Anda di halaman 1dari 16

Makalah Pendidikan Agama Islam

Perkembangan Islam di Indonesia

Disusun oleh :

Erdin Wirayudha XII TBSM

Muhammad Arif Sulaiman


BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Islam adalah salah satu agama yang memiliki penganut terbesar di dunia.
Selain itu, penganutnya juga terus menerus mengalami peningkatan dan
perkembangan yang sangat signifikan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut terjadi
di seluruh dunia, tanpa terikat oleh geografis, etnis, dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan oleh
Allah kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah,
rasulullah SAW mulai menyebarkan keseluruh penjuru dunia khususnya Jazirah Arab.
Agama Islam lahir dan berkembang di Jazirah Arab. Dalam
perkembangannya, Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim dari Arab dan India
sekitar abad ke-7M. Para pedagang muslim tersebut melakukan kegiatan
perdagangan sambil menyebarkan agama Islam.
Kehadiran agama Islam pada abad ke-6 Masehi membawa kemajuan
peradaban di Jazirah Arab dan sekitarnya. Peradaban dunia Arab yang semula
terbelakang, menjadi peradaban yang maju dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Seiring dengan perkembangan Daulah Islamiah, wilayah kekuasaan Islam semakin
luas, hingga mencapai daratan Eropa. Dalam perkembangan selanjutnya, Islam
tersebar sampai keseluruh benua di dunia.
Mengenai sejarah awal mula masuknya Islam di Indonesia sedikit mengalami
kerancuan antara beberapa pakar. Hal itu terjadi karena tidak adanya bukti yang kuat.
Sehingga menimbulkan beberapa teori yang mutlak kebenarannya dan diterima oleh
para ahli sejarah. Sebagai warga negara Indonesia dan umat Islam yang baik, maka
kita harus mengetahui bagaimana perkembangan Islam di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penyebaran Islam di Indonesia?
2. Bagaimana cara masuknya Islam di Indonesia?
3. Bagaimana peran umat Islam pada masa penjajahan, perang kemerdekaan dan
pembangunan?
4. Siapa saja tokoh-tokoh perkembangan Islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN

A. MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan
kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha telah dianut oleh
masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilyah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.

Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20


Maret 1963 di Medan yang dihadiri oleh sejumlah budayawan sejarawan Indonesia,
disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada abad pertama
Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).

Cara Masuknya Islam di Indonesia


Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan.
Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif
berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang teguh pada
prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :

‫َآلِإْك َر اَه ِفي الِّديِن َقد َّتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّي َفَم ن َيْكُفْر ِبالَّطاُغ وِت َو ُيْؤ ِم ن ِباِهلل‬
‫َفَقِد اْسَتْمَس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثَقى َال اْنِفَص اَم َلَها َو ُهللا َسِم يٌع َع ِليٌم‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256)

Menurut Uka Tjandrasasmita, masuknya Islam di Indonesia dilakukan enam


saluran yaitu :

1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan.
Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para
raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan
mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak,
dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di
beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati
Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam,
bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena
faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim.
Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan
dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2. Saluran Perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial lebih
baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit penduduk
pribumi yang tertarik dengan para pedagang muslim tersebut khususnya putri-
putri raja dan bangsawan. Proses Islamisasi ini dilakukan sebelum adanya
pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses pernikahan sampai pada
akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau
bahkan kerajaan-kerajaan Islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar
muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan,
raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya Islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan nyai
manila. Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaunganten. Brawijaya dengan Putri
Campa yang menurunkan Raden Fatah ( Raja pertama Demak ).

3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat .
dengan ilmu tasawufnya mereka mengajarkan Islam kepada pribumi yang
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya
menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di terima.
Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah Fansuri di aceh,
syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.

4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok
yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di
pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai mendapat
pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke kampung
masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini banyak yang di
undang ke maluku untuk mengajarkan agama Islam.

5. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan
wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia
meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat.
Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan
Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan
Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
( hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan dan seni ukir.

6. Saluran Politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah
rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu
tersebarnya Islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera dan jawa
maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan
Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam. Kemenangan kerajaan Islam
secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Islam masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu:


 Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Damaskus – Bagdad –
Gujarat (Pantai Barat India) – Srilangka – Indonesia
 Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Yaman – Gujarat –
Srilangka – Indonesia
Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai
Sumatera bagian utara.

Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok Indonesia,
yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian utara), Pulau
Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan sekitarnya, dalam
kurun waktu yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan antara lain sebagai berikut:
 Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para
ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan
mereka masing-masing.
 Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah
secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya.
 Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap
masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
 Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan
diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dari lapisan bawah.
 Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan
aktif melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah, khususnya terhadap rakyat
mereka.

B. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

1. Sumatera
Daerah yang dimasuki Islam dari kepulauan Indonesia adalah Sumatera bagian
utara, seperti Pasai dan Perlak. Karena wilayah Sumatera bagian Utara letaknya di
tepi Selat Malaka, tempat lalu lintas kapal-kapal dagang dari India ke Cina.
Para pedagang dari India, yakni bangsa Arab, Persi, dan Gujarat, yang juga
para mubalig Islam, banyak yang menetap di Bandar-bandar sepanjang Sumatera
Utara. Mereka menikah dengan wanita-wanita pribu yang sebelumnya telah
diIslamkan, sehingga terbentuknya keluarga Muslim. Mereka mensyiarkan Islam
dengan cara bijaksana, baik dengan lisan maupun sikap dan perbuatan, terhadap
sanak famili, para tetangga, dan masyarakat sekitarnya.
Hingga akhirnya berdiri kerajaan Islam pertama, yaitu Samudra Pasai.
Kerajaan ini berdiri pada tahun 1261 M, di pesisir timur Laut Aceh Lhokseumawe
(Aceh Utara), rajanya bernama Merah Silu, bergelar Sultan Al-Malik As-Saleh.
Beliau menikah dengan putrid Raja Perlak yang memeluk agama Islam.
Samudra Pasai makin berkembang dalam bidang politik, ekonomi, dan
kebudayaan. Seiring dengan kemajuan kerajaan Samudra Pasai yang sangat pesat,
pengembangan agama Islam pun mendapat perhatian dan dukungan penuh.
Samudra Pasai terkenal dengan sebutan Serambi Mekah.

2. Jawa
Penemuan nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik
yang wafat tahun 1101 M dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita
asing tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-
13 M hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak Majapahit mencapai puncak
kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak
lagi. Misalnya, penemuan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik, juga
berita Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam
yang bertempat tinggal di Gresik.
Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya
dengan perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan
orang-orang Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di Kerajaan
Samudra Pasai dan Malaka. Pengembangan Islam di tanah Jawa dilakukan oleh
para ulama dan mubalig yang kemudian terkenal dengan sebutan Wali Sanga
(sembilan wali).

1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik


Maulana Malik Ibrahim merupakan wali tertua di antara Wali Sanga
yang mensyiarkan agama Islam di Jawa Timur, sehingga dikenal pada
dengan nama Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim menetap di Gresik
dengan mendirikan masjid dan pesantren, tempat mengajarkan Islam
kepada para santri dan kepada para penduduk agar menjadi umat Islam
yang bertakwa. Beliau wafat pada tahun 1419 M (882 H) dan dimakamkan
di Gapura Wetan, Gresik.

2. Sunan Ampel
Sunan Ampel nama aslinya adalah Raden Rahmat. Lahir pada tahun
1401 M dan wafat pada tahun 1481 M serta dimakamkan di di desa Ampel.
Sunan Ampel menikah dengan seorang putri Tuban bernama Nyi Ageng
Manila dan dikaruniai empat orang anak, yaitu: Maulana Makdum Ibrahim
(Sunan Bonang), Syarifuddin (Sunan Drajat), Nyi Ageng Maloka, dan
putri yang menjadi istri Sunan Kalijaga.
Jasa-jasa Sunan Ampel antara lain:
 Mendirikan pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya.
 Berperan aktif dalam membangun masjid agung Demak, yang
dibangun pada tahun 1479 M.
 Memelopori berdirinya kerajaan Islam Demak dan ikut
menobatkan Raden Fatah sebagai sultan pertamanya.

3. Sunan Bonang
Sunan Bonang nama aslinya adalah Maulana Makdum Ibrahim, putra
Sunan Ampel. Lahir pada tahun 1465 M dan wafat tahun 1515 M. semasa
hidupnya beliau mempelajari Islam dari ayahnya sendiri, kemudian
bersama Raden Paku merantau ke Pasai untuk mendalami Islam. Jasa
beliau sangat besar dalam penyiaran Islam.

4. Sunan Giri (1365-1428)


Beliau adalah seorang wali yang sangat besar pengaruhnya di Jawa,
terutama di Jawa Timur. Ayahnya, Maulana Ishak, berasal dari Pasai dan
ibunya, Sekardadu, putri Raja Blambangan Minak Sembayu. Belajar Islam
di pesantren Ampel Denta dan Pasai.
Sunan Giri (Raden Paku) mendirikan pesantren di Giri, kira-kira 3 km
dari Gresik. Selain itu, beliau mengutus para mubalig untuk berdakwah ke
daerah Madura, Bawean, Kangean, bahkan ke Lombok, Makassar, Ternate,
dan Tidore.

5. Sunan Drajat
Nama aslinya adalah Syarifuddin, putra Sunan Ampel dan adik Sunan
Bonang. Beliau berjasa dalam mensyiarkan Islam dan mendidik para santri
sebagai calon mubalig.

6. Sunan Gunung Jati


Sunan Gunung Jati lebih dikenal dengan sebutan Syarif Hidayatullah.
Beliau berjasa dalam menyebarkan Islam di Jawa Barat dan berhasil
mendirikan dua buah kerajaan Islam, yakni Banten dan Cirebon. Syarif
Hidayatullah wafat pada tahun 1570 M dan dimakamkan di Gunung Jati (7
km sebelah utara Cirebon).

7. Sunan Kudus
Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq, lahir pada pertengahan abad ke-15
dan wafat pada tahun 1550 M (960 H). Beliau berjasa dalam menyebarkan
Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, Jawa Tengah bagian utara. Sunan
Kudus membangun sebuah masjid yang terkenal sebagai Masjid Menara
Kudus. Sunan Kudus juga terkenal sebagai seorang sastrawan, di antara
karya sastranya yang terkenal adalah gending Maskumambang dan Mijil.

8. Sunan Kalijaga
Nama aslinya adalah Raden Mas Syahid, salah seorang Wali Sanga
yang terkenal karena berjiwa besar, toleran, dan juga pujangga. Beliau
adalah seorang mubalig yang berdakwah sambil berkelana. Di dalam
dakwahnya Sunan Kalijaga sering menggunakan kesenian rakyat
(gamelan, wayang, serta lagu-lagu daerah). Belau wafat pada akhir ke-16
dan dimakamkan di desa Kadilangu sebelah timur laut kota Demak.

9. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said, putra dari Sunan Kalijaga. Beliau
seorang mubalig yang berdakwah ke pelosok-pelosok desa dan daerah
pegunungan. Di dalam dakwahnya beliau menggunakan sarana gamelan
serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, yang
terletak di sebelah utara kota Kudus.

3. Sulawesi
Menurut berita Tom Pires, pada awal abad ke-16 di Sulawesi banyak kerajaan-
kerajaan kecil yang sebagian masih memeluk kepercayaan Animisme dan
Dinamisme. Di antara kerajaan-kerajaan itu yang paling terkenal dan besar adalah
kerajaan Gowa Tallo, Bone, Wajo, dan Sopang.
Pada tahun 1562-1565 M, di bawah pimpinan Raja Tumaparisi Kolama,
kerajaan Gowa Tallo berhasil menaklukkan daerah Selayar, Bulukumba, Maros,
Mandar, dan Luwu. Pada masa itu, di Gowa Tallo telah terdapat kelompok-
kelompok masyarakat Muslim dalam jumlah yang cukup besar. Atas jasa Dato
Ribandang dan Dato Sulaemana, penyebaran dan pengembangan Islam lebih
intensif dan mendapat kemajuan yang pesat. Pada tanggal 22 September 1605
Raja Gowa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam yang kemudian
bergelar Sultan Alaudin. Beliau berhubungan baik dengan Ternate, bahkan secara
pribadi beliau bersahabat baik dengan Sultan Babullah dari Ternate.
Setelah resmi menjadi kerajaan bercorak Islam, Gowa melakukan perluasan
kekuasaannya. Daerah Wajo dan Sopeng berhasil ditaklukkan pada tahun 1611 M.
Sejak saat itu Gowa menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai.

4. Kalimantan
Sebelum Islam masuk ke Kalimantan, di Kalimantan Selatan terdapat
kerajaan-kerajaan Hindu yang berpusat di negara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang
terletak di hulu sungai Nagara dan Amuntai Kimi. Kerajaan-kerajaan ini sudah
menjalin hubungan dengan Majapahit, bahkan salah seorang raja Majapahit
menikah dengan Putri Tunjung Buih. Hal tersebut tercatat dalam Kitab “Negara
Kertagama” karya Empu Prapanca.
Menjelang kedatangan Islam, Kerajaan Daha diperintah oleh Maha Raja
Sukarana. Setelah beliau meninggal digantikan oleh Pangeran Tumenggung. Hal
ini menimbulkan kemelut keluarga, karena Pangeran Samudra (cucu Maha Raja
Sukarama) merasa lebih berhak atas takhta kerajaan. Akhirnya Pangeran Samudra
dinobatkan menjadi Raja Banjar oleh para pengikut setianya, yang membawahi
daerah Masik, Balit, Muhur, Kuwin dan Balitung, yang terletak di hilir sungai
Nagara.
Berdasarkan hikayat Banjar, Pangeran Samudra meminta bantuan Kerajaan
Demak (Sultan Trenggono) untuk memerangi Kerajaan Daha, dengan perjanjian
apabila Kerajaan Daha dapat dikalahkan maka Pangeran Samudra beserta
rakyatnya bersedia masuk Islam. Ternyata berkat bantuan tentara Demak,
Pangeran Tumenggung dari Kerajaan Daha dapat ditundukkan sesuai dengan
perjanjian, akhirnya Raja Banjar, Pangeran Samudra beserta segenap rakyatnya
masuk Islam dan bergelar Sultan Suryamullah. Menurut A.A Cense dalam
bukunya, “De Kroniek van Banjarmasin 1928,” peristiwa itu terjadi pada tahun
1550 M.

5. Maluku dan Sekitarnya


Antara tahun 1400-1500 M (abad ke-15) Islam telah masuk dan berkembang
di Maluku, dibawa oleh para pedagang Muslim dari Pasai, Malaka, dan Jawa.
Mereka yang sudah beragama Islam banyak yang pergi ke pesantren-pesantren di
Jawa Timur untuk mempelajari Islam.

Raja-raja di Maluku yang masuk Islam di antaranya:


1. Raja Ternate, yang kemudian bergelar Sultan Mahrum (1465-1486).
Setelah beliau meninggal, digantikan oleh Sultan Zaenal Abidin yang besar
jasanya dalam mensyiarkan Islam di kepulauan Maluku dan Irian, bahkan
sampai ke Filipina.
2. Raja Tidore, yang kemudian bergelar Sultan Jamaludin.
3. Raja Jailolo, yang berganti nama dengan Sultan Hasanuddin.
4. Raja Bacan, yang masuk Islam pada tahun 1520 dan bergelar Sultan
Zaenal Abidin.

Selain Islam masuk dan berkembang di Maluku, Islam juga masuk ke Irian.
Daerah-daerah Irian Jaya yang dimasuki Islam adalah Miso, Jalawati, Pulau
Waigio dan Pulau Gebi.

C. HIKMAH PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

1. Masa Penjajahan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan
Dengan dianutnya agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia,
ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu
antara lain:
 Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan
raja-raja serta dibimbing agar menghambakan diri kepada Allah, Tuhan
Yang Maha Esa.
 Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, (lihat Q.S. An-
Nahl: 90), mampu mengubah masyarakat Indonesia yang dulunya
menganut system kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang setiap
anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang
sama.
 Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam
dengan semboyan “Habbul Watan Minal-Iman” (cinta tanah air sebagian
dari iman) mampu mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia,
khususnya para pemuda, yang dulunya bersifat sekatrian (lebih
mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis (lebih
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara).
 Semboyan yang diajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama yang
cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong
masyarakat Indonesia untuk melakukan usaha-usaha mewujudkan
kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara.

Allah SWT berfirman,

‫اْلُم ْعَتِد يَن ُيِح ُّب اَل َهَّلل ِإَّن ۚ َتْعَتُدوا َو َلُيَقاِتُلوَنُك ْم اَّلِذ يَن ِهَّللا َس ِبيِل ِفي َو َقاِتُلوا‬

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)


janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S. Al-Baqarah: 190).

Menurut Islam, berperang dalam rangka mewujudkan dan


mempertahankan kemerdekaan bangsa, negara, dan agama merupakan
“Jihad fi sabilillah” yang hukumnya wajib. Sedangkan umat Islam yang
mati dalam “Jihad fi sabilillah” tersebut dianggap mati syahid, yang
imbalannya adalah surga.

b. Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan

1. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis


Bangsa Portugis datang dari Eropa Barat ke Dunia Timur, termasuk
Indonesia, dengan semboyan “gold (tambang emas), glory (kemuliaan,
keagungan), dan gospel (penyebaran agama Nasrani).”
Bangsa Portugis melakukan berbagai usaha dengan menghalalkan
segala cara. Antara lain pada tahun 1511 mereka merebut Bandar Malaka,
yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Sultan Mahmud Syah (1488 –
1511).
Sikap bangsa Portugis yang kasar dan angkuh, yang bermaksud
merebut kekuasaan dan memaksakan kemauannya dalah perdagangan,
menyebabkan kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia bangkit untuk
memberikan perlawanan mengusir penjajah Portugis dari bumi Nusantara.
Pada tahun 1526 bala tentara Demak di bawah pimpinan panglima
perang Fatahillah berangkat melalui jalan laut menuju Sunda Kelapa untuk
mengusir penjajah Portugis. Setibanya di Sunda Kelapa, Fatahillah dan bala
tentaranya mengepung Sunda Kelapa dan terjadilah pertempuran sengit
melawan penjajah Portugis. Dalam pertempuran ini Fatahillah dan bala
tentaranya memperoleh kemenangan. Sunda Kelapa direbut dari tangan
penjajah. Kemudian Sunda Kelapa diganti namanya menjadi Jayakarta
(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M yang kemudian
ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta. Portugis dan Spanyol
mengadakan Perjanjian Tordesilas (1529) yang isinya:
1) Maluku menjadi milik Portugis
2) Filipina Selatan menjadi milik Spanyol

2. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda


Bangsa Indonesia kembali dijajah oleh bangsa Belanda, yang untuk
pertama kali berlabuh di Banten pada tahun 1596 dipimpin oleh Cornelis de
Houtman. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia sama dengan tujuan
penjajah Portugis, yakni untuk memaksakan praktik monopoli perdagangan
dalam menanamkan kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan yang ada di
wilayah Nusantara. Penjajah Belanda menempuh berbagai usaha dan
menghalalkan segala cara. Misalkan, menerapkan politik Divide et Impera,
muslihat damai, mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya dari bumi
Nusantara untuk membangun bangsanya, dan membiarkan rakyat Indonesia
berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, sederetan nama para pejuang
kusuma bangsa yang menderita, bahkan berkorban jiwa dalam berperang
melawan penjajah Belanda, demi tegaknya kemerdekaan bangsa dan negara
tercinta Indonesia.
Di pulau Jawa nama-nama tersebut antara lain: Sultan Ageng Tirtayasa,
Kyai Tapa dan Bagus Buang dari Kesultanan Banten, Sultan Ageng dari
Kesultanan Mataram, dan Pangeran Diponegoro dari Kesultanan
Yogyakarta.
Dari Kesultanan Aceh kita bisa mengenal sederetan nama para
panglima perang Islam, seperti: Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku
Cek Ditiro, Cut Nyak Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, dan
Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah.
Dari Maluku, yakni dari Kesultanan Ternate dan Tidore, tercatat nama-
nama para pejuang kusuma bangsa seperti Saidi, Sultan Jamaluddin, dan
Pangeran Neuku.
Dari Sulawesi Selatan, yakni dari kerajaan Gowa-Tallo dan Bone,
terkenal nama pahlawan bangsa seperti Sultan Hasanuddin dan Lamadu
Kelleng yang bergelar Arung Palaka.
Sedangkan dari Kalimantan Selatan, rakyat yang mengalami
penderitaan dan kesengsaraan akibat pajak yang tinggi dan kewajiban kerja
paksa serempak mengangkat senjata di bawah pimpinan para panglima
perang, seperti: Pangeran Antasari, Kyai Demang Lemam, Berasa, Haji
Masrin, Haji Bayasin, Kyai Langlang, Pangeran Hidayat, Pangeran
Maradipa, dan Tumenggung Mancanegara.
Demikianlah nama-nama para pahlawan Islam sebagai para pejuang
kusuma bangsa dari berbagai kepulauan di Nusantara, yang telah berperang
melawan imperialism Belanda. Sayangnya, perlawanan mereka dapat
dipatahkan oleh penjajah Belanda. Hal ini disebabkan antara lain karena
perlawanan mereka lebih bersifat lokal regional sporadis (tidak merata) dan
kurang terkoordinasi serta persenjataan pihak kaum imperialis jauh lebih
canggih.

2. Masa Perang Kemerdekaan


a. Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan
Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang kemerdekaan ada
dua macam:
 Membina kader umat Islam, melalui pesantren dan aktif dalam pembinaan
masyarakat.
 Turut bejuang secara fisik sebagai pemimpin perang.

Para pahlawan Islam yang telah berjuang melawan imperialis Portugis dan
Belanda, seperti: Fatahillah, Sultan Baabullah, Pangeran Diponegoro, Imam
Bonjol, dan Habib Abdurrahman, adalah juga para ulama yang beriman dan
bertakwa, yang berakhlak baik dan bermanfaat bagi orang banyak sehingga
mereka menjadi panutan umat.

b. Peranan Organisasi dan Pondok Pesantren Pada Masa Perang Kemerdekaan


Organisasi-organisasi tersebut adalah:

1. Serikat Dagang Islam/Serikat Islam


Serikat Dagang Islam didirikan oleh Haji Samanhudi dan Mas Tirta
Adisuryo pada tahun 1905 di Kota Solo. Tujuan organisasi ini pada
awalnya adalah menggalang kekuatan para pedagang Islam melawan
monopoli pedagang Cina (yang mendapat perlakuan istimewa dari
penjajahan Belanda) dan memajukan agama Islam.
Pada tahun 1912 Serikat Dagang Islam diubah menjadi Serikat Islam
(SI), bertujuan bukan hanya untuk memajukan para pedagang Islam, tetapi
lebih luas lagi, yaitu untuk menghapus penderitaan, penghinaan, dan
ketidakadilan yang menimpa seluruh rakyat Indonesia akibat ulah
penjajahan Belanda.
Pada tahun 1914 telah berdiri 56 perkumpulan lokal Serikat Islam yang
telah resmi berbentuk badan hukum yang tersebar di kota-kota besar di
Indonesia. Untuk menyeragamkan gerak dan langkah, pada tanggal 18
Maret 1916 dibentuk wadah Serikat Islam Sentral, yang diketuai oleh Haji
Omar Said Cokroaminoto.
Pada bulan Juni 1916 Serikat Islam mengadakan kongresnya yang
pertama yang dinamai Kongres Nasional Serikat Islam. Di dalam kongres
itu dijelaskan bahwa istilah “Nasional” digunakan untuk mempertegas
bahwa Serikat Islam mencita-citakan adanya suatu “Nation” bagi rakyat
Indonesia (baca penduduk pribumi).
Pada tahun 1923 Sentral Serikat Islam mengubah namanya menjadi
Partai Serikat Islam (PSI). Gagasan gerakan Islam Internasional ini
dikemukakan oleh Kyai Haji Agus Salim, dengan nama pan-Islamisme.

2. Muhammadiyah
Organisasi Islam Muhammadiyah didirikan di kota Yogyakarta oleh
K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Peranan
Muhammadiyah pada masa penjajahan Belanda lebih dititikberatkan pada
usaha-usaha mencerdaskan rakyat Indonesia dan meningkatkan
kesejahteraan mereka, yakni dengan mendirikan sekolah-sekolah, baik
sekolah umum maupun sekolah agama, rumah sakit, panti asuhan, rumah-
rumah penampungan bagi warga miskin dan perpustakaan-perpustakaan.
Pada tahun 1925, tidak lama setelah pendirinya, K.H. Ahmad Dahlan
wafat, Muhammadiyah sudah tersebar di semua kota besar di seluruh
Indonesia serta berhasil membangun dan mengelola 1774 buah sekolah, 31
buah perpustakaan, 834 masjid, puluhan rumah sakit, panti asuhan, dan
rumah-rumah penampungan bagi warga miskin.

3. Nahdlatul Ulama (NU)


NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Dua tokoh
penting dalam upaya pembentukan NU adalah K.H. Hasyim Asy’ari dan
K.H. Wahab Hasbullah.
Pada masa penjajahan Belanda, NU senantiasa berjuang menentang
penjajah dan pernah mengeluarkan pernyataan politik yang isinya:
 Menolak kerja rodi yang dibebankan oleh penjajah kepada rakyat.
 Menolak rencana ordonansi (peraturan pemerintah) tentang
perwakinan tercatat.
 Menolak diadakannya Milisi (wajib militer).
 Menyokong GAPI dalam menuntut Indonesia yang memiliki parlemen
kepada pemerintah colonial Belanda.

4. Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia,
yang penyelenggaraan pendidikannya bersifat tradisional dan sederhana.
Mata pelajaran yang diajarkan di pesantren adalah: Ilmu Tauhid, Fikih
Islam, Akhlak, Ushul Fikih, Nahwu, Saraf, dan Ilmu Mantik. Sumber
pelajaraannya, biasanya kitab-kitab berbahasa Arab yang tidak berharakat
atau gundul, yang biasa disebut dengan “Kitab Kuning”.

3. Masa Pembangunan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan negara Republik
Indonesia, umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk, tampil di barisan
terdepan dan perjuangan, baik perjuangan fisik (berperang) maupun
perjuangan diplomasi. Di tahun-tahun awal kelahirannya sebagai negara yang
merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia harus menghadapi Jepang
(September 1945), negara Sekutu (November 1945 – Maret 1946), dan
Belanda (Agresi Belanda I pada 21 Juli 1947 dan Agresi Belanda II pada 19
Desember 1948).
Selain itu, kemerdekaan negara Republik Indonesia dipertahankan
melalui usaha-usaha diplomatic, yaitu perundingan antara Indonesia dan
Belanda, misalnya: perundingan Linggarjati (November 1946), perjanjian
Renville (Desember 1947), perjanjian Roem Royen (April 1949), dan
Konferensi Meja Bundar di Den Haag (2 November 1949).

b. Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan


Organisasi Islam yang ada pada masa pembangunan ini cukup banyak,
antara lain: Muhammadiyah; Nahdlatul Ulama (NU); Himpunan Mahasiswa
Islam (HIM), berdiri tahun 1947 di Yogyakarta; Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), berdiri pada 17 April 1960 dan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) berdiri pada 26 Juli 1975.
Peranan Muhammadiyah dalam masa pembangunan antara lain:
 Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia berilmu pengetahuan
tinggi, berbudi luhur, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
 Melakukan usaha-usaha di bidang kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, antara lain mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, BKIA (Balai
Kesehatan Ibu dan Anak), Panti Asuhan, dan Pos Santunan Sosial.

Nahdlatul Ulama, yang pernah berkiprah di bidang politik, dalam


perkembangan selanjutnya melalui Munas NU pada tanggal 18 – 21 Desember
1984 di Situbondo, dengan tegas menyatakan bahwa NU meninggalkan
aktivitas politik dan kembali ke khittah (tujuan dasar). Usaha-usaha NU antara
lain:
 Mendirikan madrasah-madrasah, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah,
Aliyah, dan Perguruan Tinggi.
 Mendirikan, mengelola, dan mengembangkan pesantren-pesantren.
 Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin.

Majelis Ulama Indonesia adalah organisasi keulamaan yang bersifat


independen, tidak berafiliasi kepada salah satu aliran politik, mazhab atau
aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia.
Ada peranan Majelis Ulama Indonesia pada masa pembangunan adalah:

 Memberikan fatwa dan nasihat keagamaan dalam masalah sosial


kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam pada umumnya,
sebagai amar ma’ruf nahi mungkar dalam usaha meningkatkan ketahanan
nasional.
 Memperkuat Ukhuwah Islamiah dan melaksanakan kerukunan antarumat
beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.
 MUI adalah penghubung antara Ulama dan Umara serta menjadi
penerjemah timbale-balik antara pemerintah dan umat Islam Indonesia
guna menyukseskan pembangunan nasional.

Organisasi ini pertama kali diketuai oleh Prof. DR. B.J. Habibie, yang
kemudian menjadi presiden ketiga Republik Indonesia.

c. Peranan Lembaga Pendidikan Islam dalam Pembangunan


Lembaga pendidikan Islam adalah badan yang berhubungan dengan
pendidikan Islam untuk memenuhi kebutuhan umatnya di bidang pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia ada yang didirikan dan
dikelola langsung oleh pemerintah (Departemen Agama), seperti: Madrasah
Ibtidaiyah Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasah
Aliyah Negeri (MAN), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). IAIN
sekarang berubah menjadi UIN (Unversitas Islam Negeri) yang tidak hanya
mendalami ilmu tentang keIslaman, seperti Fakultas Syariah dan Ushuluddin,
tetapi juga mendalami ilmu pengetahuan umum, seperti Fakultas Ekonomi dan
Fakultas Kedokteran.

Adapun peranan-peranan kelembagaan Islam dalam pembangunan antara lain:


 Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan
Yang Maha Esa.
 Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
 Memupuk persatuan dan kesatuan umat.
 Mencerdaskan bangsa Indonesia.
 Mengadakan pembinaan mental spiritual
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20 Maret
1963 di Medan menyebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali
pada abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi).
Perkembangan Islam di Indonesia terbagi menjadi beberapa wilayah diantaranya
yaitu Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku. Para tokoh yang
menyebarkan Islam di Indonesia di antaranya yaitu wali songo (Maulana Malik
Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung
Jati, Sunan Drajat, Sunan Kudus dan Sunan Muria).
Sedangkan masuknya Islam di Indonesia menurut Uka Tjandrasasmita dilakukan
dengan enam saluran yaitu: Saluran perdagangan, Saluran perkawinan, Saluran
tasawuf, Saluran pendidikan, Saluran kesenian, dan Saluran politik. Dari keenam
saluran di ataslah Islam bisa menjangkau hampir ke seluruh pelosok Indonesia yang
salah satu pengaruhnya diakui sebagai kebudayaan Indonesia sendiri sampai sekarang
seperti Pengaruh bahasa dan nama, Pengaruh adat-istiadat, Pengaruh kesenian.

B. SARAN

Islam adalah agama yang damai. Islam masuk ke Indonesia bukan dengan
peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru
dengan cara damai berkat kegigihan para ulama. Maka dari itu melalui makalah ini
kita di ajarkan untuk dapat berdamai dengan orang-orang disekitar kita. Hindarilah
segala pertengkaran yang dapat merusak hubungan silaturrahmi kita.

Anda mungkin juga menyukai