Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada tahun 30 Hijrih atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang memakan
waktu empat tahun ini, para utusan Utsman ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara.
Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan
pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia
dengan Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad.
Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah. dalam makalah ini
akan di bahas lebih mendalam mengenai sejarah perkembangan islam di Indonesia.
B.     Rumusan Masalah
  Sejarah masuknya islam di indonesia
  Perkembangan islam di Indonesia
  peranan islam di indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.    SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia, ada tiga
teori yang berkembang. Teori Gujarat, teori Makkah, dan teori Persia (Ahmad Mansur,
1996). Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam, asal
negara, penyebar atau pembawa Islam ke Nusantara.
1.      Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad
ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau
HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan
pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan
Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat
yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan
argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan
sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai
ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam
pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh
sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang
banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat
yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan
upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam
di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di
Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya
sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari
satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
2.      Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat,
berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah
sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari
Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah
bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang
menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung,
melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur,
termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan
disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam
telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat
telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang
Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya.
Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang
menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang
memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal
17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam
Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk
yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya
berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh
orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
3.      Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat,
sejarawan asal Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan
Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari
suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang
berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda)
diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran
mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah
dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh
penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam
(murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain yang dikemukakan
Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada
batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah
bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di
Iran.
B.     PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Meskipun Islam baru bisa dikatakan berkembang setelah berdirinya kerajaan Islam,
atau setidaknya ketika ada jalinan hubungan dagang antara saudaga rmuslim dengan pribumi,
namun cara kedatangan Islam dan penyebarannya di Indonesia tidak dilakukan dari saluran
politik atau perdagangan semata.Setidaknya ada enam saluran berkembangnya Islam di
Indonesia(Yatim:201-203). Saluran perkembangan tersebut meliputi saluran perdagangan,
saluran politik, saluran perkawinan, saluran pendidikan,saluran kesenian dan saluran tasawuf.
1.      Pendekatan perdagangan
Para pedagang Islam dari Gujarat, Persia dan Arab tinggal selama berbulan-bulan di
Malaka dan pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Mereka menunggu angin musim yang baik
untuk kembali berlayar. Maka terjadilah interaksi atau pergaualan antara para pedagang
tersebut dengan raja-raja, para bangsawan dan masyarakat setempat. Kesempatan ini
digunakan oleh para pedagang untuk menyebarkan agama Islam.
2.      Pendekatan politik
Masuknya Islam melalui saluran ini dapat terlihat ketika Samudera Pasai menjadi
kerajaan, banyak sekali penduduk yang memeluk agama Islam.Proses seperti ini terjadi pula
di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah raja mereka
memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di
daerah ini. Dari sini dapat dikatakan pula bahwa kemenangan kerajaan Islam secara politis
banyak menarik penduduk kerajaan yang bukan muslim untuk memeluk agama Islam.
3.      Pendekatan perkawinan
Tak dapat dipungkiri, dari sisi ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial
yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama puteri-
puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri para pedagang itu. Sebelum prosesi pernikahan,
mereka telah diIslamkan terlebih dahulu, dan setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan
kaum muslim semakin luas. Oleh karenanya tidak heran banyak sekali bermunculan
kampung-kampung muslim.
Awalnya kampung ini berkembang di pesisir pantai, biasanya mereka disebut dengan
kampung arab —dan masih terkenal hingga saat ini. Dalam perkembangan berikutnya, karena
ada wanita yang keturunan bangsawan yang dinikahi oleh pedagang itu, tentu saja kemudian
dapat mempercepat proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten,
Brawijayadengan puteri Campa yang menurunkan Raden Patah, raja pertama kerajaan
Demak, dan lain-lain.
4.      Pendekatan pendidikan
Pada proses ini, biasanya dilakukan melalui pendidikan-pendidikan yang dilakukan
oleh para wali, ulama, kiai, atau guru agama yang mendidik muridmurid mereka. Tempat
yang paling pesat untuk mengembangkan ajaran Islam adalah di pondok pesantren. Di tempat
itu para santri dididik dan diajarkan pendidikan agama Islam secara mendalam, sehingga
mereka betul-betul menguasai ilmu agama. Setelah lulus dari pesantren, para santri kembali
ke daerah asal untuk kemudian menyebarkan kepada masyarakat umum pelajaran yang telah
mereka peroleh di pesantren.
5.      Pendekatan kesenian
Kesenian merupakan wahana untuk berdakwah bagi para pemuka agama di Indonesia.
Pada proses ini yang paling terkenal menggunakannya adalah para wali yang menyebarkan
agama Islam di Jawa. Salah satu media pertunjukan yang paling terkenal melalui pertunjukan
wayang. Sunan Kalijaga, penyebar Islam di daerah Jawa Tengah adalah sosok yang sangat
mahir dalam memainkan wayang. Cerita wayang yang dimainkan berasal dari cerita
Ramayana dan Mahabarata yang memang sudah sangat Tasawuf merupakan bagian ajaran
dari Agama Islam.
Para tokoh tasawuf ini biasanya memiliki keahlian khusus sehingga dapat menarik
penduduk untuk memeluk ajaran Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam
bentuk penyembuhan bagi orang-orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga
yang termanifestasi sebagai kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab
dengan penduduk pribumi saat itu terkenal dan digemari oleh masyarakat. Dalam memainkan
wayang, selalu disisipkan ajaran-ajaran Islam sehingga penduduk pribumi mulai akrab
dengan ajaran Islam melalui media ini. Yang paling manarik dalam pertunjukan ini adalah
para penduduk tidak dipungut biaya ketika mereka menyaksikan pertunjukan wayang,
mereka hanya diminta untuk melantunkan kalimat syahadat, sehingga mereka akhirnya
masuk Islam dan ikut mendalami ajarannya.
6.      Pendekatan tasawuf
Tasawuf merupakan bagian ajaran dari Agama Islam. Para tokoh tasawuf ini
biasanya memiliki keahlian khusus sehingga dapat menarik penduduk untuk memeluk ajaran
Islam. Keahlian tersebut biasanya termanifestasi dalam bentuk penyembuhan bagi orang-
orang yang terkena penyakit, lalu disembuhkan. Ada juga yang termanifestasi sebagai
kekuatan-kekuatan magic yang memang sudah sangat akrab dengan penduduk pribumi saat
itu.

