Anda di halaman 1dari 4

Adelia arlette

XIPS2/01
SEJ-W

A. Pendahuluan
Ada beberapa teori tentang kedatangan Islam di Indonesia. Islam tidak berasal dari satu
tempat/ negara, juga tidak dibawa oleh satu kelompok orang dan tidak pada saat yang
sama.

B. Pembahasaan

1) Sekilas tentang agama Islam


Agama islam lahir di Mekkah, Arab Saudi. Agama ini diyakini sebagai agama yang
diwahyukan oleh Allah SWT kepada umat manusia melalui utusan-Nya, Yaitu Nabi
Muhammad SAW. Beliau lahir pada tahun 570 M.
Pada bulan Ramadan tahun 610 M, saat berusia 40 tahun Muhammad didatangi oleh
Malaikat Jibril di sebuah gua yang disebut Gua Hira. Malaikat menyerukan kata “Iqra”,
yang artinya bacalah. Melalui dialog ini, Muhammad diangkat menjadi rasul Allah dan
dari situ Dimulailah proses turunnya Al-Qur’an, kitab suci agama Islam.

2) Teori-Teori tentang Masuknya Agama Islam ke Nusantara

a) Teori Gujarat
Menurut teori ini, yang didukung oleh Snouck Hurgronje, W.F Suttherheim, dan B.H.M
Vlekke, Islam masuk ke nusantara sekitar abad XIII, dibawa oleh para pedagang Islam
dari Gujarat., India. Bukti yang mendukungi teori ini:
 Batu nisan Sultan Malik Al-Saleh, sultan Samudra Pasai (Meninggal tahun
1297) yang bercorak Gujarat (india).
 Tulisan Marco Polo Pedagang dari venesia yang menyatakan pernah
singgah di Perlak (Peurela) pada tahun 1929 dan mendapatai banyak
penduduknya beragama Islam serta peran pedagang India.

b) Teori Mekkah
Menurut teori ini yang didukung oleh Buya Hamka dan J.C. van Leur ini, pengaruh
Islam telah masuk Nusantara sekitar abad VII, dibawa langsung oleh para pedagang
Arab. Buktinya adalah adanya permukiman Islam tahun 674 di Baros, Menyanggah
teori Gujarat, teori ini meyakini Islam yang berkembang di Samudra Pasai menganut
mazhab Syafi’I, mazhab besar di Mesir dan Mekkah pada masa itu, sedangkan daerah
Gujarat menganut mazhab Hanafi. Selain itu, sultan-sultan pasai menggunakan gelar
al-malik, gelar yang lazim dipakai di Mesir saat itu.

Bukti lain terkait munculnya Islam senelum abad XIII adalah makan seorang wanita
di Gresik, Jawa Timur, yang tertulis atas nama Fatimal Binti Maimun (berangka
tahun 1082) serta temuan sejumlah makam Islam di Tralaya (wilayah Majapahit),
Trowulan, Jawa Timur, yang menggunakan tahun Saka, bukan tahun Hijriah dengan
angka Jawa Kuno. Diperkirakan, pada masa jayanya, banyak warga Majapahit
beragama Islam. Meski demikian, tidak ada petunjuk siapa yang menyebarkan Islam
di Majapahit atau di Gresik itu.

c) Teori Persia
Menurut teori yang didukung oleh Hoesein Djajadiningrat ini, Islam di Indonesia
dibawa masuk oleh orang-orang Persia sekitar abad XIII. Bukti pendukung teori ini
adalah adanya upacara tabot- Upacara memperingati meninggalnya Husian bin Ali,
cucu Nabi Muhammad- di Bengkulu dan di Sumatra Barat (Tabuik) setiap tanggal 10
Muharam atau 1 Asyura. Upacara ini juga merupakan ritual tahunan di Persia. Selain
itu, ada kesamaan antara ajaran sufi yang dianut Syekh Siti Jenar dan sufi Iran
beraliran AI-Hallaj.

3) Jalur-Jalur Penyebaran Islam Di Indonesia


Proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Islam ke Nusantara pada
umumnya berjalan dengan damai. Oleh karena itu, Islam mendapat sambutan yang
baik dari msayrakat.
Baik kalangan raja, Bangsawan, maupun rakyat biasa. Hal tersebut didukung faktor-
faktor berikut:
 Syarat memeluk Islam sangat mudah, cukup dengan mengucapkan kalimat
Syahadat,
 Tata cara peribadatan Islam sederhana, tidak perlu persiapan yang rumit,
 Islam tidak mengenal pelapisan sosial seperti halnya agama Hindu dengan
sistem kastanya. Tidak heran, orang Nusantara apalagi yang berasal dari
golongan bawah secara ekonomi dan sosial mudah menerima agama ini.

a) Jalur Perdagangan
Perdagangan merupakan metode penyebaran Islam paling kentara, bahkan
dapat dikatakan sebagai jalur pertama dan utama penyebaran awal Islam.
Menurut Tome Pires, sekitar abad VII sampai abad XVI lalu lintas
perdagangan yang melalui Nusantara sangat ramai. Dalam proses ini,
pedagang Nusantara dan pedagang asing (Islam) dari Gujarat dan Timur
Tengah (Arab dan Persia) bertemu dan saling bertukar pengaruh. Sebagian
dari para pedagang asing ini tinggal di wilayah dekat pantai, yang disebut
pekojan. Lama-lama jumlah mereka semakin banyak, demikian juga pengaruh
Islam di tempat tinggal mereka. Hal ini juga menjelaskan mengapa kerajaan-
kerajaan Islam Nusantara seperti Bone, banjar, Denmak, Dll. Selalu berawal
dari wilayah pesisir.

Para pedagang itu menjalin kontak dengan para adipati wilayah pesisir dan
perlahan-lahan masuk ke lingkaran pusat istana. Ketika raja-raja dan para
bangsawan memeluk Islam, rakyatnya dengan mudah mengikuti. Setelah
memeluk Islam, semua ikut menyebarkan Islam ke kota-kota pelabuhan dan
persisir yang lain. Sementara itu, karakteristik kultur persisir yang mudah
menerima serta terbuka terhadap hal-hal baru merupakan faktor lain yang
memudahkan penyebaran agama dan kebudayaan Islam.

b) Jalur Perkawinan
Pedagangan-pedagang dan juga keluarganya menikah dengan perempuan
pribumi, putra-putri para bangsawan (adapti), dan bahkan dengan anggota
keluarga kerajaan. Hal ini berdampak positif terhadap perkembangan Islam.
Hal ini karena pedagang atau ulama itu mensyaratkan perempuan idamannya
untuk mengucapkan kalimat Syahadat terlebih dahulu. Anak-anak hasil
pernikahan itu pun cenderung mengikuti agama Islam, agama yang dianut
orang tuanya.
Perkawinan anak-anak kaum bangsawab (adipati) ataupun raja punya dampak
lebih. Mereka lebih mudah mengaruhi istana untuk mendukung penyebaran
Islam. Lama-kelamaan yang tadinya bercorak Hindu-Buddha perlahan-lahan
menjadi bercorak Islam.
Perkawinan juga tidak hanya terjadi antara para saudagar dan rakyat pribumi
biasa atau antara para saudagar dan kaum berdarah biru, tetapi juga di antara
putra-putri kesultanan Islam itu sendiri.

c) Saluran Pendidikan
Perkembangan Islam yang semakin meluas mendorong munculnya para umala
dan mubalig. Para umala dan mubalig menyebarkan Islam melalui pendidikan
dengan mendirikan pondok-pondok pesantren di berbagai daerah.
Di pondok-pondok pesentren, kaum muda (santri) dari berbagai daerah dan
kalangan menimba pengetahuan tentang Islam. Mereka lalu kembali ke daerah
asal dan menyebarkan ajaran-ajaran tentang Islam. Saluran ini sangat efektif
untuk mempercepat dan memperluas penyebaran Islam hingga ke daerah-
daerah yang terpencil. Pesantren-pesantren awal yang ada saat itu adalah:
 Pesentren Ampel Denta (Surabaya) yang didirikan oleh Sunan Ampel.
 Pesantren Sunan Giri (Surabaya) yang didirikan oleh Sunan Giri.
Pesantren ini terkenal hingga Maluku. Banyak santri dari Maluku
(khususnya wilayah Hitu) datang berguru pada Sunan Giri atau para
kiai dari Giri diundung mengajar ke Hitu.
Selain menjadi pendidik di pesantren, beberapa ulama atau kiai diminta
menjadi penasihat agama atau guru bagi para bangsawan keraton.

d) Saluran Kesenian
Agama Islam juga disebarkan melalui kesenian. Beberapa bentuknya telah
disebutkan, seperti wayang (oleh Sunan Kalijaga), gamelan (oleh Sunan
Bonang), serta gending (lagu-lagu) yang berisi syair-syair nasihat dan dasar-
dasar ajaran Islam.
Kesenian yang telah berkembang sebelumnya tidak musnah. Tetapi di perkaya
dengan seni Islam (proses tersbut disebut akulturasi). Seni sastra juga
berkembang pesat: banyak buku tentang tesawuf, hikayat, dan babad dasadur
ke dalam bahasa Melayu.

C. KESIMPULAN

proses kedatangan dan pengembangan Islam di Indonesia adalah studi yang terus berubah. Jadi
masih ada peluang untuk memperbaiki atau memperkuat teori yang ada. Ulama adalah aktor
sentral dalam kedatangan awal dan perkembangan Islam ke Indonesia. Sarjana Arab dan Persia
yang berprofesi sebagai pedagang adalah kelompok pertama yang membawa dan
mengembangkan Islam ke wilayah Indonesia, kemudian dilanjutkan oleh para dai dari kalangan
sufi profesional. Sosok ulama Sufi sangat melekat pada dua tokoh, pedagang yang menyebarkan
Islam melalui, dan sultan yang menyebarkan Islam melalui kekuatannya.

D. DAFTAR PUSTAKA
Gulliot, Claude. 2008. Inskripsi Islam Tertua Di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai