Anda di halaman 1dari 29

PROSES MASUK DAN BERKEMBANGNYA AGAMA ISLAM KE INDONESIA

A. Proses Masuknya Islam di Indonesia


Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah bersamaan. Demikian
pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya mempunyai situasi
politik dan sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke Indonesia
memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang mengemukakan pendapat itu
diantaranya ada yang langsung mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya
serta ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui berbagai bentuk
penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang barat (eropa) yang datang ke
Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokoh-tokoh
itu diantaranya:
Marcopolo
Muhammad Ghor
Ibnu Bathuthah
Dego Lopez de Sequeira
Sir Richard Wainsted

Berita dari Arab


Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan aktivitas
perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah datang ke Indonesia
sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 M) yang menguasai jalur pelayaran
perdagangan di wilayah Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu
itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya terbukti dengan adanya para
pedagang Arab untuk kerajaan Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa.
Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de Hollander, Syeh
Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya yang berjudul Islam dalam Sejarah
Kebudayaan Melayu dan mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka
dan Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang mengatakan Islam
datang dari India adalah sebagai sebuah bentuk propaganda, bahwa Islam yang
datang ke Asia Tenggara itu tidak murni.

Berita Eropa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia adalah orang yang
pertama kali menginjakan kakinya di Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju
eropa melalui jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya
yang dipersembagkan kepada kaisar Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di
Sumatera bagian utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu kerajaan
Samudera dengan ibukotanya Pasai. Diantara sejarawan yang menganut
teori ini adalah C. Snouch Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke.

Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai
peranan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia.
Karena disamping berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan kebudayaan
Islam kepada setiap masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat yang
terletak di daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir selepas tahun 1883 M. Dibawa oleh
C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini, diantaranya adalah Dr. Gonda, Van
Ronkel, Marrison, R.A. Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.

Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang penulis yang
mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya
bahwa sejak kira-kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat
tinggal di pantai utara Pulai Jawa.11 T.W. Arnol pun mengatakan para
pedagang Arab yang menyebarkan agama Islam di Nusantara, ketika mereka
mendominasi perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7
dan ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada abad ke-7 M
seorang pedagang Arab menjadi pemimpin sebuah pemukiman Arab Muslim di
pesisir pantai Sumatera (disebut Ta’shih).12
Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang menerangkan
berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni Penemuan sebuah batu di Leran
(Gresik). Batu bersurat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian
tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang meninggalnya seorang perempuan
yang bernama Fatimah Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di
Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 H atau tahun 1297
M. Ketiga, makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419
M. Jirat makan didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.13 Mengenai
masuknya Islam ke Indonesia, ada satu kajian yakni seminar ilmiah
yang diselenggarakan pada tahun 1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal
sebagai berikut:
1. Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari
negeri Arab.
2. Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera Utara.
Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu
Aceh.
3. Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saaat itu
dakwah disebarkan secara damai.14

B. Saluran dan Cara-Cara Islamisasi di Indonesia


Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan
bangsawan dan rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi
yang berkembang ada enam, yaitu:

Saluran Perdagangan
Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui
perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai
abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur
benua Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta
menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui
perdagangan itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara
masyarakat Indonesia dan pedagang.15 Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui
saluran perdagangan itu dipercepat oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana
adipati-adipati pesisir berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang
mengalami kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh
para pedagang melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut:
mulal-mula mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian
diantaranya ada yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk
menetap. Lambat laun tempat tinggal mereka berkembang menjadi
perkampunganperkampungan.
Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing
itu disebut Pekojan.16

Saluran Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling
memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat
mencari kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yauitu suami isteri
membentuk keluarga yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti
membentuk masyarakat muslim.
Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar
dengan wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan
Islamisasi. Jalinan baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum
pribumi dengan para pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang
muslim.17 Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang
lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri
bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin,
mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan,
lingkungan mereka makin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah,
dan kerajaan-kerajaan muslim.18

Saluran Tasawuf
Tasawuf19 merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses
Islamisasi. Tasawuf termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan
sosial bangsa Indonesia yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada tulisantulisan
antara abad ke-13 dan ke-18. hal itu bertalian langsung dengan penyebaran
Islam di Indonesia.20 Dalam hal ini para ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan,
mereka selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakatnya dan hidup bersama di
tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf biasanya memiliki keahlian untuk
menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf, yaitu proses islamisasi dengan
mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai budaya bahkan ajaran agama
yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan tentu saja terlebih dahulu
dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah dimengerti dan diterima.21 Diantara
ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh,22 Syeh
Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 ini.23

Saluran Pendidikan
Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi,
mereka menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan
pondok-pondok pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para
santri.24 Pada umumnya di pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama,
kyai-kyai,25 atau ulama-ulama. Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai
kitab-kitab,26 setelah keluar dari suatu pesantren itu maka akan kembali ke masingmasing
kampung atau desanya untuk menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang
menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin terkenal kyai yang mengajarkan semakin
terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan mencapai radius yang lebih jauh lagi.27

Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir,
seni tari, musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid
kuno Demak, Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten,
Baiturrahman di Aceh, Ternate dan sebagainya.28 Contoh lain dalam seni adalah
dengan pertunjukan wayang,29 yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita
wayang itu disisipkan ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang
masyarakat untuk melihat pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah
keagamaan Islam.30

Saluran Politik
Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika
seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya.
Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan
menjadi tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku,
kebanyakan rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. 31

B. Teori Masuknya Islam Ke Indonesia


Masuknya Islam di Indonesia pada abad ke V tidak bisa dilepaskan dari sejarah perdagangan
dan pelayaran antar benua yang berlangsung pada masa itu. Kendati demikian, para ahli
masih bersilang pendapat tentang bagaimana proses masuknya budaya dan agama Islam
tersebut hingga bisa mengalahkan kebudayaan dan agama yang telah ada sebelumnya, yakni
Hindu dan Budha. Berbagai teori pun berkembang dengan disertai bukti dan fakta
pendukung.

1. Teori Gujarat
Tokoh yang mendukung teori ini adalah para ilmuwan Belanda seperti Pijnappel dan Moqette
yang mengatakan bahwa yang membawa agama Islam ke Indonesia ialah orang-orang Arab
yang sudah lama tinggal di Gujarat (India). Menurut mereka, Islam masuk ke Indonesia sejak
awal abad ke 13 Masehi bersama dengan hubungan dagang yang terjalin antara masyarakat
Nusantara dengan para pedagang Gujarat yang datang, dengan jalur Indonesia-Cambay-
Timur Tengah- Eropa. Snouck Hurgronje yang juga sebagai ilmuwan Belanda berpendapat
bahwa hubungan dagang Indonesia dengan orang-orang Gujarat telah berlangsung lebih awal
dibanding dengan orang-orang Arab. Teori masuknya Islam di Indonesia yang dicetuskan
Hurgronje dan Pijnapel ini didukung oleh beberapa bukti :
1. Batu nisan Sultan Samudera Pasai Malik As-Saleh (1297) dan batu nisan Syekh Maulana
Malik Ibrahim di Gresik memiliki kesamaan dengan batu nisan yang berada di Cambay.
2. Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah
singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak
penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang
menyebarkan ajaran Islam. Selain memiliki bukti, teori ini juga mempunyai kelemahan.
Kelemahan teori Gujarat
ditunjukan pada 2 sangkalan. Pertama, masyarakat Samudra Pasai menganut mazhab Syafii,
sementara masyarakat Gujarat lebih banyak menganut mazhab Hanafi. Kedua, saat islamisasi
Samudra Pasai, Gujarat masih merupakan Kerajaan Hindu.

2. Teori Persia
Umar Amir Husen dan Hoesein Djajadiningrat sebagai pencetus sekaligus pendukung teori
Persia menyatakan bahwa Islam yang masuk di Indonesia pada abad ke 7 Masehi adalah
Islam yang dibawa kaum Syiah, Persia. Teori ini didukung adanya beberapa bukti
pembenaran di antaranya:
1. Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi
Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.
2. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di
pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
3. Kesamaan ajaran Sufi
4. Penggunaan istilah persia untuk mengeja huruf Arab
5. Kesamaan seni kaligrafi pada beberapa batu nisan
6. Bukti maraknya aliran Islam Syiah khas Iran pada awal masuknya Islam di Indonesia.
7. Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik.

Dengan banyaknya bukti pendukung yang dimiliki, teori ini sempat diterima sebagai teori
masuknya Islam di Indonesia yang paling benar oleh sebagian ahli sejarah. Akan tetapi,
setelah ditelisik, ternyata teori ini juga memiliki kelemahan. Bila dikatakan bahwa Islam
masuk pada abad ke 7, maka kekuasaan Islam di Timur Tengah masih dalam genggaman
Khalifah Umayyah yang berada di Damaskus, Baghdad, Mekkah, dan Madinah. Jadi tidak
memungkinkan bagi ulama Persia untuk menyokong penyebaran Islam secara besar-besaran
ke Nusantara.

3. Teori Makkah
Teori Arab atau Teori Makkah menyatakan bahwa proses masuknya Islam di Indonesia
berlangsung saat abad ke-7 Masehi. Islam dibawa para musafir Arab(Mesir) yang memiliki
semangat untuk menyebarkan Islam ke seluruh belahan dunia. Tokoh yang mendukung teori
ini adalah Van Leur, Anthony H. Johns, T.W Arnold, Buya Hamka, Naquib al-Attas, Keyzer,
M. Yunus Jamil, dan Crawfurd.
Teori masuknya Islam di Indonesia ini didukung beberapa 3 bukti utama, yaitu
1. Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan
Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan
di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
2. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i
terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut
mazhab Hanafi.
3. Adanya penggunaan gelar Al Malik pada raja-raja Samudera Pasai yang hanya lazim
ditemui pada budaya Islam di Mesir. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa
abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh
sebelumnya yaitu abad ke-7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah
bangsa Arab sendiri. Hingga kini, teori Arab dianggap sebagai teori yang paling kuat.
Kelemahannya hanya terletak pada kurangnya fakta dan bukti yang menjelaskan peran
Bangsa Arab dalam proses penyebaran Islam di Indonesia.

4. Teori Bangladesh
Teori Bangladesh dikenal juga dengan nama teori Benggali, Dikemukakan oleh S. Q. Fatimi.
Teori ini mengemukakan bahwa Islam datang di Nusantara berasal dari Benggali. Teori ini
didasarkan atas tokoh-tokoh terkemuka di Pasai adalah orang-orang keturunan dari Benggali.
Menurut beberapa pendapat berdasarkan teori Benggali berarti Islam masuk ke Indonesia
pada abad ke-11 M. S. Q. Fatimi berpendapat bahwa mengaitkan seluruh batu nisan yang ada
di Pasai, termasuk batu nisan Maulana Malik al-Saleh, dengan Gujarat adalah keliru. Menurut
penelitiannya, bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda sepenuhnya dengan batu
nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang ditemukan Nusantara. Fatimi
berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip dengan batu nisan yang terdapat di
Bengal. Oleh karenanya, seluruh batu nisan itu hampir dipastikan berasal dari Bengal. Dalam
kaitan dengan data artefak ini, Fatimi mengkritik para ahli yang mengabaikan batu nisan Siti
Fatimah bertanggal475/1082 yang ditemukan di Leran, Jawa Timur.
Teori bahwa Islam di Nusantara berasal dari Bengal bisa dipersoalkan lebih lanjut termasuk
berkenaan dengan adanya perbedaan madzhab yang dianut kaum muslim Nusantara (Syafi’i)
dan mazhab yang dipegang oleh kaum muslimin Bengal (Hanafi).

C. Cara penyebaran Islam Di Indonesia


Agama Islam di Kepulauan Indonesia semakin berkembang, setelah dianut oleh penduduk
pesisir Indonesia, agama dan kebudayaan Islam semakin berkembang ke hampir seluruh
wilayah Indonesia. Perkembangan agama Islam tidak terjadi secara spontan, melainkan
melalui suatu proses secara damai, responsif, dan proaktif. Oleh, karena itu, masyarakat
Indonesia yang belum menganut Islam mudah tertarik dengan agama dan kebudayaan Islam.
Banyak cara yang dilakukan untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Islam antara lain
melalui cara:

1. Perdagangan
Saluran perdagangan merupakan tahap yang paling wala dalam tahap Islamisasi, yang
diperkirakan dimulai pada abad ke-7 M yang melibatkan pedagang-pedagang Arab, Persia,
dan India. Menurut Thome Pires, sekitar Abad ke-7 sampai Abad ke-16 lalu lintas
perdagangan yang melalui Indonesia sangat ramai. Dalam agama Islam siapapun bisa sebagai
penyebar Islam, sehingga hal ini menguntungkan karena mereka melakukannya sambil
berdagang.
Pada saluran ini hampur semua kelompok masyarakat terlibat mulai dari raja, birokrat,
bangsawan, masyarakat kaya, sampai menengah ke bawah. Proses ini dipercepat dengan
runtuhnya kerajan-kerajaan Hindhu-Budha.

2. Perkawinan
Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap perdagangan. Para pedagang yang datang lama-
kelamaan menetap dan terbentuklah perkampungan yang dikenal dengan nama pekojan.
Tahap selanjutnya, para pedagang yang menetap ada yang membentuk keluarga dengan
penduduk setempat dengan cara menikah, misalnya Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan
Nyai Manila. Mengingat pernikahan Islam dengan agama lain tidak sah, maka penduduk
lokal yang akan dinikahi harus memeluk Islam terlebih dahulu. Dan cara untuk memeluk
agama Islam pun tidak terlalu sulit, cukup dengan mengucapkan kalimat Syahadat.
Penyebaran agama Islam dengan saluran ini berjalan lancar mengingat akan adanya keluarga
muslim yang menghasilkan keturunan-keturunan muslim dan mengundang ketertarikan
penduduk lain untuk memeluk agama Islam.
Dalam beberapa babad diceritakan adanya proses ini, antara lain
1. Maulana Ishak menikahi putri Blambangan dan melahirkan Sunan Giri
2. Babad Cirebon diceritakan perkawinan antara Putri Kawunganten dengan Sunan Gunung
Jati
3. Babad Tuban menceritakan perkawinan antara Raden Ayu Teja, Putri Adipati Tuban
dengan Syekh Ngabdurahman

3. Pendidikan
Para ulama, kiai, dan guru agama berperan penting dalam penyebaran agama dan kebudayaan
Islam. Para tokoh ini menyelenggarakan pendidikan melalui pondok pesantren bagi para
santri-santrinya. Dari para santri inilah nantinya Islam akan disosialisasikan di tengah
masyarakat.
Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren
Sunan Ampel di Surabaya dan Pesantren Sunan Giri di Giri. Pada saat itu, terdapat berbagai
kyai dan ulama yang dijadikan guru agama atau penasihat agama di kerajaan-kerajaan. Kyai
Dukuh adalah guru Maulana Yusuf di Kerajaan Banten. Kyai Ageng Sela adalah guru dari
Jaka Tingkir. Syekh Yusuf merupakan penasihat agama Sultan Ageng Tirtayasa di Kerajaan
Banten.
4. Kesenian
Penyebaran Islam melalui seni budaya dapat dilakukan memalui beberapa cara seperti seni
bangunan, seni pahat atau ukir, tari, musik, dan sastra. Saluran seni yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang dan musik. Dasar Pitutur (Sunan Kalijaga)
Sunan Kalijaga merupakan salah satu wali yang aktif menyebarkan Islam dengan
menggunakan sarana wayang. Cerita wayang diambil dari kisah Mahabarata dan Ramayana,
tetapi oleh Sunan Kalijaga diseliptakan tokoh-tokoh dari pahlawan Islam. Nama tertentu
disebutnya sebagai simbol Islam. Misalnya, panah kalimasada, sebuah senjata paling ampuh,
dihubungkan dengan kalimat syahadat, pernyataan yang berisi pengakuan kepada Allah swt,
dan Nabi Muhammad Saw. sebagai rukun islam yang pertama.

Sementara untuk musik banyak dilakukan oleh Sunan Bonang. Karya Sunan Bonang yang
paling populer adalah Tombo Ati, yang hingga hari ini masih dinyanyikan banyak orang.
Contoh lainnya antara lain Gamelan (oleh sunan Drajad) serta Ganding (lagu-lagu) yang
berisi Syair-sayair nasehat dan dasar - dasar Islam. Kesenian yang telah berkembang
sebelumnya tidak musnah, tetapi diperkaya oleh seni Islam (Akulturasi).
Pesan-pesan islamisasi juga dilakukan melalui sastra, misalnya kitab primbon pada abad ke-
16 M yang disusun oleh Sunan Bonang. Kitab-kitab tasawuf diterjemahkan ke dalam bahasa
Melayu dan bahasa daerah. Babad dan hikayat juga ditulis dalam bahasa daerah dengan huruf
daerah dan Arab. Penyebaran Islam juga tidak dapat di lepaskan dari peranan para Wali. Ada
Sembilan wali yang menyebarkan Islam yang dikenal dengan cara berdakwah, yang di sebut
juga Walisongo. mereka di kenal telah memiliki Ilmu serta penghayatan yang tinggi terhadap
Agama Islam, berikut yang termasuk WaliSongo:
1). Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia.
2). Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
3). Sunan Drajat atau Syarifudin (putra Raden Rahmat)
4). SunanBonang atau Mahdun Ibrahim (putra Raden Rahmat)
5). Sunan Giri atau Raden Paku (murid Sunan Ampel).
6). Sunan Kalijaga atau Joko Said.
7). Sunan Kudus atau Jafar Sidiq.
8). Sunan Muri atau Raden Umar Said.
9). Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah.

Peranan para wali dalam penyebaran agama Islam sangat besar. Mereka penyebarkan agama
Islam dengan cara bijaksana dan damai. Dengan cara tersebut, ajaran Islam mudah diterima
oleh masyarakat. Peranan mereka diantaranya menjadi guru agama atau penasihat raja dan
mengembangkan budaya setempat yang disesuaikan dengan unsur Islam.

5. Politik
Kekuasaan raja memiliki peranan sangat besar dalam penyebaran Islam di Indonesia. Ketika
seorang raja memeluk Islam, maka secara tidak langsung rakyat akan mengikuti. Dengan
demikian, setelah agama Islam mulai tumbuh di masyarakat, kepentingan politik
dilaksanakan melalui perluasan wilayah kerajaan yang diikuti dengan penyebaran agama.
Contohnya, Sultan Demak yang mengirimkan pasukannya dibawah Fatahilah untuk
menduduki wilayah Jawa Barat dan memerintahkan untuk menyebarkan agama Islam.

D. Bukti Sejarah Awal Mula Kedatangan Islam di Indonesia


1. Bukti Teori Gujarat
Batu Nisan Sultan Samudera Pasai Malik As-Saleh (1297). Batu tersebut memiliki kesamaan
dengan corak batu nisan yang berada di Cambay, Gujarat. Nisan makam salah satu
Walisongo, Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419) juga mirip dengan corak batu nisan di
Gujarat. Keterangan Marcopolo dari Venesia yang singgah di Perlak pada 1292 M.
Keterangan tersebut memaparkan banyak penduduk Perlak sudah memeluk Islam. Selain itu,
para pedagang dari India (Gujarat) aktif menyebarkan ajaran Islam di Perlak.

2. Bukti Teori Persia


Terdapat peringatan 10 Muharram atau Hari Asyura di Nusantara Perigatan hari Asyura di
Sumatera Barat sejak lama disebut upacara Tabuik/Taur Terdapat tradisi pembuatan bubur
Syuro di Pulau Jawa. Terdapat kesamaan antara ajaran Sufi persia dengan ajaran Islam di
Nusantara. Terdapat penggunaan istilah persia untuk mengeja huruf Arab Kesamaan seni
kaligrafi di beberapa batu nisan Ada bukti banyak penganut Syiah pada awal masuknya Islam
ke Nusantara. Terdapat perkampungan Leren/Leran di Gresik. Di kampung Leran, ada
makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang berangka tahun 475 H (1082 M) dengan
nisan berhias kaligrafi arab bergaya Kufi. Kaligrafi Kufi dikenal paling tua di peradaban
Islam dan dipopulerkan oleh penduduk Kufah, sebuah kota di Iraq.

3. Bukti Teori Arab (Teori Makkah)


Sudah ada perkampungan Arab di pantai barat Sumatera sejak pertengahan abad 7 M. Di
Barus (Tapanuli Tengah, Sumatera Utara), ada makam kuno dengan batu nisan bertuliskan
bahwa seorang muslim bernama Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M. Kerajaan Samudra
Pasai merupakan kerajaan yang menganut mazhab Syafi’i. Terdapat penggunaan gelar Al
Malik di nama raja-raja Samudra Pasai.
4. Bukti Teori Cina
Banyak bukti sejarah tentang migrasi orang-orang muslim Cina dari Kanton ke Asia
Tenggara, terutama ke Palembang pada sekitar tahun 879 M. Terdapat masjid tua dengan
gaya arsitektur Cina di Jawa. Raja pertama Demak yakni Raden Patah merupakan keturunan
Cina. Gelar-gelar raja Demak ditulis menggunakan istilah/bahasa Cina. Adanya komunitas
pedagang muslim Cina di berbagai pelabuhan di Nusantara. 5. Bukti Teori Bangladesh (Teori
Benggali) Menurut S. Q. Fatimi, batu nisan Malik al-Saleh lebih mirip dengan batu nisan
makam muslim di Benggali. Sejumlah tokoh terkemuka di Samudera Pasai ditengarai adalah
keturunan Benggali. 6. Bukti Teori India (Teori Coromandel dan Malabar): Ketika sultan
pertama Samudera Pasai wafat tahun 1297 M, Gujarat masih berupa kerajaan Hindu. Setahun
kemudian (699/1298) Cambay, Gujarat berada di bawah penguasa muslim. Ini jadi alasan
mengaitkan nisan Malik al-Saleh dengan Gujarat dianggap kurang tepat. Hal ini dijelaskan
G.E. Marrison dalam Persian Influences in Malay Life 1280-1650 (JMBRAS, 24, I, 1951).
Menurut hasil riset Thomas W. Arnold dalam buku The Preaching of Islam: A History of the
Propagation of the Muslim Faith (1913), pada masa awal berdirinya Samudera Pasai, Gujarat
juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah Timur Tengah dengan
Nusantara. Pedagang dari Coromandel dan Malabar lebih dulu punya peran penting dalam
perdagangan India dan Nusantara. Ada kesamaan mazhab fikih di Coromandel dan Malabar
dengan sejumlah wilayah Nusantara, yakni mazhab Syafi'i.

5. Bukti Teori Bangladesh (Teori Benggali)


Menurut S. Q. Fatimi, batu nisan Malik al-Saleh lebih mirip dengan batu nisan makam
muslim di Benggali. Sejumlah tokoh terkemuka di Samudera Pasai ditengarai adalah
keturunan Benggali.

6. Bukti Teori India (Teori Coromandel dan Malabar)


Ketika sultan pertama Samudera Pasai wafat tahun 1297 M, Gujarat masih berupa kerajaan
Hindu. Setahun kemudian (699/1298) Cambay, Gujarat berada di bawah penguasa muslim.
Ini jadi alasan mengaitkan nisan Malik al-Saleh dengan Gujarat dianggap kurang tepat. Hal
ini dijelaskan G.E. Marrison dalam Persian Influences in Malay Life 1280-1650 (JMBRAS,
24, I, 1951). Menurut hasil riset Thomas W. Arnold dalam buku The Preaching of Islam: A
History of the Propagation of the Muslim Faith (1913), pada masa awal berdirinya Samudera
Pasai, Gujarat juga belum menjadi pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah Timur
Tengah dengan Nusantara. Pedagang dari Coromandel dan Malabar lebih dulu punya peran
penting dalam perdagangan India dan Nusantara. Ada kesamaan mazhab fikih di Coromandel
dan Malabar dengan sejumlah wilayah Nusantara, yakni mazhab Syafi'i.

E. Faktor yang Mendorong Agama Islam Cepat Berkembang di Indonesia


Syarat masuk Islam mudah
Faktor pertama yang mendorong Islam berkembang cepat di Indonesia adalah syarat
masuknya mudah. Orang-orang yang ingin beragama Islam cukup mengucap dua kalimat
syahadat. Mereka tidak memerlukan biaya atau tradisi besar-besaran untuk bisa menjadi
seorang Muslim. Jika seseorang sudah mengucap syahadat, maka ia sudah resmi masuk
Islam.

Agama Islam bersifat terbuka


Faktor selanjutnya adalah agama Islam bersifat terbuka. Keterbukaan ini dapat dilihat dari
akulturasi Islam dengan kebudayaan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia, yaitu Hindu-
Buddha. Contohnya, dapat dilihat masjid-masjid kuno dengan atap tumpeng yang sebenarnya
mencirikan unsur agama Hindu dan Buddha. Salah satu masjid kuno beratap tumpeng ini bisa
ditemukan di Demak.

Tidak ada kelas sosial


Alasan lain Islam berkembang cepat di Nusantara adalah karena tidak adanya sistem kasta
atau kelas sosial. Dengan kata lain, kedudukan setiap orang dalam ajaran Islam, sejajar atau
sama, tidak ada lebih berat ataupun ringan. Perbedaan yang dilihat Allah adalah kebaikan dan
amalan yang diperbuat setiap orang selama mereka hidup di dunia.
Cara ibadah yang sederhana
Tata cara peribadatan agama Islam terbilang sederhana dan cukup mudah. Kaum Muslim
tidak perlu mengocek biaya besar untuk bisa beribadah. Pemeluk Islam cukup membersihkan
diri dari hadats besar dan kecil untuk bisa beribadah.

Penyebarannya damai
Jauh sebelum pengaruh Islam masuk, Indonesia sudah memiliki budaya tersendiri dari ajaran
Hindu dan Buddha. Kemudian, terjadi proses akulturasi antara agama Islam dengan Hindu-
Buddha yang berlangsung damai. Maka dari itu, masuknya pengaruh Islam ke Indonesia juga
mendapat sambutan baik dari masyarakat setempat. Mereka tidak menentang adanya agama
Islam dan justru berusaha mempelajarinya karena Islam memiliki jiwa yang terbuka.

Tidak ada paksaan


Agama Islam juga tidak pernah memaksa siapapun. Artinya, setiap manusia memiliki
kebebasan untuk memilih agamanya masing-masing. Dengan adanya toleransi inilah yang
justru membuat orang-orang semakin tertarik untuk mengenal dan mengimani agama Islam.

Pertanyaan
1. Bagaimana proses masuknya Islam ke Indonesia?
2. Apa saja teori yang menjelaskan masuknya Islam ke Indonesia?
3. Apa saja bukti-bukti Sejarah tentang masuknya Isalam ke Indonesia?
4. Bagaimana cara penyebarluasan/penyebaran Islam di Indonesia?
5. Faktor-faktor apa saja yang menyebarkan Islam berkembang dengan
baik di Indonesia?
Jawaban
1. Proses masuknya Islam ke Indonesia merupakan suatu proses yang panjang dan
kompleks, yang terjadi melalui berbagai jalur dan periode waktu. Islam pertama kali
masuk ke wilayah yang sekarang menjadi Indonesia melalui kontak perdagangan dan
hubungan budaya dengan pedagang Arab dan India. Berikut adalah beberapa tahapan
dalam proses masuknya Islam ke Indonesia:
 Melalui Jalur Perdagangan:
Kontak awal Islam dengan wilayah Indonesia terjadi melalui jalur perdagangan
maritim. Pedagang-pedagang Arab dan India yang berlayar melintasi Samudra Hindia
memasuki wilayah ini dan membawa serta agama Islam bersama mereka.
Pelabuhan-pelabuhan seperti Gujarat (India), Malaka, dan Semenanjung Arab menjadi
titik awal masuknya Islam ke Indonesia.
 Penyebaran Melalui Kerajaan-Affan:
Beberapa kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara mulai menerima agama Islam
pada abad ke-13 dan seterusnya. Kerajaan-kerajaan tersebut menciptakan hubungan
diplomatik dan perdagangan dengan pedagang Muslim, yang kemudian
memperkenalkan Islam ke masyarakat setempat. Salah satu kerajaan yang menjadi
awal penyebaran Islam adalah Kerajaan Samudra Pasai di Sumatra, yang mencatatkan
dirinya sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara.
 Peran Walisongo:
Walisongo adalah sembilan tokoh Islam yang berperan penting dalam penyebaran
Islam di pulau Jawa. Mereka melakukan dakwah dengan berbagai cara, termasuk
melalui perdagangan, pendidikan, dan penguasaan ilmu pengetahuan Islam.
Salah satu walisongo yang terkenal adalah Sunan Kalijaga, yang dikenal sebagai
tokoh yang melakukan dakwah dengan pendekatan yang lembut dan menyesuaikan
dengan budaya setempat.
 Proses Akulturasi:
Proses masuknya Islam ke Indonesia tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi melalui
proses akulturasi dengan budaya setempat. Islam menyesuaikan diri dengan adat-
istiadat dan kepercayaan lokal, yang membuatnya lebih mudah diterima oleh
masyarakat.
 Pengaruh Sosial dan Budaya:
Selain melalui jalur perdagangan dan dakwah agama, peran ulama dan tokoh-tokoh
agama Islam juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Mereka membantu memperkuat identitas Muslim dan mendukung proses Islamisasi di
berbagai wilayah.
Proses masuknya Islam ke Indonesia terjadi secara bertahap dan melibatkan berbagai
faktor, termasuk perdagangan, hubungan diplomatik, dakwah agama, dan akulturasi
dengan budaya setempat. Seiring waktu, Islam menjadi agama mayoritas di Indonesia,
yang saat ini memiliki populasi Muslim terbesar di dunia.
2. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan masuknya Islam ke Indonesia. Meskipun
tidak semua teori sepakat satu sama lain, namun gabungan berbagai faktor dan
dinamika sosial-budaya menjadi penjelasan yang lebih komprehensif. Berikut adalah
beberapa teori yang umumnya diterima dalam menjelaskan penyebaran Islam di
Indonesia:
 Teori Perdagangan:
Salah satu teori yang umumnya diterima adalah bahwa Islam masuk ke Indonesia
melalui jalur perdagangan. Pedagang Arab dan India yang berlayar melintasi Samudra
Hindia membawa serta agama Islam bersama mereka.
Pelabuhan-pelabuhan seperti Gujarat (India), Malaka, dan Semenanjung Arab menjadi
titik awal masuknya Islam ke Indonesia.
 Teori Sosial dan Akulturasi:
Teori ini menekankan peran akulturasi dan adaptasi budaya dalam penyebaran Islam
di Indonesia. Proses ini terjadi melalui interaksi antara pedagang, ulama, dan
masyarakat setempat.
Islam menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dan kepercayaan lokal, sehingga
memudahkan penerimaan oleh masyarakat.
 Teori Walisongo:
Teori ini menyoroti peran sembilan wali (Walisongo) dalam penyebaran Islam di
pulau Jawa. Mereka melakukan dakwah dengan berbagai cara, termasuk melalui
perdagangan, pendidikan, dan penguasaan ilmu pengetahuan Islam.
Walisongo berperan dalam membentuk budaya Islam yang khas di Jawa dan menjadi
agen penyebaran agama.
 Teori Politik:
Beberapa teori menekankan peran politik dalam penyebaran Islam. Misalnya,
beberapa kerajaan di Nusantara memeluk Islam sebagai strategi politik untuk
memperkuat posisi mereka dalam perdagangan dan politik regional.
Kerajaan-kerajaan yang memeluk Islam juga dapat memperoleh dukungan dan
bantuan dari komunitas Muslim di luar negeri.
 Teori Kontak Kultural:
Teori ini menyoroti pentingnya kontak budaya antara pedagang Muslim dan
masyarakat setempat. Melalui proses ini, terjadi pertukaran budaya, pengetahuan, dan
nilai-nilai, yang membentuk cara Islam diadopsi oleh masyarakat lokal.
 Teori Keberlanjutan Tradisi:
Teori ini mengemukakan bahwa Islam berhasil menyebar di Indonesia karena
memiliki kesinambungan dengan tradisi dan sistem kepercayaan lokal yang sudah ada
sebelumnya.
Islam mengakomodasi unsur-unsur lokal, sehingga masyarakat tidak merasa
kehilangan identitas budayanya ketika memeluk Islam.

Teori-teori ini bersifat saling melengkapi dan seringkali proses masuknya Islam ke Indonesia
dipengaruhi oleh kombinasi dari berbagai faktor. Proses tersebut tidak bersifat statis,
melainkan dinamis dan terus berkembang seiring waktu.
3. Bukti-bukti sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia dapat ditemukan dalam
berbagai sumber, termasuk prasasti, kronik, catatan perjalanan, dan literatur klasik.
Beberapa bukti sejarah yang mendukung proses masuknya Islam ke Indonesia antara
lain:
 Prasasti-prasasti Islam:
Prasasti-prasasti Islam, seperti Prasasti Bilahawar di Sumatra Utara, menyebutkan
tentang pemberian hak-hak istimewa kepada pemeluk Islam. Prasasti ini memberikan
gambaran tentang keberadaan komunitas Muslim di wilayah tersebut pada abad ke-7.
 Sumber Arab dan India:
Catatan-catatan sejarah Arab dan India menyebutkan aktivitas perdagangan dan
hubungan dengan wilayah yang sekarang menjadi Indonesia. Catatan ini
menunjukkan bahwa kontak perdagangan merupakan salah satu jalur masuknya Islam
ke kepulauan ini.
 Literatur Klasik:
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Iskandar Zulkarnain, dan berbagai kitab sastra klasik
Melayu-Islam adalah contoh literatur yang mencerminkan pengaruh Islam di wilayah
Nusantara. Literatur ini memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat Muslim
pada masa lampau.
 Artefak-arkeologis:
Penemuan artefak-arkeologis, seperti koin-koin dan benda-benda sejarah, dapat
memberikan bukti tentang adanya keberadaan dan pengaruh Islam di wilayah tersebut
pada masa lalu.
 Peninggalan Kerajaan Islam:
Peninggalan arsitektur dan seni Islam, seperti masjid-masjid tua dan makam-makam
yang masih dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, menunjukkan keberadaan
komunitas Muslim pada masa lalu.
 Kronik dan Catatan Perjalanan:
Catatan perjalanan para pelancong dan penjelajah seperti Ibnu Battuta, Marco Polo,
dan Zheng He memberikan informasi tentang kondisi sosial, ekonomi, dan agama di
wilayah-wilayah yang mereka kunjungi, termasuk Indonesia.
 Walisongo dan Legenda-Legenda Lokal:
Cerita-cerita dan legenda-legenda lokal, terutama yang berkaitan dengan Walisongo di
pulau Jawa, memberikan gambaran tentang peran ulama-ulama tersebut dalam
penyebaran Islam di Indonesia.
 Candi-candi dan Peninggalan Budaya:
Beberapa peninggalan budaya, seperti relief-relief di beberapa candi, menunjukkan
adanya pengaruh Islam. Misalnya, relief-relief di Candi Penataran di Blitar, Jawa
Timur, menggambarkan adegan-kehidupan Islami.
Bukti-bukti ini, bersama-sama, memberikan gambaran yang kaya tentang bagaimana Islam
masuk dan berkembang di Indonesia selama berabad-abad. Meskipun tidak semua bukti ini
bersifat langsung dan eksplisit, secara keseluruhan mereka membentuk jejak sejarah yang
memperkuat pemahaman kita tentang proses penyebaran Islam di kepulauan Nusantara.
4. Penyebarluasan Islam di Indonesia melibatkan berbagai faktor, metode, dan agen
yang berkontribusi pada proses tersebut. Beberapa cara penyebarluasan Islam di
Indonesia antara lain:
 Jalur Perdagangan dan Hubungan Maritim:
Kontak awal Islam dengan Indonesia terjadi melalui jalur perdagangan dan hubungan
maritim. Pedagang Arab dan India membawa serta ajaran Islam dalam perjalanan
mereka ke kepulauan Nusantara, memperkenalkan agama ini kepada masyarakat
setempat melalui pertukaran budaya dan perdagangan.
 Peran Ulama dan Dakwah:
Ulama-ulama Islam, terutama para wali seperti Walisongo di Jawa, memainkan peran
sentral dalam penyebarluasan Islam. Mereka melakukan dakwah, memberikan
pengajaran agama, dan membangun lembaga-lembaga pendidikan Islam untuk
menyebarkan nilai-nilai agama.
 Pengaruh Sosial dan Budaya:
Penyebarluasan Islam di Indonesia juga melibatkan proses akulturasi dengan budaya
lokal. Islam menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dan kepercayaan tradisional,
sehingga memudahkan penerimaan agama ini oleh masyarakat setempat.
 Pendekatan Melalui Pusat-Pusat Kekuasaan:
Beberapa kerajaan Islam di Indonesia, seperti Kesultanan Aceh dan Kesultanan
Demak, memiliki peran penting dalam penyebarluasan Islam. Mereka memperluas
wilayah kekuasaan mereka melalui penaklukan dan pengaruh politik, yang pada
gilirannya memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat.
 Literatur dan Karya Sastra:
Karya-karya sastra dan literatur Islam, seperti kitab-kitab hikayat dan syair-syair, juga
berperan dalam penyebarluasan agama. Karya-karya ini seringkali dijadikan sarana
untuk menyampaikan ajaran Islam secara lebih luas dan memperdalam pemahaman
agama.
 Pendidikan Islam:
Pembentukan lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren dan madrasah,
menjadi sarana penting dalam penyebarluasan Islam. Lembaga-lembaga ini tidak
hanya memberikan pendidikan agama, tetapi juga menjadi pusat pembelajaran dan
dakwah Islam.
 Peran Tokoh-Tokoh Agama dan Komunitas Muslim:
Tokoh-tokoh agama dan komunitas Muslim juga turut berperan dalam penyebarluasan
Islam. Melalui kegiatan sosial, kegiatan amal, dan berbagai kegiatan keagamaan,
mereka membentuk komunitas Islam yang kuat dan aktif.
 Pengaruh Media dan Teknologi:
Dalam konteks modern, media dan teknologi juga memainkan peran penting dalam
penyebarluasan Islam. Program-program dakwah di televisi, radio, dan internet
menjadi sarana untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat luas.

Penyebarluasan Islam di Indonesia merupakan hasil dari interaksi dinamis antara faktor-
faktor di atas. Proses ini tidak hanya bersifat historis, tetapi juga terus berlangsung dalam
bentuk-bentuk yang berbeda seiring dengan perkembangan zaman.
5. Pertumbuhan dan perkembangan Islam di Indonesia dapat diatributkan pada sejumlah
faktor yang saling terkait. Beberapa faktor yang berperan dalam menyebarkan dan
mengembangkan Islam di Indonesia meliputi:
 Jalur Perdagangan dan Hubungan Maritim:
Kontak awal dengan pedagang-pedagang Arab dan India melalui jalur perdagangan
maritim menjadi pintu masuk awal Islam ke Indonesia. Hubungan ini membawa serta
ajaran Islam dan memfasilitasi pertukaran budaya.
 Peran Ulama dan Dakwah:
Ulama-ulama Islam, terutama Walisongo di Jawa, memainkan peran kunci dalam
menyebarkan Islam. Melalui kegiatan dakwah, pengajaran agama, dan pendirian
lembaga-lembaga pendidikan Islam, mereka membantu membentuk identitas Islam di
masyarakat.
 Akulturasi Budaya dan Toleransi:
Islam di Indonesia mengalami proses akulturasi dengan budaya lokal, memungkinkan
toleransi dan keselarasan dengan kepercayaan dan tradisi setempat. Hal ini membuat
Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat Indonesia.
 Sistem Pendidikan Islam:
Lembaga-lembaga pendidikan Islam, seperti pesantren dan madrasah, memainkan
peran penting dalam menyebarkan dan memperkuat ajaran Islam di kalangan
masyarakat. Mereka menyediakan tempat untuk pengajaran agama dan pembentukan
karakter Muslim.
 Peran Kerajaan Islam:
Beberapa kerajaan Islam di Nusantara, seperti Kesultanan Aceh dan Kesultanan
Demak, memiliki peran besar dalam penyebarluasan Islam. Melalui penaklukan dan
pengaruh politik, mereka memperluas wilayah Islam di Indonesia.
 Peninggalan Arsitektur dan Seni Islam:
Masjid-masjid tua, makam-makam, dan peninggalan arsitektur Islam lainnya menjadi
bukti sejarah keberadaan Islam di Indonesia. Seni dan arsitektur Islam memberikan
identitas visual dan budaya bagi komunitas Muslim.
 Pemberdayaan Komunitas Muslim:
Komunitas Muslim yang aktif dan terorganisir, serta peran tokoh-tokoh agama dalam
memimpin dan memotivasi, telah membantu mempertahankan dan mengembangkan
ajaran Islam di Indonesia.
 Keberlanjutan Tradisi:
Kesinambungan tradisi lokal dengan unsur-unsur Islam menjadi faktor yang
mendukung pertumbuhan Islam di Indonesia. Proses ini membuat Islam terintegrasi
dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
 Media dan Teknologi:
Media dan teknologi, terutama dengan adanya televisi, radio, dan internet, memainkan
peran dalam penyebarluasan ajaran Islam di masyarakat modern. Program-program
dakwah dan informasi Islam dapat mencapai audiens yang lebih luas.
Kemerdekaan Indonesia:
Setelah meraih kemerdekaan pada tahun 1945, negara Indonesia menyatakan Islam sebagai
salah satu agama resmi. Kemerdekaan ini memberikan kebebasan bagi masyarakat Muslim
untuk mengembangkan dan mempraktikkan agama mereka secara bebas.

Faktor-faktor ini bersama-sama memberikan gambaran tentang dinamika dan perkembangan


Islam di Indonesia. Keterlibatan berbagai elemen masyarakat dan institusi dalam proses ini
telah membentuk karakter Islam di Indonesia yang unik dan beragam.

Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

1. Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan Samudera Pasai merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang berada di
wilayah Aceh, Sumatera Utara pada abad ke-13 hingga abad ke-16. Sejarah dan
perkembangan kerajaan ini sangatlah penting dalam perjalanan Islam di Nusantara.Kerajaan
Samudera Pasai dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara. Salah satu bukti
keberadaan dan kemajuan kerajaan ini adalah melalui catatan perjalanan bangsa Eropa seperti
Marcopolo dan Ibnu Batutah. Pada kunjungannya, Marco Polo menggambarkan kerajaan ini
sebagai pusat perdagangan yang ramai. Perdagangan di Kerajaan Samudera Pasai sangatlah
maju dan melibatkan berbagai negara seperti Benggala, Gujarat, Arab, dan Cina. Kerajaan ini
dikenal sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, terutama lada hitam. Selain itu, Kerajaan
Samudera Pasai juga aktif dalam perdagangan jual beli emas, perak, tembaga, dan gading.
Kerajaan ini menjadi pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Raja-raja di Kerajaan
Samudera Pasai dikenal sebagai pemimpin yang taat beragama Islam dan mendorong
masyarakatnya untuk memeluk agama tersebut. Dalam perkembangannya, kerajaan ini
menjadi salah satu pusat pendidikan Islam, dengan adanya lembaga pendidikan dan pemuka
agama yang berperan penting dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Nusantara.
Kerajaan Samudera Pasai memberikan kontribusi yang besar dalam memperkenalkan dan
menguatkan Islam di Nusantara. Peran mereka dalam menjalin hubungan perdagangan
dengan bangsa-bangsa lain juga membawa kemajuan ekonomi dan kultural dalam kerajaan
ini. Kerajaan Samudera Pasai menjadi periode penting dalam sejarah Islam dan menjadi cikal
bakal bagi perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia dan Asia Tenggara.
2. Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka dikenal sebagai salah satu kerajaan bercorak Islam pertama di Indonesia.
Kerajaan ini berdiri pada abad ke-15 dan menjadi pusat perdagangan dan kebudayaan yang
penting di wilayah Nusantara pada masa itu. Namun, kejayaan kerajaan ini tidak bertahan
lama, karena mengalami keruntuhan pada abad ke-16 akibat serangan Portugis.
Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Sultan Mansur Syah,
yang memerintah dari tahun 1459 hingga 1477 M. Pada masa pemerintahan Sultan Mansur
Syah, kerajaan ini berhasil menguasai wilayah Pahang, Kedah, Trengganu, dan sejumlah
wilayah di Sumatera. Selain itu, Kerajaan Malaka juga berhasil memperluas pengaruhnya
melalui jaringan perdagangan yang melibatkan berbagai negara seperti Cina, India, Arab, dan
Persia.
Namun, dominasi dan kekayaan Kerajaan Malaka menarik perhatian bangsa Eropa, terutama
Portugis, yang akhirnya berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511. Penaklukan ini
menjadi awal dari hegemoni kolonial Eropa di Nusantara.
Meskipun Kerajaan Malaka tidak lagi berdiri, warisan budaya Islamnya terus terjaga hingga
saat ini. Banyak peninggalan sejarah dan situs-situs bersejarah yang mengingatkan kita akan
kejayaan dan kebesaran Kerajaan Malaka sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia.
3. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh adalah salah satu kerajaan bersejarah yang bercorak Islam di Nusantara.
Kerajaan ini mencapai masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
yang berkuasa dari tahun 1607 hingga 1636.
Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya hingga mencakup sebagian besar Sumatera, Malaysia, dan wilayah-wilayah di
sekitar Selat Malaka. Sultan Iskandar Muda juga berhasil memperkuat kerajaan ini melalui
kebijakan-kebijakan yang ada, seperti mengembangkan hubungan dagang dengan negara-
negara Timur Tengah, India, dan Cina.
Namun, pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh mengalami
kemunduran yang signifikan. Kemunduran ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah serangan dari bangsa Portugis yang berhasil merebut wilayah-wilayah penting Aceh
pada tahun 1614. Selain itu, adanya persaingan internal dan peperangan dengan kerajaan-
kerajaan tetangga juga menjadi faktor penyebab kemunduran Kerajaan Aceh.
Meskipun mengalami kemunduran setelah masa Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh tetap
menjadi pusat perdagangan yang penting di wilayah Nusantara. Tingginya perdagangan di
Aceh menjadi faktor penting dalam perkembangan ekonomi dan budaya di daerah tersebut.
4. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang ada di Pulau Jawa. Kerajaan ini
didirikan oleh Raden Patah pada tahun 1478. Kerajaan Demak mencapai masa kejayaannya
pada abad ke-16 dan memiliki kekuasaan yang meliputi wilayah Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon.
Selama masa kejayaannya, Kerajaan Demak menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa.
Raden Patah dan para penerusnya aktif dalam menyebarkan ajaran Islam dan memperkuat
kerajaan dengan kegiatan perdagangan, terutama dalam hal perdagangan rempah-rempah dan
hasil bumi.
Namun, akhirnya Kerajaan Demak mengalami kehancuran. Salah satu penyebabnya adalah
perang saudara antara Sultan Trenggono, putra Raden Patah, dan Pangeran Surowiyoto.
Perang saudara ini melemahkan kekuasaan Kerajaan Demak dan memberikan kesempatan
kepada pasukan dari Kesultanan Pajang untuk mengambil alih kekuasaan. Pada tahun 1546,
Kerajaan Demak resmi runtuh dan digantikan oleh Kesultanan Pajang.
Secara keseluruhan, Kerajaan Demak merupakan kerajaan penting dalam sejarah Indonesia,
terutama sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Meskipun mengalami kehancuran,
warisan dan pengaruh agama Islam dari Kerajaan Demak terus berlanjut hingga saat ini
5. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang memiliki sejarah
yang panjang di tanah Jawa.
Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Agung pada abad ke-17 setelah mengalahkan Kesultanan
Pajang. Sultan Agung merupakan raja pertama dari Kerajaan Mataram Islam yang berhasil
menyatukan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Kerajaan Mataram Islam mencapai masa
kejayaannya. Sultan Agung dikenal sebagai seorang pemimpin yang tegas, bijaksana, dan
berani. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan dan membangun pusat pemerintahan yang
kuat di kompleks istana Mataram.
Namun, pada tahun 1755, Kerajaan Mataram Islam menghadapi pembagian kekuasaan
setelah Perjanjian Giyanti. Perjanjian ini mengakibatkan Kerajaan Mataram dibagi menjadi
dua wilayah kekuasaan yaitu Kasultanan Yogyakarta yang diberikan kepada
Hamengkubuwono I dan Kasultanan Surakarta yang diberikan kepada Pakubuwono III.
Meskipun demikian, warisan Kerajaan Mataram Islam masih terasa kuat di wilayah Jawa
Tengah dan Jawa Timur hingga saat ini. Kerajaan ini telah memberikan pengaruh yang besar
terhadap perkembangan agama Islam, seni dan budaya Jawa, serta sistem pemerintahan di
wilayah tersebut.
6. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten terletak di ujung pulau Jawa dan merupakan salah satu kerajaan bercorak
Islam yang berperan penting dalam sejarah Nusantara. Islam mulai tersebar luas di wilayah
ini setelah penaklukan oleh Fatahillah pada tahun 1527. Kerajaan Banten didirikan oleh
Hasanuddin, yang kemudian menjadi raja pertama dari kerajaan ini. Hasanuddin memiliki
visi yang kuat dalam penyebaran agama Islam di Banten.
Selanjutnya, kerajaan ini dipimpin oleh raja-raja yang berpengaruh seperti Maulana
Muhammad dan Sultan Ageng Tirtayasa. Maulana Muhammad memiliki peran dalam
membangun dan memperluas wilayah Kerajaan Banten, sementara Sultan Ageng Tirtayasa
merupakan salah satu raja yang paling dihormati dan tetap berperang melawan penjajah
Belanda.
Namun, kejayaan Kerajaan Banten tidak berlangsung dengan lama. Pada tahun 1813,
Kerajaan Banten runtuh akibat serangan dari pasukan Belanda. Meskipun telah runtuh,
namun Kerajaan Banten tetap meninggalkan warisan budaya dan sejarah yang kaya, serta
peran penting dalam penyebaran agama Islam di Banten.
Dengan keberadaan dan sejarahnya yang penting, Kerajaan Banten merupakan salah satu
kerajaan yang memiliki nilai historis yang tinggi dan mewakili peran Islam di Nusantara.
7. Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa Tallo adalah salah satu kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan yang memiliki
pengaruh besar dalam perdagangan di wilayah timur Indonesia. Kerajaan ini terdiri dari dua
kerajaan, yakni Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Sejarah Kerajaan Gowa Tallo bermula
sebelum kedatangan agama Islam di Nusantara.
Pada masa kejayaannya, Kerajaan Gowa Tallo telah menjadi pusat perdagangan yang penting.
Melalui jaringan perdagangan yang luas, Kerajaan Gowa Tallo berhasil memperbesar wilayah
pengaruhnya hingga ke pulau-pulau di sekitar Sulawesi. Kerajaan ini juga memiliki kekuatan
militer yang kuat dan terkenal dengan kelautannya yang tangguh.
Setelah agama Islam masuk ke wilayah ini, Kerajaan Gowa Tallo memeluk agama Islam
tanpa kekerasan. Islam kemudian menjadi agama yang dominan di kerajaan ini. Meskipun
demikian, praktik-praktik animisme dan budaya lokal tetap dipertahankan dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Kerajaan Gowa Tallo.
Dalam sejarahnya, Kerajaan Gowa Tallo mengalami masa kejayaan dan kemunduran yang
berkaitan dengan persaingan politik dan perdagangan di daerah ini. Namun, peran penting
Kerajaan Gowa Tallo dalam sejarah Sulawesi Selatan dan pengaruhnya dalam perkembangan
perdagangan di wilayah timur Indonesia tidak dapat disangkal.
8. Kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku
Kerajaan Ternate dan Tidore adalah dua kerajaan yang terletak di wilayah Maluku Utara.
Keberadaan kedua kerajaan ini sangat penting dalam sejarah Indonesia, terutama dalam
sektor perdagangan rempah-rempah.
Kedua kerajaan ini terkenal karena kekayaan alamnya, terutama rempah-rempah seperti
cengkeh dan pala. Rempah-rempah ini merupakan komoditas yang sangat berharga dan dicari
oleh negara-negara Eropa pada masa penjelajahan laut. Banyak pedagang dari Eropa, seperti
Portugis, Spanyol, dan Belanda, datang ke wilayah ini untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah.
Selain sebagai pusat perdagangan, Kerajaan Ternate dan Tidore juga terkenal dengan
kebudayaan kora-kora mereka. Kora-kora adalah perahu perang tradisional yang digunakan
oleh penduduk setempat. Perahu-perahu ini biasanya dihiasi dengan ukiran indah dan
digunakan untuk melindungi wilayah kerajaan dari serangan musuh.
Kegiatan perdagangan rempah-rempah dan kehadiran bangsa Eropa membawa berbagai
perubahan bagi kedua kerajaan ini. Mereka mengalami persaingan dan konflik dengan bangsa
Eropa yang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Meskipun demikian,
keberadaan Kerajaan Ternate dan Tidore tetap memberikan sumbangan penting dalam sejarah
Indonesia.
9. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang memiliki sejarah dan
perkembangan yang menarik. Kerajaan ini didirikan oleh seorang ulama terkenal bernama
Sunan Gunung Jati pada abad ke-15. Sunan Gunung Jati merupakan salah satu wali songo
yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat.
Kesultanan Cirebon awalnya merupakan bagian dari Kerajaan Pajajaran yang berpusat di
daerah Jawa Barat. Namun, setelah Kerajaan Pajajaran runtuh, Sunan Gunung Jati
memisahkan wilayah Cirebon dan mendirikan kesultanan sendiri. Ia juga membangun Masjid
Agung Sang Cipta Rasa sebagai pusat penyebaran Islam di wilayah tersebut.
Pada masa pemerintahan kesultanan Cirebon, wilayah ini dibagi menjadi dua bagian yaitu
Kasepuhan dan Kanoman. Kasepuhan merupakan wilayah yang diperintah oleh raja yang
berasal dari keturunan langsung Sunan Gunung Jati, sedangkan Kanoman diperintah oleh raja
yang berasal dari keluarga kerajaan lainnya.
Kesultanan Cirebon berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Melalui
kepemimpinan Sunan Gunung Jati dan para raja Cirebon, Islam berhasil diterima oleh
masyarakat setempat. Kesultanan Cirebon juga memberikan sumbangsih dalam bidang
budaya seperti seni dan kesenian.
Dengan sejarah dan perkembangan yang unik, Kesultanan Cirebon merupakan salah satu
bagian penting dari perjalanan Islam di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Kasepuhan dan
Kanoman tetap menjadi saksi bisu dari kejayaan kerajaan tersebut hingga saat ini.
10. Kerajaan Bacan
Kerajaan Bacan merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang pernah berkuasa di
wilayah Maluku Utara, Nusantara. Kerajaan ini memiliki sejarah yang kaya dan karakteristik
unik yang mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.
Penyebaran agama Islam di Kerajaan Bacan dimulai pada abad ke-14 dengan masuknya
pedagang-pedagang Muslim dari berbagai negara, termasuk dari Timur Tengah. Mereka
membawa ajaran Islam dan berhasil mengislamkan sebagian besar penduduk Bacan.
Raja pertama Kerajaan Bacan yang bercorak Islam adalah Sultan Ahmad, yang berkuasa pada
awal abad ke-16. Ia menjadi seorang pemimpin yang berperan aktif dalam menyebarkan
ajaran Islam di wilayah tersebut. Dalam kepemimpinannya, ajaran Islam diterapkan dalam
sistem pemerintahan serta menjadi dasar dalam hukum dan kebijakan kerajaan.
Kerajaan Bacan juga dikenal dengan kekayaan alamnya, terutama hasil bumi berupa rempah-
rempah. Kekayaan ini menjadikan kerajaan ini memiliki kekuasaan ekonomi yang besar.
Selain itu, kerajaan ini juga dikenal dengan keberhasilannya dalam menjaga perdamaian dan
stabilitas di wilayahnya.
Dengan penyebaran agama Islam dan penerapan ajaran Islam yang kuat, Kerajaan Bacan
menjadi pusat kebudayaan Islam di Maluku Utara. Masyarakat Bacan mengadopsi ajaran
Islam dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam adat istiadat dan tradisi mereka. Kerajaan
Bacan memberikan sumbangan besar dalam perkembangan Islam dan peradaban di wilayah
tersebut.
11. Kesultanan Banggai
Kesultanan Banggai adalah sebuah kerajaan yang berada di Semenanjung Timur pulau
Sulawesi dan Kepulauan Banggai. Sejarah dan perkembangan kesultanan ini sangat terkait
dengan keruntuhan kerajaan Majapahit dan bangkitnya kerajaan Banggai sebagai kerajaan
independen yang bercorak Islam.
Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit pada abad ke-15, wilayah Nusantara mengalami
perubahan yang signifikan. Salah satunya adalah munculnya kerajaan-kerajaan baru yang
secara terpisah berdiri sebagai kerajaan-kerajaan independen. Kesultanan Banggai adalah
salah satu kerajaan yang bangkit dan menguasai wilayah-wilayah di pesisir timur Sulawesi
dan Kepulauan Banggai.
Kerajaan Banggai merupakan salah satu kerajaan yang menerima pengaruh Islam sebagai
ajaran utama. Kerajaan ini mengadopsi sistem pemerintahan Islam dan sangat kental dengan
nilai-nilai keagamaan. Selain itu, kesultanan Banggai juga terkenal dengan kebijakan
toleransinya terhadap agama dan budaya lain.
Dengan keberadaannya sebagai kerajaan independen yang bercorak Islam, kesultanan
Banggai menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam di wilayah timur Indonesia.
Kejayaan kerajaan ini terutama terletak pada kesuksesannya dalam memelihara perdamaian
dan stabilitas di wilayahnya serta menerapkan nilai-nilai keadilan yang Islami. Kesultanan
Banggai telah memberikan sumbangan besar dalam perkembangan Islam di Indonesia.
12 Kerajaan Bone
Kerajaan Bone adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang berdiri di wilayah Sulawesi
Selatan. Kerajaan ini memiliki hubungan erat dengan Kerajaan Gowa dan Tallo, yang
merupakan kerajaan-kerajaan tetangga di wilayah tersebut.
Kerajaan Bone dianggap sebagai pewaris dari Kerajaan Gowa dan Tallo setelah terjadi
perpecahan internal antara dua kerajaan tersebut.
Salah satu ciri khas dari Kerajaan Bone adalah penerapan aturan syariat Islam yang sangat
kuat. Raja-raja Bone sangat menjunjung tinggi aturan-aturan Islam dalam menjalankan
pemerintahan mereka.
Selain itu, Kerajaan Bone juga dikenal dengan masa kejayaannya yang mencapai puncak
pada abad ke-17. Pada masa itu, Bone berhasil menguasai sebagian besar wilayah Sulawesi
Selatan dan menjadi kekuatan yang dihormati di kawasan tersebut.
Namun, masa kejayaan Kerajaan Bone berakhir pada abad ke-18 ketika Belanda menjajah
wilayah Nusantara. Bone akhirnya jatuh di bawah penaklukan Belanda pada tahun 1905.
Meskipun Kerajaan Bone tidak lagi berdiri, warisan sejarah dan kebudayaannya masih bisa
kita temukan hingga saat ini. Kerajaan Bone merupakan bukti penting dari perjalanan sejarah
Islam di Indonesia dan peran kerajaan-kerajaan bercorak Islam dalam pembentukan identitas
bangsa.
13. Kerajaan Konawe
Kerajaan Konawe memiliki sejarah yang menarik sebelum akhirnya bercorak Islam. Pada
awalnya, kerajaan ini memiliki ciri khas Hindu dalam pemerintahannya. Raja-raja Konawe
mempraktikkan agama Hindu dan mengikuti tradisi serta kebiasaan Hindu dalam
menjalankan Kerajaan Konawe.
Namun, pada suatu titik, Kerajaan Konawe mengalami perubahan yang signifikan. Sistem
pemerintahan Konawe berubah menjadi bercorak Islam. Pengaruh agama Islam mulai masuk
ke dalam kerajaan ini, dan raja-raja Konawe menjadi penganut agama Islam.
Perubahan tersebut juga berhubungan dengan masuknya Kerajaan Konawe ke dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Kerajaan Konawe menjadi bagian dari wilayah Indonesia yang
kemudian menerapkan sistem pemerintahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan perubahan ini, Kerajaan Konawe tidak lagi menerapkan sistem pemerintahan Hindu
dan menjadi kerajaan yang bercorak Islam. Agama Islam menjadi agama utama dalam
menjalankan pemerintahan, dan nilai-nilai Islam menjadi panduan dalam kehidupan
masyarakat Konawe.
Pada akhirnya, kerajaan ini menjadi bagian dari keanekaragaman budaya dan agama di
Indonesia, yang terus dipertahankan hingga saat ini. Kerajaan Konawe menjadi simbol
penting dalam sejarah perkembangan Islam di wilayah Indonesia.
14. Kesultanan Sumbawa
Kesultanan Sumbawa merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang pernah ada di
wilayah Pulau Sumbawa. Sejarah perjalanan kerajaan ini sangat erat kaitannya dengan
masuknya agama Islam ke pulau tersebut.
Pada masa itu, pulau Sumbawa masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang
sedang mengalami keruntuhan. Runtuhnya kekuasaan Majapahit menciptakan kekosongan
pemerintahan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk Pulau Sumbawa. Hal tersebut
semakin mempermudah penyebaran agama Islam di pulau tersebut.
Agama Islam mulai masuk ke pulau Sumbawa melalui perdagangan dan hubungan antara
pedagang Muslim dari Timur Tengah dengan masyarakat setempat. Melalui duta-duta
keagamaan yang disebut Walisongo, ajaran Islam disampaikan dan diterima oleh masyarakat
Pulau Sumbawa. Secara bertahap, agama Islam menjadi agama utama di pulau tersebut.
Pendirian Kesultanan Sumbawa juga menjadi faktor penting dalam penyebaran agama Islam.
Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Muhammad Bakir pada tahun 1660 M, dan langsung
menerapkan Islam sebagai agama resmi dalam sistem pemerintahannya. Kesultanan
Sumbawa menjadi pusat penyebaran agama Islam di wilayah ini dan memainkan peran
penting dalam memperkuat dan menyebarluaskan ajaran Islam di Pulau Sumbawa.
Dengan demikian, Kesultanan Sumbawa merupakan salah satu bukti sejarah penting tentang
masuknya agama Islam dan penyebarannya di wilayah Pulau Sumbawa. Kerajaan ini menjadi
bukti keberhasilan Islam dalam mengakar dan berkembang di Indonesia.
15. Kerajaan Dompu
Kerajaan Dompu, yang terletak di wilayah Kabupaten Dompu, merupakan sebuah kerajaan
yang memiliki bercorak Islam. Mayoritas penduduk di kerajaan ini memeluk agama Islam,
yang menjadi landasan dalam sistem pemerintahannya.
Selain itu, salah satu hal menarik tentang Kerajaan Dompu adalah masih adanya keturunan
raja hingga saat ini. Meskipun tidak lagi memegang kekuasaan politik, mereka tetap diakui
sebagai bagian dari sejarah keluarga kerajaan.
Perubahan penting dalam sejarah Kerajaan Dompu adalah perubahan istana menjadi Masjid
Raya Dompu. Hal ini merupakan bukti dari pengaruh agama Islam yang kuat di wilayah ini.
Dalam prosesnya, bangunan istana kerajaan diubah menjadi masjid yang menjadi pusat
kegiatan keagamaan dan spiritual bagi masyarakat setempat.
Dengan begitu, Kerajaan Dompu menjadi contoh nyata kerajaan bercorak Islam yang
menjadikan agama sebagai landasan dalam kehidupan politik dan sosial. Dan melalui
perubahan istana menjadi Masjid Raya Dompu, pesan toleransi dan keberagaman di tengah
masyarakat pun tetap terjaga.
16. Kerajaan Mempawah
Kerajaan Mempawah adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang terletak di wilayah
Kalimantan Barat, Indonesia. Kerajaan ini memiliki sejarah yang cukup unik karena
mengalami dua periode pemerintahan yang berbeda.
Asal-usul nama Mempawah berasal dari kata "Mampe" yang artinya "awan" dan "Pawaha"
yang artinya "berlintasan". Nama ini merujuk pada sebuah legenda lokal yang mengisahkan
tentang awan yang melintasi langit ketika kelompok Suku Dayak yang beragama Hindu
pertama kali datang ke wilayah ini. Suku Dayak kemudian mengadopsi agama Islam dan
melanjutkan kehidupan mereka di kerajaan yang kemudian dikenal sebagai Kerajaan
Mempawah.
Kerajaan Mempawah telah mengalami dua periode pemerintahan yang berbeda. Pada
awalnya, kerajaan ini merupakan kerajaan Hindu yang berpusat di Mempawah Hilir. Namun,
pada abad ke-16, kerajaan ini berubah menjadi kesultanan Islam dan berpindah ke
Mempawah Hulu. Ketika berada di Mempawah Hulu, kesultanan ini dianggap sebagai salah
satu pusat kekuasaan Islam yang penting di Kalimantan Barat.
Dengan perpaduan antara kebudayaan Suku Dayak dan agama Islam, Kerajaan Mempawah
memiliki ciri khas yang unik. Kerajaan ini merupakan contoh penting dari percampuran
budaya dan agama yang terjadi di Nusantara pada masa lalu. Dengan demikian, Kerajaan
Mempawah memberikan sumbangan yang signifikan bagi perkembangan Islam di
Kalimantan Barat.
17. Kerajaan Tanjungpura
Kerajaan Tanjungpura, yang awalnya dikenal sebagai Kerajaan Negeri Baru, merupakan
salah satu kerajaan bercorak Islam yang terletak di Kalimantan Barat. Kerajaan ini memiliki
sejarah yang kaya dan pernah mengalami perpindahan ibu kota yang signifikan.
Awalnya, Kerajaan Tanjungpura berpusat di Negeri Baru, sebuah kota kecil yang berlokasi di
sekitar daerah Mempawah. Namun, pada abad ke-15, ibu kota kerajaan ini dipindahkan ke
Sukadana, yang merupakan kota yang lebih besar dan strategis.
Perpindahan ibu kota ini juga sejalan dengan perubahan nama kerajaan. Setelah Raja
Tanjungpura masuk Islam, kerajaan ini dikenal dengan nama Kerajaan Matan yang lebih
dikenal sebagai Kerajaan Tanjungpura yang berpegang teguh pada ajaran Islam.
Kerajaan Tanjungpura mencapai masa kejayaannya pada abad ke-16 dan menjadi salah satu
pusat kekuasaan Islam yang penting di Kalimantan Barat. Namun, seperti banyak kerajaan
lainnya, Kerajaan Tanjungpura juga mengalami kemunduran pada abad-abad berikutnya
akibat faktor eksternal maupun internal.
Meskipun berakhirnya masa kejayaannya, Kerajaan Tanjungpura meninggalkan warisan
penting sebagai salah satu kerajaan bercorak Islam penting di Kalimantan Barat. Perpindahan
ibu kota dan perubahan nama menjadi bukti bahwa agama Islam telah memainkan peran yang
signifikan dalam perkembangan dan perubahan kerajaan ini.
18. Kerajaan Landak
Kerajaan Landak adalah salah satu kerajaan bercorak Islam yang berlokasi di wilayah
Kalimantan Barat. Kerajaan ini memiliki sejarah yang panjang dan merupakan salah satu
kerajaan tertua di wilayah tersebut. Terletak di Kabupaten Landak, kerajaan ini dikenal
karena bangunan istana kerajaannya yang megah dan indah.
Kerajaan Landak memiliki dua periode penting dalam sejarahnya. Pada awalnya, kerajaan ini
didominasi oleh pengaruh Hindu dan berada di bawah kekuasaan kerajaan Hindu yang lebih
besar di wilayah Kalimantan Barat. Namun, pada abad ke-15, kerajaan ini secara resmi
beralih menjadi kerajaan Islam.
Bukti keberadaan Kerajaan Landak dapat ditemukan dalam berbagai kronik sejarah dan
artefak yang masih ada hingga saat ini. Salah satu bukti fisik yang paling menonjol adalah
bangunan istana kerajaan yang terletak di daerah tersebut. Bangunan ini memiliki arsitektur
khas dengan ornamen-ornamen Islam yang indah dan mengesankan.
Dengan perpindahan agama ke Islam, Kerajaan Landak menjadi salah satu pusat kekuasaan
Islam yang penting di Kalimantan Barat. Meskipun mengalami kemunduran pada abad-abad
berikutnya, tetapi warisan sejarah dan keberadaan kerajaan ini tetap menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari sejarah Islam di Kalimantan Barat.
19. Kerajaan Tayan
Kerajaan Tayan merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang terletak di wilayah
Kalimantan Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Putra Brawijaya, seorang keturunan dari
Kerajaan Majapahit pada abad ke-14. Sejarah Kerajaan Tayan berkaitan erat dengan
kedatangan Gusti Lekar, seorang pengikut Raja Matan dari Kerajaan Majapahit, yang
membawa agama Islam ke wilayah tersebut.
Kerajaan Tayan menjadi salah satu pusat kekuasaan Islam di Kalimantan Barat pada masa
lampau. Selama pemerintahannya, kerajaan ini mengalami masa kejayaan dalam bidang
politik, ekonomi, dan budaya. Peninggalan sejarah seperti bangunan istana kerajaan dan
artefak lainnya mencerminkan keindahan seni dan arsitektur Islam pada masa itu.
Kerajaan Tayan juga dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam di wilayah sekitarnya.
Raja dan keluarga kerajaan menjadi pelindung dan penyebar agama Islam di kerajaan ini.
Kehadiran Islam di dalam Kerajaan Tayan memberikan pengaruh besar pada masyarakat dan
identitas budaya mereka.
Dengan demikian, Kerajaan Tayan merupakan salah satu kerajaan bercorak Islam yang
penting dalam sejarah Kalimantan Barat. Peninggalan-peninggalan sejarah yang ada hingga
saat ini menjadi saksi bisu kejayaan dan keberhasilan kerajaan ini dalam memperkokoh
agama Islam di wilayah tersebut.
Pertanyaan
1. Apa saja sumber sejarah kerajaan samudera pasai?
2. Apa informasi yang dapat diperoleh dari batu nisan sultan Malik Al Saleh?
3. Mengapa kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511?
4. Mengapa kerajaan Aceh berkembang pesat setelah jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis pada tahun 1511?
Jawaban
1. Sumber sejarah Kerajaan Samudera Pasai melibatkan berbagai dokumen dan catatan
dari masa lalu. Beberapa sumber utama termasuk:
 Prasasti: Insripsi batu yang mencatat peristiwa atau pencapaian penting dalam bentuk
prasasti.
 Kronik atau Tawarikh: Catatan sejarah tertulis yang menceritakan peristiwa-peristiwa
penting. Misalnya, “Sejarah Melayu” mencakup sejarah kerajaan-kerajaan di wilayah
Melayu, termasuk Samudera Pasai.
 Catatan Perjalanan dan Diplomatik: Laporan dari pedagang, penjelajah, atau duta
besar yang berkunjung ke Kerajaan Samudera Pasai.
 Dokumen Pemerintah: Surat-surat resmi, perjanjian, atau catatan administratif dari
pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai.
 Arkeologi: Temuan artefak dan struktur arkeologis dapat memberikan wawasan
tentang kehidupan sehari-hari dan perkembangan budaya di Kerajaan Samudera Pasai.

2. Informasi yang dapat diperoleh dari batu nisan Sultan Malik Al Saleh dapat mencakup
detail tentang identitas, waktu hidup, dan mungkin pencapaian atau peristiwa penting
selama masa pemerintahannya. Batu nisan sering kali berisi inskripsi yang mencatat
nama sultan, gelar-gelar kehormatan, garis keturunan, dan tanggal wafat.

Selain itu, batu nisan juga dapat memberikan petunjuk tentang nilai-nilai agama dan
budaya yang dominan pada waktu itu. Simbol-simbol atau ornamentasi pada batu
nisan bisa mencerminkan aspek kehidupan keagamaan, kebudayaan, atau artistik
masyarakat pada masa itu.

Penting untuk diingat bahwa interpretasi batu nisan perlu mempertimbangkan konteks
sejarah dan budaya pada saat batu nisan tersebut dibuat. Kajian arkeologis dan
epigrafi dapat membantu menguraikan informasi yang terkandung dalam batu nisan
ini.

3. Pada tahun 1511, Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis sebagai bagian dari upaya
mereka dalam memperluas kekuasaan dan kontrol perdagangan di wilayah Asia
Tenggara. Beberapa faktor yang menyebabkan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
meliputi:
 Kontrol Jalur Perdagangan: Malaka memiliki posisi strategis di jalur perdagangan
maritim yang menghubungkan Timur Tengah, India, Cina, dan kepulauan Nusantara.
Portugis ingin menguasai kontrol atas rute ini untuk mendominasi perdagangan
rempah-rempah dan barang berharga lainnya.
 Pengaruh Ekonomi: Malaka merupakan pusat perdagangan yang kaya dengan
rempah-rempah seperti cengkeh, lada, dan kayu manis. Portugis ingin mengamankan
sumber-sumber rempah-rempah ini dan mengendalikan perdagangan di wilayah
tersebut.
 Persaingan dengan Kesultanan Melayu: Portugis bersaing dengan Kesultanan Melayu
yang saat itu menguasai Malaka. Mereka mendukung pihak-pihak yang tidak puas
dengan pemerintahan Kesultanan, dan hal ini menciptakan ketidakstabilan internal
yang dimanfaatkan oleh Portugis.
 Keunggulan Militer: Portugis memiliki keunggulan militer dengan teknologi senjata
api yang lebih canggih. Saat menyerbu Malaka pada tahun 1511 di bawah pimpinan
Alfonso de Albuquerque, Portugis berhasil menaklukkan kota tersebut.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 menjadi salah satu peristiwa penting
dalam sejarah kolonialisme di Asia Tenggara. Portugis kemudian mempertahankan kekuasaan
atas Malaka selama beberapa abad, sebelum akhirnya dikalahkan oleh Belanda pada abad ke-
17.
4. Kerajaan Aceh berkembang pesat setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada
tahun 1511 karena beberapa faktor strategis dan geopolitik di wilayah tersebut:
 Kekuasaan Maritim: Jatuhnya Malaka membuka peluang bagi kerajaan-kerajaan lain
di Nusantara untuk mengisi kekosongan kekuasaan dalam perdagangan maritim.
Aceh, sebagai salah satu pelabuhan perdagangan utama di Aceh, memanfaatkan
peluang ini dan tumbuh menjadi pusat perdagangan penting.
 Kontrol Jalur Perdagangan: Aceh berada di jalur perdagangan yang vital antara India
dan Cina. Dengan mengontrol jalur ini, Aceh dapat mengenakan pajak dan
mengendalikan perdagangan yang mengalir melalui wilayahnya.
 Perlawanan Terhadap Portugis: Aceh menjadi pusat perlawanan terhadap kekuasaan
Portugis. Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, beberapa pedagang dan penduduk
Malaka yang tidak puas dengan pemerintahan Portugis melarikan diri ke Aceh. Ini
membawa pengetahuan perdagangan dan keterampilan budaya yang memperkaya
Aceh.
 Kerajaan Islam yang Kuat: Aceh merupakan salah satu kerajaan Islam yang kuat di
wilayah tersebut. Pemerintahannya yang stabil dan berdasarkan hukum Islam
memberikan kepercayaan kepada pedagang dan komunitas Muslim, yang kemudian
mendukung pertumbuhan ekonomi dan budaya Aceh.
 Pemberontakan Terhadap Portugis: Aceh aktif melibatkan diri dalam perlawanan
terhadap Portugis. Pemberontakan ini membantu membentuk identitas Aceh sebagai
pusat kekuatan anti-Portugis di wilayah tersebut.
Secara keseluruhan, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menciptakan perubahan dalam
dinamika kekuasaan di wilayah tersebut, dan Aceh dengan cepat mengisi kekosongan
tersebut, menjadi salah satu pusat kekuatan ekonomi dan politik di Asia Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai