelanjutan dari masa colonial Belanda. Pada

masa pendudukan Jepang, pengadilan agama tidak mengalami perubahan. Setelah Indonesia

merdeka jumlah pengadilan agama bertambah,tetapi administrasinya tidak segera dapat

diperbaiki. Para hakim Islam tampak keta dan kaku, karena hanya berpegang pada ahab

Syafi’i. Sementara itu, belum ada kitab undang-undang yang seragam yang dapat dijadikan

pegangan para hakim dan pengadilan Agama didominasi oleh golongan tradisionalis. Karena

itulah, sekolah Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN) dan Fakultas Syariah di perguruan-

perguruan tinggi Islam didirikan.


4)      Majelis Ulama Indonesia (MUI)

            Disamping Departemen Agama, cara lain pemerintah Indonesia dalam

menyelnggarakan administrasi Islam ialah mendirikan Majelis Ulama. Suatu prigram

pemerintah, apalagi yang berkenan dengan agama, hanya bisa berhasil dengan baik bila

disokong oleh ulama. Karena itu, kerja sa,a antara pemerintah da ulama perlu terjalin dengan

baik. Pertama kali Majelis Ulama didirikan pada masa pemerintahan Soekarno. Majelis ini

pertama-tama berdiri di daerah-daerah karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di

Jawa Barat berdiri pada tanggal 12 Juli 1958 diketuai oleh seorang panglima Militer. Setelah

keamanan sudah pulih dari pemberontakan DI-TII tahun 1961, Majelis Ulama ini bergerak

dalam kegiatan-kegiatan di luar persoalan keamanan, seperti dakwah dan pendidikan.

            Dalam pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia yang disahkan dalam kongres

tersebut,, Majelis Ulama berfungsi :

1. memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatn kepada

pemerintahan dan umat Islam umumnya sebagau amar ma’ruf nahi mungkar, dalam usaha

meningkatkan ketahanan nasional.

2.   mempererat ukhuwah islamiyah dan memelihara serta meningkatkan suasana kerukunan

antarumat beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa.

3.   mewakili umat Islam dalam konsultasai antarumat beragama.

4.   penghubung antara ulama dan umara (pemerintahan) serta menjadi penerjemah timbal

balik
2) Terdapat asumsi yang senantiasa melekat dalam setiap penelitian sejarah bahwa masa

kini sebagian dibentuk oleh masa lalu dan sebagian masa depan dibentuk hari ini.

Demikian pula halnya dengan kenyataan umat islam Indonesia pada masa kini, tentu

sangat dipengaruhi masa lalunya.

Islam di Indonesia telah diakui sebagai kekuatan cultural, tetapi islam dicegah untuk

merumuskan bangsa Indonesia menurut versi islam. Sebagai kekuatan moral dan

budaya, islam diakui keberadaannya, tetapi tidak pada kekuatan politik secara riil

(nyata) di negeri ini.

Seperti halnya pada masa penjajahan Belanda, sesuai dengan pendapat Snouck

Hurgronye, islam sebagai kekuatan ibadah (sholat) atau soal haji perlu diberi

kebebasan, namun sebagai kekuatan politik perlu dibatasi. Perkembangan selanjutnya

pada masa Orde Lama, islam telah diberi tempat tertentu dalam konfigurasi

(bentuk/wujud) yang paradoks, terutama dalam dunia politik. Sedangkan pada masa

Orde Baru, tampaknya islam diakui hanya sebatas sebagai landasan moral bagi

pembangunan bangsa dan negara.

B. Peradaban Sesudah Kemerdekaan

1. Pra Kemerdekaan

Ajaran islam pada hakikatnya terlalu dinamis untuk dapat dijinakkan begitu saja.

Berdasarkan pengalaman melawan penjajah yang tak mungkin dihadapi dengan

perlawanan fisik, tetapi harus melalui pemikiran-pemikiran dan kekuatan

organanisasi. Seperti :

- Budi Utomo (1908) - Taman Siswa (1922)

- Sarikat Islam (1911) - Nahdhatul Ulama (1926)

- Muhammadiyah (1912) - Partai Nasional Indonesia (1927)


- Partai Komunis Indonesia (1914)

Menurut Deliar Noer, selain yang tersebut diatasmasih ada organisasi islam lainnya

yang berdiri pada masa itu, diantaranya:

- Jamiat Khair (1905)

- Persyarikatan Ulama ( 1911)

- Persatuan Islam (1920)

- Partai Arab Indonesia (1934)

Organisasi perbaharu terpenting dikalangan organisasi tersebut diatas, adalah

Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan, dan Nadhatul Ulama yang

dipelopori oleh K.H Hasyim Asy’ari.

Untuk mempersatukan pemikiran guna menghadapi kaum penjajah, maka

Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama bersama-sama menjadi sponsor pembentukan

suatu federasi islam yang baru yang disebut Majelis Islan Ala Indonesia ( Majelis

Islam Tertinggi di Indonesia ) yang disingkat MIAI, yang didirikan di Surabaya pada

tahun 1937.

Masa pemerintahan Jepang, ada tiga pranata sosial yang dibentuk oleh pemerintahan

Jepang yang menguntungkan kaum muslim di Indonesia, yaitu :

a. Shumubu, yaitu Kantor Urusan Agama yang menggantikan Kantor Urusan Pribumi

zaman Belanda, yang dipimpin oleh Hoesein Djayadiningrat pada 1 Oktober 1943.

b. Masyumi, ( Majelis Syura Muslimin Indonesia menggantikan MIAI yang

dibubarkan pada bulan oktober 1943, Tujuan didirikannya adalah selain untuk

memperkokohkan Persatuan Umat Islam di Indonesia, juga untuk meningkatkan

bantuan kaum muslimin kepada usaha peperangan Jepang.

c. Hizbullah, ( Partai Allah atau Angkatan Allah ) semacam organisasi militer untuk
pemuda-pemuda muslimin yang dipimpin oleh Zainul Arifin. Organisasi inilah yang

menjadi cikal bakal Tentara Nasional

d. Indonesia (TNI).

2. Pasca Kemerdekaan

Organisasi-organisasi yang muncul pada masa sebelum kemerdekaan masih tetap

berkembang di masa kemerdekaan, seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Masyumi dan

lain lain. Namun ada gerakan-gerakan islam yang muncul sesudah tahun 1945 sampai akhir

Orde Lama. Gerakan ini adalah DI/TII yang berusaha dengan kekerasan untuk merealisasikan

cita-cita negara islam Indonesia.

Gerakan kekerasan yang bernada islam ini terjadi diberbagai daerah di Indonesia

diantaranya :

- Di Jawa Barat, pada tahun 1949 – 1962

- Di Jawa Tengah, pada tahun 1965

- Di Sulawesi, berakhir pada tahun 1965

- Di Kalimantan, berakhir pada tahun 1963


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama hijriyah atau abad ke tujuh

sampai abad ke delapan masehi. Ini mungkin didasarkan kepada penemuan batu nisan

seorang wanita muslimah yang bernama Fatimah binti Maimun dileran dekat

Surabaya bertahun 475 H atau 1082 M. Sedang menurut laporan seorang musafir

Maroko Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke

negeri Cina pada tahun 1345 M. Agama islam yang bermahzab Syafi’I telah mantap

disana selama se abad, oleh karena itu berdasarkan bukti ini abad ke XIII di anggap

sebagai awal masuknya agama islam ke Indonesia.

B. Saran

Diharapkan bagi umat muslim khususnya agar mengkaji peradaban islam lebih

mendalan untuk mempertahankan bukti sejarah peradaban islam di Indonesia di masa

ke masa.

Anda mungkin juga menyukai