Anda di halaman 1dari 14

SOURAJA (ANTARA HIDUP DAN MATI)

Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini :

1. Mengetahui sejarah berdirinya Souraja/Banua Oge


2. Mengetahui bagian-bagian ruangan yang terdapat dalam
bangunan Souraja/Banua Oge
3. Menganalisa faktor-faktor Souraja/Banua Oge kurang
terpelihara dan kurang terawat
PETA KONSEP

sejarah berdirinya
Souraja/Banua Oge

Souraja (antara hidup bagian-bagian ruangan yang


terdapat dalam bangunan
dan Mati
Souraja/Banua Oge

faktor-faktor Souraja/Banua
Oge kurang terpelihara dan
kurang terawat
Deskripsi Singkat

Souraja terdiri dari dua kata yaitu Sou yang berarti Rumah dan Raja adalah
Pemimpin, dengan demikian souraja adalah “Rumah Raja”. Souraja dapat disebut sebagai
Istana Magau Palu, karena sejak didirikannya, bangunan ini ditempati oleh Magau-magau
Palu dan keluarganya silih berganti. Kepemilikan bangunan ini pun berlaku secara turun-
temurun. Souraja didirikan pada akhir abad XIX Masehi tahun 1892 di tengah-tengah
perkampungan suku kaili atau tepatnya di kampung Lere yang merupakan masyarakat
pendukung kerajaan Palu. Souraja/Banua Oge didirikan oleh Raja Yodjokodi Raja Palu yang
ke VIII. Orang kaili mengatakan bahwa Banua Oge atau Rumah Agung adalah rumah besar
dengan pengertian mempunyai kelebihan dan kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini
terdapat pada fungsinya sebagai tempat tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya
bangunan ini pun dianggap keramat. Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja
yang dipercaya merupakan keturunan dari langit “To Manuru”.

Dokumentasi Pribadi (2019)


A. Sejarah Souraja/Banua Oge
Souraja dapat disebut sebagai
Istana Magau Palu, karena sejak
didirikannya, bangunan ini ditempati
oleh Magau-magau Palu dan
keluarganya silih berganti.
Kepemilikan bangunan ini pun berlaku
secara turun-temurun. Souraja terletak
di jalan pangeran hidayat. Objek
wisata ini berada di wilayah
administratif Kelurahan Lere,
Dokumentasi Pribadi
Kecamatan Palu Barat. Wilayah
(2019)
kampung Lere pada masa Raja Yodjokodi merupakan bagian dari wilayah siranindi. Siranindi
merupakan salah satu anggota patanggota kerajaan Palu bersama Tatanga, Besusu dan Lolu.
Souraja dapat disebut sebagai istana raja palu, karena sejak di dirikannya, bangunan ini
ditempati oleh raja-raja Palu dan keluarganya silih berganti. Kepemilikan bangunan ini pun
berlaku secara turun-temurun.
Souraja didirikan pada akhir abad XIX di tengah-tengah perkampungan suku kail
yang merupakan masyarakat pendukung kerajaan Palu. Souraja/Banua Oge didirikan oleh
Raja Yodjokodi Raja Palu yang ke VIII. Orang kaili mengatakan bahwa Banua Oge atau
Rumah Agung adalah rumah besar dengan pengertian mempunyai kelebihan dan
kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini terdapat pada fungsinya sebagai tempat
tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya bangunan ini pun dianggap keramat.
Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja yang dipercaya merupakan keturunan
dari langit “To Manuru”.
Corak bangunan souraja merupakan hasil akulturasi dari beberapa kebudayaan yang
ada dikerajaan palu pada saat itu. Palu yang saat itu menjadi salah satu daerah urban
menyebabkan terjadinya proses akulturasi antara kebudayaan masyarakat asli dengan
masyarakat pendatang. Budaya-budaya dari daerah lain ini pun memperkaya kebudayaan
masyarakat palu dari berbagai sendi kehidupan. Hasil akulturasi budaya di Lembah Palu ini
masih terlihat jelas di kehidupan masyarakat suku Kaili. Salah satunya dapat disaksikan
melalui keberadaan Souraja.
Dokumentasi Pribadi (2019)

Pembangunan Souraja dikepalai oleh Hj. Amir Pettalolo, menantu dari Yodjokodi.
Dalam pembangunan Souraja, sebagian besar tenaga kerjanya didatangkan dari Banjar
sehingga nampak beberapa corak banjar dibangunan tersebut. Proses pembuatan Souraja ini
ada beberapa tahap, pertama pemilihan dan Pembuatan Bahan. Dalam tahap persiapan hal
yang dilakukan adalah pemilihan bahan. Dalam memilih bahan tidak semudah dengan
memilih bahan untuk rumah-rumah biasa ataupun dengan rumah adat lainnya. Dalam hal
memilih kayunya, juga orang yang ditugaskan khusus untuk itu dan ketentuan yang harus
dilaksanakan dengan sempurna barulah pohon-pohon kayu itu di tebang. Dalam
menebangnya sendiri harus diperhitungkan sedemikian rupa, sehingga jatuhnya ke tanah
benar-benar tepat pada arah yang membawa bekah. Bahkan sebelum penebangannya, lokasi
di sekitar pohon pilihan itu akan diupacarai lebih dahulu untuk menghilangkan kemungkinan
bahaya lainnya. Kayu yang dipilih biasanya kayu ulin atau kayu kapas.
Pemilihan/Penentuan Lokasi Rumah, dalam hal memilih tanah tempat rumah yang
aka di bangun, orang yang akan ditugaskan akan mempersiapkan diri dengan mensucikan diri
lalu mencari jawaban lwat tarekat (bertahannus) di waktu malam. Dari mimpi atau gambaran
lain yang ditentukannya akan memberikan jawaban tentang baik dan buruknya tanah.
Proses Mendirikan Souraja, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Dan
yang merupakan syarat penting adalah selama membangun rumah souraja, maka raja dan
permaisuri serta seluruh yang ikut menentukan pembangunannya haruslah selalu perut dalam
keadaan berisi atau kenyang. Dan mengenai Souraja akan menghadap ke arah mana, amat
tergantung dari kemauan raja sendiri berdasarkan firasatnya.
Secara umum, banua oge adalah rumah panggung berbentuk pelana. Tangga depan
terdiri dari dua, yakni sisi kiri dan sisi kanan. Sedangkan jumlah anak tangga ganjil. Menurut
Mehdiantara Datupalinge dua tangga utama di depan merupakan simbol dari suami istri.
Untuk naik rumah juga tidak sembarang.
Mengapa harus rumah panggung ? Mehdiantara mengatakan karena dahulu rumah
masih kurang rumah sengaja ditinggikan untuk mencegah banjir atau serangan binatang buas,
memang lokasi bangunan tidak jauh dari sungai yang memungkinkan hewan seperti buaya
sesekali singgah di darat dan tiang bawah rumah panggung tersebut berbentuk silang untuk
memperkokoh bangunan dan tidak terpengaruh dengan adanya bencana Gempa yang sering
terjadi di Palu. Selain itu, dahulu tempat di bawah rumah atau di antara tiang-tiang rumah
dipakai untuk menyimpan alat transportasi raja, seperti gerobak dan kuda.

B. Bagian-bagian Souraja/Banua Oge dan Fungsinya


Bangunan Souraja/Banua Oge adalah bangunan panggung yang memakai konstruksi
dari kayu dan paduan arsitektur Bugis dan Kaili. Luas keseluruhan 32 x 11,5 meter persegi.
Jumlah tiang kolom pada bangunan induk berjumlah ada 28 buah tiang rumah induk dan serta
8 buah tiang dapur. Bangunan induk sendiri berukuran 11,5 x 24,30 Meter, yaitu terbagi atas
4 bagian yaitu :
1. Gandaria atau Serambi
Ruangan yang satu ini memiliki fungsi
untuk ruang tunggu bagi para tamu. Pada bagian
depannya berada sebuah anjungan yang
digunakan untuk tempat bertumpuhnya semua
anak tangga yang yang ada sekitar 9 buah anak
tangga dan posisi anak tangga tersebut saling
berhadapan satu sama lain. Memasuki
Souraja/Banua Oge harus menaiki tangga sebelah
sebelah kanan rumah dan turun di tangga sebelah
kiri rumah. Ditempat ini semua alas kaki dilepas.
2. Lonta Karavana atau Ruang bagian
Depan
Pada bagian ruangan yang satu ini ini
digunakan untuk penjamuan ataupun
penerimaan para tamu khusunya untuk kaum
laki-laki dalam pelaksanaan pada upacara
adat. Fungsi yang lainnya ialah untuk pakai
sebagai tempat tidur kaum laki-laki.
Di depan Karavana ada 3 pintu yakni
pintu samping, pintu utama, dan pintu kamar
Dokumentasi Pribadi (2019)
magau. Menurut Mehdiantara (2019) pintu
kamar magau di buat untuk mempermudah akses magau/raja keluar dari kamar jika terjadi
sesuatu yang membahayakan Raja dan keluarganya.

3. Lonta Tatangana atau Ruang bagian Tengah

Di bagian Ruangan tengah memiliki fungsi


sebagai tempat untuk musyawarah para raja beserta
dengan para tokoh-tokoh adat. Serta pada bagian dalam
ruangan yang satu ini ada 2 kamar tidur yang digunkan
untuk para raja beristirahat. Pada ruangan ini terdapat 1
unit mesin jahit.

Dokumentasi Pribadi (2019)


Dokumentasi Pribadi (2019)

4. Lonta Rarana atau Ruangan bagian Belakang


Ruangan yang satu ini dipakai untuk tempat makan para Raja beserta dengan semua
keluarganya. Pada ruangan ini juga ada kamar khusus untuk para wanita dan juga anak gadis.
Dan pada ruangan yang satu ini juga dipakai untuk menerima para saudara dan kerabat dekat
raja. Namun, di bagian belakang (Dapur), dindingnya telah digantikan dengan seng. Hal ini
tentu saja mengurangi keindahan dan nilai historis bangunan tersebut.

Dokumentasi Pribadi (2019)

Souraja digunakan oleh Yodjokodi sebagai tempat tinggal dan pusat pemerintahan.
Souraja beberapa kali mengalami pergantian fungsi yaitu, pada tahun 1921-1942, souraja
masih digunakan sebagai tempat tinggal raja dan pusat pemerintahan. Pada tahun 1942-1945,
tepatnya pada masa pendudukan jepang, Souraja dialihfungsikan sebagai tangsi militer
tentara Jepang walaupun fungsi Souraja masih sebagai kantor pemerintahan Kerajaan Palu.
Pada masa Jepang itu, kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah berubah nama menjadi
Sucho.
Kemudian pada tahun 1945-1948, souraja kembali difungsikan sebagai pusat
pemerintahan kerajaan Palu. Pada tahun 1958, ketika Permesta memberontak di Sulaersi
Tengah dan Sulawesi Utara, Souraja hadir dengan fungsi baru sebagai asrama Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Souraja dijadikan markas tentara dalam kegiatan operasi
Penumpasan Pemberontakan Permesta di Sulawesi Tengah. Peran ini berlangsung hingga
tahun 1960.
Melihat sisi fungsi ganda Souraja, maka proses efisiensi dan efektivitas bangunan
menjadi perhatian tersendiri, karena bangunan ini semakin megah, mewah, dan sakral, namun
kecil. Sehingga timbul satu asumsi bahwa Souraja merupakan cermin dari luas kekuasaan
yang dimiliki oleh kerajaan palu yang begitu kecil dan sempit.
Bangunan souraja terakhir ditempati oleh Raja Palu Tjatjo Idjazah yang juga
merupakan raja terakhir Kerajaan palu. Tetapi Tjatjo Idjazah tidak menetap di Souraja karena
ia lebih sering berada dirumahnya di kawasan yang sekarang jadi Apotik Pancar. Setelah
kerajaan Palu resmi dibubarkan, bangunan ini dikelola oleh Andi Tjatjo Parampasi dan Andi
Tase Parampasi. Pada tahun 1974, pengelolaan rumah ini diserahkan kepada anaknya, Andi
Harun Parampasi.
Pada tahun 1982, bangunan ini diinventariasasi oleh pemerintah dan kemudian
dilakukan pemugaran. Sepuluh tahun kemudian tahun 1991-1992, dilakukan pemugaran oleh
pemerintah. Saat ini bangunan ini dikelola oleh pemerintah sebagai salah satu cagar budaya.

C. Faktor-faktor yang menyebabkan Souraja/Banua Oge kurang terpelihara

Melihat bangunan Souraja/Banua Oge, ada bagian yang sudah mengalami kerusakan
di antaranya :

1. Bagian luar rumah tepatnya bagian atas sudut kiri, kayunya mulai lapuk hal ini
disebabkan atap bangunan yang sudah bocor sehingga ketika hujan airnya merembes
ke kayu.
2. Ada bagian-bagian dari rumah seperti pada ruang Gandaria, ruang Lonta Karavana
dan kayu penyangga tiang rumah yang kayunya sudah lepas/rusak tetapi tidak
dibuatkan penggantinya.
3. Kebersihan souraja/banua Oge kurang terpelihara, hal ini terlihat ketika pengunjung
datang, petugasnya mulai membersihkan bangunan tersebut
4. Sumur tua yang terdapat dibelakang bangunan Souraja/Banua Oge dibiarkan begitu
saja sehingga kelihatan kotor apalagi terdapat rumput yang sudah rimbun sehingga
menutupi dinding dari sumur dan banyak atap seng yang berserakan di sekitar sumur.

Dokumentasi Pribadi (2019)

Melihat hal tersebut di atas, maka faktor-faktor yang menyebabkan bangunan tersebut
kurang terpelihara adalah :

1. Tidak adanya retribusi yang dikenakan kepada pengunjung padahal dengan retribusi
tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan bangunan Souraja.
2. Pengalokasian dana pemeliharaan bangunan tersebut dari pemerintah belum maksimal
sehingga bangunan ini terkesan kurang terawat.
RANGKUMAN

Souraja didirikan pada akhir abad XIX di tengah-tengah perkampungan suku kaili
yang merupakan masyarakat pendukung kerajaan Palu. Souraja/Banua Oge didirikan oleh
Raja Yodjokodi Raja Palu yang ke VIII. Orang kaili mengatakan bahwa Banua Oge atau
Rumah Agung adalah rumah besar dengan pengertian mempunyai kelebihan dan
kekeramatan tersendiri. Kelebihan bangunan ini terdapat pada fungsinya sebagai tempat
tinggal raja atau bangsawan, maka dengan sendirinya bangunan ini pun dianggap keramat.
Kekeramatan souraja dilekatkan pada kekeramatan raja yang dipercaya merupakan keturunan
dari langit “To Manuru”.
Bangunan induk sendiri berukuran 11,5 x 24,30 Meter, yaitu terbagi atas 4 bagian yaitu :

1. Gandaria atau Serambi


Ruangan yang satu ini memiliki fungsi untuk ruang tunggu bagi para tamu. Pada bagian
depannya berada sebuah anjungan yang digunakan untuk tempat bertumpuhnya semua
anak tangga yang yang ada sekitar 9 buah anak tangga dan posisi anak tangga tersebut
saling berhadapan satu sama lain.
2. Lonta Karavana atau Ruang bagian Depan
Pada bagian ruangan yang satu ini ini digunakan untuk penjamuan ataupun penerimaan
para tamu khusunya untuk kaum laki-laki dalam pelaksanaan pada upacara adat. Fungsi
yang lainnya ialah untuk pakai sebagai tempat tidur kaum laki-laki.
3. Lonta Tatangana atau Ruang bagian Tengah
Di bagian Ruangan tengah memiliki fungsi sebagai tempat untuk musyawarah para raja
beserta dengan para tokoh-tokoh adat. Serta pada bagian dalam ruangan yang satu ini ada
2 kamar tidur yang digunakan untuk para raja beristirahat.
4. Lonta Rarana atau Ruangan bagian Belakang
Ruangan yang satu ini dipakai untuk tempat makan para Raja beserta dengan semua
keluarganya. Pada ruangan ini juga ada kamar khusus untuk para wanita dan juga anak
gadis.

faktor-faktor yang menyebabkan bangunan tersebut kurang terpelihara adalah :

1. Tidak adanya retribusi yang dikenakan kepada pengunjung padahal dengan retribusi
tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan bangunan Souraja.
2. Pengalokasian dana pemeliharaan bangunan tersebut dari pemerintah belum maksimal
sehingga bangunan ini terkesan kurang terawat.
UJI KOMPETENSI

1. Jelaskan sejarah berdirinya Souraja/Banua Oge !


2. Analisalah bagian-bagian ruangan yang terdapat pada Souraja/Banua Oge !
3. Bedakanlah fungsi bagian-bagian yang terdapat dalam souraja/Banua Oge !
4. Analisalah fungsi Souraja/Banua Oge dari tahun 1921-1958 !
5. Analisa faktor-faktor Souraja/Banua Oge kurang terpelihara dengan baik !
DAFTAR PUSTAKA

Jefrianto, 2015. Souraja Wisata Sejarah di Kota Palu.


http://jefriantogie.blogspot.com/2015/01/souraja-wisata-sejarah-di-kota-palu.html
diakses pada tanggal 19 September 2019 Pukul 10.15

Anonim. 2012. Fungsi Ruang Banua Mbaso. http://kakarmand.blogspot.com/2012/08/fungsi-


ruang-banua mbaso.htmldiakses pada tanggal 18 September 2019 Pukul 20.22

Narasumber :

1. Nama : Mehdiantara Datupalinge, 2019


Umur : 30 Tahun
Pendidikan : S1 (Sarjana Hukum)
Alamat : Jl. Pangeran Hidayat, Kelurahan Kampung Lere
Pekerjaan : Ketua Pengawal Cagar Budaya kota Palu

2. Nama : Jamrin Abu Bakar, S.Sos


Umur : 48 Tahun
Pendidikan : S1 (Sosiologi)
Alamat : Maleni, Donggala
Pekerjaan : Wartawan

3. Nama : Wilman Dharsono Lumanggino, S.Pd, M.Hum


Umur : 40 Tahun
Pendidikan : S2 (Master Humaniora)
Alamat :-
Pekerjaan : Dosen Universitas Tadulako (Pendidikan Sejarah)
BIODATA PENYUSUN

1. Nama : Hj. Siti Aisyah, S.Pd, M.Pd


TTL : Palu, 21 Agustus 1969
Unit Kerja : SMKN 2 Palu
Pendidikan : S2 (Pendidikan Sejarah)
Alamat : Jl. Setia Budi, No.24 A Palu

2. Nama : Marthina, S.E


TTL : Biromaru, 23 Maret 1973
Unit Kerja : SMK Nusantara Palu
Pendidikan : S1 (Sarjana Ekonomi)
Alamat : Jl. Maluku Lrg.I No.51 C Palu

3. Nama : Rahmayanti, S.Pd


TTL : Panyabungan, 20 Juni 1974
Unit Kerja : SMKN 6 Palu
Pendidikan : S1 (Pendidikan Sejarah)
Alamat : Jl. Jaelangkara, No.11 Kelurahan Lambara Kec.Tawaeli Kodya Palu

4. Nama : Dra. Hj. Asda


TTL : Polman, 07 Septembr 1967
Unit Kerja : SMK Swadaya 1
Pendidikan : S1 (Pendidikan Kewarganegaraan)
Alamat : Jl. Jamur, Lrg.II

5. Nama : Sarifa, S.Pd


TTL : Palu, 16 Juli 1994
Unit Kerja : SMKS Amaliah palu
Pendidikan : S1 (Pendidikan Sejarah)
Alamat : Jl. Manggis, Kelurahan Balaroa

Anda mungkin juga menyukai