Tujuan
sejarah berdirinya
Souraja/Banua Oge
faktor-faktor Souraja/Banua
Oge kurang terpelihara dan
kurang terawat
Deskripsi Singkat
Souraja terdiri dari dua kata yaitu Sou yang berarti Rumah dan Raja adalah
Pemimpin, dengan demikian souraja adalah “Rumah Raja”. Souraja dapat disebut sebagai
Istana Magau Palu, karena sejak didirikannya, bangunan ini ditempati oleh Magau-magau
Palu dan keluarganya silih berganti. Kepemilikan bangunan ini pun berlaku secara turun-
temurun. Souraja didirikan pada akhir abad XIX Masehi tahun 1892 di tengah-tengah
perkampungan suku kaili atau tepatnya di kampung Lere yang merupakan masyarakat
pendukung kerajaan Palu. Souraja/Banua Oge didirikan oleh Raja Yodjokodi Raja Palu yang
ke VIII. Orang kaili mengatakan bahwa Banua Oge atau Rumah Agung adalah rumah besar
dengan pengertian mempunyai kelebihan dan kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini
terdapat pada fungsinya sebagai tempat tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya
bangunan ini pun dianggap keramat. Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja
yang dipercaya merupakan keturunan dari langit “To Manuru”.
Pembangunan Souraja dikepalai oleh Hj. Amir Pettalolo, menantu dari Yodjokodi.
Dalam pembangunan Souraja, sebagian besar tenaga kerjanya didatangkan dari Banjar
sehingga nampak beberapa corak banjar dibangunan tersebut. Proses pembuatan Souraja ini
ada beberapa tahap, pertama pemilihan dan Pembuatan Bahan. Dalam tahap persiapan hal
yang dilakukan adalah pemilihan bahan. Dalam memilih bahan tidak semudah dengan
memilih bahan untuk rumah-rumah biasa ataupun dengan rumah adat lainnya. Dalam hal
memilih kayunya, juga orang yang ditugaskan khusus untuk itu dan ketentuan yang harus
dilaksanakan dengan sempurna barulah pohon-pohon kayu itu di tebang. Dalam
menebangnya sendiri harus diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga jatuhnya ke tanah
benar-benar tepat pada arah yang membawa bekah. Bahkan sebelum penebangannya, lokasi
di sekitar pohon pilihan itu akan diupacarai lebih dahulu untuk menghilangkan kemungkinan
bahaya lainnya. Kayu yang dipilih biasanya kayu ulin atau kayu kapas.
Pemilihan/Penentuan Lokasi Rumah, dalam hal memilih tanah tempat rumah yang
aka di bangun, orang yang akan ditugaskan akan mempersiapkan diri dengan mensucikan diri
lalu mencari jawaban lwat tarekat (bertahannus) di waktu malam. Dari mimpi atau gambaran
lain yang ditentukannya akan memberikan jawaban tentang baik dan buruknya tanah.
Proses Mendirikan Souraja, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Dan
yang merupakan syarat penting adalah selama membangun rumah souraja, maka raja dan
permaisuri serta seluruh yang ikut menentukan pembangunannya haruslah selalu perut dalam
keadaan berisi atau kenyang. Dan mengenai Souraja akan menghadap ke arah mana, amat
tergantung dari kemauan raja sendiri berdasarkan firasatnya.
Secara umum, banua oge adalah rumah panggung berbentuk pelana. Tangga depan
terdiri dari dua, yakni sisi kiri dan sisi kanan. Sedangkan jumlah anak tangga ganjil. Menurut
Mehdiantara Datupalinge dua tangga utama di depan merupakan simbol dari suami istri.
Untuk naik rumah juga tidak sembarang.
Mengapa harus rumah panggung ? Mehdiantara mengatakan karena dahulu rumah
masih kurang rumah sengaja ditinggikan untuk mencegah banjir atau serangan binatang buas,
memang lokasi bangunan tidak jauh dari sungai yang memungkinkan hewan seperti buaya
sesekali singgah di darat dan tiang bawah rumah panggung tersebut berbentuk silang untuk
memperkokoh bangunan dan tidak terpengaruh dengan adanya bencana Gempa yang sering
terjadi di Palu. Selain itu, dahulu tempat di bawah rumah atau di antara tiang-tiang rumah
dipakai untuk menyimpan alat transportasi raja, seperti gerobak dan kuda.
Souraja digunakan oleh Yodjokodi sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan.
Souraja beberapa kali mengalami pergantian fungsi yaitu, pada tahun 1921-1942, souraja
masih digunakan sebagai tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan. Pada tahun 1942-1945,
tepatnya pada masa pendudukan jepang, Souraja dialihfungsikan sebagai tangsi militer
tentara Jepang walaupun fungsi Souraja masih sebagai kantor pemerintahan Kerajaan Palu.
Pada masa Jepang itu, kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah berubah nama menjadi
Sucho.
Kemudian pada tahun 1945-1948, souraja kembali difungsikan sebagai pusat
pemerintahan kerajaan Palu. Pada tahun 1958, ketika Permesta memberontak di Sulaersi
Tengah dan Sulawesi Utara, Souraja hadir dengan fungsi baru sebagai asrama Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Souraja dijadikan markas tentara dalam kegiatan operasi
Penumpasan Pemberontakan Permesta di Sulawesi Tengah. Peran ini berlangsung hingga
tahun 1960.
Melihat sisi fungsi ganda Souraja, maka proses efisiensi dan efektivitas bangunan
menjadi perhatian tersendiri, karena bangunan ini semakin megah, mewah, dan sakral, namun
kecil. Sehingga timbul satu asumsi bahwa Souraja merupakan cermin dari luas kekuasaan
yang dimiliki oleh kerajaan palu yang begitu kecil dan sempit.
Bangunan souraja terakhir ditempati oleh Raja Palu Tjatjo Idjazah yang juga
merupakan raja terakhir Kerajaan palu. Tetapi Tjatjo Idjazah tidak menetap di Souraja karena
ia lebih sering berada dirumahnya di kawasan yang sekarang jadi Apotik Pancar. Setelah
kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan ini dikelola oleh Andi Tjatjo Parampasi dan Andi
Tase Parampasi. Pada tahun 1974, pengelolaan rumah ini diserahkan kepada anaknya, Andi
Harun Parampasi.
Pada tahun 1982, bangunan ini diinventariasasi oleh pemerintah dan kemudian
dilakukan pemugaran. Sepuluh tahun kemudian tahun 1991-1992, dilakukan pemugaran oleh
pemerintah. Saat ini bangunan ini dikelola oleh pemerintah sebagai salah satu cagar budaya.
Melihat bangunan Souraja/Banua Oge, ada bagian yang sudah mengalami kerusakan
di antaranya :
1. Bagian luar rumah tepatnya bagian atas sudut kiri, kayunya mulai lapuk hal ini
disebabkan atap bangunan yang sudah bocor sehingga ketika hujan airnya merembes
ke kayu.
2. Ada bagian-bagian dari rumah seperti pada ruang Gandaria, ruang Lonta Karavana
dan kayu penyangga tiang rumah yang kayunya sudah lepas/rusak tetapi tidak
dibuatkan penggantinya.
3. Kebersihan souraja/banua Oge kurang terpelihara, hal ini terlihat ketika pengunjung
datang, petugasnya mulai membersihkan bangunan tersebut
4. Sumur tua yang terdapat dibelakang bangunan Souraja/Banua Oge dibiarkan begitu
saja sehingga kelihatan kotor apalagi terdapat rumput yang sudah rimbun sehingga
menutupi dinding dari sumur dan banyak atap seng yang berserakan di sekitar sumur.
Melihat hal tersebut di atas, maka faktor-faktor yang menyebabkan bangunan tersebut
kurang terpelihara adalah :
1. Tidak adanya retribusi yang dikenakan kepada pengunjung padahal dengan retribusi
tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan bangunan Souraja.
2. Pengalokasian dana pemeliharaan bangunan tersebut dari pemerintah belum maksimal
sehingga bangunan ini terkesan kurang terawat.
RANGKUMAN
Souraja didirikan pada akhir abad XIX di tengah-tengah perkampungan suku kaili
yang merupakan masyarakat pendukung kerajaan Palu. Souraja/Banua Oge didirikan oleh
Raja Yodjokodi Raja Palu yang ke VIII. Orang kaili mengatakan bahwa Banua Oge atau
Rumah Agung adalah rumah besar dengan pengertian mempunyai kelebihan dan
kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini terdapat pada fungsinya sebagai tempat
tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya bangunan ini pun dianggap keramat.
Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja yang dipercaya merupakan keturunan
dari langit “To Manuru”.
Bangunan induk sendiri berukuran 11,5 x 24,30 Meter, yaitu terbagi atas 4 bagian yaitu :
1. Tidak adanya retribusi yang dikenakan kepada pengunjung padahal dengan retribusi
tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan bangunan Souraja.
2. Pengalokasian dana pemeliharaan bangunan tersebut dari pemerintah belum maksimal
sehingga bangunan ini terkesan kurang terawat.
UJI KOMPETENSI
Narasumber :