C. PERANAN UMAT ISLAM DI INDONESIA


1. Masa Penjajahan
a.       Peranan Umat Islam pada Masa Penjajahan
Sebelum kaum penjajah, yakni Portugis, Belanda, dan Jepang, masuk ke Indonesia,
mayoritas masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Dengan dianutnya agama
Islam tersebut, ajaran Islam telah banyak mendatangkan perubahan. Perubahan-perubahan itu
antara lain:
         Masyarakat Indonesia dibebaskan dari pemujaan berhala dan pendewaan raja-raja serta
dibimbing agar menghambakan diri hanya kepada Allah SWT.
         Rasa persamaan dan rasa keadilan yang diajarkan Islam, mampu mengubah masyarakat
Indonesia yang dulunya menganut sistem kasta dan diskriminasi menjadi masyarakat yang
setiap anggotanya mempunyai kedudukan, harkat, martabat, dan hak-hak yang sama.
         Semangat cinta tanah air dan rasa kebangsaan yang didengungkan Islam dengan
semboyan “Hubbul-Watan Minal-Iman” (cinta tanah air sebagian dari iman) mampu
mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia, khususnya para pemuda, yang dulunya
bersifat sekratin (lebih mementingkan sukunya dan daerahnya) menjadi bersifat nasionalis
(lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negaranya)
         Semboyan yang diajarkan Islam yang berbunyi “Islam adalah agama yang cinta damai,
tetapi lebih cinta kemerdekaan” telah mampu mendorong masyarakat Indonesia untuk
melakukan usaha-usaha mewujudkan kemerdekaan bangsanya dengan berbagai cara.
b.      Perlawanan Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
1.Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
2.Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
2. Masa Perang Kemerdekaan
a. Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang Kemerdekaan
Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang kemerdekaan ada dua macam:
      Membina kader umat Islam, melalui pesantren dan aktif dalam pembinaan masyarakat
    Turut berjuang secara fisik sebagai pemimpin perang.

b. Peranan Organisasi dan Pondok Pesantren Pada Masa Perang Kemerdekaan


Organisasi-organisasi yang dimaksud antara lain:
1. Serikat Dagang Islam/Serikat Islam
Serikat Dagang Islam didirikan oeh Haji Samanhudi dan Mas Tirta Adisuryo
pada tahun 1905 di Kota Solo. Tujuan organisasi ini pada awalnya adalah menggalang
kekuatan para pedagang Islam melawan monopoli pedagang Cina dan memajukan agama
Islam.

2. Muhammadiyah
Organisasi Islam Muhammadiyah didirikan di kota Yogyakarta oleh K.H. Ahmad
Dahlan pada tanggal 18 November 1912. Peranan Muhammadiyah pada masa penjajahan
Belanda lebih dititikberatkan pada usaha-usaha mencerdaskan rakyat Indonesia dan
meningkatkan kesejahteraan mereka, yakni dengan mendirikan sekolah-sekolah, baik sekolah
umum maupun sekolah agama, rumah sakit, panti asuhan, rumah-rumah penampungan bagi
warga miskin dan perpustakaan-perpustakaan.

3. Nahdlatul Ulama (NU)


NU didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Dua tokoh penting dalam
upaya pembentukan NU adalah K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Wahab Hasbullah.
Pada masa penjajahan Belanda, NU senantiasa berjuang menentang pejajahan dan
pernah mengeluarkan pernyataan politik yang isinya:
         Menolak kerja rodi yang dibebankan oleh penjajah kepada rakyat.
         Menolak rencana ordonansi (peraturan pemerintah) tentang perkawinan tercatat.
         Menolak diadakannya Milisi (wajib militer)
         Menyokong GAPI dalam menuntut Indonesia yang memiliki parlemen kepada
pemerintah kolonial Belanda.
4. Organisasi-organisasi Islam lainnya yang didirikan pada masa penjajahan
Organisasi Islam lainnya yang didirikan pada masa penjajahan Belanda di
antaranya adalah Al Irsyad, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Umat Islam (PUI), PERTI
(Persatuan Tarbiyah Islam), dan PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh)
Pada masa penjajahan Jepang, semua organisasi Islam tersebut berkumpul
dalam suatu wadah partai yang bernama Majelis Islam Tinggi, yang telah mengeluarkan
pernyataan politiknya sebagai berikut:
         Membentuk barisan fi sabilillah, untuk berjuang di garis depan menentang penjajah.
         Akan berjuang mengusir penjajah, karena hukumnya adalah fardu ain.
         Menyatakan bahwa seorang yang mati dalam melawan penjajahan adalah mati syahid.
         Membentuk barisan palang merah wanita, sesuai dengan ajaran Islam.
5. Pondok Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertus di Indonesia, yang
penyelenggaraan pendidikannya bersifat tradisional dan sederhana. Mata pelajaran yang
diajarkan di pesantren adalah: Ilmu Tauhid, Fikih Islam, Akhlak, Ushul Fikih, Nahwu, Saraf,
dan Ilmu Mantik. Sumber pelajarannya, biasanya, kitab-kitab berbahasa arab yang tidak
berharakat atau gundul, yang biasa disebut dengan “Kitab Kuning”.

3. Masa Pembangunan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Dalam usaha mempertahankan kemerdekaan negara Republik Indonesia, umat Islam
yang merupakan mayoritas penduduk, tampil di barisan terdepan dalam perjuangan, baik
perjuangan fisik (berperang) mauapun perjuangan diplomasi.
Di tahun-tahun awal kelahirannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, bangsa
Indonesia harus menghadapi Jepang, negara Sekutu, dan Belanda.
Selain itu, kemerdekaan negara Republik Indonesia dipertahankan melalui usaha-
usaha diplomatik, yaitu perundingan antara Indonesia dan Belanda, misalnya: perundingan
Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem Royen, dan Konferensi Meja Bundar di
Den Haag.
Dalam usaha mengisi kemerdekaan, pemerintah dan segenap bangsa Indonesia
melakukan usaha-usaha pembangunan dalam berbagai bidang demi tercapainya tujuan
nasional yang diamanatkan oleh UUD 1945. Usaha-usaha pembangunan yang berencana dan
terarah dimulai semenjak Repelita I, dst.

b. Peranan Organisasi Islam dalam Masa Pembangunan


Organisasi Islam yang ada pada masa pembangunan ini cukup banyak, antara lain:
Muhammadiyah; Nahdlatul Ulama (NU); Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Peranan Muhammadiyah dalam masa pembangunan antara lain:
         Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia berilmu pengetahuan tinggi, berbudi
luhur dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
         Melakukan usaha-usaha di bidang kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, antara lain
mendirikan Rumah Sakit, Poliklinik, BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak), Panti Asuhan
dan Pos Santunan Sosial.
Peranan NU pada masa pembangunan adalah:
         Mendirikan madrasah-madrasah, seperti Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan
Perguruan Tinggi.
         Mendirikan, mengelola, dan mengembangkan pesantren-pesantren .
         Membantu dan mengurusi anak-anak yatim dan fakir miskin.
Adapun peranan MUI pada masa pembangunan adalah:
         Memberikan fatwa dan nasihat keagamaan dalam masalah sosial kemasyarakatan kepada
pemerintah dan umat Islam Indonesia pada umumnya, sebagai amar ma’ruf nahi mungkar
dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.
         Memperkuat Ukhuwah Islamiah dan melaksanakan kerukunan antar umat beragama
dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.
         MUI adalah penghubung antara Ulama dan Umara serta menjadi penerjemah timbal-
balik antara pemerintah dan umat Islam Indonesia guna menyukseskan pembangunna
nasional.

c. Peranan Lembaga Pendidikan Islam dalam Pembangunan


Adapun peranan-peranan kelembagaan Islam dalam pembangunan antara lain:
         Melakukan usaha-usaha agar masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha
Esa.
         Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
         Memupuk persatuan dan kesatuan umat.
         Mencerdaskan bangsa Indonesia.
         Mengadakan pembinaan mentel spiritual.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha masih kuat. Kala itu,
Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang kini termasuk wilayah Indonesia.
Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan kebudayaan Islam melalui jalur
perdagangan, sama seperti ketika berkenalan dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui
aktifitas niaga, masyarakat Indonesia yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun
mengenal ajaran Islam. Persebaran Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut
yang lebih terbuka terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah
pedalaman dan pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner,
cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Dan dalam
perkembangan selanjutnya bermunculan banyak kerajaan-kerajaan islam di Indonesia seperti
samudera pasai dan kerajaan-kerajaan islam lainnya.
B.     Saran
Kami sebagai pembuat makalah bukanlah makhluk yang sempurna. Apabila ada
kalimat yang tidak berkenan pada tempatnya. Kami berharap kritik dan saran dari Bapak
pembimbing dan rekan mahasiswa/i sekalian yang bersifat membangun agar kami bisa
membuat makalah yang lebih baik pada waktu yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed.).1991.Sejarah Umat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia.
Badri, Yatim. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada Poesponegoro,
Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1993. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Soekmono, R.1973.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jilid 2 dan 3. Yogyakarta:
Kanisius.
Sudarmanto.Y.B..1996.Jejak-Jejak Pahlawan dari Sultan Agung Hingga Syekh Yusuf.
Jakarta: Grasindo.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 1996. Meneruskan Sejarah – Wacana Pergerakan Islam di
Indonesia. Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai