Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 30 Hijrih atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan
dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka membeli
hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah. dalam makalah ini akan di bahas lebih
mendalam mengenai sejarah perkembangan islam di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah masuknya islam di indonesia
2. Perkembangan islam di Indonesia
3. Kerajaan-kerajaan islam di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA


Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada tiga teori
yang berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad Mansur, 1996). Ketiga
teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam, asal negara, penyebar
atau pembawa Islam ke Nusantara.
1. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung
dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M.
Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada
tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri
(PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan
bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan
bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai
ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan
Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak
kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang
cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya
yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan
rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia
dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia
mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar
perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh
A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan
islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat
lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

2. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat,
sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan
Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari
suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang
dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa
Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak
kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-
Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena
ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan
stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori
Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan
Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab
Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.

B. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA


Meskipun Islam baru bisa dikatakan berkembang setelah berdirinya kerajaan Islam, atau
setidaknya ketika ada jalinan hubungan dagang antara saudaga rmuslim dengan pribumi, namun
cara kedatangan Islam dan penyebarannya di Indonesia tidak dilakukan dari saluran politik atau
perdagangan semata.Setidaknya ada enam saluran berkembangnya Islam di Indonesia
(Yatim:201-203). Saluran perkembangan tersebut meliputi saluran perdagangan, saluran politik,
saluran perkawinan, saluran pendidikan,saluran kesenian dan saluran tasawuf.
1. Pendekatan perdagangan
Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di
Malaka dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik untuk
kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara para pedagang tersebut
dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini digunakan oleh para
pedagang untuk menyebarkan agama Islam.
2. Pendekatan politik
Masuknya Islam melalui saluran ini dapat terlihat ketika Samudera Pasai menjadi
kerajaan, banyak sekali penduduk yang memeluk agama Islam.Proses seperti ini terjadi pula di
Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah raja mereka memeluk
Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.
Dari sini dapat dikatakan pula bahwa kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik
penduduk kerajaan yang bukan muslim untuk memeluk agama Islam.
3. Pendekatan perkawinan
Tak dapat dipungkiri, dari sisi ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-
puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri para pedagang itu. Sebelum prosesi pernikahan,
mereka telah diIslamkan terlebih dahulu, dan setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan
kaum muslim semakin luas. Oleh karenanya tidak heran banyak sekali bermunculan kampung-
kampung muslim.
Awalnya kampung ini berkembang di pesisir pantai, biasanya mereka disebut dengan
kampung arab —dan masih terkenal hingga saat ini. Dalam perkembangan berikutnya, karena
ada wanita yang keturunan bangsawan yang dinikahi oleh pedagang itu, tentu saja kemudian
dapat mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten,
Brawijayadengan puteri Campa yang menurunkan Raden Patah, raja pertama kerajaan Demak,
dan lain-lain.
4. Pendekatan pendidikan
Pada proses ini, biasanya dilakukan melalui pendidikan-pendidikan yang dilakukan oleh
para wali, ulama, kiai, atau guru agama yang mendidik muridmurid mereka. Tempat yang paling
pesat untuk mengembangkan ajaran Islam adalah di pondok pesantren. Di tempat itu para santri
dididik dan diajarkan pendidikan agama Islam secara mendalam, sehingga mereka betul-betul
menguasai ilmu agama. Setelah lulus dari pesantren, para santri kembali ke daerah asal untuk
kemudian menyebarkan kepada masyarakat umum pelajaran yang telah mereka peroleh di
pesantren.
5. Pendekatan kesenian
Kesenian merupakan wahana untuk berdakwah bagi para pemuka agama di Indonesia.
Pada proses ini yang paling terkenal menggunakannya adalah para wali yang menyebarkan
agama Islam di Jawa. Salah satu media pertunjukan yang paling terkenal melalui pertunjukan
wayang. Sunan Kalijaga, penyebar Islam di daerah Jawa Tengah adalah sosok yang sangat mahir
dalam memainkan wayang. Cerita wayang yang dimainkan berasal dari cerita Ramayana dan
Mahabarata yang memang sudah sangat Tasawuf merupakan bagian ajaran dari Agama Islam.
Para tokoh tasawuf ini biasanya memiliki keahlian khusus sehingga dapat menarik
penduduk untuk memeluk ajaran Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam bentuk
penyembuhan bagi orang-orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga yang
termanifestasi sebagai kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab dengan
penduduk pribumi saat itu terkenal dan digemari oleh masyarakat. Dalam memainkan wayang,
selalu disisipkan ajaran-ajaran Islam sehingga penduduk pribumi mulai akrab dengan ajaran
Islam melalui media ini. Yang paling manarik dalam pertunjukan ini adalah para penduduk tidak
dipungut biaya ketika mereka menyaksikan pertunjukan wayang, mereka hanya diminta untuk
melantunkan kalimat syahadat, sehingga mereka akhirnya masuk Islam dan ikut mendalami
ajarannya.
6. Pendekatan tasawuf
Tasawuf merupakan bagian ajaran dari Agama Islam. Para tokoh tasawuf ini
biasanya memiliki keahlian khusus sehingga dapat menarik penduduk untuk memeluk ajaran
Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam bentuk penyembuhan bagi orang-orang
yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga yang termanifestasi sebagai kekuatan-
kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab dengan penduduk pribumi saat itu.

C. KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


Dari berbagai proses tersebut, Indonesia kemudian menjadi negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Pada perkembangannya ajaran Islam disalurkan melalui berbagai
kerajaan yang berkembang di Indonesia.

1. Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang pertama kali tercatat sebagai
kerajaan Islam di Nusantara. Secara pasti, mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini
belum diketahui secara pasti. Akan tetapi menurut pendapat Hasyimi, berdasarkan naskah tua
yang berjudul Izhharul Haq yang ditulis oleh Al-Tashi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai
berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada pertengahan abad
ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi setelah keamanannya tidak stabil
maka banyak pedagang yang mengalihkan kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya
Perlak mengalami kemunduran.
Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal yang bernama Marah Silu
dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra dan Pasai. Dan kedua daerah
tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama Samudra Pasai.
Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh Utara, yang berbatasan
dengan Selat Malaka.

2. Kerajaan Demak
Sebelum dikenal dengan nama Demak, daerah tersebut dikenal dengan nama
Bintoro atau Gelagahwangi yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya V
(Bhre Kertabumi) yaitu raja Majapahit. Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak
dapat berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Hal ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan
penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai
kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak
secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di
muara sungai Demak, yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria.
(sekarang Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah
pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa Syailendra),
sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang penting bagi kerajaan Demak.
3. Kerajaan Banten
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi tentang kerajaan Demak, bahwa daerah
ujung barat pulau Jawa yaitu Banten dan Sunda Kelapa dapat direbut oleh Demak, di bawah
pimpinan Fatahillah. Untuk itu daerah tersebut berada di bawah kekuasaan Demak. Setelah
Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah Banten diserahkan kepada putranya yang
bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah sendiri menetap di Cirebon, dan lebih menekuni hal
keagamaan. Dengan diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan
dasardasar
pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun
1552 – 1570.
Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu di tepi Timur Selat
Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk perdagangan nasional. Pada masa
pemerintahan Hasannudin, Banten dapat melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten
dapat berkembang cukup pesat dalam berbagai bidang kehidupan.

4. Kerajaan Gowa-Tallo
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo,
Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan
sesuai dengan pilihan masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo
membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih
dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota dari
kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Secara geografis, daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada
di jalur pelayaran (perdagangan Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat
persinggahan para pedagang baik yang berasal dari Indonesia Timur maupun yang berasal dari
Indonesia Barat. Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi
kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu,
Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia.
Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas
niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran
Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka
terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman dan
pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat,
dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam perkembangan
selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti samudera pasai
dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.

B. Saran
Kami sebagai pembuat makalah bukanlah makhluk yang sempurna. Apabila ada kalimat
yang tidak berkenan pada tempatnya. Kami berharap kritik dan saran dari Bapak pembimbing
dan rekan mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar kami bisa membuat makalah
yang lebih baik pada waktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik (ed.).1991.Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia.
Badri, Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Soekmono, R.1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 2 dan 3. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudarmanto.Y.B..1996.Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf. Jakarta:
Grasindo.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Meneruskan Sejarah – Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia. Bandung: Mizan.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makalah


Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar
yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan
perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan wilayah yang menjadi
titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan
menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang
berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual kepada para
pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan 7 M
sering disinggahi pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra;
Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari Timur Tengah.
Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang dagangan, tetapi ada juga yang berupaya
menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan
dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara intensif ke
seluruh wilayah Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah


a. Bagaimana Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia ?
b. Apa saja Sumber-Sumber Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia ?
c. Apa saja Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui Sejarah Masuknya Islam ke Indoneisa.
b. Mengetahui Sumber-Sumber Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia.
c. Untuk mengetahui Kerajaan-Kerajaan Islam di Indoneisa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia


Berkembangnya Islam di Indonesia berjalan dengan pesat. Dibawa oleh para pedagang
Arab, Persia, dan India. Selain dari itu dalam prosesnya, penyebaran Islam masuk ke dalam
budaya setempat. Adapun sebab-sebab masuknya Islam di Nusantara melalui hal-hal sebagai
berikut :
1. Proses dakwah Islam melalui perdagangan
Masuknya agama Islam sejalan dengan berkembang dan ramainya perdagangan atara jazirah
Arab, Tekuk Persia, India, Selat Malaka, dan Kepulauan Indonesia pada abad ke 7-15 Masehi.
Para pedagang muslim internasional tampaknya selalu didampingi oleh para guru pengembara.
Dengan dukungan para pengusaha, para pedagang dan guru-guru pengembara muslim tersebut
berperan sebagai pelaku ekonomi dan juru dakwah yang memperkenalkan islam ke masyarakat
lokal.
2. Penyebaran Islam melalui perkawinan dan hubungan sosial
Beberapa faktor yang mendorong terjadinya proses perkawinan antara para pendatang
muslim dan wanita setempat, antara lain adalah bahwa islam tidak membedakan status sosial.
Selain penyebaran islam melalui perkawinan ada juga melalui para pemimpin Kerajaan. Setelah
raja yang berkuasa masuk islam maka penyebaran selanjutnya menjadi lebih cepat, oleh karena
perintah raja yang telah masuk islam itu.
3. Penyebaran Islam oleh para wali
Berikut nama-nama Wali yang berjasa menyebarkan dakwah Islam, yaitu sebagai berikut :
a. Maulana Malik Ibrahim berasal dari negeri Arab, yang wafat pada 1419 M dan dimakamkan
di Gresik.
b. Sunan Ampel yang waktu kecilnya bernama Raden Rahmat, berasal dari Campa di daerah
Aceh.
c. Sunan Giri atau Raden Paku, murid Sunan Ampel, menyebarkan islam melalui dunia seni.
d. Sunan Bonang pada mulanya bernama Makhdum Ibrahim. Beliau adalah putra Sunan
Ampel, mengajarkan di Tuban yang menggunakan kultur pra-islam.
e. Sunan Drajat putra ketiga dari Sunan Ampel, nama kecilnya Syarifudin. Dengan penyebaran
islamnya melalui pendekatan sosial.
f. Sunan Kudus, sewaktu kecilnya bernama Untung setelah menjadi mubalig bernama Syekh
ja’far Shidiq. Beliau menggunakan pendekatan seni dalam penyebaran islam.
g. Sunan Kalijaya, sewaktu kecilnya bernama Raden Mashaid. Yang menyebarkan islam di
wilayah jawa dengan pendekatan menggunakan wayang dalam penyebaran islam.
h. Sunan Muria, dengan nama kecilnya Raden Prawoto yang merupakan anak dari Sunan
Kalijaga yang dalam penyebaran islamnya menggunakan pendekatan seni.
i. Sunan Gunung Jati (Faletehan), nama Arabnya bernama Syarif Hidayatullah. Beliau
menyebarkan islam di darah Jawa Barat terutama Cirebon dan Banten.

B. Sumber-Sumber Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia


1. Sumber dari para pedagang Arab
Berita-berita dari bangsa asing menunjukkan bahwa bangsa Arab dan Persia telah mengenal
Kerajaan maritim Sriwijaya pada abad ke-9 Masehi. Abad tersebut adalah abad permulaan
orang-orang islam menguasai jalur dagang laut ke arah timur. Menurut keterangan Ibnu
Hordadzbeth (844-848 M), pedagang Sulaiman (902 M), Ibnu Rosteh (903 M), Abu Zayhid (916
M), ahli geografi Mas’udi (955 M), Kerajaan Sribuza (Sriwijaya) berada dibawah kekuasaan
Raja Zabag yang kaya dan menguasai jalur dagang dengan Kerajaan Oman. Dengan demikian,
para pedagang Sriwijaya abad ke 9-13 M bukan hanya berdagang dengan para pedagang Cina
dan India, melainkan juga dengan pedagang Arab dan Persia yang telah memeluk agama islam.
Sehingga terjadilah proses interaksi di antara mereka yang mengakibatkan banyaknya
masyarakat setempat yang tertarik terhadap ajaran agama islam yang dibawa oleh orang-orang
Arab dan Persia.
2. Sumber dari Marco Polo
Pada abad ke 13 Masehi, penyebaran agama islam semakin mantap dan meluas. Marco Polo
menyatakan bahwa telah ada Kerajaan islam di Tumasik dan Samudra Pasai setelah ia
melakukan perjalanan pulang dari Cina menuju Persia dan singgah di Perlak pada tahun 1292.
Kedua Kerajaan tersebut mengasai perdagangan di selat malaka dan masih mengakui kedaulatan
Majapahit. Kedua Kerajaan itu juga memiliki pelabuhan-pelabuhan dagang penting, diantara
pelabuhan penting itu terdapat pula Kerajaan islam besar, yaitu Kerajaan Malaka, pelabuhan ini
mulai ramai pada abad ke-12M, ketika Majapahit masih memiliki pengaruh di kawan tersebut,
dan ketika para pedagang islam dari berbagai bangsa sudah melakukan perdagangan dengan
pedagang di kawan ini.
3. Sumber dari Tome pires
Pertemuan para pedagang dari negeri-negeri Arab,Persia, Gujarat, dan Benggala dengan
pedagang dari Nusantara berpengaruh terhadap terciptanya pertukaran pengalaman, kebudayaan,
dan peradaan di antara mereka. Para pedagang nusantara yang terbuka terhadap pengeruh asing
banyak belajar dari para pedagang lain mengenai kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan agama
islam. Dari mereka islam menyebar ke seluruh penduduk terutama di daerah pesisir.
4. Sumber dari Batu Nisan
Pada abad ke-11 di pesisir utara Jawa Timur, yaitu di Leran dan Gresik, ditemukan sebuah
nisan bertuliskan jenis huruf Arab Kufi jika diterjemahkan bertuliskan nama seorang wanita
bernama Fatimah biti maimun bin Hibatullah yang wafat pada tanggal 7 Rajab 475H atau
Desember 1082M. Selanjutnya pada abad ke-14 dan ke-15 di pesisir utara Jawa Timur sudah ada
komunitas muslim. Hal ini di tandai dengan adanya makam tokoh agama di Gresik, yang oleh
msyarakat setempat dianggap seorang wali, yaitu Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada 822H
atau 1419 Mashei.
5. Sumber dari sejarawan Cina
Berita dari Ma-muan yang mengikuti Laksamana Cheng Ho dalam berita ekspedisinya,
yang diterbitkan dalam buku Ying-yai-shen-lan (1433) memberikan bukti tentang keberadaan
komunitas muslim di daerah pesisir ulau Jawa, terutama Jawa Timur.

C. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia


1. Samudera Pasai
Sulatan Malik Al-Saleh adalah tokoh historis pendiri Kerajaan Islam pertama, yaitu
Samudera Pasai yang terletak di Lhokseumawe, Aceh utara. Awal berdirinya Kerajaan ini
diketahui dari batu nisan makam raja Malik Al-Saleh yang menginggal pada 696 H atau 1297 M.
Malik Al-Saleh masuk islam setelah pada suat malam ia bermimpi bertemu Nabi Muhammad
SAW, yang mengajaknya membaca dua kalimat syahadat. Keesokan harinya seorang guru
pengembara yang bernama Syekh Ismail datang dari Makkah, ia mengajak Marah Silu masuk
Islam. Sejak itu, Marah Silu beralih nama menjadi Malik Al-Salehdan Samudera Pasai menjadi
Samudera dara al-Islam.
2. Malaka
Seperti halnya di Kerajaan Samudera Pasai, Paramesywra (1400-1414), pendiri dan sultan
pertama Kerajaan Malaka, masuk islam tidak lama setelah ia berkuasa, dan kemudian berganti
nama menjadi Muhammad Iskandar Syah. Konversi keislaman parameswara digambarkan dalam
Sejarah Melayu, teks klasik Melayu tentang Kerajaan Malaka, melalui proses mimpi bertemu
Nabi Muhammad SAW, yang mengajaknya membaca dua kalimat syahadat. Yang
membimbingnya menyebut dua kalimat syahadat adalah Said Abdul Aziz, seorang guru
pengembara asal Jiddah.
3. Aceh
Kerajaan Islam berikutnya di Sumatra ialah Kerajaan Aceh. Kerajaan yang didirikan oleh
Sultan Ibrahim yang bergelar Ali Mughayat Syah (1514-1528), menjadi penting karena
mundurnya Kerajaan Samudera Pasai dan berkembangnya Kerajaan Malaka. Para pedagang
kemudian lebih sering datang ke Aceh.
Pusat pemerintahan Kerajaan Aceh ada di Kutaraja (Banda Acah sekarang). Corak
pemerintahan di Aceh terdiri atas dua sistem: pemerintahan sipil di bawah kaum bangsawan,
disebut golongan teuku; dan pemerintahan atas dasar agama di bawah kaum ulama, disebut
golongan tengku atau teungku.
Sebagai sebuah kerajaan, Aceh mengalami masa maju dan mundur. Aceh mengalami
kemajuan pesat pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607- 1636). Pada masa
pemerintahannya, Aceh mencapai zaman keemasan. Aceh bahkan dapat menguasai Johor,
Pahang, Kedah, Perak di Semenanjung Melayu dan Indragiri, Pulau Bintan, dan Nias. Di
samping itu, Iskandar Muda juga menyusun undang-undang tata pemerintahan yang disebut
Adat Mahkota Alam.
Setelah Sultan Iskandar Muda, tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan Aceh.
Aceh mengalami kemunduran di bawah pimpinan Sultan Iskandar Thani (1636- 1641). Dia
kemudian digantikan oleh permaisurinya, Putri Sri Alam Permaisuri (1641- 1675). Sejarah
mencatat Aceh makin hari makin lemah akibat pertikaian antara golongan teuku dan teungku,
serta antara golongan aliran syiah dan sunnah sal jama’ah. Akhirnya, Belanda berhasil
menguasai Aceh pada tahun 1904.
4. Demak
Perintis dan pendiri kerajaan demak adalah Raden Patah (Pangeran Jumbun). Ia mendirikan
Pesantren atas perintah Sunan Ampel (gurunya) tahun 1475 m. Prabu kerta Bumi V (ayah Raden
patah) menjadi raja di Majapahit Th. 1468-1478m. Tahun 1479m majapahit diserang Prabu
Giridra wardana Kediri, Majapahit Kalah. Ia menjadi raja dengan gelar Brawijaya VI- 1478-
1498. Tahun 1498 Brawijaya VI ditaklukkan Prabu VII, dengan demikian Majapahit berakhir
dan diganti dengan berdirinya kerajaan Demak Islam. Ia mempunyai gelar Sultan Fatah
Alamsyah Akbar. Ia meninggal tahun 1518. Selanjutnya digantikan Adipati Unus (tahun 1518-
1521m). Tahun 1512/1513m Adipati Unus menyerang Portugis tetapi tidak berhasil.
5. Cirebon
Di Jawa Barat terdapat perguruan Islam, tepatnya di Krawang dan Gunung Jati Cirebon.
Perguruan Islam di Krawang tersebut dibangun Syek Samsudin/Syekh Kuro tahun 1418 M.
Perguruan Islam dan Gunung Jati Cirebon. Kerajaan ini menjadi kerajaan Islam pada tahun
1479. Kerajaan ini selanjutnya diserahkan kepada keponakan Syarif Hidayatullah dengan nama
Maulana Mahmud Syarif Abdillah Sultan Mesir. Kekuasaan sultan Mesir ini mencapai wilayah
kerajaan pajajaran, kerajaan Galuh di Ciamis jawa Barat. Tahun 1568 ia meninggal dan
dikuburkan di sebelah barat Gunung Jati sehingga terkenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati.
6. Banten
Pada tahun 1526 M. Fatahillah memimpin tentara Demak dan Cirebon menaklukkan
kerajaan Hindu di Pajajaran. 20 tahun kemudian Sunan Gunung Jati (Hasanuddin putra Syarif
Hidayatullah) dari Cirebon menjadi Sultan Banten yang pertama. Ia memerintah tahun 1552-
1570 M. masa pemerintahan Sultan Hasanuddin Islam disebarkan ke daerah Lampung dia
menjalin hubungan persahabatan dengan Sultan Aceh yang berkuasa di Indrapura. Selanjutnya
selain Islam di Lampung juga disebarkan di Bengkulu, disana didirikan masjid dan lembaga
pendidikan. Tahun 1570 Sultan hasanuddin meninggal digantikan Maulana Yusuf (putranya)
tahun 1570-1580. Selanjutnya Islam dilanjutkan penyebarannya ke daerah Pajajaran, daeraah
kerajaan Hindu yang dipimpin Prabu Sedah. Tahun 1580 Maulana Yusuf meninggal, digantikan
putranya, Maulana Muhammad sebagai sultan Banten III(1580-1596 M). Ia diberi gelar Kanjeng
Ratu Banten. Sultan Banten III tewas dalam penyerangan ke Palembang tahun 1604.

7. Mataram
Pendiri kerajaan Islam Mataram didirikan oleh Sutawijaya putra Ki Gede Pamanahan
(komandan dan pasukan pengawal panembahan Adiwijaya (Joko Tingkir). Ia meninggal tahun
1601M. Selanjutnya diganti Mas Jolang dengan gelar panembahan Sedo Ing Krapyak yang
memerintah tahun. 1601-1613M. Ia berusaha menyatukan Mataram yang diganggu
pemberontak. Tahun 1613, ia meninggal dan digantikan Adipati Martapura, tidak lama kemudian
diganti Mas Rangsang (Sultan Agung saudaranya) Tahun. 1631-1645. Pada tahun 1645 sultan
Agung meninggal dan digantikan putranya Amangkurat I (1646-1677 M)
8. Makasar
Pada abad ke 15 di Sulawesi berdiri beberapa kerajaan, diantaranya dari suku bangsa
Makasar (Gowa dan Tallo) dan Bugis (Luwu, Bone, Soppeng dan Wajo). 2 kerajaan yang
memiliki hubungan baik yaitu kerajaan Gowa dan Tallo. Ibu kota kerajaannya adalah Gowa
yang sekarang menjadi Makasar. Kerajaan ini pada abad ke 16 sudah menjadi daerah islam.
Masuk dan berkembangnya Islam di Makasar atas juga datuk Ribandang (Ulama adat
Minangkabau). Secara resmi kerajaan Gowa Islam berdiri pada tahun 1605 M.
Raja-raja yang terkenal diantaranya :
Sultan Alaudin (1605-1639 M) raja pertama Islam di Gowa-Tallo. Kerajaan ini adalah
negara maritim yang terkenal dengan perahu-perahu layarnya dengan jenis Pinisi dan lImbo.
Pada masa Sultan Alaudin berkuasa, Islam mengalami perkembangan pesat yang daerah
kekuasaannya hampir mencakup seluruh daerah Sulawesi. Ia wafat pada tahun 1939 M, setelah
menjadi raja selama 34 tahun dan digantikan putranya yang bernama Muhammad Said.
Muhammad Said (1639-1653 M). Raja ini berkuasa selama 14 tahun. Sultan hasanuddin (1653-
1669 M). Sultan ini sebagai pengganti dari Muhammad Saed. Pada masa Sultan hasanuddin
berkuasa, Gowa – Tallo mencapai puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaannya sampai ke pulau
Selayar, Butung, Sumbawa dan Lombok. Ia berkuasa selama 16 Tahun.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masuknya Islam di Indonesia pada umumnya berjalan secara damai. Akan tetapi,
adakalanya penyebaran harus diwarnai dengan cara-cara penaklukan. Hal itu terjadi jika
situasi politik di kerajaan-karajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan.
Secara umum Islam masuk di Indonesia dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Proses dakwah Islam melalui perdagangan
2. Penyebaran Islam melalui perkawinan dan hubungan sosial
3. Penyebaran Islam oleh para wali
Sumber-Sumber Sejarah Masuknya Agama Islam di Indonesia Kerajaan Islam di
Indonesia, antara lain :
1. Sumber dari para pedagang Arab
2. Sumber dari Marco Polo
3. Sumber dari Tome pires
4. Sumber dari Batu Nisan
5. Sumber dari sejarawan Cina
Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia yaitu :
1. Samudera Pasai
2. Malaka
3. Aceh
4. Demak
5. Cirebon
6. Banten
7. Mataram
8. Makasar
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad al-Usairy. 2003. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana

Darsono, dkk. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 3 kelas IX Mts. Solo: PT Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2013.

Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Fuad M. Fahruddin. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Maman A. Malik, dkk. 2005. Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam. Pokja Akademik UIN
Jogyakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada umumnya Islam, peradaban Islam di dunia telah memberikan pengaruh besar bagi

perkembangan suatu negara, begitupun Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Sejak zaman pra sejarah penduduk kepulauan Indonesia di kenal sebagai pelayar-pelayar yang

sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan

perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di Asia Tenggara. Pelabuhan

penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 – ke-7 M sering di singgahi pedagang Asing.

Pedagang-pedagang muslim dari Arab, Persia dan India juga ada sampai ke kepulauan Indonesia

untuk berdagang pada abad ke-7 ketika Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah.

Malaka merupakan pusat lalu - lintas perdagangan dan pelayaran karena hasil hutang

dan rempah-rempah dari seluruh pelosok nusantara di bawah di Cina dan India. Dari berita Cina

dapat diketahui bahwa pada masa dinasti tang orang-orang sudah ada di kantong dan Sumatra.

Perkembangan pelayaran dan perdagangan antara Asia bagian barat dan timur disebabkan oleh

kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah dan kerajaan Cina zaman di nasti Tang.

Penduduk kepulauan Indonesia masuk Islam bermula dari penduduk pribumi di koloni

pedagang muslim itu. Menjelang abad ke-13, masyarakat muslim sudah ada di samudra Pasai,

Perlak, Palembang di Sumatra. Di Jawa makan Fatimah binti Maimun di Leran Gresik 475 H,

sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia ?
b. Bagaimana Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam di Indonesia ?
c. Apa saja Wujud Akulturasi Kebudayaan Islam Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia

Negara Indonesia mengikhtisarkan asal kedatangan Islam menjadi tiga teori besar.

Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran

para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M. kedua, teori makkah. Islam dipercaya

tiba di Indonesia langsung dari timur tengah melalui jasa para pedagang arab muslim sekitar

abad ke-7 M.ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia

yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13

M.melalui kesultanan tidore yang juga menguasai tanah papua, sejak abad ke-17, jangkauan

terjauh penyebaran Islam sudah mencapai semenanjung onin di kabupaten fakfak, papua barat,

Hamka berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah tiongkok mengkabarkan bahwa

menemukan kelompok bangsa arab yang telah bermukim di pantai barat Sumatra.

Islam telah dikenal di Indonesia pada abad pertama hijriah atau 7 masehi, meskipun

dalamfrekuensi tidak terlalu besar hanya melalui perdagangan dengan para pedagang muslim

yang berlayar ke Indonesia untuk singgah untuk beberapa waktu. Islam masuk ke indonesia

melalui beberapa saluran antara lain sebagai berikut:

1. Saluran Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas

perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 M membuat pedagangan-pedangan muslim (Arab,

Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara

dan timur benua asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena

para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi

pemilik kapal dan saham.


2. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik dari

pada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumu terutama putri-putri bangsawan, tertarik

untuk menjadi istri saodagar-saodagar itu. Sebelum kawin, mereka di Islamkan lebih dahulu.

Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul

kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan


berikutnya, adapula wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah

yang terakhir ini masuk Islam terlebih dahulu.


3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar Tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan

ajaran yang sudah di kenal luas oleh masyarakat Indonesia. Diantara ahli-ahli Tasawuf yang

memberikan ajaran mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah

Hamzah Fansuruh di Aceh, Syaik Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik

seperti ini berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.


4. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang di

selenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu,

calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,

mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwa ke tempat tertentu mengajarkan

Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan

Sunan Giri di Giri.


5. Saluran Kesenian
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.

Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia

tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya

mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih di petik dari cerita

Mahabharata dan Ramayana, tetapi didalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama

pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan adalah Islamisasi, seperti sastra (hikayat,

badad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.


6. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya

memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di

daerah ini. Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk organisasi-organisasi sosial

keagamaan.
Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat

Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Taman

Siswa, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Selebes, dan lain sebagainya.

B. Perjuangan Kemerdekaan Umat Islam

1. Masa Kolonial Belanda


Nasionalisme dalam pengertian politik, baru muncul setelah H. Samanhudi

menyerahkan tampuk pimpinan SDI pada bulam Mei 1912 kepada HOS Tjakroaminoto yang

mengubah nama dan sifat organisasi serta memperluas ruang geraknya. Sebagai organisasi

politik pelopor nasinalisme Indonesia, SI pada dekade pertama adalah organisasi politik besar

yang merekrut anggotanya dari berbagai kelas dan aliran yang ada di Indonesia. Waktu itu,

ideologi bangsa memang belum beragam, semua bertekat ingin mencapai kemerdekaan.

Demikianlah SI memperjuangkan pemerintahan sendiri bagi penduduk Indonesia, bebas

dari pemerintahan Belanda. Namun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, dikalangan tokoh-

tokoh dan organisasi-organisasi pergerakan, mulai terjadi perbedaan-perbedaan taktik dan

program; golongan revolusioner berhadapan dengan golongan moderat; dan politik koperasi

tidak sejalan dengan politik non-koperasi dan dilakukan oleh golongan tertentu. Puncak

perbedaan itu terjadi didalam tubuh SI sendiri, yang memunculkan kekuatan baru dengan

ideologinya sendiri, komonisme.

Banyak kalangan pergerakan yang kecewa terhadap perpecahan itu. Mereka kecewa

lagi, karena perpecahan itu bukan saja menunjukkan perbedaan taktik, tapi lebih itu, masing-

masing golongan semakin mempertegas ideologinya. Sejak itu, SI dengan tegasnya menyatakan

ideologi Islamnya. Nasionalisme yang dikembangkannya adalah nasionalisme yang berdasarkan

ajaran-ajaran Islam.

‘… perpecahan antara ketiga golongan tersebut, menurut Abuddin, disebabkan oleh

pendidikan yang mereka terima bersifat barat. Pendidikan Belanda memang diusahakan agar

menimbulkan antisipasi dari agama kalangan pelajar, …’

Perpecahan itu lebih merupakan kelanjutan wajar dari latar belakang budaya

masyarakat, terutama Jawa. Proses Islamisasi damai di Indonesia, dengan ajaran Islam dan nilai-

nilai budaya.

Usaha-usaha untuk mempersatukan kembali partai-partai politik dengan aliran-aliran

ideologi itu, meskipun dalam benuk federasi, selalu berakhir dengan kegagalan. Sementara itu,

konflik ideologi terus berkembang dan kadang-kadang mengeras. Ada pula yang

mempertanyakaan lembaga-lembaga Islam, seperti poligami, dan ibadah haji. Tuduhan lain,

Islam Arab merupakan suatu bentuk imperialisme yang tidak kalah jeleknya dari Belanda.
Di awal tahun 1940an, Soekarno yang pernah mendalami ajaran Islam, mencoba

mendamaikan konflik-konflik itu dengan berusaha mengutip pendapat pemikir-pemikir

pembaharu di negara-negara Islam timur tengah, termasuk Turki. Namun, konsep politik

Islamnya lebih banyak merupakan penerapan sekularisme, sebagaimana yang di praktekkan oleh

Kemal Attaturk di Turki.

2. Masa Pendudukan Jepang

Kemunduran progresif yang dialami oleh partai-partai Islam seakan mendapatkan

dayanya kembali setelah Jepang datang menggantikan posisi Belanda. Jepang berusaha

mengakomodasi dua kekuatan.

Jepang kemudian menjanjikan kemenrdekaan Indonesia dengan mengeluarkan

maklumat Gunseikan No. 23/29 April 1945, tentang pembentukan badan penyelidik usaha-usaha

persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Berbeda dengan situasi sebelumnya, yang

kalangan Islam mendapat pelayanan lebih besar dari Jepang, keanggotaan BPUPKI di dominasi

oleh golongan nasionalis “Sekular”, yang ketika itu lazim disebut golongan kebangsaan.

Didalam badan inilah, Sukarno mencetuskan ide pancasilanya.

Setelah itu, dialog resmi ideologis antara dua golongan terjadi dengan terbuka dalam

suatu forum. Panitia sembilan, semacam sebuah komisi dari forum itu, membahas hal-hal yang

sangat mendasar, preambul UUD. Lima orang mewakili golongan nasionalis “Sekular”

(Sukarno, Muh.Hatta, Muh. Yamin, Maramis dan Subardjo) dan empat orang lainnya mewakili

Islam (Abdul Kahar Muzakkir, Wachid Hasyim, Agus Salim dan Abikusno Tjokrosujoso).

Kompromi yang dihasilkan panitia ini kelak dikenal sebagai piagam Jakarta. Pada prinsip

ketuhanan terdapat anak kalimat dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya.

C. Wujud Akulturasi Kebudayaan Islam Indonesia

Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan

yang di pengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali

mengalami proses akulturasi yang meluruskan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam
Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan hindu dan budha hilang.bentuk

budaya sebagai hasil dari proses akulturasi. Sedikit memberikan uraian berikut ini yaitu:

1. Seni Bangunan, wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat dilihat dari bangunan masjid,

makam, istana.
2. Seni Rupa, tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia/ hewan. Seni ukui relief yang

menghias masjid, makam Islam berupasaluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula

sinkretisme, agar dapat keserasian.


3. Aksara dan Seni Sastra, tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap

bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan

berkembang tulisan arab melayu atau biasa dikenal dengan istilah arab gundul.
Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan

atauaksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf arab melayu (arab gundul) dan isi

ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman hindu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ahmad Mansur Surya negara mengikhtisarkan asal kedatangan Islam menjadi tiga teori

besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui

peran para pedagang india muslim pada sekitar abad ke-13 M. kedua, teori makkah, Islam

dipercaya tiba di Indonesia langsung dari timur tengah melalui jasa para pedagang arab muslim

sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia, Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang

asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-

13 M.

Islam masuk ke Indonesia melalui Saluran Perdagangan, Saluran Perkawinan, Saluran

Tasawuf, Saluran Pendidikan, Saluran Kesenian dan Saluran Politik.

B. Saran
Dalam makalah ini penulis sarankan kepada parapembaca untuk mempelajari sejarah

Islam dengan begitu dapat menambah wawasan kita dalam mengetahui agama Islam di

Indonesia sehingga dapat menambah rasa bangga kepada agama Islam yang kita anut ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin, Nata, Metodologi Studi Islam, Ed. 1 Cet. 2 ; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003

Lapidus, Ira, Sejarah Sosial Ummat Islam, Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada,
1997

Madjid, Nurcholish, Islam Agama Peradaban Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam
dalam Sejarah, Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : Paramadina, 1995

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1 Cet. 1 ; Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak lama laut telah berfungsi sebagai jalur pelayaran dan perdagangan antar suku
bangsa di kepulauan indonesia dan bangsa-bangsa di dunia. Pelaut tradisonal indonesia telah
memiliki keterampilan berlayar yang di pelajari nenek moyang secaraturun temurun . bagi para
pelaut samudra bukan sekedar suatu bentangan air yang sangat luas . setiap perubahan warna,
pola gerak air, bentuk gelobang , jenis burung, dan ikan yang mengitari nya dapat membantu
pelaut dalam mengambil keputusan atau tindakan untuk menentukan arah perjalanan. Sejak dulu
mereka sudah mengenal teknologi arah angin dan musim untuk menentukan perjalan perayaan
dan perdagangan. Kapal pedagang yang berlayar ke selatan menggunakan musim utara dalam
januari dan febuari dan kembali lagi pulang jika angin bertiup dari selatan dalam juni,juli,
atau agustus. Angin musim barat daya di samudra hindia adalah antara april sampai
agustus,cara yang paling diandalkan untuk berlayar ketimur . mereka dapat kembali pada
musim yang sama setelah tinggal sembentar – tapi kebanyaan tinggal untuk berdagang- untuk
menghindari musim perubahan yang rawan badai dalam oktober dan kembali dengan musim
timur laut.
Bacaan berikut akan memaparkan tentang aktivitas perdagangan antar pulau pada masa
awal perkembangan islam di indonesia. Memahami aktivitas pelayaran dan perdagangan antar
pulau yang membawa sertta pesan-pesan agama ini dapat menjadi pelajaran dan menambah rasa
syukur terhadap tuhan yang maha esa.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau di Nusantara ?
b. Bagaimana Peran Kepulauan Indonesia Dalam Perdagangan Dan Pelayaran Di Asia
Tenggara Sampai Abad Ke-18 ?
c. Seperti Apa Perdagangan Antarpulau di Indonesia Pada Masa Kuno ?
d. Bagaimana Pola Perdagangan dan pelayaran Antar Pulau di Nusantara ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau


Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau Jaringan perdagangan dan pelayaran
antarpulau di Nusantara terbentuk karena antarpulau saling membutuhkan barang-barang yang
tidak ada di tempatnya. Untuk menunjang terjadinya hubungan itu, para pedagang harus
melengkapi diri dengan pengetahuan tentang angin, , pembuatan kapal, dan kemampuan
diplomasi dagang. Dalam kondisi seperti itu, muncullah saudagar-saudagar dan syahbandar
yang berperan melahirkan dan membangun pusat-pusat perdagangan di Nusantara.
Pelaut-pelaut Nusantara juga telah mengetahui beberapa rasi bintang. Ketika berlayar
pada siang hari, mereka mencari pedoman arah pada pulau-pulau, gunung-gunung, tanjung-
tanjung, atau letak kedudukan matahari di langit. Pada malam hari mereka memanfaatkan rasi
bintang di langit yang cerah sebagai pedoman arahnya. Para pelaut mengetahui bahwa rasi
bintang pari berguna sebagai pedoman mencari arah selatan dan rasi bintang biduk besar
menjadi pedoman untuk menentukan arah utara. Hubungan perdagangan antarpulau di Indonesia
sebelum tahun 1500 berpusat di beberapa wilayah, antara lain Samudera Pasai, Sriwijaya,
Melayu, Pajajaran, Majapahit, Gowa-Tallo, Ternate, dan Tidore.
Wilayah Nusantara menyimpan berbagai kekayaan di darat dan di laut. Sumber daya
alam ini sejak dulu telah dimanfaatkan untuk keperluan sendiri dan diperdagangkan antarpulau
atau antarnegara. Barang dagangan utama yang mendapat prioritas dalam perdagangan
antarpulau, yaitu a.lada, emas, kapur barus, kemenyan, sutera, damar madu, bawang putih, rotan,
besi, katun (Sumatera); b.beras, gula, kayu jati (Jawa); c.emas, intan, kayu-kayuan (Kalimantan);
d.kayu cendana, kapur barus, beras, ternak, belerang (Nusa Tenggara); e.emas, kelapa
(Sulawesi); dan f. perak, sagu, pala, cengkih, burung cenderawasih, perahu Kei (Maluku dan
Papua).
Rasi bintang biduk besar dan rasi bintang pari. Pada saat ini cara perdagangan dilakukan
melalui system barter (tukar menukar barang dengan barang). Sistem barter umumnya dilakukan
oleh para pedagang daerah pedalaman. Hal ini disebabkan kegiatan komunikasi dengan daerah-
daerah luar kurang lancer.
Beberapa macam mata uang yang telah beredar pada saat itu adalah 1.Drama (Dirham),
mata uang emas dari Pedir dan Samudera Pasai; 2.Tanga, mata uang perak dari Pedir; 3.Ceiti,
mata uang timah dari Pedir; 4.Cash (Caxa), mata uang emas di Banten; 5.Picis, mata uang kecil
di Cirebon; 6.Dinara, mata uang emas dari Gowa-Tallo; 7.Kupa, mata uang emas kecil dari
Gowa-Tallo; 8.Benggolo, mata uang timah dari Gowa-Tallo; Tumdaya, mata uang emas di Pulau
Jawa; dan 10.Mass, mata uang emas di Aceh Darussalam. Mata uang asing yang telah digunakan
dalam kegiatan perdagangan di Nusantara antara lain Real (Arab); Yuan dan Cash (Cina).
Para pedagang Nusantara, baik dari Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku, maupun pulau-
pulau lain telah berjasil menjalin hubungan dagang bandar-bandar, seperti Malaka dan Johor di
Semenanjung Malaka; Pattani, dan Kra di Thailand; Pegu di Myanmar (Birma); Campa di
Kamboja; Manila di Filipina; Brunei dan bandar-bandar lain. Perahu yang dipakai dalam
pelayaran di masa lalu.

B. Peran Kepulauan Indonesia Dalam Perdagangan Dan Pelayaran Di Asia Tenggara


Sampai Abad Ke-18
Munculnya pusat-pusat perdagangan Nusantara disebabkan adanya kemampuan sebagai
tempat berikut ini:
1. Pemberi bekal untuk berlayar dari suatu tempat ke tempat lain.
2. Pemberi tempat istirahat bagi kapal-kapal yang singgah di Nusantara.
3. Pengumpul barang komoditas yang diperlukan bangsa lain.
4. Penyedia tempat pemasaran bagi barang-barang asing yang siap disebarkan keseluruh
Nusantara.
Peranan Sriwijaya sebagai salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Asia Tenggara
umumnya dan Nusantara khususnya, kemudian digantikan oleh Kesultanan Samudera Pasai
sejak abad ke-13.

C. Perdagangan Antarpulau di Indonesia Pada Masa Kuno


Kawasan nusantara terdiri dari beribu-ribu pulau yang memanjang dari barat sampai ke
timur. Diantara pulau satu dengan lainnya itu telah terjalin hubungan yang berlangsung sejak
dulu, diantaranya hubungan perdagangan, terutama pada masa kerajaan-kerajaan Islam
nusantara. Berlangsungnya interaksi perdagangan antara lain harus didukung pengetahuan
tentang angin. Indonesia yang diapit dua benua dan dua samudera besar, wilayahnya dilalui garis
khatulistiwa, sehingga Indonesia memiliki iklim muson, yaitu iklim yang ditandai pergantian
arah angin yang berlangsung selama enam bulan sekali di daerah khatulistiwa. Dengan
memanfaatkan pengetahuan tentang perubahan arah angin, maka di sekitar bulan September-
Oktober kapal-kapal yang berada di sebelah timur akan berlayar ke sebelah barat. Sebaliknya,
pada sekitar bulan Maret-April kapal-kapal berlayar dari barat ke arah timur.
Semula kegiatan perdagangan di nusantara bersifat insidental, namun lambat laun terjadi
perubahan menjadi kegiatan yang berlangsung terus menerus, ramai, dan semakin
menguntungkan. Dengan demikian muncullah beberapa pusat perdagangan yang dimiliki
kerajaan-kerajaan yang wilayahnya menjangkau pantai. Adapun pusat-pusat perdagangan
sebelum tahun 1500 antara lain berpusat di sumatera tengah abad ke-5/6, sriwijaya abad ke-7/14,
melayu abad ke-14, bali abad ke-11, pajajaran abad ke-11, pajajaran abad ke-8 sampai ke-16,
majapahit abad ke-13/14, gowa-tallo abad ke-2, ternate dan tidore abad ke-13, samudera pasai
abad ke-13, dan sebagainya.
Kegiatan perdagangan yang berlangsung pada masa itu dilakukan dengan cara sistem
barter (tukar menukar barang dengan barang). Sedikit sekali penduduk yang telah melakukan
tukar menukar dengan menggunakan uang. Sistem barter umumnya dilakukan para pedagang
dari daerah pedalaman. Sebab, kegiatan komunikasi dengan daerah-daerah luar kurang begitu
lancar. berlainan dengan di pedalaman, masyarakat daerah pesisir pantai telah menjalin
hubungan yang baik dengan pihak luar, sehingga sebagian besar penduduk telah menggunakan
mata uang dalam kegiatan perdagangan.

D. Pola Perdagangan dan pelayaran Antar Pulau di Nusantara


Jaringan perdagangan dan pelayaran antar pulau di Indonesia telah dimulai sejak abad
pertama Masehi. Bahkan pada abad ke-2, Indonesia telah menjalin hubungan dengan India
sehingga agama Hindu masuk dan berkembang. Sejak abad ke-5, Indonesia telah menjadi
kawasan tengah yang dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan Cina. Jalur perdagangan
tersebut yang dikenal dengan nama Jalur Sutra Laut (Jalan Sutera lama/kuno via darat).
Jalur perniagaan dan pelayaran tersebut melalui laut, yang dimulai dari Cina melalui
Laut Cina Selatan kemudian Selat Malaka, Calicut: sekarang Kalkuta (India), lalu ke Teluk
Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke Laut Tengah atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir
lalu menuju Laut Tengah.
Indonesia, melaui selat Malaka, terlibat dalam perdagangan dengan modal utama
rempah-rempah (komoditas utama), seperti lada dari Sumatera, cengkeh dan pala dari Indonesia
Timur, dan jenis kayu-kayuan dari Nusa Tenggara. Posisi Indonesia yang strategis dan hasil
sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan Indonesia mampu menjadi salah satu pusat
perdagangan yang penting di jalur dagang antara Asia Timur & Asia Barat (Timur Tengah dan
semenanjung Arab), dengan Selat Malaka yang menjadi pusat- pusat dagang atau pelabuhan-
pelabuhan dagangnya.
Sekitar abad ke-7 hingga abad ke-14, ada dua kerajaan besar yang telah mampu
menguasai perairan atau perniagaan di Nusantara, yakni Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) dan
Kerajaan Majapahit (Jawa). Keberhasilan ini karena kemampuan kedua kerajaan tersebut
mendominasi bahkan memonopoli jaringan perdagangan di Selat Malaka. Perlu diketahui,
bahwa Selat Malaka mempunyai posisi strategis baik secara geografis, iklim/cuaca, maupun
secara politis dan ekonomi. Itu sebabnya Selat Malaka merupakan “kunci” penting. Dengan
demikian, perdagangan dan pelayaran di Nusantara bahkan jaringan dagang internasional Asia
di dominasi oleh dua Kerajaan bercorak Hindu-Budha tersebut dalam periode yang berbeda.
Sekitar abad ke-15 (setelah Majapahit runtuh), telah muncul kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam di Nusantara, dan yang juga akan melanjutkan tradisi perdagangan dan
pelayaran di Nusantara. Walaupun Majapahit runtuh, namun pelabuhan-pelabuhan Tuban dan
Gresik (di pesisir utara Jawa) tetap berperan sebagai bandar transito dan distribusi penting, yaitu
sebagai gudang sekaligus penyalur rempah-rempah asal Indonesia Timur (Maluku).
Bahkan, Tuban berkembang menjadi bandar terbesar di Pulau (awa. Perkembangan
perdagangan dan pelayaran di perairan Jawa tersebut memacu munculnya pelabuhan-pelabuhan
baru seperti pelabuhan Banten, Jepara dan Surabaya.
Pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16, jalur perdagangan di asia Tenggara diwarnai
oleh dua jalur besar, yaitu jalur Cina-Malaka dan jalur Maluku-Malaka. Jalur perdagangan antara
Maluku-Malaka mendorong terjadinya perdagangan dan pelayaran antar pulau di Indonesia.
Jalur Maluku-Malaka ramai karena banyaknya para pedagang yang hilir-mudik. Orang-orang
Jawa misalnya, ke Maluku membawa beras dan bahan makanan yang lain untuk ditukarkan
dengan rempah-rempah. Mereka ke Malaka, dengan ditambah beras, membawa rempah-rempah
dari Maluku, dan sebaliknya dari arah Malaka membawa barang-barang dagangan yang berasal
dari luar (pedagang-pedagang Asia). Berkat komoditas “beras” dan letak strategis antara Maluku
dan Malaka, Jawa menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dalam perdagangan dan pelayaran
di $usantara. Terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, Jawa yang
kemudian akan memainkan peranan penting dalam perdagangan dan pelayaran di Nusantara.
Terutama keberadaan pelabuhan atau bandar dagang Banten, yang akan mengambil peran
penting di dalam perdagangan di Jawa dan Nusantara.Sebelum bangsa Barat masuk ke
Indonesia, bangsa Indonesia telah menguasai perdagangan dan pelayaran Nusantara.
Perdagangan dan pelayaran saat itu bersifat antar pulau, yakni antara Pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan dan pulau-pulau di bagian timur, terutama Maluku.
Perdagangan dan pelayaran yang berkembang sebelum masuknya bangsa Barat ke Asia
Tenggara maupun ke Indonesia itu telah membentuk pusat-pusat kekuasaan. Disamping Malaka
sebagai pusat perdagangan dan juga pusat kekuasaan, maka terbentuk pula pusat-pusat
kekuasaan lain seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore, yang juga
merupakan pusat-pusat kekuasaan yang bercorak Islam di Nusantara. Di Indonesia Timur,
pelabuhan penting adalah Ternate dan Tidore. Barang dagangan yang dihasilkan adalah cengkih,
sedangkan kayu cendana diperoleh dari pulau- pulau sekitarnya di bagian Barat Indonesia,
bandar-bandar yang penting seperti “asai” Aceh, Pedir, Jambi, Palembang, Barus, Banten, dan
Sunda Kelapa. Pelabuhan- pelabuhan tersebut kebanyakan mengekspor lada. Pelabuhan-
pelabuhan di pantai Barat Sumatera juga menghasilkan barang dagangan lain seperti kapur
barus, kemenyan, sutera, madu, dan damar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pedagang - pedagang Islam yang konflik dengan pedagang - pedagang Portugis
menyingkirk ke Aceh, Banten, dan Makasar. Mereka tetap melakukan perdagangan dan
pelayaran dengan pedagang - pedagang luar.
Karena jalur melalui Selat Malaka sudah dikuasi Portugis, maka mereka membuka jalur
perdagangan baru melalui sepanjang Pantai Barat Sumatera. Pedagang - pedagang Islam
berangkat dari bandar Banten lalu masuk selat Sunda terus berlayar ke luar melalui pantai barat
Sumatera. Sebaliknya, Banten juga didatangi pedagang - pedagang dari luar seperti Gujarat,
Persia, Cina, Turki, Nyanmar Selatan, dan Keling.
Kapal - kapal yang berasal dari Banten ataupun ke Banten banyak juga yang singgah ke
Aceh. Sementara itu, pedagang - pedagang Islam dari Malaka juga banyak yang mengalihkan
kegiatannya ke Aceh sebagai akibat jatuhnya Malaka ke tangna Portugis. Sehingga Aceh juga
berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Islam. Sedangkan di bagian Timur,
ada dua pusat perdagangan dan kekuasaan Islam yang penting, yakni Ternate dan Tidore.
DAFTAR PUSTAKA

http://ardianaagustin14.blogspot.co.id/2015/05/islam-dan-jaringan-perdagangan-antar.html
http://chandrajunitha07.blogspot.co.id/2014/04/islam-dan-jaringan-perdagangan-antar.html
https://readyygo.blogspot.com/2017/01/islam-dan-jaringan-perdagangan.html
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa berita-
berita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama
Masehi. Jalurjalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negeri-negeri
di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara
lain oleh W. Wolters (1967).
Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari
sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan
perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama
dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi sampai
dengan abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah
Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang
perjalanan mereka ke Asia Tenggara.
Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan
pertumbuhan serta perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada
abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi,
Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo,
Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya.

B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pola Perdagangan dan pelayaran Antar Pulau di Indonesia


Pelayaran antar pulau di Indonesia telah dimulai sejak abad pertama Masehi. Bahkan
pada abad ke-2, Indonesia telah menjalin hubungan dengan India sehingga agama Hindu masuk
dan berkembang. Sejak abad ke-5, Indonesia telah menjadi kawasan tengah yang dilintasi jalur
perdagangan laut antara India dan Cina. Jalur perdagangan tersebut yang dikenal dengan nama
Jalur Sutra Laut (Jalan Sutera lama/kuno via darat).
Jalur perniagaan dan pelayaran tersebut melalui laut, yang dimulai dari Cina melalui
Laut Cina Selatan kemudian Selat Malaka, Calicut: sekarang Kalkuta (India), lalu ke Teluk
Persia melalui Syam (Syuria) sampai ke Laut Tengah atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir
lalu menuju Laut Tengah.
Indonesia, melaui selat Malaka, terlibat dalam perdagangan dengan modal utama
rempah-rempah (komoditas utama), seperti lada dari Sumatera, cengkeh dan pala dari Indonesia
Timur, dan jenis kayu-kayuan dari Nusa Tenggara. Posisi Indonesia yang strategis dan hasil
sumber daya alam yang berlimpah menyebabkan Indonesia mampu menjadi salah satu pusat
perdagangan yang penting di jalur dagang antara Asia Timur – Asia Barat (Timur Tengah dan
semenanjung Arab), dengan Selat Malaka yang menjadi pusat-pusat dagang atau pelabuhan-
pelabuhan dagangnya.
Sekitar abad ke-7 hingga abad ke-14, ada dua kerajaan besar yang telah mampu
menguasai perairan atau perniagaan di Nusantara, yakni Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) dan
Kerajaan Majapahit (Jawa). Keberhasilan ini karena kemampuan kedua kerajaan tersebut
mendominasi bahkan memonopoli jaringan perdagangan di Selat Malaka. Perlu diketahui,
bahwa Selat Malaka mempunyai posisi strategis baik secara geografis, iklim/cuaca, maupun
secara politis dan ekonomi. Itu sebabnya Selat Malaka merupakan “kunci” penting. Dengan
demikian, perdagangan dan pelayaran di Nusantara bahkan jaringan dagang internasional Asia di
dominasi oleh dua Kerajaan bercorak Hindu-Budha tersebut dalam periode yang berbeda.
Sekitar abad ke-15 (setelah Majapahit runtuh), telah muncul kerajaan-kerajaan yang
bercorak Islam di Nusantara, dan yang juga akan melanjutkan tradisi perdagangan dan pelayaran
di Nusantara. Walaupun Majapahit runtuh, namun pelabuhan-pelabuhan Tuban dan Gresik (di
pesisir utara Jawa) tetap berperan sebagai bandar transito dan distribusi penting, yaitu sebagai
gudang sekaligus penyalur rempah-rempah asal Indonesia Timur (Maluku). Bahkan, Tuban
berkembang menjadi bandar terbesar di Pulau Jawa. Perkembangan perdagangan dan pelayaran
di perairan Jawa tersebut memacu munculnya pelabuhan-pelabuhan baru seperti pelabuhan
Banten, Jepara dan Surabaya.
Pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16, jalur perdagangan di asia Tenggara diwarnai
oleh dua jalur besar, yaitu jalur Cina-Malaka dan jalur Maluku-Malaka. Jalur perdagangan antara
Maluku-Malaka mendorong terjadinya perdagangan dan pelayaran antar pulau di Indonesia.
Jalur Maluku-Malaka ramai karena banyaknya para pedagang yang hilir-mudik. Orang-orang
Jawa misalnya, ke Maluku membawa beras dan bahan makanan yang lain untuk ditukarkan
dengan rempah-rempah. Mereka ke Malaka, dengan ditambah beras, membawa rempah-rempah
dari Maluku, dan sebaliknya dari arah Malaka membawa barang-barang dagangan yang berasal
dari luar (pedagang-pedagang Asia). Berkat komoditas “beras” dan letak strategis antara Maluku
dan Malaka, Jawa menjadi kekuatan yang diperhitungkan di dalam perdagangan dan pelayaran
di Nusantara. Terutama setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, Jawa yang
kemudian akan memainkan peranan penting dalam perdagangan dan pelayaran di Nusantara.
Terutama keberadaan pelabuhan atau bandar dagang Banten, yang akan mengambil peran
penting di dalam perdagangan di Jawa dan Nusantara.

B. Pusat-Pusat Perdagangan serta Jalur Pelayaran Sebelum Jatuhnya Malaka


Sebelum bangsa Barat masuk ke Indonesia, bangsa Indonesia telah menguasai
perdagangan dan pelayaran Nusantara. Perdagangan dan pelayaran saat itu bersifat antar pulau,
yakni antara Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan pulau-pulau di bagian timur, terutama
Maluku. Perdagangan dan pelayaran yang berkembang sebelum masuknya bangsa Barat ke Asia
Tenggara maupun ke Indonesia itu telah membentuk pusat-pusat kekuasaan. Disamping Malaka
sebagai pusat perdagangan dan juga pusat kekuasaan, maka terbentuk pula pusat-pusat
kekuasaan lain seperti Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banten, Ternate, dan Tidore, yang juga
merupakan pusat-pusat kekuasaan yang bercorak Islam di Nusantara. Di Indonesia Timur,
pelabuhan penting adalah Ternate dan Tidore. Barang dagangan yang dihasilkan adalah cengkih,
sedangkan kayu cendana diperoleh dari pulau-pulau sekitarnya.
Di bagian Barat Indonesia, bandar-bandar yang penting seperti Pasai/Aceh, Pedir, Jambi,
Palembang, Barus, Banten, dan Sunda Kelapa. Pelabuhan-pelabuhan tersebut kebanyakan
mengekspor lada. Pelabuhan-pelabuhan di pantai Barat Sumatera juga menghasilkan barang
dagangan lain seperti kapur barus, kemenyan, sutera, madu, dan damar.

C. Pusat-Pusat Perdagangan serta Jalur Pelayaran Setelah Jatuhnya Malaka.


Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), pedagang-pedagang Islam
memindahkan kegiatannya ke pelabuhan-pelabuhan lain. Dengan jalan demikian, mereka tetap
dapat melanjutkan usaha perdagangannya secara aman. Sehingga, penyaluran komoditas ekspor
(rempah-rempah) dari daerah Indonesia ke daerah Laut Merah tatap dapat dikuasai.
Pusat-pusat perdagangan dan kekuasaan yang sebelum Malaka jatuh sudah ada kemudian
menjadi berkembang pesat. Pusat-pusat perdagangan dan kekuasaan yang berkembang pesat
setelah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 antara lain, Aceh, Banten, Demak,
Tuban, Gresik, Makasar, Ternate dan Tidore.
Pedagang-pedagang Islam yang konflik dengan pedagang-pedagang Portugis menyingkir
ke Aceh, Banten, dan Makasar. Mereka tetap melakukan perdagangan dan pelayaran dengan
pedagang-pedagang luar. Karena jalur melalui Selat Malaka sudah dikuasai Portugis, maka
mereka membuka jalur perdagangan baru melalui sepanjang Pantai Barat Sumatera. Pedagang-
pedagang Islam berangkat dari bandar Banten lalu masuk selat Sunda terus berlayar ke luar
melalui pantai barat Sumatera. Sebaliknya, Banten juga didatangi pedagang-pedagang dari luar
seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, Myanmar Selatan, dan Keling.
Kapal-kapal yang berasal dari Banten ataupun ke Banten banyak juga yang singgah ke
Aceh. Sementara itu, pedagang-pedagang Islam dari Malaka juga banyak yang mengalihkan
kegiatannya ke Aceh sebagai akibat jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Sehingga Aceh juga
berkembang menjadi pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Islam. Sedangkan di bagian Timur,
ada dua pusat perdagangan dan kekuasaan Islam yang penting, yakni Ternate dan Tidore.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai