Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Sejarah Kebudayaan Islam (PAI 6 D)

Dosen Pembimbing:
Dr. Abdul Basit, M.A.

Disusun Oleh Kelompok 1:


Fajri Syahiddinillah (2017510134)
Muhammad Irsal (2017510127)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
1441 H / 2020 M
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam merupakan agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. Beliau memulai dakwah menyebarkan agama Islam dari tanah
kelahirannya, Makkah Al Mukarramah. Pada awalnya dakwah beliau hanya
diikuti oleh beberapa orang terdekat saja. Banyak dari kalangan orang-orang
Quraisy yang menentang dakwah beliau. Bahkan mereka memusuhi Nabi dan
orang-orang yang mengikuti ajarannya. Hingga berbagai usaha pembunuhan Nabi
pun sering dilakukan orang-orang Quraisy. Selama sekitar sepuluh tahun dakwah
beliau di Makkah, jumlah pengikut masih sangat sedikit.
Kemudian di tahun kesebelas kenabiannya, beliau dan para pengikut
melakukan hijrah ke Madinah. Disinilah Nabi Muhammad mulai menyusun
strategi dakwah untuk mengajak orang masuk Islam. Pertama kali yang beliau
lakukan adalah membentuk pemerintahan. Dengan kegigihan Nabi dan para
sahabat dalam berdakwah, Islam pun semakin menyebar luas ke tanah berbagai
tanah arab. Dan jumlah umat Islam pun semakin hari semakin bertambah. Hal ini
dapat kita lihat dari peperangan-peperangan yang dilakukan Rasulullah SAW.
Perang Badar yang merupakan perang besar pertama umat Islam melawan orang-
orang kafir hanya membawa pasukan sekitar 300 orang, kemudian Perang Uhud
membawa pasukan 1000 orang. Dan peperangan-peperangan berikutnya dengan
jumlah pasukan yang semakin banyak.
Setelah Rasulullah wafat, dakwah Islam dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin.
Di zaman para khalifah inilah Islam sudah mulai merambah ke berbagai negara
dan benua. Termasuk diantaranya negara Indonesia, yang mulai dimasuki Islam
pada zaman Khalifah Usman bin ‘Affan. Beliau mengirimkan delegasi untuk
menyampaikan Islam ke negeri Cina. Dan sebelum sampai di negeri Cina para
delegasi singgah di Nusantara. Dari delegasi yang dikirim Khalifah Usman inilah
Islam mulai berkembang di Indonesia. Kemudian dakwah dilanjutkan oleh para
pedagang dari India. Sehingga jumlah umat Islam di Indonesia terus bertambah
setiap harinya. Hingga saat ini dakwah Islam di Indonesia masih terus berlanjut.
Dan dari berbagai survei menunjukan bahwa mayoritas penduduk di Indonesia
adalah Muslim.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan islam di Indonesia ?
2. Bagaiamana Perkembangan Islam era kemerdekaan?

C. Tujuan
1. Untuk memahami Perkembangan islam di Indonesia.
2. Untuk memahami perkembangan islam era kemerdekaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Islam di Indonesia


Sebelum agama Islam masuk ke Indonesia, berbagai macam agama dan
kepercayaan seperti Animisme, Dinamisme, Hindu, dan Buddha telah dianut oleh
masyarakat Indonesia. Bahkan pada abad 7-12 M di beberapa wilyah kepulauan
Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha.

Menurut hasil seminar “Masuknya Islam di Indonesia,” pada tanggal 17-20


Maret 1963 di Medan yang dihadiri oleh sejumlah budayawan sejarawan
Indonesia, disebutkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pertama kali pada
abad pertama Hijriah (kira-kira abad 8 Masehi). 

Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun penjajahan.


Islam berkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan
persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama berpegang
teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256 :

ْ‫ر‬BBBُ‫ ُد ِم َن ْال َغ ِّي فَ َمن يَ ْكف‬BBB‫د تَّبَي ََّن الرُّ ْش‬BBBَ‫ين ق‬ َ ‫آلَإِ ْك‬
ِ ‫ ِّد‬BBB‫راهَ فِي ال‬BBB
َ‫ ُو ْثقَى ال‬BB‫العُرْ َو ِة ْال‬BB
ْ ِ‫ك ب‬
َ BB‫ ِد ا ْستَ ْم َس‬BBَ‫ؤ ِمن بِاهللِ فَق‬BBُ ِ ‫بِالطَّا ُغو‬
ْ ‫ت َوي‬
َ ِ‫ا ْنف‬
‫صا َم لَهَا َوهللاُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al-Baqarah: 256)

Menurut Uka Tjandrasasmita, masuknya Islam di Indonesia dilakukan enam


saluran yaitu :

1. Saluran Perdagangan

3
Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan.
Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat
pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam
perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua
Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan
karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan,
bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan
masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka
menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa
dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat
sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang
masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang
goyah, tetapi karena faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang
Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih
perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.

2. Saluran Perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
lebih baik dari pada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak sedikit
penduduk pribumi yang tertarik dengan para pedagang muslim tersebut
khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses Islamisasi ini dilakukan
sebelum adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan dengan proses
pernikahan sampai pada akhirnya mereka mempunyai keturunan dan mampu
membuat daerah-daerah atau bahkan kerajaan-kerajaan Islam.

Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar


muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati, karena bangsawan,
raja, dan adipati dapat mempercepat proses masuknya Islam di Indonesia.

Demikianlah yang terjadi antara raden rahmat atau sunan ampel dengan
nyai manila. Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaunganten. Brawijaya dengan
Putri Campa yang menurunkan Raden Fatah ( Raja pertama Demak ).

4
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawauf atau para sufi, mengajarkan teosofi yangb
bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-kekuatan menyembuhkan.
Diantara mereka ada juga yang mengawini putri-putri bangsawan setempat .
dengan ilmu tasawufnya mereka mengajarkan Islam kepada pribumi yang
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yangb se4belumnya
menganut agama hindu, sehingga agama baru itu mudah dimenerti dan di
terima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra Islam itu adalah Hamzah
Fansuri di aceh, syeh lemah abang, dan sunan panggung di jawa. Ajaran
mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19 M bahkan di
abad ke-20 M ini.

4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun
pondok yang diselenggaakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-
ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama, dam kiai
mendapat pendidikan agama. Setelah kelua dari pesantren, mereka pulang ke
kampung masing-masing kemudian mereka berdakwah ketempat tertentu
mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh raden rahmat di
Ampel Denta Surabaya dan sunan giri di giri. Keluaran pesantren giri ini
banyak yang di undang ke maluku untuk mengajarkan agama Islam.

5. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang paling
mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan
ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan

5
alat Islamisasi, seperti sastra ( hikayat, babad, dan sebagainya ), seni bangunan
dan seni ukir.

6. Saluran Politik
Di maluku dan sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah
rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam didaerah ini. Di samping itu, baik di sumatera
dan jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik,
kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non-Islam.
Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan
bukan Islam itu masuk Islam.

Kemudiann islam masuk ke Indonesia melalui dua jalu yaitu:

a. Jalur utara, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Damaskus – Bagdad –
Gujarat (Pantai Barat India) – Srilangka – Indonesia 
b. Jalur selatan, dengan rute: Arab (Mekah dan Madinah) – Yaman – Gujarat –
Srilangka – Indonesia 
Daerah pertama dari kepulauan Indonesia yang dimasuki Islam adalah pantai
Sumatera bagian utara. 

Berawal dari daerah itulah Islam mulai menyebar ke berbagai pelosok


Indonesia, yaitu: wilayah-wilayah Pulau Sumatera (selain pantai Sumatera bagian
utara), Pulau Jawa, Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Kepulauan Maluku dan
sekitarnya, dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Hal itu disebabkan antara lain
sebagai berikut: 

a. Adanya dorongan kewajiban bagi setiap Muslim/Muslimah, khususnya para


ulamanya, untuk berdakwah mensyiarkan Islam sesuai dengan kemampuan
mereka masing-masing. 
b. Adanya kesungguhan hati dan keuletan para juru dakwah untuk berdakwah
secara terus-menerus kepada keluarga, para tetangga, dan masyarakat
sekitarnya. 

6
c. Persyaratan untuk memasuki Islam sangat mudah, seseorang telah dianggap
masuk Islam hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. 
d. Ajaran Islam tentang persamaan dan tidak adanya sistem kasta dan
diskriminasi mudah menarik simpati rakyat, terutama dari lapisan bawah. 
e. Banyak raja-raja Islam yang ada di berbagai wilayah Indonesia ikut berperan
aktif melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah, khususnya terhadap rakyat
mereka. 
Perkembangan Islam di Sumatra
Perkembangan Islam di Indonesia masuk ke Sumatera pada abad ke-7 Masehi,
yang pada waktu itu di Sumatera telah berdiri kerajaan Budha di Sriwijaya (683 –
1030 M) yang menjadikan Islam masuk ke daerah itu sedikit mengalami kesulitan,
dan pada waktu itu kerajaan Sriwijaya mendapat serbuan dari India, maka
kesempatan itu digunakan untuk menyebarkan Islam bagi daerah-daerah, seperti
di Samudera Pasai sehingga berdirilah kerajaan Islam yang pertama di Samudera
Pasai.
Karena ada beberapa versi sejarah yang berbeda, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Islam di Sumatera terbagi menjadi:

a. Kerajaan Perlak

Sultan Perlak adalah Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Ia dilantik
pada tanggal 1 Muharram tahun 225 H.

b. Samudera Pasai

Silsilah keturunan Malik Al-Saleh yang memerintah Samudera Pasai tahun


650 – 688 H menunjukkan bahwa beliau keturunan Raja Islam, yaitu Makhdum
Sultan Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat tahun 365 – 402 H.

c. Kerajaan Aceh

Salah seorang pembawa agama Islam di Aceh adalah Syekh Abdullah Arif
yang datang dari Arab. Beliau mempunyai murid bernama Burhanuddin yang
kemudian menyebarkan ajaran agama Islam di Pariaman, Sumatera Barat.

7
d. Islam di Barus

Papan Tinggi adalah sebuah pemakaman di Bandar Barus, Pantai Barat


Sumatera Utara. Di salah satu batu nisan terdapat sebuah nama Said Mahmud Al-
Hadramaut. Selain itu seorang Islam bernama Sulaiman telah sampai di Pulau
Nias pada tahun 851 M. Sulaiman menyebutkan Bandar Barus itu penghasil kapur
barus dan ia singgah di bandar ini.

e. Islam di Sumatera Timur

Sebuah makam ulama yang bernama Imam Shadiq bin Abdullah wafat 23
Sya’ban 998 H ditemukan di Klumpang, Deli, yaitu bekas kerajaan Haru/Aru.

f. Kerajaan Siak

Islam diperkirakan masuk di kerajaan ini pada abad 12 M. Ini dapat terlihat
pada peninggalan kuburan bertahun 1128 M yang bercorak Islam, yaitu kuburan
Nizamuddin Al- Kamil seorang laksamana dari dinasti Fatimiah.

g. Islam Masuk di Sumatera bagian Selatan

Dikisahkan oleh Ibnu Batutah bahwa hubungan dagang antara khalifah


Abbasiyah (751 – 1268 M) dengan Sriwijaya telah berlangsung. Bahkan
sebelumnya telah ada pedagang utusan dari khalifah Umayyah (661 – 750 M), dan
banyak pedagang Sriwijaya sendiri yang berlayar ke negara-negara Timur
Tengah.

Perkembangan Islam di pulau Jawa

Islam masuk ke Jawa Tengah pada masa pemerintahan Sima pada tahun 674
M, masuknya Islam ke Jawa Timur di tandai dengan adanya makam Fatimah binti
Maimun yang di batu nisannya bertuliskan Arab, sekitar tahun 1082 M, dan
masuknya Islam ke Jawa Barat disiarkan oleh haji Purba pada pemerintahan
Mundingsari pada tahun 1190 M. Islam dapat berkembang dengan pesat ketika
kerajaan Majapahit (Hindu) merosot. Islam di Jawa tidak akan pernah lepas dari
peranan Walisongo yang begitu gigih dalam menyiarkan Islam, sehingga dengan
cepat Islam berkembang ke seluruh Pulau Jawa.

8
Adapun jasa-jasa Walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa adalah
menyebarkan Islam kepada penduduk pedalaman pulau Jawa, sebelum Wlisongo,
Islam hanya berkembang di daerah pesisir, Walisongo berhasil mendirikan
beberapa kerajaan Islam di Pulau Jawa, yaitu: Demak, Pajang, dan Banten,
Walisongo juga berhasil mengubah kesenian Jawa dari pengaruh Hindu menjadi
pengaruh Islam.

Setelah berdirinya kerajaan Islam Demak tahun 1500 M, maka Jawa Tengah
merupakan salah satu pusat kegiatan agama Islam, adapun wali yang
mengembangkan Islam di Jawa yaitu:

h. Sunan Gresik
Beliau berasal dari Kasyan Bangsa Arab, kemudian menyiarkan Islam di
kota Gresik.
i. Sunan Ampel
Beliau keturunan putri raja Aceh yang menikah dengan seorang penyiar
Islam dari Arab. Beliau menyiarkan Islam di Ampel dan Surabaya.
j. Sunan Bonang
Membentuk kader-kader Islam dengan mendirikan pondok pesantren.

k. Sunan Drajat
Beliau menyiarkan Islam di Sedayu, Jawa Timur.
l. Sunan Kalijaga
Mengajarkan Islam dengan memasukan hikayat Islam kedalam cerita
wayang yang dipertunjukkan untuk rakyat.
m. Sunan Giri
Beliau belajar Islam di Malaka selama tiga tahun, kemudian menyebarkan
Islam di Giri (dekat Gresik).
n. Sunan Muria
Beliau adalah putra dari sunan Kalijaga yang menikah derngan Dewi
Sujinah dan mempunyai seorang putra yang bernam Pangeran Santri.

9
Untuk kepentingan dakwahnya Dia menciptakan lagu “Sinom dan
Kinanthi”.
o. Sunan Kudus
Mengajarkan Islam dengan cara memperdalam agama dan mengikis habis
pengaruh Hindu.
p. Sunan Gunung Jati
Beliau belajar Islam di Makkah. Menyiarkan Islam yang berpusat di
Gunung Jati.

Perkembangan Islam di Sulawesi

Islam di Sulawesi tidak sebaik Islam di Jawa dan Sumatera, cara pengislaman
di Sulawesi pun dilakukan dengan jalan damai, tidak ada kekerasan sama sekali.
Adapun yang menyiarkan Islam di Sulawesi adalah Datuk Ribandang dan Datuk
Sulaiman.

Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada


pertengahan abad ke-16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah
seorang muslim. Atas ajakan Raja Ternate, Raja Bolang Mongondow memeluk
Islam. Sampai ke timur Kepulauan Maluku, pada awal abad ke-16 telah memiliki
kerajaan Islam, yakni Kerajaan Bacan. Mubaligh dari kerajaan Ini terus
mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur
perdagangan.

Perkembangan Islam di Kalimantan

Sekitar tahun 1550 di Banjar berdiri kerajaan Islam dengan rajanya bergelar
Sultan Suryanullah dan pada saat itu juga banyak rakyat Banjar yang memeluk
agama Islam begitu pula dengan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan
Banja.

Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari


Makassar yang bernama Tuan Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan
cepat Islam berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk Islam.
Kemudian pengembangan Islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada

10
pemerintahan Aji di Langgar. Pada tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat)
telah berdiri kerajaan Islam. Ini berarti jauh sebelum tahun itu, rakyat telah
memeluk agama Islam, adapun yang meng-Islamkan daerah Sukadana adalah
orang Arab Islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana Sultan yang masuk
Islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad Saifuddin
(1677).

Sebelum Islam masuk ke Dayak, suku Dayak menyembah berhala, tapi lama-
kelamaan kebanyakan dari mereka memeluk Islam. Pengislaman di Dayak melalui
jalan perdagangan, pernikahan, dan dakwah. Penyiaran Islam di Dayak dilakukan
oleh pendatang dari Arab, Bugis, dan Melayu. Perkembangan Islam selanjutnya
diteruskan oleh keturunan-keturunan mereka dengan penuh semangat.

Perkembangan Islam di Irian Jaya

Masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan
daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan
Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di
mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia
Timur, yakni Kerajaan Bacan. Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak
tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua sejak abad ke-16
dan telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool,
Waigama dan Salawati pada abad ke-16 telah mendapat pengaruh dari ajaran
Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat
di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir.
Sementara yang di pedalaman masih tetap menganut paham animisme.

Masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke 17, atau dua abad
lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di
daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman
bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor
kegiatan missionaris di sana.

11
B. Perkembangan Islam di Era Kemeredekaan
1. Masa Orde Lama

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) merupakan perwakilan


daerah seluruh kepulauan Indonesia. Dalam sidang PPKI, M. Hatta berhasil
meyakinkan bahwa tujuh kata dalam anak kalimat yang tercantum dalam sila
pertama Pancasila “Ketuhanan yang maha Esa dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan segala konsekuensinya
dihapuskan dari konstitusi. Namun hal yang sedikit melegahkan hati para
nasionalis Islam adalah keputusan tentang diadakannya Kementerian Agama yang
akan menangani masalah keagamaan (lihat B.J. Boland, Pergumulan Islam di
Indonesia (Jakarta : Grafiti Preaa, 1985), h. 110; bandingkan dengan Badri Yatim,
op tit, h. 266).

Meskipun Departemen Agama dibentuk, namun hal tersebut tidak meredakan


konflik ideologi pada masa setelahnya. Setelah dikeluarkannya maklumat tentang
diperkenankannya mendirikan partai partai politik, tiga kekuatan yang
sebelumnya bertikai muncul kembali, yaitu; Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) 7 November 1945 lahir sebagai wadah aspirasi umat Islam, Partai
Sosialis yang mengkristalkan falsafah hidup Marxis berdiri 17 Desember 1945,
dan Partai Nasional Indonesia yang mewadahi cara hidup nasionalis “sekuler”
muncul pada 29 Januari 1946. Partai-partai yang berdiri pada saat itu dapat
dikategorikan dalam tiga aliran utama ideologi yang ada tersebut.

Sejak tahun 1950 sampai 1955 PNI dan Masyumi terlibat perselisihan
mengenai peran Islam dan peran komunis. Tetapi kalangan muslim sendiri saling
berseberangan. Misalnya pada tahun 1952 Nahdatul Ulama (NXJ) menarik diri
dari Masyumi dan menjadi partai politik yang mandiri. Terjadi pula perselisihan
antara kaum tua dan kaum muda dan antara Muhammadiyah dan NU mengenai.
orientasi keagamaan. Pergolakan yang tidak terselesaikan antara beberapa partai
politik yang mengantarkan sebuah pemilihan nasional (pemilu) tahun 1955 yang
terbukti sebagai sebuah peristiwa yang menentukan dalam sejarah Indonesia.

12
Pemilihan umum tahun 1955 tersebut mengkonsolidasikan bentuk baru ideologi
Indonesia dan organisasi sosial, bahkan mengembangkan sebuah kelanjutan dari
masa lalu yang nyata Indonesia. Sejak masa itu sampai sekarang, beberapa partai
muslim telah berjuang untuk menyadari bahwa meskipun Indonesia secara
mayoritas dalam adalah sebuah masyarakat muslim, namun partai muslim
merupakan sebuah mirioritas politik.

Perdebatan mengenai hasil perundangan terakhir Piagam Jakarta terus


berlanjut hingga periode pasca kemerdekaan dan menjadi argumen bagi gerakan
gerakan separatis, seperti Darul Islam (Ainal dan Samsu Rizal Pangabean, 2004:
65) di Jawa Barat dari 1948 hingga 1962 dan juga di Sulawesi Selatan dan Aceh.
Dalam Majelis Konstituante, sejak berakhirnya pemilu 1955 yang dilaksanakan
berdasarkan UUDS 1950, kalangan islamis melahirkan tantangan lain bagi negara
model Pancasila ini. Karena tidak ada satu pihak pun yang memenuhi 2/3 suara
yang dibutuhkan untuk pengesahan, Soekarno akhirnya membubarkan Majelis
Konstituante dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Mi 1959 (lihat
Mohammad Atho Mudzar, Islam and Islamic Law in Indonesia: A Socio-
Historical Approach).

Perkembangan Islam pada masa orde lama, (masa berlakunya UUD 1945,
Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950) berada pada tingkat pengaktualisasian
ajaran agama untuk dijadikan sebuah dasar dalam bernegara. Sehingga pergolakan
ideologi antara golongan muslim dan golongan nasionalis saling tarik ulur untuk
memperjuangkan berlakunya rumusan ideologi masing-masing. Sedangkan pada
masa demokrasi terpimpin (1959 - 1966) golongan Islam mendapat tekanan
melalui dominasi peranan golongan komunis yang membonceng kepada
pemerintah

2. Masa Orde Baru

Munculnya orde baru dianggap sebagai kemenangan bagi umat Islam karena
ada andil dalam pembentukannya. Sehingga umat Islam menarah banyak harapan
pada pemerintah, khususnya kesempatan untuk berkiprah di bidang poiitik.

13
Namun realitasnya hal tersebut tidak mendapat perhatian dari pemerintah rezim
baru orde baru karena pemerintah orde bara lebih berorientasi pada pembangunan
ekonomi. Hal ini semakin menguat lagi dengan adanya campur tangan pemerintah
terhadap partai politik, pemerintah menghendaki partai politik diciutkan menjadi
dua ditambah partai golkar. Partai Islam disatukan ke dalam Partai Persatuan
Pembangunan (PPP: 5 Januari 1973) dan partai-partai nasional serta partai Kristen
dan Katolik digabungkan dalam Partai Demokrasi Indonesia (PDI: 10 Januari
1973) (lihat Jamhari “Islam di Indonesia” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam: Dimamika Masa KM Jilid 6 (Cet. Ill; Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
2005), h. 345.)

Awal 1970-an merupakan periode penting bagi perkembangan Islam di


Indonesia. Menjelang diadakannya pemilihan umum pertama pada masa orde
bara, Nurcholis Madjid sebagai intelektual menggagas perlunya pembaraan
pemikiran dalam Islam. Gagasan Cak Nur tersebut rrtenunjukkan secara jelas
penolakan terhadap pandangan yang menjadikan Islam sebagai landasan ideologi
poiitik dengan jargon “Islam yes, partai Islam no”. Selain beliau, masih ada
beberapa pembaharu seperti Harun Nasution dan Abd Rahman Wahid juga
berperan dalam gagasan tersebut. Di samping perkembangan pemikiran keislaman
oleh cendikiawan Muslim di Lingkungan Islam seperti di IAIN, pesantren,
organisasi Islam, corak pemikiran di IAIN mulai pertengahan 1980-an sampai
dengan pertengahan 1990-an, menjadi salah satu kiblat perkembangan pemikiran
Islam di Indonesia. Perkembangan pemikiran keagamaan di IAIN ditandai dengan
maraknya kajian keagamaan yang menggunakan pendekatan ilmu sosial (lihat
Jamhari “Islam di Indonesia” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam: Dimamika
Masa KM Jilid 6 (Cet. Ill; Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005), h. 345.

Pada bidang pendidikan Islam, pesantren merupakan institusi pendidikan


keagamaan yang pertama di Indonesia. Pada awalnya pesantren lebih merupakan
lembaga keagamaan daripada lembaga pendidikan agama. Seiring dengan
perkembangan zaman pesantren berkembang menjadi lembaga pendidikan agama
yang mengajarkan materi keagamaan, namun pada perkembangan selanjutnya

14
pesantren mengadopsi sistem modern sehingga pesantren tidak hanya
mengajarkan ilmu keagamaan, tetapi juga pelajaran umum dengan menggunakan
teknologi maju.

Pada masa ini pula, perkembangan yang perlu dicatat adalah munculnya ide
reformasi fiqh yang diusulkan oleh ulama Indonesia, misalnya Hasbi al-Shiddieqy
dan Hazairin, yang keduanya meninggal dunia pada 1975. Hasbi al-Shiddieqy
mengajukan konsep “Fiqh Indonesia” dan berusaha menekankan pentingnya
merevisi fiqh tradisional yang tidak mempertimbangkan karakteristik komunitas
Islam di Indonesia. Sedangkan Hazairin mengajukan konsep “Fiqh Mazhab
Nasional” dengan rujuan agar lebih relevan dengan adat dan budaya di Indonesia
(lihat Nourouzzaman Shiddieqy, Fiqh Indonesia: Penggagas dan Gagasannya
(Jakarta: PustakaPelajar, 1997), h. 215). Selain itu konsep “Reaktualisasi Ajaran
Islam” juga disampaikan oleh Munawir Sjadzali sebagai upaya reinterpretasi
terhadap doktrin Islam. Menyusul konsep “ Fiqh Sosial” yang diajukan oleh Ali
Yafie.

3. Masa Reformasi

Runtuhnya Orde baru pada 21 Mei 1998, bersamaan dengan munculnya


berbagai gerakan sosial. Isu Piagam Jakarta dan tuntutan untuk memperbesar
peran syariah dalam negara kembali muncul ke permukaan. Khusus untuk isu
penerapan syariah, secara umum ada dua tipe gerakan Islam yang berargumen
tentang hal tersebut (An-Na'im, 2007: 399). Namun, perubahan struktural yang
dibawa oleh pengesahan otonomi daerah 1999 menambah kerumitan siruasi ini
karena kebijakan tersebut memberikan ruang bagi komunitas lokal untuk
menerapkan syariah di tingkat kabupaten dan provinsi, tanpa memperhatikan
sikap dan posisi pemerintahan pusat. Menyusul lengsernya rezim Soeharto,
muncul kembali seputar hubungan Islam, negara, masyarakat serta peran Islam
dalam Indonesia Baru. Banyak partai Islam seperti PPP dan Partai Bulan Bintang
(PBB) yang beipartisipasi dalam Pemilu 1999, kembali mengusung isu Piagam
Jakarta dalam sidang Tahunan MPR. Namun usaha untuk mengamandemen UUD

15
1945 dengan memasukkan kembali tujuh kata dalam Piagam Jakarta gagal
diwujudkan karena seimia fraksi lain di MPR menolaknya (An-Na'im, 2007: 431)

Selama periode ini pula sejumlah daerah di Indonesia menuntut penerapan


syaiiat Islam secara formal. Selain Aceh yang sudah diberikali hak otonomi untuk
menerapkan syariat Islam, provinsiprovinsi lain (misalnya provinsi Sulawesi
Selatan, Riau, Banten dan beberapa kabupaten lain) juga menyampaikan tuntutan
untuk menerapkan syariat Islam. Sekalipun tuntutan tersebut disuarakan dari
waktu ke waktu, tidak terdapat konsep yang jelas tentang syariat yang akan
diberlakukan. Oleh karena itu, penerapan syariat Islam pada faktanya bukanlah
masalah yang sederhana. Di antara keramitan yang muncul di dalamnya adalah
kalangan umat Islam sendiri masih terjadi perdebatan sengit mengenai apa yang
dimaksud dengan syariat dan bagaimana bentuk konkrit rumusan syariat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa persoalan hubungan Islam, negara, dan


masyarakat yang mewarnai perkembangan Islam di Indonesia masih sangat
kontroversial, seringkali bersifat simbolik yang menyelubungi persoalan politik
dan sosial lainnya, tanpa adanya kejelasan sikap dan pandangan para tokohnya,
yang mendasari penolakah terhadap klaim dan penegasan pihak lain yang
ditentangnya. Selain itu, meskipun Islam tidak pemah menjadi agama resmi
negara, diskursus keislaman mempengarulii dan dipengaruhi oleh kebijakan
negara, kendati masih adanya ambivalensi di kalangan kelompok Islam sendiri

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai
berikut: Proses masuknya Islam di Indonesia berjalan damai tanpa paksaan,
dibawa oleh muballig yang kebetulan berprofesi pedagang. Kegiatan berdagang
tersebut merupakan penopang dalam proses islamisasi. Secara umum Islam masuk
di Indonesia pada tahun pertama hijriyah bertepatan dengan tahun ke-7 dan ke-8
Masehi. Daerah yang pertama tempat tersebarnya agama Islam adalah Pesisir
Sumatera Utara. Perkembangan Islam di Indonesia pasca kemerdekaan terlihat
pada masa orde lama dalam (masa berlakunya UUD 1945, Konstitusi RTS 1949
dan UUDS 1950) berada pada tingkat pengaktualisasian ajaran agama untuk
dijadikan sebuah dasar dalam bernegara. Sedangkan pada masa Orde Baru,
Perkembangan Islam salah satunya dilakukan dengan pembaruan pemikiran ajaran
Islam. Pada masa Reformasi Reformasi, perkembangan Islam diwarnai dengan
semakin maraknya isu penerapan syariat Islam.

B. Saran
Meskipun penulis makalah menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, tetapi masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu
saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan ke
depannya.

17
DAFTAR PUSTAKA

- Ali, Mukti. 1974. Alam Pikiran Islam Modern di Indonesia. Jakarta: Tinta
Mas. Amal,
- Taufik Adnan dan Samsu Rizal Pangabean. 2004. Politik Syariat Islam:
Dari Indonesia hingga Nigeria. Cet. I; Jakarta: Pustaka Alvabet.
- An-Na'im, Abdullah Ahmed. 2007. Islam dan Negara Sekalar:
Menegosiasikan Masa Depan Syariah. Cet. I; Bandung: Mizan.
- Azra, Azyumardi. 1991. Persfektif Islam di Asia Tenggara. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1991.
- Azra, Azyumardi. 1994. Jaringan Utama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVIIdan XVIII. Bandung: Mizan. Boland, B.J. 1985.
Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta : Grafiti Preaa.
- Daulay, Haidar Putra. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan
Pendidikan Islam di Indonesia. Cet. I; Jakarta: Kencana.
- Hasjmy, A. 1989. Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia.
Bandung: Al-Ma'arif.

18

Anda mungkin juga menyukai